Vol 6 No 1 April 2011_Akreditasi 2013.indd 50 MODUL ANTICIPATORY GUIDANCE MERUBAH POLA ASUH ORANG TUA YANG OTORITER DALAM STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK (Anticipatory Guidance Module Changes the Authoritaritative Parenting of Parents in Stimulating Children Development) M. Hasinuddin*, Fitriah ** * STIKES Ngudia Husada Madura, Jl RE Martadinata Bangkalan Telp/Fax: (031) 3091871, E-mail: hasin_nhm@yahoo.com ** Poltekkes Surabaya Prodi Kebidanan Bangkalan ABSTRACT Introduction: Anticipatory guidance is a method used by nurses to help parents provide the development of behavior change towards a better understanding of their children. The purpose of this study was to analyze the provision modul of anticipatory guidance to parents and their effects on patterns of authoritarian parenting in stimulating development in kindergarten Dharmawanita Bangkalan Regency. Method: The design in this study was experimental pre post test with control group. The population was the parents of students in Dharmawanita Bangkalan kindergarten in 2010. Respondents were 15 people in the treatment group and 15 people in control group who meet the inclusion criteria. Data collected by using a questionnaire. Data then analyzed using Wilcoxon and Mann Whitney test. Result: The result showed that the differences in upbringing the parents before and after the anticipatory guidance given p value of 0.001, whereas in the control group there was no difference with a p value of 0.083. To fi nd out the difference of counselling terms between treatment and control groups were performed by mann whitney test with p-value (0,004) < α (0.05). Discussion: Based on these results we can conclude that modul of anticipatory guidance has an impact on the upbringing of parents in stimulating growth in children in kindergarten Dharmawanita Bangkalan. Research on the effect of anticipatory guidance by the nurse to child development is necessary as a follow up of this research by considering the factors that infl uence the development of the child itself. Keywords: modul of anticipatory guidance, developmental children PENDAHULUAN Orang tua memegang peranan utama dan pertama bagi pendidikan anak. Mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan, sedangkan guru di sekolah merupakan pendidik yang kedua setelah orang tua di rumah. Pada umumnya murid atau siswa adalah merupakan insan yang masih perlu dididik atau diasuh oleh orang yang lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama ini tidak berhasil meletakkan dasar kemandirian maka akan sangat berat untuk berharap sekolah mampu membentuk siswa atau anak menjadi mandiri. Pengasuhan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak dalam rangka 'membesarkan' mereka, sangat besar perannya terhadap tumbuh kembang anak. Upaya ini meliputi upaya pemenuhan kebutuhan biomedis, kasih sayang, dan stimulasi, di lain pihak, lingkungan merupakan faktor penentu proses tumbuh-kembang anak dan corak asuhnya. Secara garis besar lingkungan terdiri dari, faktor ibu sebagai tokoh utama ekosistem mikro, faktor sosial ekonomi, dan faktor pemukiman. Laporan dari UNICEF, setiap anak harus mendapatkan haknya untuk hidup layak untuk masa depan mereka, karena masa depan dunia tergantung pada mereka. Setiap tahun, 10 juta bayi dilahirkan ke dunia ini dan mereka akan menjadi anak yang dewasa nantinya. Setiap tahun, banyak dari mereka yang tidak Modul Anticipatory Guidance (Hasinuddin) 51 mendapatkan haknya dalam hal kasih sayang, gizi, perlindungan dan keamanan, kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang. Hampir 10 juta anak meninggal sebelum usia 10 tahun dan lebih dari 200 juta anak tidak berkembang sesuai potensi mereka karena adanya kesalahan dalam pengasuhan yang merupakan kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (UNICEF, 2010). Di negara sedang berkembang, 45% dari populasi adalah anak berumur kurang dari 15 tahun dan di antaranya 20% adalah balita. Hasil riset tentang perkembangan anak di Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak 17–20% anak menderita masalah perkembangan, emosi dan perilaku (Basoeki, 2009). Berdasarkan