164 ANALISIS FAKTOR RISIKO KEHAMILAN EKTOPIK (Analysis of Risk Factors Ectopic Pregnancy) Budi Santoso Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.Unair RSUD. Dr. Soetomo Surabaya, E-mail: busobg98@yahoo.com ABSTRACT Introduction: Ectopic pregnancy is a pregnancy with extrauterine implantation. This situation is gynecologic emergency that contributes to maternal mortality. Therefore, early recognition, based on identifi cation of the causes of ectopic pregnancy risk factors, is needed. Methods: The design descriptive observational. The samples were pregnant women who had ectopic pregnancy at Maternity Room, Emergency Unit, Dr. Soetomo Hospital, Surabaya, from 1 July 2008 to 1 July 2010. Sampling technique was total sampling using medical records. Result: Patients with ectopic pregnancy were 99 individuals out of 2090 pregnant women who searched for treatment in Dr. Soetomo Hospital. However, only 29 patients were accompanied with traceable risk factors. Discussion:. Most ectopic pregnancies were in the age group of 26-30 years, comprising 32 patients (32.32%), then in age groups of 31–35 years as many as 25 patients (25.25%), 18 patients in age group 21–25 years (18.18%), 17 patients in age group 36–40 years (17.17%), 4 patients in age group 41 years and more (4.04%), and the least was in age group of 16–20 years with 3 patients (3.03%). A total of 12 patients with ectopic pregnancy (41.38%) had experience of abortion and 6 patients (20.69%) each in groups of patients with ectopic pregnancy who used family planning, in those who used family planning as well as ectopic pregnancy patients with history of surgery. There were 2 patients (6.90%) of the group of patients ectopic pregnancy who had history of surgery and history of abortion. The incidence rate of ectopic pregnancy was 4.73%, mostly in the second gravidity (34.34%), whereas the nulliparous have the highest prevalence of 39.39%. Acquired risk factors, i.e. history of operations was 10.34%, patients with family planning 20.69%, patients with history of abortion 41.38%, patients with history of abortion and operation 6.90% patients with family and history of abortion was 20.69%. Keywords: ectopic pregnancy, ectopic pregancy risk factors, prevalence of ectopic pregnancy PENDAHULUAN Kehamilan normal, oozit yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopii menuju ke uterus. Kehamilan Ektopik (KE) terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri (Wiknjosastro, 2006). Kehamilan Ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Sebagian besar implantasi ekstrauterin terjadi di tuba fallopii. Tempat yang paling sering adalah pada ampulla (80%), kemudian berturut-turut pada pars ismika (12%), fi mbria (5%), dan pars intersisialis (0,2%), implantasi yang terjadi di ovarium (0,2%) dan di serviks (0,2%) (Speroff, 2005). Berbeda dengan penelitian Santoso (2006) yang melakukan penelitian terhadap KE dengan pembandingan penanganan secara laparotomi vs laparoskopi, terhadap kasus KE, didapatkan 216 kasus kehamilan ektopik dalam rentang waktu Mei 2004–Juli 2005, dengan perincian sebagai frekuensi terbanyak lokasi terjadinya kehamilan ektopik adalah di tuba pars ampularis 61,5%, disusul dengan tuba pars istmika 11,5% dan kehamilan ovarii sebesar 3,8%, sedangkan lokasi implantasidi fi mbrie, cornu, abdominal maupun kehamilan cervical tidak didapatkan pada sampel yang diambil pada penelitian tersebut. Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarium, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang Analisis Faktor Risiko Kehamilan Ektopik (Budi Santoso) 165 bisa primer atau sekunder. Beberapa faktor risiko penyebab kehamilan ektopik antara lain faktor tuba, 5–10 kali lipat pada pasien dengan riwayat salfi ngitis. Perlekatan lumen tuba, kelainan anatomi tuba akibat Ekspose Diethyl Stilbesterol-DES intrauteri. Riwayat operasi pada tuba falopii termasuk pasca tubektomi – pasca rekonstruksi tuba, pasca terapi konservatif pada kehamilan ektopik, kelainan zygot. Faktor ovarium: migrasi eksterna, hormon eksogen kehamilan yang terjadi pada pasien dengan kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin (progestin- only pill) disebabkan oleh efek relaksasi otot polos progestin. Faktor lain alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), merokok, usia tua, riwayat abortus berulang (Condous, 2006). Incident rate kehamilan ektopik di Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970 dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Data Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate KE di Amerika Serikat pada tahun 1990–1992 diperkirakan 19,7/1000 kehamilan. Tahun 1997–2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000 kehamilan. Di Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh KE dengan Case Fatality Rate (CFR) 3,7%. Di Norwegia, incidence rate KE meningkat dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama periode 1970–1974 sampai 1990–1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000 kehamilan (Speroff, 2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi KE dan melakukan analisa terhadap faktor risiko kehamilan ektopik di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif observasional untuk mengetahui prevalensi terjadinya KE serta menganalisa faktor risiko KE dengan menggunakan data sekunder. Objek penelitian adalah semua ibu hamil yang mengalami KE di Ruang VK Bersalin Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode waktu 1 Juli 2008–1 Juli 2010. Dengan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara total sampling. Jumlah sampel penelitian penderita KE sebanyak 99 orang dari total 2090 pasien ibu hamil yang berobat atau periksa di RSUD Dr. Soetomo. Didapatkan pula sebanyak 29 pasien disertai dengan faktor risiko dari 99 pasien KE. HASIL Jumlah pasien KE terbanyak adalah kelompok usia 26–30 tahun yaitu sebanyak 32 pasien (32,32%), diikuti pasien dari kelompok usia 31–35 tahun sebanyak 25 pasien (25,25%). Berikutnya sebanyak 18 pasien pada kelompok 21–25 tahun (18,18%), kemudian sebanyak 17 pasien pada kelompok 36–40 tahun (17,17%), didapatkan 4 pasien pada kelompok 41 tahun ke atas (4,04%) dan yang paling kecil pada kelompok usia 16–20 tahun dengan 3 pasien (3,03%). Gambar 1. Distribusi pasien KE di RSUD Dr. Soetomo sejak 1 Juli 2008 hingga 1 Juli 2010 Berdasarkan Usia. Jurnal Ners Vol. 6 No. 2 Oktober 2011: 164–168 166 Penelitian ini didapatkan 29 pasien, di mana pada rekam medik menunjukkan disertai faktor risiko dari 99 pasien KE. Tabel 1 menunjukkan hasil bahwa KE paling banyak terjadi pada gravida kedua sebanyak 34 pasien (34,34%). Sedangkan jumlah terkecil didapatkan pada KE yang terjadi di kehamilan kelima dan seterusnya sebanyak 6 pasien (6,06%). Gambar 2 menunjukkan 12 pasien (41,38%) KE pernah mengalami abortus, sebanyak 6 pasien (20,69%) masing-masing pada kelompok pasien KE yang menggunakan KB, dan pada kelompok yang menggunakan KB serta adanya riwayat abortus. Berikutnya didapatkan sebanyak 3 pasien (10,34%) pada kelompok pasien KE yang memiliki riwayat operasi. Hanya 2 pasien (6,90%) dari kelompok pasien KE yang memiliki riwayat operasi dan riwayat abortus. PEMBAHASAN Kelompok usia 26–30 tahun merupakan kelompok yang memiliki jumlah pasien paling tinggi di antara kelompok usia lainnya, sebesar 32,32%, kemudian disusul dengan kelompok usia 31–35 tahun 25,25%, setelah itu pada kelompok usia 21–25 tahun 18,18%, kelompok usia 36–40 tahun didapatkan 17,17% kelompok usia 41 ke atas memiliki persentase 4,04%. Paling kecil dari kelompok usia 16–20 tahun sebesar 3,03%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bangun, di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2003–2008 