Vol 6 No 1 April 2011_Akreditasi 2013.indd 42 DAMPAK PSIKOSOSIAL AKIBAT BENCANA LUMPUR LAPINDO (Psychosocial Impact of Lapindo Mud Disaster) Mundakir Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya E-mail: cak_mudz@yahoo.co.id ABSTRACT Introduction: Lapindo mud disaster that occurred since 29 May 2006 is considered as the longest disaster that occurred in Indonesia. This disaster has caused damage and lost of property which has been affecting the viability of the residents of the affected areas. Psychosocial well being is one af the impacts of disaster. Research was conducted using qualitative design with descriptive phenomenology method. The purpose required of this research was to identify the psychological impact, social impact, and hope for the settlement of problems and health services. Method: Number of participants were involved in this research based on the saturation of data was 7 people. This study used purposive sampling technique using the key informant. Procedure of data collection techniques using depth interviews with a semi-structured form of used questions. The Digital Voice Record was utilized to record the interviews, and verbatim transcripts made and analyzed using the methods of Colaizi (1978, in Daymon and Dolloway, 2008). Result: This study revealed 9 theme of core and 2 additional theme. Nine the core theme is emotional changes, cognitive changes, coping mechanism, changes in family function, changes in social relationships, social support, hope to the problem to the government and PT Lapindo, physical health service needs and psychological health. Discussion: While two additional theme that is risk and growth trouble, and distres spiritual. Conclusion of this research society of victim of mud of Lapindo experience of impact of psikosoial and hope to government and PT Lapindo settle the payment phase II (80%) and also provide service of health of physical and also psikososial. This research recommend the importance of intervention of psikososial to society of victim and research of continuation after society of victim take possession of new residences. Keywords: psychosocial impact, disaster, Lapindo mud PENDAHULUAN Peristiwa meluapnya lumpur Lapindo di Sidoarjo sejak 29 Mei 2006 merupakan fenomena yang khas, baik dari sisi penyebab, l a m a k e j a d i a n , m a u p u n p e n a n g a n a n penghentian luapan lumpur. Peristiwa ini telah mengakibatkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis serta dampak sosiologis yang akan dialami akibat program relokasi. Perpindahan penduduk ketempat baru atau relokasi ini akan membawa pengaruh yang signifikan pada proses dan struktur masyarakat, hubungan sosio-kultural, ekonomi, kekeluargaan dan pranata sosial juga akan mengalami kemunduran atau ketidakteraturan lagi bahkan sangat potensi untuk terjadi konfl ik sosial di tempat yang baru (Mirdasy, 2007). Masyarakat korban luapan lumpur Lapindo, ditinjau dari wilayah atau areanya dikelompokkan menjadi lima, yaitu daerah bencana, daerah bencana terdampak, daerah bencana menyusul, daerah bencana langsung dan daerah bencana tidak langsung (Mangoenpoerojo, 2008). Berbagai bentuk respon psikologis dan sosial yang dialami masyarakat korban berbeda tergantung pada persepsi dan mekanisme koping yang digunakan. Dalam konteks bencana ini, fenomena dampak psikososial akibat lumpur Lapindo belum bisa dijelaskan secara mendalam terutama bagi daerah bencana terdampak yang hingga kini sebagian masyarakatnya masih bertempat tinggal di sekitar luapan lumpur Lapindo. Dampak Psikososial Akibat Bencana Lumpur Lapindo (Mundakir) 43 Penelitian ini fokus pada daerah bencana terdampak yaitu desa Pajarakan kecamatan Jabon Sidoarjo. Selain desa Pajarakan, yang termasuk daerah bencana terdampak adalah desa Besuki Barat, dan