187 INDIKATOR KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA BERDASARKAN STRATEGI KOPING (The Indicator of Quality Life Patient with Chronic Renal Failure by Hemodialyisis Based on Coping Strategy) Evi Desnauli*, Nursalam**, Ferry Efendi** *RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya E-mail: desnauli.tampubolon@yahoo.co.id **Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya ABSTRACT Introduction: Chronic kidney disease is a slow, progressive, and irreversible deterioration in renal function. Ultimately, it leads to end stage renal disesase which in this condition need for haemodialysis therapy to replace renal function. The coping of patient who undergo haemodialysis therapy is very important to promote the success of the therapy. The aim of this study was to fi nd out the correlation between coping and quality of life in chronic haemodialysis patient. Method: This study was a cross sectional study. The sample were 13 patients with chronic kidney disease who undergo haemodialysis therapy. Samples were taken by purposive sampling. Independent variable was coping, and the dependent variable was quality of life. The data were collected using questionnaire and analyzed using chi square test or fi sher exact test as alternative test from chi square test. Result: The result showed that most of respondents had adaptive coping and good quality of life. The result of fi sher exact test showed that p = 0,038 (p < 0.05), it means that there was signifi cant correlation between coping and quality of life of patient with chronic kidney disease who undergo haemodialysis therapy. Discussion: The conclusion of this research was coping could improve the quality of life of patient who undergo haemodialysis therapy. Further studies are recommended to extend this research using another design and sampling, and observe physical and laboratory examination for measuring quality of life to get better understanding. Keywords: chronic kidney disease, haemodialysis, coping, quality of life. PENDAHULUAN Gagal Ginjal Kronis (GGK) saat ini menjadi semakin banyak menarik perhatian, karena walaupun sudah mencapai tahap akhir, pasien tetap dapat hidup panjang dengan kualitas hidup yang cukup baik. Lubis (2006) menyatakan bahwa prevalensi gagal ginjal kronik selalu meningkat setiap tahun dan kasus ini semakin banyak dipelajari. Pengobatan gagal ginjal kronik stadium akhir bisa dilakukan dengan pemberian terapi pengganti ginjal, salah satunya adalah dengan cara cuci darah atau hemodialisa (HD). Individu yang menjalani terapi HD jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi penyakit yang tidak dapat diramalkan dan gangguan yang terjadi dalam kehidupan akibat penyakit yang dialami. Bagi sebagian pasien GGK, kualitas hidup merupakan sesuatu yang tidak mudah dicapai, bahkan mereka menganggap hidupnya tinggal dihitung dengan jari dan melampiaskan keputusasaannya dengan tidak mengindahkan petunjuk tim medis. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit (RS) Adi Husada Undaan Wetan Surabaya, didapatkan 70 pasien GGK yang seharusnya menjalani terapi HD reguler, tetapi tidak melaksanakan terapi sesuai program dan sebagian lagi tidak melanjutkan terapi HD reguler di RS Adi Husada, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor biaya, dan kondisi depresi yang dialami oleh pasien sehingga tidak melaksanakan terapi sesuai program. Sukandar (2006) menyatakan bahwa program HD yang tidak adekuat dapat Jurnal Ners Vol. 6 No. 2 Oktober 2011: 187–191 188 menyebabkan kualitas hidup yang tidak optimal. Hubungan koping dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan Surabaya sampai saat ini belum diteliti lebih lanjut. Data yang didapat dari Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI), menyebutkan bahwa jumlah penderita gagal ginjal kronis di Indonesia yang menjalani terapi hemodialisa adalah lima puluh juta orang per satu juta penduduk (Soeparman 