dikatakan bahwa kelompok usia terbanyak ada pada kelompok usia 31–40 kemudian baru diikuti kelompok usia 21–30 pada urutan kedua. Penelitian ini terjadi pergeseran urutan antara kelompok usia 21–30 tahun dan kelompok Gambar 2. Distribusi faktor risiko KE di RSUD Dr. Soetomo sejak 1 Juli 2008 hingga 1 Juli 2010. Gambar 3. Paritas pada pasien yang mengalami KE di RSUD Dr. Soetomo sejak 1 Juli 2008 hingga 1 Juli 2010. Tabel 1. Distribusi Graviditas Kehamilan Ektopik Graviditas Jumlah Persentase (%) Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima, > kelima 32 34 16 11 6 32,32 34,34 16,16 11,11 6,06 Analisis Faktor Risiko Kehamilan Ektopik (Budi Santoso) 167 usia 31–40 tahun. Lebih spesifi knya paling banyak pada kelompok usia 26–30 tahun. Hal ini sama yang dilakukan oleh Tharaux dari Perancis mengatakan bahwa kelompok usia terbanyak ada pada 25–29 dengan 34,8% kemudian diikuti pada kelompok usia 30–34 dengan 30,8% (Tharaux, 1989), Hal ini dapat dikonfi rmasikan kembali melalui penelitian ini bahwa kelompok yang paling tinggi pada kelompok usia 26–30 sejumlah 32,32%. Penderita kehamilan ektopik berjumlah 99 dari 2090 wanita hamil yang pernah berobat ataupun periksa di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Didapatkan persentase sebesar 4,73%, ini merupakan angka yang cukup tinggi, oleh karena itu diperlukan upaya pengenalan dini terhadap faktor risiko oleh para pasangan usia reproduksi dengan harapan para pasangan dan petugas kesehatan dapat melakukan upaya preventif agar frekuensi terjadinya KE dapat diperkecil. D a t a y a n g d i k u m p u l k a n h a n y a 29 pasien yang dapat ditelusuri faktor risikonya dari 99 pasien. Sekitar 70 pasien lainnya tidak didapatkan data. Terhitung 29 data dengan faktor risiko pasien dengan adanya riwayat abortus menjadi faktor risiko yang berjumlah paling tinggi didapatkan 41,38%, kemudian tertinggi kedua adalah pasien dengan riwayat KB dan pasien yang KB dan ada riwayat abortus 20,69%, sedangkan pasien dengan riwayat operasi 10,34%, jumlah paling rendah adalah pasien yang ada riwayat operasi dan abortus 6,90%. P a s i e n y a n g m e m i l i k i l e b i h d a r i 1 faktor risiko KE, yaitu pasien yang memiliki riwayat operasi dan pernah mempunyai riwayat abortus, pasien dengan KB dan mempunyai riwayat abortus. Pasien yang memiliki riwayat operasi tuba juga pernah mengalami abortus berjumlah 2 orang, demikian juga pasien KE yang menggunakan KB dan juga mempunyai riwayat abortus berjumlah 6 orang. Pemahaman dan perhatian terhadap faktor risiko sangat penting terutama pada riwayat KE, riwayat operasi tuba, riwayat expose dari diethylstilbesterol yang memiliki kemungkinan besar terhadap terjadinya KE. Riwayat infeksi pada alat reproduksi, clamydia, gonorrhoeal, sterilisasi dan infertilitas memiliki kemungkinan cukup besar juga (Condous, 2006). Wanita dengan kebiasaan merokok memiliki peningkatan faktor risiko KE meningkat sebesar 1,6–3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh (Tharaux, 1998), sayangnya data tersebut tidak kami dapatkan pada sampel yang kami teliti. Peneliti hanya menemukan 3 faktor risiko dalam penelitian ini yaitu riwayat operasi, penggunaan KB, dan riwayat abortus. Walaupun sebenarnya ada banyak faktor risiko yang menyebabkan terjadinya KE seperti merokok, riwayat operasi sebelumnya semisal salpingitis, riwayat pasien pada obat-obat diethilstilbesterol yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan anatomi tuba, dan jenis alat kontrasepsi apa yang digunakan oleh ibu tersebut. Ketidaklengkapan inilah yang menjadikan penelitian ini tidak mampu mengungkap faktor risiko yang lebih luas, walaupun sebenarnya salpingitis yang disebabkan oleh penyakit menular seksual, mempunyai konstribusi yang tidak kecil (Stova, 2002; Carr, 2000). KE paling banyak