desa Kedungcangkring. Dari tiga desa tersebut terdapat 1.666 keluarga atau 6.094 jiwa. Penentuan desa terdampak dilakukan pada bulan Juli 2008 setelah tiga desa tersebut dinyatakan tidak layak huni oleh Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo (BPLS). Dengan penentuan status sebagai desa terdampak berarti masyarakat di desa tersebut harus meninggalkan tanah dan rumahnya karena daerah tersebut akan di jadikan penampung lumpur. Penelitian ini fokus pada masalah psikososial yang terjadi pada usia dewasa (20–50 tahun) dan usia lanjut. Pada tahap usia dewasa akan terjadi ”konflik” antara Generativity vs Stagnation. Generativity adalah kepedulian yang tinggi, lebih luas daripada intimacy. Perkembangan yang baik pada fase ini akan memunculkan sikap responsif, peduli dan partisipatif terhadap kebutuhan orang lain atau lingkungan. Sedangkan Stagnation merupakan terbatasnya atau tidak adanya kepedulian kepada orang lain. P e r k e m b a n g a n p s i k o s o s i a l p a d a usia lanjut menurut Erikson masuk tahap integeritas diri versus putus asa (ego integrity versus despair). Perkembangan periode ini dimulai pada usia 45/60 tahun ketika mulai meninggalkan aktivitas di masyarakat. Perkembangan yang baik pada masa ini diwujudkan dengan integeritas diri yang baik, lebih matang, dan tidak takut mati karena telah melalui kehidupan dengan baik. Namun bila hidup yang dilalui tidak semestinya, maka akan muncul perasaan putus asa, penyesalan dan marah dengan dirinya sendiri karena merasa gagal menjalani hidup. Kondisi masyarakat korban saat ini memang tidak dalam ancaman kematian, namun perubahan yang dialami akibat lumpur dan ketidakpastian masa depan menyebabkan rentan terhadap masalah kesehatan, baik masalah kesehatan fi sik, psikis, sosial, budaya dan spiritual. Berdasarkan pertimbangan dan realita yang terjadi pada masyarakat korban lumpur Lapindo, maka peneliti melakukan penelitian dengan desain kualitatif fenomenologi deskriptif dengan alasan dampak psikososial merupakan pengalaman hidup yang sifatnya subyektif, masing-masing individu berbeda, dan tindakan masing-masing individu hanya dapat dipahami melalui pemahaman terhadap dunia kehidupan individu masing-masing. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifi kasi dampak psikososial akibat bencana lumpur Lapindo di desa Pajarakan kecamatan Jabon Sidoarjo. Sementara secara khusus bertujuan untuk mengidentifi kasi bentuk-bentuk respons psikologis yang dialami anggota masyarakat akibat bencana lumpur Lapindo; bentuk-bentuk respon sosial yang dialami anggota masyarakat akibat bencana lumpur Lapindo; dampak psikososial yang dialami anggota masyarakat akibat bencana lumpur Lapindo; harapan masyarakat korban terhadap penyelesaian masalah psikososial akibat bencana lumpur Lapindo, harapan masyarakat terhadap peran tenaga kesehatan (khususnya perawat) baik dari instansi pemerintah maupun swasta (LSM, ORMAS, dan sebagainya) untuk mengatasi masalah kesehatan akibat bencana lumpur Lapindo. Hasil penelitian diharapkan menjadi salah satu bukti ilmiah tentang dampak psikososial masyarakat korban lumpur Lapindo sebagai masukan untuk penyelesaian masalah secara tepat, sehingga perlu mendapatkan perhatian dan penyelesaian masalah secara tepat supaya tidak menimbulkan dampak yang lebih besar. BAHAN DAN METODE P e n e l i t i a n i n i d i l a k u k a n d e n g a n menggunakan desain penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi deskriptif. Populasi yang menurut Sugiono (2007) dalam penelitian kualitatif diistilahkan sebagai situasi sosial (social situation) dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Pajarakan yang mengalami dampak psikososial akibat Lumpur Lapindo. Sampel dalam penelitian ini adalah anggota masyarakat desa Pajarakan yang mengalami masalah