2003). Data yang diperoleh di RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya seperti yang terlihat pada tabel 1, jumlah pasien yang menjalani HD reguler setiap tahun mengalami penurunan. Jumlah pasien GGK yang harus menjalani terapi HD pada tahun 2009 adalah 102 orang, namun dari jumlah tersebut, jumlah pasien yang tercatat menjalani HD reguler lebih dari 3 bulan hanya 50 orang. Jumlah pasien yang menjalani terapi HD pada tahun 2010 adalah 108 orang, dan yang menjalani HD reguler adalah 45 orang. Data pada tahun 2011 jumlah pasien yang menjalani terapi HD adalah 110 orang, dan dari jumlah tersebut yang menjalani HD reguler hanya 40 orang. Penderita yang menjalani terapi HD jangka panjang sering merasa depresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian, selain itu pasien juga mengalami m a s a l a h y a n g l a i n t e r k a i t k o n d i s i n y a , diantaranya masalah fi nansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang hilang serta impotensi dan hal ini akan memengaruhi koping individu dan kualitas hidup mereka (Smeltzer dan Bare, 2001). Koping dengan stres karena penyakit kronis sangat berpengaruh dalam perubahan kualitas hidup seseorang. Kondisi emosional dengan sikap bertahan atau membela diri merupakan gaya koping yang cenderung berpengaruh terhadap komponen mental dan fisik pada penilaian kualitas hidup pasien GGK, oleh karena itu penilaian koping dan depresi pada pasien GGK harus diperhatikan dengan tujuan untuk memperbaiki kesehatan mental dan fi sik mereka (Kaltsouda, et al, 2011). Strategi koping yang digunakan individu dalam menghadapi kesulitan yang mengancam tergantung pada beberapa variabel, di antaranya karakteristik demografi , karakteristik klinis, tantangan yang dihadapi, dan dukungan sosial yang diterima (Wahl, et al, 1999). Penelitian menunjukkan bahwa baik pasien maupun anggota keluarga menggunakan kombinasi antara koping yang berfokus pada emosi maupun koping yang berfokus pada masalah dalam menghadapi stresor yang berhubungan dengan penyakit. Ada lima cara penting dalam menghadapi penyakit yang diidentifi kasi dari menelaah 57 penelitian keperawatan, yaitu mencoba merasa optimis mengenai masa depan, menggunakan dukungan sosial, menggunakan sumber spiritual, mencoba tetap mengontrol situasi m a u p u n p e r a s a a n , m e n c o b a m e n e r i m a kenyataan yang ada, hal ini akan menghasilkan koping yang adaptif pada pasien, sehingga diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup mereka (Smeltzer dan Bare, 2001). BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani terapi HD reguler di RS Adi Husada Undaan Wetan, yaitu sebanyak 52 orang. Besar sampel pada penelitian ini adalah 13 orang, yang telah ditentukan menggunakan teknik purposive sampling. Variabel independen pada penelitian ini adalah koping, dan variabel dependen adalah kualitas hidup. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Instrumen yang digunakan untuk menilai koping diambil dari Tabel 1. Data pasien yang menjalani terapi hemodialisa reguler di RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya Tahun Jumlah keseluruhan pasien HD Jumlah pasien HD reguler lebih dari 3 bulan 2009 2010 2011 102 108 110 50 45 40 Sumber: buku kunjungan pasien hemodialisa RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya Indikator Kualitas Hidup Pasien GGK (Evi Desnauli) 189 Ways of Coping Questionnaire (WCQ) yang dikembangkan oleh Folkman (1985). Instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas hidup adalah kuesioner Short Form (SF) 36, yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien yang menjalani terapi HD. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan uji chi square, dan uji fi sher exact sebagai alternatif bila hasil uji chi square tidak memenuhi syarat, dengan derajat kemaknaan p ≤ 0,05. HASIL Sebagian besar responden (76,9%) memiliki koping adaptif dan sebagian besar responden (84,6%) memiliki kualitas hidup yang baik. Hasil analisis data dengan menggunakan fi sher exact test didapatkan nilai signifi kansi p = 0,038, hal ini berarti bahwa ada hubungan antara koping dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya. Tabel 2. Deskriptif koping Koping Distribusi n % Adaptif 10 76,9% Maladaptif 3 23,1% Total 13 100% PEMBAHASAN H a s i l p e n e l i t i a n m e n u n j u k k a n bahwa sebagian besar responden memiliki koping adaptif. Menurut Rasmun (2004), ada beberapa faktor yang memengaruhi respons terhadap stressor, yaitu bagaimana individu mempersepsikan stressor, bagaimana intensitasnya terhadap stimulus, jumlah stressor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama, lamanya pemaparan stressor, pengalaman masa lalu, serta tingkat perkembangan. Sebagian besar responden pada penelitian ini yang berusia kurang dari sama dengan 50 tahun memiliki koping adaptif, dan sebagian besar responden yang berusia lebih dari 50 tahun juga memiliki koping yang adaptif, namun persentase responden dengan koping maladaptive lebih besar ditemukan pada responden yang berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini dapat terjadi, mengingat bahwa ada faktor lain yang juga memengaruhi koping seseorang, tetapi tidak diteliti oleh peneliti, yaitu adanya penyakit lain yang dialami sehubungan dengan proses penuaan, sehingga hal ini menyebabkan beban stresor menjadi lebih banyak, dan berpengaruh terhadap koping yang dimiliki. Menurut Smeltzer dan Bare (2001), kondisi koping dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dari individu yang memengaruhi koping meliputi kondisi kesehatan, sistem kepercayaan, komitmen atau tujuan hidup, perasaan harga diri, pengetahuan, keterampilan pemecahan Tabel 4. Hubungan koping dengan kualitas hidup pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa di RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya Kualitas hidup Baik Buruk Total Fisher Exact Test Koping n % N % N % Adaptif 10 76,9% 0 0% 10 76,9% p = 0.038 Maladaptif 1 7,7% 2 15,4% 3 23,1% Total 11 84,6% 2 15,4% 13 100% Hasil Signifi cant Tabel 3. Deskriptif kualitas hidup Kualitas hidup Distribusi n % Baik 11 84,6% Buruk 2 15,4% Total 13 100% Jurnal Ners Vol. 6 No. 2 Oktober 2011: 187–191 190 masalah, dan keterampilan sosial yang meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Faktor eksternal yang memengaruhi koping adalah adanya dukungan sosial dan sumber material. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden yang lain, didapatkan bahwa sebagian besar responden yang berjenis kelamin laki-laki memiliki koping adaptif, hal ini dikarenakan laki-laki biasa menggunakan strategi koping yang berfokus pada masalah, sedangkan perempuan lebih sering menggunakan strategi koping yang berfokus pada emosi, sehingga akan memengaruhi koping yang dimiliki, dan akan berpengaruh juga terhadap kualitas hidup. Koping maladaptif juga didapatkan pada sebagian responden yang tidak bekerja, hal ini juga berpengaruh terhadap koping, karena untuk menjalani terapi HD reguler memerlukan biaya yang tidak sedikit, hal ini sesuai dengan pernyataan Smeltzer dan Bare (2001), bahwa individu yang menjalani terapi hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi penyakit yang tidak dapat diramalkan dan gangguan yang terjadi dalam kehidupannya, seperti masalah fi nansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, depresi akibat sakit kronis, dan ketakutan terhadap kematian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas hidup yang baik, Menurut Mc. Cartney and Larson dalam Yuwono (2000) menyatakan bahwa ada hubungan yang berbanding terbalik antara kualitas hidup pasien dengan usia, semakin tua usia seseorang, maka kualitas hidupnya juga akan menurun, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semua responden yang berusia kurang dari sama dengan 50 tahun mempunyai kualitas hidup baik. Kurtus (2005) menyebutkan bahwa kualitas hidup terdiri