terjadi pada kehamilan kedua 34,34%. Sedangkan terbanyak kedua terjadi pada kehamilan pertama 32,32%. Kemudian KE yang terjadi pada kehamilan ketiga 16,16%, diteruskan dengan kehamilan keempat 11,11%. Jumlah terkecil didapatkan pada KE yang terjadi di kehamilan kelima dan seterusnya 6,06%. Penelitian di Perancis dikatakan bahwa kehamilan pertama 26,3%, kehamilan kedua 25,6%, kehamilan ketiga 23,3%, kehamilan keempat dan seterusnya sebesar 24,9%. Dapat dilihat bahwa pada penelitian ini mengalami pergeseran jumlah tertinggi antara kehamilan pertama dan kedua. Kehamilan ketiga terdapat perbedaan yang signifi kan antara 23,2% dengan 16,16% (Tharaux, 1989). P a s i e n K E p r e v a l e n s i p a l i n g tinggi pada pasien yang belum memiliki anak sebanyak 39,39%. Kemudian pada pasien yang memiliki 1 anak 37,37%. Jurnal Ners Vol. 6 No. 2 Oktober 2011: 164–168 168 Dua belas pasien didapatkan dari pasien yang memiliki 2 anak 12,12%. Pasien KE yang memiliki 3 anak 8,08%. Jumlah paling kecil didapatkan pada pasien KE yang memiliki 4 anak atau lebih 3,03%. Z i g o t y a n g d i b u a h i m e n g a l a m i kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan implantasi zigot dan tumbuh d i d a l a m s a l u r a n t u b a . F a k t o r r i s i k o memengaruhi gangguan pada saluran tuba di antaranya seperti merokok, infeksi panggul, endometriosis, dan beberapa tindakan medis operatif yang pernah dijalani. Merokok dan infeksi panggul dapat menyebabkan gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh. Perubahan anatomis tuba akibat tindakan medis yang pernah dilakukan maupun dilakukan KB (Adulgopar, 2009). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Incident rate KE adalah 4,73%, terbanyak pada graviditas kedua (34,34%) sedangkan 39,39% didapatkan pada pasien yang belum mempunyai anak. Faktor risiko yang didapat, yaitu riwayat operasi 10,34%, pasien dengan KB 20,69%, pasien dengan riwayat abortus 41,38%, pasien dengan riwayat operasi juga abortus 6,90%, dan pasien dengan KB yang memiliki riwayat abortus 20,69%. Saran Standarisasi cara pengisian rekam medik pasien di RSUD Dr. Soetomo agar cukup informatif sehingga mempermudah penelitian- penelitian berikutnya. Dengan pengenalan faktor risiko, maka diagnosis KE dapat dibuat sedini mungkin. KEPUSTAKAAN A d u l g o p a r, 2 0 0 9 . K e h a m i l a n E k t o p i k , ( O n l i n e ) , ( h t t p : / / a d u l g o p a r. f i l e s . wordpress.com/2009/12/kehamilan- e k t o p i k . p d f . , d i a k s e s t a n g g a l 1 0 Nopember 2011, jam 19 00). Bangun, R., 2009. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu (Ket) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2003–2008. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara. Carr, R.J., dan Evans, P., 2000. Ectopic Pregnancy, Update in Maternity Care, Ectopic Pregnancy Primary care. Clinical offi ce Pract, 2000; 27: 169–183. Coundos, G., 2006. Ectopic Pregnancy risk factor and diagnosis. Australian Family Physician, Sydney; Vol. 35: 854–857. Santoso, B., 2006. Perbandingan Penanganan Kehamilan Ektopik Secara Laparotomi dan laparoskopi, bahan Presentasi, Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) POGI, Mataram. Sperrof, L., Glass, R.H., dan Kase, N.G., 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and infertility, 6 th, Philadelphia, Lippincott, Williams and Wilkins: 1149–65. Stova, G.T., 2002. Early Pregnancy loss and Ectopic Pregnancy, in Novak's Gynecology, 13th Edition. Philadelphia, Lippincott, Williams and Wilkins: 507–542. Tharaux, D., dan Catherine, E., 1998. Risk of Ectopic Pregnancy and Previous Induced Abortion. American Journal of Public Health; 88(3): 401–405. Wiknjosastro, H., 2006. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga, Cetakan kedelapan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta: 323–338.