psikososial. Proses seleksi sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 42–49 44 atau sumber data dengan pertimbangan tertentu sebagaimana yang diinginkan peneliti, dengan kriteria inklusi sebagai Bisa membaca dan menulis, Berusia antara 20 tahun sampai dengan 65 tahun, Sedang mengalami masalah psikososial, yang dibuktikan dengan penilaian status kejiwaan, dengan skor penilaian kuesioner < 60, Mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa dengan baik, Bersedia menjadi partisipan. Partisipan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria inklusi. Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 7 orang yang terdiri dari 6 laki-laki dan 1 perempuan. Hasil penilaian berdasarkan kuesioner status kesehatan jiwa yang diberikan kepada masing- masing partisipan (P) diperoleh skor P1 = 46; P2 = 52; P3 =55; P4 = 56; P5 = 41; P6 = 58; dan P7=56. Berdasarkan hasil skor kuesioner tersebut berarti semua partisipan memenuhi syarat sebagai partisipan dalam penelitian ini. Te k n i k p e n g u m p u l a n d a t a y a n g digunakan adalah triangulasi (gabungan) dari beberapa teknik, yaitu wawancara mendalam (indepth interview) dan kuesioner. Teknik wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan terbuka (open – ended interview), yaitu memberikan kesempatan kepada partisipan untuk menjelaskan sepenuhnya pengalaman mereka tentang fenomena yang sedang diteliti (Speziale dan Carpenter, 2003), yaitu pengalaman partisipan selama mengalami korban lumpur Lapindo. Pertanyaan dalam wawancara disusun dan dikembangkan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu bentuk-bentuk respons atau dampak psikis dan sosial yang dialami masyarakat korban, serta harapannya terhadap masalah psikososial yang dialami selama ini. Disamping wawancara mendalam, alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan mental yang dialami masyarakat korban lumpur Lapindo. Daftar pertanyaan dalam kuesioner dimodifi kasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Smit (2005), mengenai gejala-gejala psikososial Hopkins dan DSM IV. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner 30 soal dalam bentuk skala likert. Untuk jawaban selalu akan diberi skor 1, hampir selalu skor 2, kadang- kadang skor 3, dan tidak pernah skor 4. Penilain status kesehatan mental ditentukan dengan jumlah skor yang diperoleh. Jika mendapat skor antara 91–120 berarti mempunyai kesehatan mental yang sangat baik. Skor antara 61–90 tergolong baik atau rata-rata. Skor antar 30–60 berarti buruk dan skor antar 0–30 adalah sangat buruk. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan 7 (tujuh) langkah-langkah dari Colaizi (1978), dalam Daymon dan Dolloway (2008) sebagai berikut. Pertama, membuat transkrip data untuk mengidentifi kasi pernyataan-pernyataan yang bermakna dari partisipan. Kedua, transkrip yang telah dibuat, dibaca berkali-kali dan fokuskan pada kalimat-kalimat dan frase- frase yang secara langsung terkait dengan masalah yang diteliti untuk dihubungkan dengan tujuan khusus penelitian yang ingin didapatkan. Ketiga, merumuskan makna. Keempat, mengulangi proses yang sudah dilakukan untuk masing-masing wawancara atau catatan tertulis, kemudian kelompokkan semua makna yang berbeda-beda itu ke dalam makna tema-tema tertentu atau sub-sub tema. Kelima, sediakan uraian analitis yang terperinci menyangkut perasaan-perasaan dan perspektif partisipan yang terdapat dalam tema-tema. Keenam, merumuskan uraian mendalam menyangkut keseluruhan fenomena yang diteliti, dan mengidentifi kasi struktur pokok atau esensi dari bentuk-bentuk yang diteliti (dalam hal ini adalah dampak psikososial yang dialami anggota keluarga akibat lumpur Lapindo). Ketujuh, yang merupakan langkah terakhir adalah memberi check atau membawa kembali hasil temuan- temuan