31 KONSEP DIRI, DUKUNGAN SOSIAL DAN KECEMASAN MENGHADAPI KEADAAN SAKIT PADA PASIEN FRAKTUR (Self Concept, Social Support, and Anxiety in Dealing with Fractured Patient) Dini Kurniawati* *Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember, Jalan Kalimantan No. 37 Jember, E-mail: dini_psikunej10@yahoo.com ABSTRACT Introduction: The self-concept on fractured-patient is the way of the patient views himself as a whole. The view may cause the patient to feel less confi dent and may lead the patient to experience anxiety. Such condition requires serious attention in the form of social support. The objective of this research was to identify the association of the self-concept, social support, and anxiety in dealing with fractured- patient. Method: This research employed correlational design. The samples of this research were in-patients who suffered from femur fractures, underwent treatments for at least three days, aged 25–45 and were conscious and, willing to be involved in the research. The technique used in this research was purposive sampling. Result: Results of the research, when analyzed statistically using the regression analysis, revealed that the correlation between the self-concept and anxiety generated rx1y = –0.476 with p = 0.007 (p < 0.01). Furthermore, the correlation between social support and anxiety generated rx2y = –0.531 with p = 0.003 (p < 0.01) while the correlation among self-concept, social support, and anxiety generated F = 4,758 at p = 0.009 (p < 0.01). The determination coeffi cient (R2) = 0.293 while the fi gures of the effective contribution (EC) were as follows: the effective contribution (EC) of the self-concept to anxiety was 1.051%, while the effective contribution (EC) of the social support to anxiety was 28.216%. Discussion: The higher the one’s self-concept, the lower the anxiety level would be, and vice versa. The same thing applied to the relation between social support and anxiety. The higher the social support one got, the lower the anxiety level would be. The correlation between self-concept and social support and anxiety in dealing fractured patient existed. Self-concept contributed to anxiety. According to the behavioral theories, anxiety arouses from one’s fear of being rejected or not being accepted in terms of interpersonal relationship. Therefore, the high self-concept (high self acceptance) lowers the fear for rejection (anxiety). Keywords: self-concept, social support, anxiety, fractured-patient PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk komplek, masalah yang terjadi merupakan masalah fi sik maupun psikologis (Isaacs, 2005). Masalah yang terjadi akan membuat seseorang untuk beradaptasi atau melakukan penyesuaian diri terhadap masalahnya. Manusia mempunyai kemampuan beradaptasi baik secara biologis dan psikologis. Tujuan dari adaptasi biologis adalah mempertahankan kelangsungan hidup atau proses internal tetap stabil. Adaptasi psikologis salah satunya bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan aman. Masalah psikologi yang banyak terjadi pada manusia adalah rasa ansietas atau kecemasan (Suliswati, 2005). Konsep diri didefinisikan semua ide, pikiran dan keyakinan yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998). Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan realitas dunia. Di samping konsep diri hal yang paling membantu pasien dalam mengatasi masalah adalah support sistem atau dukungan dari keluarga, teman maupun orang lain (alami, E, 2009). Individu yang mengalami kecelakaan dan menderita patah tulang atau fraktur, dapat timbul rasa cemas dan tidak berdaya akibat penyakit tersebut (Muttaqin, 2008). Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 31–36 32 Fraktur merupakan penyakit yang paling sering terjadi karena kecelakaan (Smeltzer, 2002). Hal ini terjadi secara mendadak yang tidak pernah diprediksikan oleh individu (Muttaqin, 2008). Insiden fraktur di RSUD dr. Soebandi pada tahun 2007 adalah 34% dari pasien seluruh pasien yang rawat inap yang diakibatkan oleh kecelakaan. Dari kasus di atas yang menjalani terapi imobilisasi dan bed rest adalah 69%. Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik didapatkan dari 947 pasien fraktur yang rawat inap selama tahun 2007 sekitar 79% mengalami kecemasan dan 30% mengalami gangguan konsep diri karena keadaannya. Sedangkan 21% pasien yang tidak mengalami kecemasan juga ada yang mengalami gangguan konsep diri. Di samping itu hampir 80% dari semua pasien yang rawat inap karena fraktur mendapatkan dukungan sosial yang baik. Kecemasan pada data di atas terjadi karena fraktur dianggap merupakan suatu penyakit yang menakutkan, karena mempunyai dampak negatif yang komplek terhadap kelangsungan kualitas hidup individu. Salah satu di antaranya adalah amputasi, apabila luka sampai menyebabkan tulang remuk dan mengancam jiwa. Kecemasan terjadi karena seseorang merasa terancam baik secara fi sik maupun psikologis seperti: harga diri, ideal diri, body image, atau identitas diri (Smeltzer, 2002). Kecemasan ini sangat berhubungan bagaimana konsep diri seseorang tersebut dan bagaimana dukungan sosial yang ada (Burns, 1993). Salah satu upaya dalam mengatasi pasien dengan gangguan konsep diri dan kecemasan adalah dengan pemberian pendidikan kesehatan (Dalami E., 2009). Pendidikan kesehatan diberikan agar pasien dapat menerima kondisinya sekarang, dapat menyukai dan menghargai diri sendiri sehingga akan terbentuk suatu sikap yang sehat (Copel, 2007). Sikap adalah tidak lebih dari kebiasaan berpikir dan kebiasaan itu dapat diperoleh, sehingga sikap itu dapat dibentuk dan dipelajari. Sikap yang sehat harus terus dipupuk dan dibiasakan dalam keseharian sehingga terbentuk harga diri seseorang yang positif atau tinggi. Selain itu, dukungan keluarga sangat diperlukan untuk meningkatkan rasa percaya diri pasien (Sarason, 1983). Untuk menurunkan kecemasan pasien fraktur dengan meningkatkan konsep diri dan memaksimalkan dukungan sosial yang ada. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara konsep diri, dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi keadaan sakit pada pasien fraktur. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi (Arikunto, 2002). Parameter pengukuran kecemasan disusun berdasarkan perubahan yang terjadi di dalam individu yang meliputi perubahan fi siologis, perilaku, kognitif dan afektif. Untuk skala pengukuran konsep diri disusun berdasarkan dimensi konsep diri yang meliputi konsep diri fi sik, konsep diri psikologis, konsep diri sosial dan konsep diri moral etik. Sedangkan untuk parameter pengukuran dukungan sosial disusun berdasarkan jenis dukungan sosial di antaranya adalah dukungan informasional, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, dukungan emosional dan integritas sosial. Data diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada pasien rawat inap di RSU dr. Soebandi Jember. Sampel pada penelitian ini adalah pasien fraktur femur yang menjalani rawat inap dan dalam keadaan sadar, usia 25–45 tahun, minimal rawat inap di rumah sakit selama 3 hari dan bersedia untuk diteliti. Teknik yang digunakan dalam mengambil sampel adalah purposive sampling yaitu memilih sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dengan jumlah sampel sebanyak 26 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reabilitasnya (Azwar, 1992). Perhitungan uji validitas butir skala kecemasan menghadapi keadaan sakit dengan koefi sien korelasi yang bergerak dari rxy = 0,384–0,788 dan rpq = 0,336–0,767 pada p = 0,000–0,045 (p < 0,05) sedangkan uji reliabilitas dengan teknik Hyot (Azwar, 1992) mempunyai koefisien korelasi rtt = 0,947 pada p = 0,000. Uji keandalan mempunyai koefisien reliabilitas dengan p < 0,05. Perhitungan uji validitas butir skala konsep diri sahih dengan melihat koefisien korelasi yang bergerak dari rxy = 0,483–0,808 dan rbt = 0,435–0,790 pada p = 0,000–0,012 Konsep Diri, Dukungan Sosial (Dini Kurniawati) 33 (p < 0,05) sedangkan uji reliabilitas dengan teknik Hyot terhadap skala konsep diri mempunyai koefi sien korelasi rtt = 0,952 pada p = 0,000. Uji keandalan mempunyai koefi sien reliabilitas dengan p < 0,01. Perhitungan uji validitas butir skala dukungan sosial terlihat sahih dengan melihat koefi sien korelasi yang bergerak dari rxy = 0,387–0,744 dan rbt = 0,354–0,724 pada p = 0,000–0,037 (p < 0,05) sedangkan uji reliabilitas dengan teknik Hyot terhadap skala dukungan sosial mempunyai koefi sien korelasi rtt = 0,950 pada p = 0,000. Uji keandalan mempunyai koefisien reliabilitas dengan p < 0,01. Hasil uji normalitas sebaran dilakukan terhadap ketiga variabel yaitu variabel pertama (X1) yaitu konsep diri, varibel kedua (X2) yaitu dukungan sosial dan variabel ketiga (Y) yaitu kecemasan menghadapi keadaan sakit. Hasil uji normalitas variabel konsep diri didapatkan Kai Kuadrat X1 = 10,710 pada db = 9 dan p = 0,296. Karena p > 0,05 maka sebaran variabel konsep diri normal. Hasil uji normalitas variabel dukungan sosial didapatkan Kai Kuadrat X2 = 8,733 pada db = 9 dan p = 0,462. Karena p > 0,05 maka sebaran variabel dukungan sosial normal. Sedangkan hasil uji normalitas variabel kecemasan menghadapi keadaan sakit (Y) didapatkan Kai Kuadrat Y = 9,262 pada db = 9 dan p = 0,413. Hasil uji normalitas variabel kecemasan menghadapi keadaan sakit p > 0,05 maka sebaran variabel kecemasan menghadapi keadaan sakit normal. HASIL Hasil penelitian dianalisis secara statistik. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi (Arikunto, 2002). Parameter pengukuran kecemasan disusun berdasarkan perubahan yang terjadi di dalam individu yang meliputi perubahan fi siologis, perilaku, kognitif dan afektif. Untuk skala pengukuran konsep diri disusun berdasarkan dimensi konsep diri yang meliputi konsep diri fi sik, konsep diri psikologis, konsep diri sosial dan konsep diri moral etik. Sedangkan untuk parameter pengukuran dukungan sosial disusun berdasarkan jenis dukungan sosial di antaranya adalah dukungan informasional, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, dukungan emosional dan integritas sosial. Data diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum dr. Soebandi Jember. Sampel pada penelitian ini adalah pasien fraktur femur yang menjalani rawat inap dan dalam keadaan sadar, usia 25–45 tahun, minimal rawat inap di rumah sakit selama 3 hari dan bersedia untuk diteliti. Teknik yang digunakan dalam mengambil sampel adalah purposive sampling yaitu memilih sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dengan jumlah sampel sebanyak 26 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reabilitasnya (Azwar, 1992). Perhitungan uji validitas butir skala kecemasan menghadapi keadaan sakit dengan koefisien korelasi yang bergerak dari rxy = 0,384–0,788 dan rpq = 0,336–0,767 pada p = 0,000–0,045 (p < 0,05) sedangkan uji reliabilitas dengan teknik Hyot (Azwar, 1992) mempunyai koefi sien korelasi rtt = 0,947 pada p = 0,000. Uji keandalan mempunyai koefisien reliabilitas dengan p < 0,05. Perhitungan uji validitas butir skala konsep diri sahih dengan melihat koefisien korelasi yang bergerak dari rxy = 0,483–0,808 dan rbt = 0,435–0,790 pada p = 0,000–0,012 (p < 0,05) sedangkan uji reliabilitas dengan teknik Hyot terhadap skala konsep diri mempunyai koefisien korelasi rtt = 0,952 pada p = 0,000. Uji keandalan mempunyai koefisien reliabilitas dengan p < 0,01. P e r h i t u n g a n u j i v a l i d i t a s b u t i r s k a l a dukungan sosial terlihat sahih dengan melihat koefisien korelasi yang bergerak dari rxy = 0,387–0,744 dan rbt = 0,354–0,724 pada p = 0,000–0,037 (p < 0,05) sedangkan Uji reliabilitas dengan teknik Hyot terhadap skala dukungan sosial mempunyai koefi sien korelasi rtt = 0,950 pada p = 0,000. Uji keandalan mempunyai koefi sien reliabilitas dengan p < 0,01. Hasil Uji normalitas sebaran dilakukan terhadap ketiga variabel yaitu variabel pertama (X1) yaitu konsep diri, varibel kedua (X2) yaitu dukungan sosial dan variabel ketiga (Y) yaitu kecemasan menghadapi keadaan sakit. Hasil uji normalitas variabel konsep diri didapatkan Kai Kuadrat X1 = 10,710 pada db = 9 dan p = 0,296. Karena p > 0,05 maka sebaran variabel Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 31–36 34 konsep diri normal. Hasil uji normalitas variabel dukungan sosial didapatkan Kai Kuadrat X2 = 8,733 pada db = 9 dan p = 0,462. Karena p > 0,05 maka sebaran variabel dukungan sosial normal. Sedangkan hasil uji normalitas variabel kecemasan menghadapi keadaan sakit (Y) didapatkan Kai Kuadrat Y = 9,262 pada db = 9 dan p = 0,413. Hasil uji normalitas variabel kecemasan menghadapi keadaan sakit p > 0,05 maka sebaran variabel kecemasan menghadapi keadaan sakit normal. Hubungan antarvariabel menggunakan analisis regresi dengan uji kemaknaan p > 0,05 dengan menggunakan Seri Program Staistik (SPS-2000) edisi Sutrino Hadi dan Yuni Parmadiningsih. Sebelum data dianalisis di dalam analisa regresi, terlebih dahulu data dilakukan uji asumsi untuk mengetahui normalitas dan homogenitas data pada masing- masing variabel (Hadi Sutrisno, 2000). Hasil analisis data penelitian didapatkan koefi sien determinasi (R2) sebesar 0,293 yang berarti bahwa sumbangan kedua variabel bebas (konsep diri dan dukungan sosial) terhadap kecemasan menghadapi keadaan sakit pada pasien fraktur sebesar 29,3%. Sedangkan bobot sumbangan efektif (SE) masing-masing variabel yaitu sumbangan efektif konsep diri terhadap kecemasan sebesar 1,051% sedangkan variabel dukungan sosial terhadap kecemasan sebesar 28,216%. PEMBAHASAN K o n s e p d i r i m e m p u n y a i p e r a n a n dalam kecemasan. Hal ini sesuai dengan teori pembentukan kecemasan oleh Stuart dan Sundeen (1998) bahwa kecemasan berdasarkan teori perilaku timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Penerimaan dan penolakan interpersonal ini merupakan bagian dari konsep diri (Stuart dan Lararia, 1995). Menurut Fitts (1972) konsep diri adalah cara diri diamati dan dipersepsikan oleh orang tersebut, karena makna konsep diri ini mengandung unsur penilaian dan memengaruhi perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain, dengan adanya konsep diri yang tinggi (penerimaan dari orang tinggi) maka ketakutan akan penolakan (kecemasan) akan semakin berkurang (Burns, 1993). Dukungan sosial mempunyai peranan dalam kecemasan (Wahyuni, 2007). Menurut Thois (1998) dukungan sosial adalah derajat dimana kebutuhan dasar individu adakan afeksi, persetujuan, kepemilikan dan keamanan didapat lewat interaksi dengan orang lain (Wortman dan Conwey, 1985). Menurut Wicklund dan Frey (1980) bahwa dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang mengakibatkan stres. Menurut Lubis (2006) dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respons individu pada kejadian yang dapat menimbulkan ansietas (kecemasan) dan ansietas itu sendiri, memengaruhi strategi untuk mengatasi ansietas dan dengan begitu memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan ansietas dan efeknya. Brehm dan Kassim (1990) mengemukakan teori mengenai dampak dukungan sosial yaitu yang pertama adalah Dampak langsung. Dukungan sosial dapat menciptakan situasi yang menyenangkan dan tidak menekan. Menurut Wicklund, dan Frey, (1980) menyatakan bahwa dukungan dari atasan atau penyelia dan teman sekerja akan dapat mengurangi stres, kedua dampak tidak langsung. Dampak tidak langsung dukungan sosial dapat berpengaruh pada stres yang dihadapi individu dengan adanya penerimaan sosial yang dapat memengaruhi self esteem. Self esteem akan berpengaruh terhadap kesehatan jiwa seseorang dan ketiga Dampak penghambat. Dukungan sosial dapat menghambat hubungan antara stres dan sumber stres. Berdasarkan teori tersebut maka dukungan sosial bekerja sebagai pelindung untuk melawan perubahan-perubahan peristiwa kehidupan yang berpotensi penuh stres. Dengan demikian maka dukungan sosial mempunyai peranan terhadap kecemasan menghadapi keadaan sakit. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima oleh seseorang maka semakin rendah kecemasan yang dirasakan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang peneliti ajukan. Kedua variabel bebas yaitu konsep diri dan dukungan sosial memberikan sumbangan Konsep Diri, Dukungan Sosial (Dini Kurniawati) 35 efektif terhadap kecemasan menghadapi keadaan sakit pada pasien fraktur sebesar 29%. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang memengaruhi kecemasan yang tidak diteliti oleh peneliti. Menurut Carpenito (2007) faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan adalah situasi (personal, lingkungan) yang berhubungan dengan nyata atau merasa terganggu pada integritas biologis sekunder terhadap serangan, prosedur invasif dan penyakit. Adanya perubahan nyata atau merasakan adanya perubahan lingkungan sekunder terhadap perawatan di rumah sakit, Tingkat maturasi individu akan memengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi kecemasan lebih disebabkan karena perpisahan, lingkungan atau orang yang tidak dikenal dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya. Kecemasan pada remaja mayoritas disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi, tingkat pendidikan, di mana individu yang berpendidikan tinggi akan mempunyai koping yang lebih baik dari pada yang berpendidikan rendah sehingga dapat mengeliminir kecemasan yang terjadi, Karakteristik stimulus yang meliputi intensitas stresor, lama stresor, jumlah stresor, dan karakteristik individu yang meliputi makna stresor bagi individu, sumber yang dapat dimanfaatkan dan respons koping serta status kesehatan individu. Faktor-faktor yang di atas adalah faktor lain yang belum diteliti oleh peneliti yang mempunyai sumbangan terhadap kecemasan. Dari kedua variabel bebas konsep diri dan dukungan sosial masing-masing memberikan kontribusi atau sumbangan