observasi yang dilakukan dengan menggunakan check list pola asuh pada bulan Februari tahun 2010 di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan, dari 10 orang tua, peneliti menemukan adanya bentuk pola pengasuhan orang tua yang cenderung otoriter dalam mendidik anaknya. Sebanyak 37% orang tua menganggap bahwa anak harus selalu menuruti kemauan orang tua, 30% orang tua yang masih memberikan hukuman fi sik kepada anak, dan anak ditakuti dengan hukuman, padahal pola asuh orang tua yang paling baik untuk perkembangan anak adalah pola asuh demokratis (Augustine, 2010). Hasil observasi tentang karakteritik anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan pada 10 orang anak ditemukan sebanyak 27% anak cenderung penakut, 17% anak pendiam, dan 23% anak kurang berinisiatif terutama dalam mencoba hal-hal yang baru. Orang tua seringkali keliru dalam memperlakukan anak karena ketidaktahuan mereka akan cara membimbing dan mengasuh yang benar. Apabila hal ini terus berlanjut, maka pertumbuhan dan perkembangan anak dapat terhambat. Pakar emotional intelligence dari Radani Edutainment, Hanny Muchtar Darta, mengatakan bahwa pengaruh pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan anak di kemudian hari. Biasanya terjadi ketika anak di bawah lima atau enam tahun dan di bawah 11 tahun. Semua orang tua mempunyai tujuan yang sangat baik untuk anaknya, namun, kebanyakan orang tua tidak memahami dampak jangka panjang akibat dari pola asuh yang tidak tepat. Pola asuh terdiri dari pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Pola asuh yang tepat dan efektif sangat penting peranannya dalam pengembangan psikologi anak karena bisa membentuk kepribadian anak di masa depan. Kehidupan awal anak dimulai dari orang tua dan rumahnya, sehingga orang tua bertanggung jawab terhadap masa depan anak karena semua tergantung orang tua saat pertama kali menetapkan tujuan dan harapan terhadap anaknya di masa depan. Jika sampai terjadi kesalahan dalam pola asuh, efeknya tidak hanya akan dirasakan oleh anak, tetapi orang tua juga pasti akan ikut merasakannya. Orang tua pasti akan kecewa jika anaknya tidak bisa memenuhi harapannya hanya karena kepribadian anaknya tidak berkembang dengan baik karena salah pola asuh. Untuk jangka panjang, efek yang akan dirasakan anak akibat salah pola asuh antara lain adalah anak akan kehilangan arah dan pegangan dalam menapaki kehidupannya. Anak akan bingung kepada siapa dia akan berpegang, pada ayahnya atau ibunya, karena mereka berdua adalah orang tuanya. Anak juga bisa kehilangan kesempatan untuk menerima, menerapkan dan mengadaptasi nilai-nilai yang diturunkan orang tuanya secara maksimal dan mantap. Pada akhirnya, anak bisa menjadi orang yang tidak jujur pada dirinya sendiri, lebih suka mencari aman daripada menyelesaikan masalah, tidak kreatif, dan lain sebagainya. Kesenjangan generasi juga bisa terjadi jika orang tua salah menerapkan pola asuh pada anaknya. Perasaan dendam, tidak menghormati atau menghargai orang tua, juga bisa terjadi karena hal ini. Dampak lain dari pola asuh orang tua dalam mendidik anak yang tidak tepat adalah gangguan perkembangan pada anak yang dapat meliputi perkembangan motorik kasar, motorik halus, perkembangan bahasa dan sosialisasi anak. Meski begitu semua itu tidak bisa digeneralisasi pasti akan terjadi pada setiap orang tua yang salah menerapkan pola asuh pada anaknya, karena banyak juga yang terjadi justru sebaliknya. Semua kembali pada karakter dan lingkungan di mana anak tersebut tumbuh dan berkembang. Bisa saja anak itu Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 50–57 52 malah tumbuh menjadi anak yang lebih arif dan bijaksana dalam menghadapi orang tuanya. Namun menurut Augustine, hasil penelitian ilmu psiko dinamika keluarga mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang membuat orang menjadi terganggu kesehatan mentalnya adalah salah pola asuh. Karena itu, sedini mungkin, orang tua harus bisa lebih bijaksana dalam menerapkan pola asuh. Oleh karena itu dalam penelitian ini. Peneliti menekankan pada pola asuh orang tua yang otoriter karena dampaknya yang dapat menghambat perkembangan optimal