peneliti kepada partisipan. Setelah dianalisis, data dipaparkan dalam bentuk hasil penelitian dan pembahasan. HASIL Hasil penelitian merupakan deskripsi dari data yang diperoleh dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam Dampak Psikososial Akibat Bencana Lumpur Lapindo (Mundakir) 45 dan bermakna secara psikologis dan sosial (psikososial) dari partisipan sebagai masyarakat korban bencana lumpur Lapindo. Hasil penelitian ini disajikan dua bagian. Bagian pertama menyajikan uraian tentang karakteristik partisipan, dan bagian kedua menyajikan hasil analisis setiap tema yang muncul dari perspektif partisipan tentang dampak psikososial yang dialami setelah terjadi bencana lumpur Lapindo. Peneliti menghentikan pengumpulan data hanya pada 7 partisipan di atas karena data atau informasi yang peneliti dapatkan sudah mencapai saturasi data atau sudah memperoleh data yang diinginkan peneliti dan jawaban partisipan sudah tidak berkembang, dengan kata lain data yang disampaikan partisipan satu dengan yang lainnya mengalami kesamaan. Bagian kedua mengenai hasil análisis tema. Penelitian ini menghasilkan 9 tema inti dan 2 tema tambahan. Tema inti berorientasi pada tujuan khusus penelitian. Pada tujuan khusus pertama tentang dampak psikologis, ditemukan tiga tema yaitu tema 1 Perubahan emosi, tema 2 Perubahan kognitif, tema 3 Mekanisme koping. Tujuan khusus kedua mengenai dampak sosial juga ditemukan tiga tema yaitu tema 4 perubahan fungsi keluarga, tema 5 Perubahan hubungan sosial kemasyarakatan, tema 6 Dukungan sosial. Tujuan khusus ketiga mengenai harapan penyelesaian masalah ditemukan satu tema yaitu tema 7 harapan penyelesaian masalah kepada pemerintah maupun PT Lapindo, sedangkan tujuan khusus keempat tentang kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat korban ditemukan dua tema yaitu tema 8 Kebutuhan pelayanan kesehatan fi sik, tema 9 Kebutuhan pelayanan kesehatan psikososial. Di samping sembilan tema inti yang mengacu pada tujuan khusus, dalam penelitian ini juga ditemukan dua tema tambahan yaitu tema tambahan 1 risiko dan gangguan perkembangan; tema tambahan 2 Distres spiritual. PEMBAHASAN G a m b a r a n d a m p a k p s i k o s o s i a l masyarakat korban lumpur Lapindo, di jelaskan dalam bentuk tema-tema yang diperoleh dari hasil analisis karakteristik partisipan dan hasil wawancara terhadap partisipan. Tema 1 yaitu Perubahan emosi, Perubahan emosi dalam penelitian ini ditunjukkan oleh adanya gejala depresi, kecemasan, kemarahan, dan harga diri rendah. Depresi yang dialami partisipan merupakan salah satu dampak psikologis yang disebabkan karena adanya kehilangan. Respon spikologis yang terungkap dari mayoritas masyarakat korban bencana lumpur Lapindo saat ini adalah marah, depresi dan menerima (acceptance). Hal ini karena penelitian dilakukan setelah hampir tiga tahun masyarakat korban menjalani bencana, sementara durasi/waktu memengaruhi respon masyarakat korban terhadap bencana yang dialami, sebagaimana temuan penelitian Chou (2007) tentang dampak pascabencana gempa bumi Chi-Chi di Yu Chi Taiwan. Dari penelitian tersebut ditemukan prevalensi PTSD menurun dari 8,3% pada 6 bulan sampai 4,2% pada 3 tahun setelah gempa bumi. Di samping depresi, masyarakat korban juga mengalami kecemasan. Perasaan cemas Tabel 1. Karakteristik partisipan masyarakat korban Lumpur Lapindo di Desa Pajarakan Jabon Sidoarjo tahun 2009 Karakteritik P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 Usia 63 59 47 38 46 30 34 th Jenis Kelamin Lk Lk Lk Lk Lk Pr Lk Pendidikan SR SR SMP SMA SR SMA SMP Agama Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Pekerjaan Petani Penjahit Dagang SATPAM Buruh Dagang Dagang Jumlah anak 3 - 3 2 3 2 3 Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 42–49 46 muncul terutama pada