efektif sebesar 1, 051% untuk konsep diri, sedangkan variabel dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 28,216%. Dukungan sosial memberikan sumbangan lebih besar daripada konsep diri dikarenakan dukungan sosial dapat mengubah hubungan antara respons individu pada kejadian yang dapat menimbulkan stres dan stres itu sendiri, memengaruhi strategi untuk mengatasi stres dan dengan begitu memodifi kasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan stres dan efeknya. Dukungan sosial merupakan dukungan yang diberikan oleh orang di sekitar sehingga dukungan sosial lebih mampu membantu individu dalam menghadapi stres yang menimbulkan kecemasan daripada konsep diri. Di samping itu, dukungan sosial mampu bekerja sebagai pelindung untuk melawan perubahan-perubahan peristiwa kehidupan yang berpotensi penuh stres. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsep diri pada pasien fraktur merupakan cara pandang pasien fraktur dalam melihat pribadinya secara utuh. Kondisi tersebut dapat membuat perasaan pasien kurang sempurna dalam memandang dirinya dan pasien akan merasa cemas sehingga memerlukan dukungan sosial. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah kecemasan begitu juga sebaliknya. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendah kecemasan, begitu juga sebaliknya. Ada hubungan antara konsep diri dan dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi keadaan sakit pada pasien fraktur. Saran Hasil penelitian ini dapat diterapkan oleh para praktisi yang berada di rumah sakit, khususnya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien fraktur agar mampu membantu pasien dalam mengatasi kecemasan menghadapi keadaan sakit dengan memaksimalkan dukungan sosial yang ada. Sedangkan pada pasien fraktur diharapkan mampu memanfaatkan dukungan sosial yang ada dalam menghadapi keadaan sakit sehingga kecemasan yang dirasakan dapat diatasi, serta keluarga pasien diharapkan memberikan dukungan sosial yang maksimal guna membantu pasien dalam mengatasi kecemasan menghadapi keadaan sakit. peneliti selanjutnya diharapkan mampu mengembangkan faktor-faktor lain yang memengaruhi kecemasan yang belum diteliti pada penelitian seperti faktor situasi, tingkat maturasi individu, tingkat pendidikan, karakteristik stimulus dan karakteristik individu. Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 31–36 36 KEPUSTAKAAN Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Azwar, S., 1992. Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Sigma Alpha. Azwar, S., 1992. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brehm dan Kassin. 1990. Social Psychology. New Jersey: Hougthon Miff Lin. Princenton. Burns, 1993. The self Concept: Theory, M e a s u re m e n t , D e v e l o p m e n t a n d Behaviour. London: Longman Group. Carpenito, L., 2007. Nursing Diagnosis. Aranggement with Lippincott Williams & Wilkins Inc. Copel, 2007. Psychiatric and Mental Health Care: Nurse’s Clinical Guide. USA: Lippicottwilliams & Wilkins. Dalami, E., 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info Media. Fitts, 1972. The Self Concept and Behavior: Overview and Supplement. California: Research monogram No VII. Library Of Conggress Catalog Card Number 72–80269. Issacs, A. 2005. Mental Health and Psychiatric nursing. USA: Linppicott Williams and Wilkins Inc. Muttaqin, A., 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan system Muskuluskeletal. Jakarta: EGC. Sarason, 1983. Assessing Social Support: The Social Support Questionnaire. Journal of personality and Social Psychology, 44, 127–139. Stuart dan Sundeen, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Smeltzer, 2002. Brunener & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. P h i l a d e l p h i a : L i p p i c o o t - r a v e n Publishers. Stuart and Lararia, 1995. Principles Practice Psychiatric Nursing, St. Louis: Mosby. Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Wahyuni, 2007. Hubungan Dukungan Sosial dan Percaya Diri dengan Kecemasan Siswa SMU dalam Menghadapi Ujian. Tesis tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas 17 Agustus 1945. Wicklund, R.A. dan Frey, D., 1980. Self Awareness. Theory: When the Self Makes a Difference, dalam D.M Wegner dan RR Vallacher (editor) The Self in Social Psychology. New York: Oxford University Press. Wortman, C.B., dan Conwey, T., 1985. Social Support Helath, Cohen, S and Syme, S (eds). Orlando Florida: Academic Press Inc.