pada anak. Sebagai bagian dari tenaga kesehatan profesional, perawat mempunyai peran yang penting dalam membantu memberikan bimbingan dan pengarahan pada orang tua (anticipatory guidance), sehingga setiap fase dari kehidupan anak yang kemungkinan mengalami trauma dan ketakutan yang abstrak pada usia prasekolah dapat dibimbing secara bijaksana. Pemberian anticipatory guidance akan efektif apabila diberikan dalam bentuk pelatihan menggunakan modul. Modul merupakan uraian terkecil bahan belajar yang akan memandu fasilitator atau pelatih menyampaikan bahan belajar dalam proses pembelajaran yang sesuai secara terperinci. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pemberian modul pelatihan anticipatory guidance terhadap pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan pendekatan menggunakan pre post test with control group design. Jumlah anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan pada tahun 2010 adalah 98 orang. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah responden yang mempunyai pola asuh otoriter dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. Karena jumlah sampel ≤ 15, maka diambil sampel minimal sebesar 15 orang pada masing-masing kelompok (kelompok kontrol dan kelompok perlakuan). Pada penelitian ini peneliti menggunakan pengumpulan data dengan simple random sampling. I n s t r u m e n d a l a m p e n e l i t i a n i n i menggunakan modul pelatihan, kuesioner dan format wawancara untuk mengumpulkan data tentang pola asuh orang tua. Untuk menjaga validitas dan reliabilitas dari kuesioner pola asuh orang tua yang dibuat oleh peneliti, diadakan uji validitas terlebih dahulu menggunakan korelasi pearson product moment dan uji reliabilitas menggunakan alfa cronbach yang dilaksanakan di TK Dharmawanita Kecamatan Burneh sebanyak 15 orang responden. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa r hitung terkecil 0,8286 > r tabel (0,514) sehingga semua item pertanyaan dinyatakan valid, sedangkan nilai alpha (0,8476) > r tabel (0,514) sehingga semua item pertanyaan dinyatakan reliabel. P e n e l i t i a n i n i d i l a k u k a n d i T K Dharmawanita Kabupaten Bangkalan pada bulan Juni – Juli tahun 2010. Intervensi berupa pendampingan keluarga dengan menggunakan modul dilakukan di rumah masing-masing keluarga sesuai dengan konrak yang sudah disepakati. Uji statistik: Perubahan pola asuh sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dan perubahan pola asuh pada kelompok kontrol digunakan uji wilcoxon, sedangkan untuk menganalisis perbedaan menggunakan uji mann withney dengan tingkat kepercayaan yang diinginkan 0,01, dan kriteria pengujiannya apabila p-value lebih kecil atau sama dengan α maka Ho di tolak dan Ha diterima artinya ada perbedaan antara pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan anak antara yang diberikan modul pelatihan anticipatory guidance dengan yang tidak diberi. HASIL Mayoritas responden yang diberikan bimbingan antisipasi (anticipatory guidance) mengalami perubahan pola asuh dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak usia pra sekolah di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan yaitu sebanyak 11 orang (73,3%). Dari kelompok perlakuan tersebut, Modul Anticipatory Guidance (Hasinuddin) 53 masih terdapat 4 orang (11%) responden yang tidak mengalami perubahan pola asuh. Hasil uji statistik menunjukkan nilai rata-rata kelompok perlakuan sebelum intervensi (33,20) setelah diintervensi menjadi 2,274. Hasil uji wilcoxon menunjukkan α (0,01) > p-value (0,001) yang berarti terdapat perbedaan pola asuh sebelum dan sesudah dilakukan intervensi berupa bimbingan antisipasi oleh perawat. R e s p o n d e n y a n g t i d a k d i b e r i k a n bimbingan antisipasi (anticipatory guidance) yaitu sebanyak 15 responden, 12 orang (80%) tidak mengalami perubahan pola asuh dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak usia pra sekolah di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. Pada kelompok kontrol, terdapat 3 (20%) orang tua yang mengalami perubahan pola asuh yang awalnya otoriter menjadi non otoriter. Berdasarkan uji statistik, nilai rata-rata kelompok perlakuan pada observasi I (33,27) setelah observasi II menjadi 32,00. Hasil uji wilcoxon menunjukkan α (0,01) > p-value (0,098) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan pola asuh pada kelompok yang tidak diberikan bimbingan antisipasi oleh perawat. Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan, responden mayoritas mengalami perubahan pola asuh yaitu sebanyak 11 orang (73,3%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas tidak ada perubahan pola asuh yaitu sebanyak 12 orang (80%). Hasil uji statistik menggunakan uji mann whitney didapatkan α (0,05) > p-value = 0,004. Hal ini berarti terdapat perbedaan pola asuh antara kelompok yang diberikan bimbingan antisipasi (anticipatory guidance) dengan kelompok yang tidak diberikan bimbingan antisipasi (anticipatory guidance). Tabel 1. Perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan pada kelompok yang diberikan bimbingan antisipasi. No Pola Asuh Orang Tua Selisih nilai Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi X = 33,20 SD = 2,274 X = 28,60 SD = 2,667 Hasil uji wilcoxon: p-value = 0,001 Tabel 2. Perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan yang tidak diberikan bimbingan antisipasi No Pola Asuh Orang Tua Selisih nilai Observasi I Observasi II X = 33,27 SD = 1,831 X = 32,00 SD = 2,591 Hasil uji wilcoxon: p-Value = 0,098 Tabel 3. Tabulasi Silang Perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan Ada perubahan pola asuh Tidak ada perubahan pola asuh Total (%) f % F % Kelompok Perlakuan 11 73,3 4 26,7 100 Kelompok Kontrol 3 20 12 80 100 Total 14 46,7 16 53,3 100 α = 0,01 uji mann whitney: p-value = 0,004 Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 50–57 54 PEMBAHASAN H a s i l p e n e l i t i a n d i d a p a t k a n d a t a bahwa dari 15 responden yang diberikan m o d u l p e l a t i h a n b i m b i n g a n a n t i s i p a s i (anticipatory guidance) sebanyak 11 orang (73,3%) mengalami perubahan pola asuh yang sebelumnya otoriter menjadi non- otoriter. Tetapi masih ada 4 orang responden (26,7%) yang tidak mengalami perubahan pola asuh. Hal ini dapat disebabkan karena faktor persepsi orang tua yang beranggapan bahwa pola asuh otoriter adalah bentuk yang paling baik dalam mendidik anak untuk menjadi disiplin. Pola pengasuhan ini juga mereka terapkan seperti yang pernah diterima waktu mereka dididik oleh orang tuanya dulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) bahwa latar belakang keluarga orang tua akan memengaruhi pola asuh yang diberikan, orang tua akan menyamakan diri mereka dengan pola asuh yang dipergunakan oleh orang tua atau keluarga besar mereka dulu. Orang tua menganggap bahwa pola asuh orang tua mereka yang terbaik, maka ketika mempunyai anak mereka kembali memakai pola asuh yang mereka terima. Responden yang tetap memberikan pola asuh otoriter meskipun telah diberikan modul pelatihan anticipatory guidance, jenis kelamin anaknya adalah perempuan semua. Dalam menerapkan pola pengasuhan kepada anak perempuan mereka berpandangan bahwa anak perempuan harus dijaga lebih ketat sehingga cenderung menggunakan pola asuh yang otoriter. Responden yang mengalami perubahan pola asuh setelah diberikan modul pelatihan anticipatory guidance, perubahan pola asuh yang diberikan pada umumnya adalah pola asuh demokratis. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pendidikan orang tua. Hasil penelitian tentang tingkat pendidikan ibu yang memiliki anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan sebagian besar adalah pendidikan SMA. Pendidikan ini nampaknya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan adanya perubahan pola asuh pada orang tua yang diberikan modul pelatihan anticipatory guidance oleh perawat. Hal ini sesuai dengan pendapat Joko, (2009) yang menyatakan bahwa keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama anak. Cara mendidik dalam keluarga, memengaruhi reaksi anak terhadap lingkungan. Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh pada pola pikir dan orientasi pendidikan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua akan melengkapi pola pikir dalam mendidik anaknya. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang cenderung rendah lebih memilih pola asuh tipe Laissez Faire atau pola asuh otoriter. Sedangkan orang tua dengan tingkat pendidikan yang cenderung tinggi lebih memilih pola asuh tipe demokratis. Usia dari orang tua dan anak juga bisa mempengaruhi orang tua dalam memilih suatu bentuk pola asuh bagi anaknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia ibu yang memiliki anak usia 4–6 tahun di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan sebagian besar adalah usia dewasa muda. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) yang menyatakan bahwa orang tua yang usianya masih muda cenderung untuk memilih pola sosialisasi yang demokratis atau permisif dibanding dengan mereka yang sudah lanjut usia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang diberikan modul pelatihan anticipatory guidance dapat memberikan pola asuh yang positif dalam memberikan stimulasi perkembangan bahasa pada anak. Pola asuh yang kreatif, inovatif, seimbang, dan sesuai dengan tahap perkembangan anak akan menciptakan interaksi dan situasi komunikasi yang memberi kontribusi positif terhadap keterampilan berbahasa anak. Dengan kata lain, kealamian pemerolehan bahasa tidak dibiarkan mengalir begitu saja, tetapi direkayasa sedemikian rupa agar anak mendapat stimulus positif sebanyak dan sevariatif mungkin. Dengan demikian, diharapkan anak tidak akan mengalami kesulitan ketika memasuki tahap pembelajaran bahasa untuk kemudian menjadi sosok yang terampil berbahasa (Fithriani, 2008). Hasil penelitian berdasarkan kuesioner d a n w a w a n c a r a m e n u n j u k k a n t e r d a p a t p e r u b a h a n p o l a a s u h o r a n g t u a d a l a m memberikan stimulasi perkembangan personal sosial dan kemandirian anak. Kemandirian pada anak berawal dari keluarga yang sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Di Modul Anticipatory Guidance (Hasinuddin) 55 dalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Mengingat masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya dalam meningkatkan kemandirian amatlah krusial. Keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Orang tua yang tetap menerapkan pola asuh otoriter meskipun sudah diberikan bimbingan antisipasi menyatakan bahwa mereka cenderung takut untuk membiarkan anak mereka melakukan aktivitas yang berisiko misalnya mencoba permainan baru yang sifatnya menantang. Orang tua masih beranggapan bahwa aktivitas tersebut lebih cocok untuk anak laki-laki saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, cenderung tidak terdapat perubahan pola asuh. Tetapi dari 15 responden masih terdapat 3 orang (20%) yang mengalami perubahan pola asuh meskipun mereka tidak modul pelatihan anticipatory guidance. Masih adanya responden yang mengalami perubahan pola asuh meskipun tidak diberikan bimbingan antisipasi dapat disebabkan karena mereka mendapatkan informasi dari orang lain dalam hal ini adalah orang tua yang mendapatkan bimbingan antisipasi dari perawat (kelompok perlakuan). Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 orang responden yang mengalami perubahan pola asuh tanpa diberi modul pelatihan anticipatory guidance menyatakan bahwa mereka mulai menyadari pola asuh yang mereka terapkan selama ini kurang sesuai untuk perkembangan anak mereka, sedangkan 1 orang responden lainnya yang juga mengalami perubahan pola asuh tanpa diberi bimbingan antisipasi menyatakan banyak mendapat informasi tentang pola asuh dari teman kerjanya dan dari buku/majalah. Hal ini juga berhubungan dengan pekerjaan orang tua sebagai Pegawai Negeri Sipil di mana cenderung mudah untuk mendapatkan informasi-informasi yang berhubungan dengan pola asuh dan perkembangan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak diberi perlakuan tidak mengalami perubahan pola asuh. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor tingkat pendidikan orang tua di mana sebagian besar adalah pendidikan menengah. Tinggi rendahnya jenjang pendidikan yang dikecap orang tua juga menentukan pola asuh dalam sebuah keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) bahwa semakin tinggi dan maju pendidikan orang tua, biasanya semakin baik pula keputusan mereka dalam menerapkan suatu pola asuh pada anak-anaknya. Orang dewasa yang telah mengikuti kursus persiapan perkawinan, kursus kesejahteraan keluarga, atau kursus pemeliharaan anak, cenderung untuk menggunakan pola yang demokratis. Ini terjadi karena mereka menjadi lebih mengerti tentang anak dan kebutuhan-kebutuhannya. Orang tua yang tradisional cenderung lebih menggunakan pola yang otoriter dibandingkan orang tua yang lebih modern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, jenis kelamin anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan sebagian besar adalah perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) bahwa orang tua juga biasanya memperlakukan anak-anak mereka sesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya terhadap anak perempuan mereka harus menjaga lebih ketat sehingga menggunakan pola yang otoriter. Sedang terhadap anak laki-laki cenderung lebih permisif atau demokratis. Pada orang tua yang memiliki anak laki-laki, mereka cenderung tetap menerapkan pola asuh otoriter karena beranggapan bahwa anak laki-laki harus mendapatkan pengasuhan yang lebih ketat supaya nanti kalau sudah besar tidak menjadi orang yang nakal. Status sosial ekonomi juga mempengaruhi orang tua dalam menggunakan pola sosialisasi mereka bagi anak-anaknya, misalnya jika orang tuanya adalah orang yang terpandang di suatu lingkungan, maka biasanya orang tua akan menerapkan pola otoriter karena ingin anak-anaknya menurut padanya, sehingga pandangan orang lain pada orang tuanya tetap baik (Rosa dan Augustine, 2010). Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 50–57 56 saat penelitian, orang tua yang cenderung mempertahankan pola pengasuhan yang otoriter adalah mereka yang dianggap terpandang di daerah tersebut. Selain hal tersebut, pekerjaan orang tua sebagai perangkat desa dan tokoh masyarakat juga menyebabkan orang tua cenderung memiliki pola asuh yang otoriter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian modul pelatihan anticipatory guidance oleh perawat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak usia 4–6 tahun di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan pola asuh pada kelompok yang mendapatkan modul pelatihan, sedangkan kelompok yang tidak mendapatkan modul pelatihan cenderung tidak mengalami perubahan pola asuh. K o n s e p a n t i c i p a t o r y g u i d a n c e m e n j e l a s k a n b a h w a u s i a a n a k - a n a k dapat mengalami trauma di setiap tahap perkembangan mereka, misalnya ketakutan yang tidak jelas pada anak-anak pra sekolah yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan anak. Syahreni (2009) m e n d e f i n i s i k a n a n t i c i p a t o r y g u i d a n c e sebagai metode yang digunakan perawat untuk membantu orang tua menyediakan pengembangan perubahan perilaku ke arah lebih baik untuk memahami anak-anak mereka. Orang tua mempunyai tantangan untuk memberikan pembinaan, kedisiplinan, kemandirian, meningkatkan mobilitas, dan keamanan. Dalam hal ini peran perawat dibutuhkan untuk memberikan bimbingan antisipasi kepada orang tua. Petunjuk antisipasi bisa diartikan petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang secara normal (Nursalam, 2005). Dalam upaya untuk memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-masalah yang kemungkinan t i m b u l p a d a s e t i a p f a s e p e r t u m b u h a n dan perkembangan anak, ada petunjuk- petunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua. Orang tua dapat membantu untuk mengatasi masalah anak pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangannya dengan cara yang benar dan wajar. Pemberian modul pelatihan anticipatory guidance ini, peneliti melibatkan peran serta aktif dari ibu karena sesuai dengan pendapat Rosa dan Agustin (2010) bahwa ibu lebih berperan sebagai orang yang bisa memenuhi kebutuhan anak, merawat keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten, mendidik, mengatur dan mengendalikan anak, sehingga diharapkan ibu bisa menjadi contoh dan teladan bagi anak. Tapi, semua itu tidak bisa digeneralisasi atau bersifat konstekstual, semua itu harus disesuaikan kembali kepada