malam hari, turun hujan dan jebolnya tanggul untuk penampungan l um pur. Situasi ter sebut menimbulkan kecemasan karena masyarakat korban merasa terancam dan trauma terhadap kejadian yang pernah dialami yaitu mengalirnya lumpur ke rumah mereka pada saat mereka sedang tidur nyenyak. Menurut Tomoko, O (2009) salah satu penyebab timbulnya reaksi trauma adalah adanya ancaman terhadap keselamatan dan terjadi secara mendadak. Selain depresi dan kecemasan, respon marah juga terjadi pada masyarakat korban bencana lumpur Lapindo. Temuan penelitian ini menunjukkan pernyataan marah sering dilakukan pada awal terjadinya bencana dan sebelum Keputusan Presiden No. 48 tahun 2008 tentang dimasukkannya desa Pajarakan sebagai area terdampak yang akan mendapatkan ganti rugi dari pemerintah, dan kemarahan setelah Keputusan Presiden karena uang ganti rugi tahap II (80%) tidak kunjung dibayar. Bentuk perubahan emosi lain yang terjadi pada masyarakat korban adalah timbulnya perasaan rendah diri. Perasaan ini berhubungan dengan kondisi perubahan kebiasaan sehari- hari yang mereka alami seperti memberi suguhan/hidangan kalau ada tamu. Hal ini selaras dengan konsep dasar pemeliharaan kesehatan jiwa bagi korban bencana yang dilansir oleh Tomoko (2009), dari Hyogo care centre menyebutkan sebagian besar reaksi emosional masyarakat korban bencana berasal dari masalah kehidupan sehari-hari yang ditimbulkan oleh bencana. Tema 2 adalah perubahan kognitif, temuan penelitian ini menyatakan adanya perubahan kognitif yang terjadi yaitu penurunan daya pikir. Adanya perubahan kognitif pada masyarakat korban seperti tidak mampu berpikir jernih, menjadi ragu-ragu karena tidak ada kepastian, dan pikiran mereka terpecah- pecah dengan persoalan-persoalan lain yang mereka hadapi ini sesuai dengan temuan Norris, FH (2008) bahwa salah satu dampak dari bencana adalah terjadinya perubahan kognitif dengan ciri pikiran kacau, salah persepsi, menurunnya kemampuan untuk mengambil keputusan, menurunnya daya konsentrasi dan daya ingat, mengingat hal-hal yang tidak menyenangkan, dan menyalahkan diri sendiri. Tema 3 mengenai mekanisme koping temuan dalam penelitian ini, mekanisme koping yang digunakan dapat dikategorikan mekanisme adapatif dan maladaptif atau tidak efektif. Mekanisme koping yang adapatif di antaranya berdo’a (pendekatan spiritual), memendam perasaan (represi) dan mengalihkan perhatian agar dapat melupakan masalah yang terjadi, atau dengan meminta bantuan saudara. Sementara yang tidak efektif seperti menghujat, mengancam melakukan demonstrasi terus, membuntu atau memblokir jalan, dan melampiaskan emosi kepada anak- istrinya meskipun cara maladaptif ini hanya bersifat sementara. Tema 4 adalah perubahan fungsi keluarga, Temuan dalam penelitian ini, masyarakat korban mengalami perubahan fungsi keluarga, yaitu perubahan pada fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi sosial terkait dengan hubungan kekeluargaan yang merenggang. Kondisi ini berbeda dengan hasil penelitian Garhapung, A (2006) pada korban bencana Tsunami di Pangandaran Jawa Barat yang menyebutkan bahwa setelah terjadi bencana, banyak dukungan yang diperoleh dari keluarga, teman, tetangga, rekan bisnis, masyarakat dan juga pemerintah. Hubungan mereka semakin erat karena merasa mengalami ”penderitaan” yang sama. Sementara perubahan pada fungsi ekonomi, terjadi karena orang tua tidak lagi mempunyai penghasilan atau pendapatan. Padahal pendapatan atau penghasilan menentukan status ekonomi keluarga (Stanhope dan Lancaster, 1996). Status ekonomi yang rendah merupakan gambaran kemiskinan dan ini sangat terkait dengan status kesehatan (Stone, Mcquire dan Eigsti, 2002). Hal ini berarti perubahan atau masalah fungsi ekonomi dapat menyebabkan masalah fungsi keluarga yang lain misalnya fungsi perawatan