37 FAKTOR RISIKO TIMBULNYA DIABETES MELLITUS PADA REMAJA SMU (The Risk Factors of Diabetes Mellitus in Adolescent Senior High School in Malang City) Dyah Widodo*, Ekowati Retnaningtyas*, Ibnu Fajar* Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen no. 77c Kota Malang 65112, E-mail: dyah_widodo@yahoo.com ABSTRACT Introduction: Diabetes mellitus is a disease caused by a hormonal disorder that affects insulin. 5.7% of the total population of Indonesia, including teenagers is a big challenge for the health sector to do the step in anticipation of the complexity of health problems caused by diabetes mellitus in Indonesia. This study aims to analyze the risk factors of diabetes mellitus in adolescent senior high school in the city of Malang. Method: This research was correlational research design, sampled in this study was partly teenagers is high school class in Malang city area drawn at random sampling with a large sample of 375 respondents. Research conducted at government senior high school 6 and 9 (SMU Negeri 6 and SMU Negeri 9) in the city of Malang, in May–August, 2011. Data collection techniques using questionnaires; measurements: weight, height, abdominal circumference/waist, blood pressure and food consumption survey (Recording of Present Food Intake) of the diet for three days. Data was analyzed by descriptive and analytic Spearman Rho correlation with alpha 0.05. Result: The results showed that a BMI (body mass index) and waist circumference (central obesity) related to the risk of diabetes mellitus in teens senior high school in Malang with 0.000 p-values < α 0.05. However, there is no relationship between blood pressure, physical activity, frequency of fruit and vegetable consumption, family history of diabetes mellitus and the risk of diabetes mellitus in teens senior high school in Malang. Discussion: Recommended for teens to pay attention to healthy eating and balanced, in order to awake the ideal body weight and abdominal circumference are normal, so that avoid the risk of diabetes mellitus. Keywords: risk factor, diabetes mellitus, teenagers PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) dan penyakit lain yang dikenal sebagai non-communicable disease mulai menonjol sebagai salah satu sebab morbiditas dan mortalitas di negara-negara yang sedang berkembang. Penyakit-penyakit tersebut akan menimbulkan suatu beban bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian negara pada saat sekarang dan dikemudian hari, baik secara langsung maupun tidak langsung (Soeparman, 1987). Penyakit-penyakit yang tidak menular tapi menahun, seperti DM, hipertensi, kegemukan dan penyakit jantung di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia yang merupakan sebab utama morbiditas dan mortalitas di masyarakat barat, sekarang sudah mulai merupakan masalah juga di negara-negara yang sedang berkembang. Studi WHO (1995) dan Pusat Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2007) menunjukkan bahwa prevalensi DM 1985 1,7 meningkat menjadi 5,7 di tahun 2007. Dari segi usia, pada umur 40–59 tahun menduduki peringkat tertinggi, disusul pada umur 60–79 tahun peringkat kedua dan 20–39 tahun pada peringkat ketiga. Kondisi ini hampir sama antara negara berkembang dan negara maju. Data dan Riskesdas tahun 2007 diketahui bahwa jumlah total penderita DM adalah 5,7% dari total penduduk Indonesia, di mana DM yang terdiagnosis secara jelas (diagnosed DM) hanya 1,5%, sementara itu yang belum terdiagnosis (undiagnosed DM) sebanyak 4,2%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi penyakit DM Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 37–46 38 seperti fenomena gunung es, di mana kondisi yang tergambarkan secara jelas sesungguhnya hanyalah bagian permukaannya saja. Data dari IDF Montreal (2009) jumlah penduduk yang menderita DM untuk usia 20–79 tahun pada tahun 2010, India menempati urutan teratas dengan 50,8 miliar. Sementara itu Indonesia adalah 7,0 miliar. Dengan jumlah tersebut Indonesia menempati peringkat ke sembilan dunia di bawah India, China, USA, Rusia, Brazil, Jerman, Pakistan