karakter, komitmen dan tujuan ayah dan ibu dalam membentuk keluarga dan anak-anaknya di masa depan. Pendampingan oleh perawat (anticipatory guidance), peran orang tua sangat penting karena pengasuhan mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan perkembangan anak nanti ke depannya. Orang tua perlu memahami prinsip-pinsip pengasuhan yang baik agar anak menjadi pribadi yang memiliki perkembangan yang baik sesuai dengan harapan orang tua. Disini peran perawat sangat penting untuk mendampingi orang tua dalam menentukan pola pengasuhan yang baik. Perawat perlu memperhatikan karakteristik keluarga dan tipe keluarga karena hal itu akan banyak memengaruhi keberhasilan dalam pemberian anticipatory guidance oleh perawat. Anak sebagai objek asuhan orang tua dan indikator yang utama dalam menilai keberhasilan perawat memberikan anticipatory g u i d a n c e d a l a m k e l u a r g a m e r u p a k a n fokus utama karena keberhasilan dalam pendampingan ini akan ditunjukkan melalui perubahan perkembangan menjadi ke arah yang lebih baik. Perawat perlu memperhatikan karakteristik anak dan kemampuan anak saat ini karena hal ini juga ikut menentukan perkembangan anak kedepannya nanti. Selain keluarga dan anak yang menjadi dasar dalam pemberian anticipatory guidance, lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar dalam keberhasilan perawat memberikan anticipatory guidance dalam suatu keluarga. Lingkungan Modul Anticipatory Guidance (Hasinuddin) 57 yang kondusif dan mendukung anak menuju perkembangan yang optimal akan sangat baik bagi perkembangan anak untuk kedepannya nanti. Sebaliknya lingkungan yang cenderung kurang memberikan pengasuhan atau role model yang baik akan sangat berbahaya dalam perkembangan anak nanti terutama bagi anak- anak usia prasekolah. Lingkungan sosial dari luar keluarga dapat memengaruhi perkembangan anak seperti televisi, day care centre, perwakilan pemerintah, perubahan sekolah, dan institusi agama. Orang tua kebingungan menentukan kapan memberi semangat atau mengendalikan partisipasi mereka. Perawat mengatur rencana bertemu orang tua untuk mempercepat mempelajari dan memperbesar harga diri orang tua melalui bimbingan antisipasi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan yang diberikan modul pelatihan anticipatory guidance oleh perawat mayoritas mengalami perubahan dari pola asuh otoriter menjadi pola asuh non otoriter. Pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan yang tidak diberikan modul pelatihan anticipatory guidance oleh perawat mayoritas tidak mengalami perubahan pola asuh otoriter. Modul Pelatihan anticipatory guidance mempunyai pengaruh terhadap perubahan pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan. Saran I n s t i t u s i p e n d i d i k a n d i t i n g k a t pendidikan tinggi keperawatan hendaknya dapat memperluas kajian tentang pentingnya upaya-upaya peningkatan tumbuh kembang anak terutama sebagai upaya preventif dalam peningkatan derajat kesehatan di masyarakat. Bagi pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas perlunya peningkatan bimbingan antisipasi bagi keluarga yang mempunyai masalah dalam hal pengasuhan anak sebagai bagian dari progam kesehatan Ibu Anak (KIA) melalui pelatihan dengan menggunakan modul yang telah di standarisasi. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh bimbingan antisipasi oleh perawat bagi perkembangan anak sebagai tindak lanjut dari penelitian ini dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri dan dalam jumlah sampel yang lebih besar. KEPUSTAKAAN Augustine, 2010. Cerdas mulai 0 tahun, (Online), (http://www.carisuster.com. diakses tanggal 8 maret 2010). Budiarti, Y.R., dan Basoeki, L., 2005. Pengaruh Pola Asuh Ibu terhadap Keparahan Gejala ADHD. Proposal Thesis tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga. Fithriani, P., 2008. Pengaruh Pola Asuh terhadap Perkembangan Bahasa, (Online), (http:// mradhi.com/linguistik/pengaruh-pola- asuh-terhadap-perkembangan-bahasa- anak.html). Nursalam, Utami, dan Susilaningrum, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika. Syahreni, 2009. Anticipatory Guidance. Jakarta: Universitas Indonesia.