kesehatan. Tema 5 adalah Perubahan hubungan sosial kemasyarakatan. Hasil penelitian menunjukkan solidaritas masyarakat korban melemah dan kepedulian sosial menurun. Menurut Mirdasy (2007), dampak disintegrasi sosial, tercerai-berainya masyarakat, dan Dampak Psikososial Akibat Bencana Lumpur Lapindo (Mundakir) 47 hancurnya budaya pasca-terjadinya bencana sangatlah serius, meskipun tidak kasat mata dan tidak bisa dikuantifikasi. Selain itu, rusaknya komunitas, hancurnya struktur tatanan masyarakat, tercerai-berainya jaringan formal dan informal, perkumpulan-perkumpulan, merupakan kehilangan modal sosial yang sangat mahal. Tema 6 yaitu dukungan sosial. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat korban mengakui besarnya pengaruh dukungan yang diberikan oleh istri atau suami mereka dan dukungan dari tokoh agama maupun tokoh masyarakat. Hasil penelitian Stuart dan Laraia (2005) menjelaskan bahwa dengan adanya dukungan sosial, penderita gangguan arteri koronaria mengalami kematian setelah lebih dari 5 tahun sebanyak 50% dibanding yang tidak mempunyai dukungan sosial yang hanya 20%. Dengan demikian faktor dukungan sosial tidak hanya dapat memengaruhi aspek psikologis saja namun juga aspek biologis yaitu meningkatkan fungsi sistem imun dan proses biologi lain dalam tubuh. Tema 7 adalah harapan penyelesaian masalah kepada pemerintah maupun PT Lapindo. Masyarakat korban sangat berharap agar masalah yang mereka alami selama ini segera terselesaikan. Harapan besar itu ditujukan kepada pemerintah dan PT Lapindo. Kepada pemerintah agar bersikap tegas terhadap kebijakan yang sudah diputuskan sebagaimana yang tercantum dalam Perpres No. 48 tahun 2008, dan adanya perhatian kepada anak-anak terutama mengenai perubahan psikologis yang terjadi pada anak, serta perlunya relokasi yang melibatkan semua warga masyarakat untuk tinggal bersama dalam satu lokasi. Sementara kepada PT Lapindo masyarakat berharap anggota masyarakat dilibatkan dalam proyek pembangunan tanggul. Tema 8 adalah kebutuhan pelayanan kesehatan fisik. Temuan penelitian ini menunjukkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan meliputi kebutuhan udara sehat, kebutuhan air sehat, dan kebutuhan tindakan medis. Kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan ini sesuai dengan penelitian Domino, dkk. (2003) kepada masyarakat korban Hurricane yang mengalami perubahan besar dalam pola perawatan dibandingkan pada awal krisis. Domino juga menjelaskan bahwa bencana dapat meningkatkan insiden penyakit dan cidera akut serta tingkat distres sehingga meningkatkan kebutuhan layanan kesehatan. Tema 9 adalah kebutuhan pelayanan kesehatan psikososial. Temuan penelitian menunjukkan bahwa partisipan menginginkan adanya pihak yang menilai status kesehatan jiwa terutama pada anak dan menghendaki adanya penyuluhan tentang cara menghadapi perubahan perilaku anak maupun remaja. Selaras dengan temuan penelitian ini, Domino, dkk. (2003) menjelaskan bahwa setelah Australia mengalami banjir, prosentasi orang berkonsultasi kepada tenaga kesehatan meningkat tiga kali lebih tinggi dibanding pada kondisi sebelum bencana. Temuan tersebut menunjukkan bahwa pascabencana masyarakat korban mengalami berbagai masalah kesehatan yang perlu perhatian dan pertolongan. Sebagaimana rekomendasi dari Zelller, JL (2008) bahwa anak-anak yang mengalami trauma pascabencana harus menjadi prioritas kesehatan masyarakat. P e n e l i t i a n D e n v e r, d k k . ( 2 0 0 6 ) menyebutkan salah satu kelompok yang mempunyai kebutuhan paling spesifi k yakni para remaja. Tema tambahan 1 yaitu Risiko dan terjadinya gangguan perkembangan temuan penelitian ini menunjukkan telah terjadi perubahan perilaku anak dan perilaku remaja. Perubahan perilaku anak diatas sesuai dengan temuan penelitian Williams, R (2007) tentang dampak psikososial yang dialami anak-anak TK pascaserangan WTC. Secara langsung atau tidak anak-anak tersebut mengalami trauma yang menyebabkan masalah perilaku klinis. Selain Williams, Zeller, JL (2008) juga meneliti tentang dampak masalah perilaku anak setelah serangan WTC, sehingga Zeller mengusulkan perlunya memprioritaskan pelayanan kesehatan masyarakat terutama pada anak TK. Penelitian lain yang dilakukan Johson (2008) terhadap korban banjir Katrina di AS ditemukan sembilan juta anak-anak yang kekurangan layanan kesehatan dan anak kelas empat SD yang tidak bisa membaca mencapai 60–0%. Masalah perilaku remaja korban lumpur Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 42–49 48 Lapindo terjadi akibat tidak adanya aktivitas positif dan kurangnya perhatian atau role model dari orang tua. Kurangnya aktivitas positif akan memperkuat perasaan atau perilaku negatif dan memperlemah perilaku positif (Tomoko, 2009). Sementara itu temuan Parslow, dkk. (2006) menunjukkan bahwa pengalaman trauma dapat memicu peningkatan penggunaan tembakau pada remaja dan mengakibatkan timbulnya gejala PTSD. Tema tambahan 2 distres spiritual temuan penelitian ini menggambarkan adanya penurunan aktivitas spiritual yang dialami masyarakat korban. Menurut HPNA (2005) distres spiritual didefi nisikan sebagai suatu gangguan kepercayaan atau sistem nilai yang dapat memengaruhi keseluruhan hidup seseorang. Sedangkan NANDA (2007) mendefinisikan distres spiritual adalah kelemahan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan maksud atau makna dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri, orang lain, seni, musik, literatur, alam, dan atau kekuatan lebih besar dibanding diri sendiri. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Masyarakat korban bencana lumpur Lapindo mengalami dampak psikologis seperti perubahan emosi, dan perubahan kognitif. Dampak psikologis ini dipengaruhi oleh durasi terjadinya bencana, kualitas dan kuantitas kehilangan yang dialami, serta faktor internal individu korban dalam menggunakan mekanisme koping yang digunakan serta dukungan sosial yang ada. Dampak sosial yang terjadi pada masyarakat korban antara lain adanya perubahan fungsi keluarga, perubahan hubungan sosial masyarakat, risiko gangguan perkembangan anak dan remaja, penurunan aktivitas spiritual, kehilangan mata pencaharian, dan dukungan social yang ada. Hal ini merupakan kerugian modal sosial yang dialami masyarakat korban khususnya dapat disebabkan oleh adanya perubahan emosi atau sebaliknya. H a r a p a n m a s y a r a k a t u n t u k terselesaikannya masalah akibat bencana lumpur Lapindo merupakan hak masyarakat korban untuk mendapatkan kehidupan layak dan sejahtera sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 dan deklarasi PBB tentang hak asasi manusia. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat korban akan layanan kesehatan baik layanan kesehatan fi sik maupun psikososial merupakan kebutuhan yang umum dibutuhkan oleh masyarakat paska mengalami korban, dan selayaknya dipenuhi oleh pemerintah maupun PT Lapindo. Saran Institusi Pendidikan Keperawatan untuk mengembangkan pengajaran tentang masalah kesehatan jiwa masyarakat terutama bagi masyarakat yang sedang atau pascamengalami bencana, dengan cara menjadikan wilayah masyarakat yang sedang atau pascabencana sebagai wilayah praktik keperawatan kesehatan jiwa. P e l a y a n a n K e p e r a w a t a n s u p a y a mengembangan instrumen pengkajian dan intervensi kepada masyarakat pascabencana untuk menghindari atau mengurangi perubahan psikologis dan sosial yang terjadi. Di samping itu perlu adanya Standart Asuhan Keperawatan pada klien korban bencana, baik pada klien individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat. Organisasi Profesi (PPNI), supaya