dari tiga komponen, yaitu kesehatan, kepemilikan dan harapan, sehingga hal ini tentu juga terkait dengan faktor umur, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan. Kondisi depresi yang dialami oleh pasien juga akan sangat berpengaruh pada penilaian kualitas hidup, karena komponen yang dinilai pada instrumen SF 36 adalah komponen kesehatan fisik dan kesehatan mental (Bohlke, et al, 2008), selain itu, pasien yang mengalami depresi cenderung menunjukkan sikap menentang terhadap program pengobatan, sehingga mereka tidak menjalani terapi HD reguler sesuai jadwal, dan hal ini akan berpengaruh terhadap adekuasi HD, yang akan berdampak pada kesehatan fi sik mereka. Hasil uji statistik menggunakan uji alternatif fi sher exact test, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifi kan antara koping dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Hal ini berarti bahwa semakin adaptif koping seseorang, maka kualitas hidupnya juga akan semakin baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan S e b a g i a n b e s a r r e s p o n d e n y a n g menjalani terapi hemodialisa reguler memiliki koping yang adaptif dan kualitas hidup yang baik. Koping yang adaptif dapat memperbaiki kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Saran P e r a w a t d i h a r a p k a n m a m p u meningkatkan perannya sebagai konselor dan edukator dalam upaya membantu pasien untuk bisa beradaptasi dengan kondisinya, sehingga pasien memiliki koping adaptif dan kualitas hidup menjadi lebih baik. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu melakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan waktu yang lebih panjang dengan menggunakan desain cohort study dan teknik random sampling, serta untuk pengukuran kualitas hidup tidak hanya dinilai secara subjektif, tetapi juga objektif dengan melakukan observasi hasil pemeriksaan fi sik dan laboratorium,sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang lebih baik. Indikator Kualitas Hidup Pasien GGK (Evi Desnauli) 191 KEPUSTAKAAN Bohlke, et al., 2008. Predictors of Quality of Life Among Patients on Dialysis in Southern Brazil, Sao PauloMedical Journal, vol. 126, no. 5, hal. 252–6, (Online), (http://www.scielo.br/pdf/ spmj/v126n5/01.pdf., diakses pada tanggal 24 Desember 2011) F o l k m a n , S . , 1 9 8 5 . Wa y s o f C o p i n g Questionnaire, University of California, San Fransisco, (Online), (http://caps. u c s f . e d u / u p l o a d s / t o o l s / s u r v e y s / Ways%20of%20coping.pdf, diakses tanggal 28 Desember 2011) Kaltsouda, A., et al., 2011. Defensive Coping and Health-Related Quality of Life in Chronic Kidney Disease: a Cross Sectional Study, BMC Nephrology, vol. 12, no. 28, hal. 1-9, (Online), (http:// www.biomedcentral.com., diakses pada tanggal 24 Desember 2011). Kurtus, 2005. University of Toronto Quality of Life Model, (Online), (http://www. school-for-champions.com/life/toronto_ univ_quality_life.htm., diakses pada tanggal 20 Oktober 2011). Lubis, A.J., 2006. Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Menjalani Terapi Hemodialisa, (Online), (http://library.usu.ac.id/download/ fk/06010311/pdf., diunduh pada tanggal 17 Oktober 2011) Rasmun, 2004. Stres, Koping dan Adaptasi: Teori dan Pohon Masalah Keperawatan, edisi 1, Jakarta: Sagung Seto. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, edisi 8, vol. 2, Jakarta: EGC Soeparman, 2003. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi 2, Jakarta: FKUI. Sukandar, E., 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Te r a p i D i a l i s i s . B a n d u n g : P u s a t Informasi Ilmiah (PPI) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RS Dr. Hasan Sadikin. Wahl, et al., 1999. Coping and Quality of Life in Patients With Psoriasis, Quality of Life Research, no. 8, hal: 427–33, (Online), (http://springerlink.com., diakses tanggal 16 Oktober 2011) Yuwono, A., 2000. Kualitas Hidup Pasien, Jakarta: FKUI, hlm. 1–5.