ada penetapan regulasi yang jelas, legal dan dapat diterima oleh semua pihak berdasarkan standar kompetensi yang dimiliki perawat termasuk kompetensi perawat bencana, serta perlunya perlindungan hukum kepada perawat bencana. Sedangkan untuk penelitian keperawatan, perlu adanya penelitian dampak psikososial masyarakat korban setelah menempati tempat tinggal baru (relokasi), penelitian dampak psikososial bagi anak-anak dengan menggunakan pendekatan lain, misalnya etnografi , grounded theory, riset tindakan dan sebagainya, atau dengan menggunakan desain kuantitatif. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, perlu memberikan perhatian serius kepada masyarakat korban, terutama masalah kesehatan baik masalah kesehatan fi sik maupun kesehatan jiwa, melalui tenaga keperawatan dengan cara Dampak Psikososial Akibat Bencana Lumpur Lapindo (Mundakir) 49 melibatkan dan memberi kewenangan untuk memberikan layanan keperawatan kesehatan jiwa. DAFTAR PUSTAKA Chou, F.H., et al., 2007. Post-Traumatic Stress Disorders Risk Factors; Research in the area of post-traumatic stress disorders risk factors. Mental Health Weekly Digest. Atlanta: Aug 6, 2007, (Online), (http://proquest.umi.com/pqdweb?did =1313357761&sid=9&Fmt=3&clientI d=45625&RQT=309&VName=PQD. diakses tanggal 16 Juni 2009). Daymon, C., dan Holloway, I., 2008. Riset Kualitatif dalam Public Relations & Marketing Communications. Yogyakarta: PT Benteng Pustaka. Domino, M., et al., 2003. Disasters and the public health safety net: Hurricane Floyd hits the North Carolina Medicaid program. American Journal of Public Health. 93(7), (Online), (http://proquest. umi.com/pqdweb?did=415740721&sid =7&Fmt=4&clientId=45625&RQT=3 09&VName=PQD., diakses tanggal 16 Juni 2009). Gaharpung, A., 2007. Studi Fenomenologi tentang Respons Psikososial Kehilangan dan Berkabung pada Individu yang Mengalami Gempa Bumi dan Tsunami di Pangandaran Kabupaten Ciamis. Tesis. Tidak dipublikasikan. Dwiputri, R., 2007. Sigmund Freud: Mekanisme Pertahanan Diri, (Online), (http://www. bahas.multiply.com., diakses tanggal 13 Juli 2009). Kozier, B., dkk., 2004. Fundamentals of Nursing; Concepts, Process, and Practice. Seventh edition. New Jersey: Prentice-Hall. Kubler-Ross, E., 1969. On Death and Dying. New York: MacMillan. HPNA, 2005. Spiritual Distress, (Online), (http://www.hpna.org/PatientEducation. asp. diakses tanggal 13 Juli 2009). Mangoenpoerojo, R.B., 2008. Kerugian Bangsa Akibat Lumpur Lapindo. Bandung: Visibuku Infi Indonesia. McCubbin, H.I., dan Thompson, A.I., 1991. Family Assessment Inventories for Research and Practice. Madison: University of Wisconsin. Mirdasy, 2007. Bernafas dengan Lumpur. Yogyakarta: M.I Press. Stuart, G.W., dan Laraia, M.T., 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 7th edition. St Louis: Mosby. Stanhope dan Lancaster, 2002. Commuinity Health Nursing. Promoting Health Agregates, Families, and Individuals, St. Louis: Mosby. S t o n e , M a r q u i r e , d a n E i g s t i , 2 0 0 2 . Comprehensive Community Health N u r s i n g F a m i l y, A g g re g a t e , a n d Community Practice, St. Louis: Mosby Tomoko, O., 2009. e-learning disaster. Jakarta: FIK UI. Wi l l i a m s , R . , 2 0 0 7 . T h e p s y c h o s o c i a l consequences for children of mass violence, terrorism and. International Review of Psychiatry. 19(3), (Online), (http://proquest.umi.com/pqdweb?did =1326177211&sid=5&Fmt=2&clientI d=45625&RQT=309&VName=PQD., diakses pada tanggal 16 Mei 2009) Zeller, J.L., 2008. Impact of Conjoined Exposure to the World Trade Center Attacks and to Other Traumatic Events on the Behavioral Problems of Preschool Children. JAMA, 299(14), (Online), (http://proquest.umi.com/pqdweb?did =1469376171&sid=3&Fmt=2&clientI d=45625&RQT=309&VName=PQD., diakses pada tanggal 16 Mei 2009)