dan Jepang. Namun prediksi di tahun 2030 Indonesia naik di peringkat keenam di bawah Brazil dengan angka 12,0 miliar, dengan jumlah penderita yang diprediksikan menjadi 87,0 miliar (Rudijanto, 2010). Peningkatan angka penderita DM ini melonjak tajam ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak terutama bidang kesehatan. Etiopatologi terjadinya DM diperkirakan karena suatu sebab yang multifaktorial, antara lain keturunan, virus yang menimbulkan kerusakan sel beta pankreas, pola makan, kegemukan, pola aktivitas, dan lingkungan. Salah satu contoh hasil Riskesdas (2007) diketahui bahwa aspek kegemukan memiliki kontribusi terhadap DM, di mana hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan DM hanya 4,4% pada orang dengan IMT normal, namun pada orang obesitas menjadi 9,1%. DM dikenal sebagai penyakit gangguan metabolisme maupun kelainan vaskuler yang dapat menimbulkan komplikasi yang sangat komplek pada sistem tubuh. DM sering disebut sebagai The Great Imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan (Soeparman, 1987). Menyimak uraian pada alinea terdahulu berarti akan menjadi tantangan yang besar bagi bidang kesehatan untuk melakukan langkah antisipasi terhadap kompleksnya masalah kesehatan akibat DM di Indonesia. Negara Eropa telah mempunyai sebuah Road Map untuk riset DM (Road Map for Diabetes Research in Europe) yang dipublikasikan pada 7 September 2010 (EURADIA, 2010). Pada penelitian ini, peneliti ingin menerapkan road map tersebut dengan meneliti sebagian faktor risiko khususnya yang ada di Frindrisk Score yang meliputi usia, Body Mass Index (BMI), Lingkar perut atau pinggang (central obesity), kebiasaan aktivitas fi sik di saat bekerja dan santai termasuk aktivitas sehari-hari, konsumsi buah dan sayur tekanan darah, konsumsi obat-obatan untuk tekanan darah secara rutin, riwayat anggota keluarga atau kerabat yang terdiagnosis DM (tipe 1 atau tipe 2 (Frindrisk Score terlampir) dan beberapa faktor risiko lain untuk timbulnya DM yaitu riwayat ditemukannya kadar yang tinggi untuk gula darahnya, riwayat kehamilan dengan DM, riwayat penyakit jantung dan kardiovaskuler. Responden yang dipilih adalah remaja SMU kelas X di Kota Malang dengan harapan agar dapat dibuat prediksi munculnya DM lebih dini berdasarkan faktor risiko yang ada (penelitian tahap I). Rencana selanjutnya pada tahun kedua penelitian (penelitian tahap II), peneliti akan memberikan intervensi atau perlakuan penelitian untuk mencegah munculnya DM pada remaja yang berisiko. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor risiko timbulnya DM pada remaja SMU di Kota Malang, khususnya faktor BMI, tekanan darah, kebiasaan aktivitas fisik, frekuensi konsumsi buah dan sayur, riwayat DM keluarga, waist circumference (central obesity) dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang. BAHAN DAN METODE Desain penelitian ini adalah analitik korelasional, yaitu mencari hubungan antara faktor-faktor yang berisiko terhadap timbulnya DM pada remaja di SMU Kota Malang. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian remaja SMU klas 1 di Kota Malang. Teknik sampling yang digunakan adalah area random sampling, yaitu mengambil sampel dengan cara acak sederhana untuk sekolah SMU dan kelas yang ada di Kota Malang. Besar sampel penelitian adalah 375 responden. Lokasi penelitian di SMU Negeri 6 dan SMU Negeri 9 di Kota Malang, penelitian dilaksanakan pada bulan Mei–Agustus 2011. Variabel Penelitian ini adalah BMI tekanan darah, kebiasaan aktivitas fi sik, konsumsi buah dan sayur, riwayat DM keluarga, lingkar perut/ pinggang (central obesity), faktor risiko DM. Faktor Risiko Timbulnya Diabetes Mellitus (Dyah Widodo) 39 Definisi operasional untuk masing- masing variabel yaitu BMI adalah rata-rata berat badan dalam kg yang dapat disanggah per m2 tinggi badan; Tekanan darah adalah tekanan darah sistolik dan diastolik yang diukur sesaat pada saat pengumpulan data dengan satua mmHg; Kebiasaan aktivitas fi sik adalah kegiatan yang menggerakkan anggota badan yang biasa dilakukan selama 24 jam mulai dari bangun pagi sampai tidur kembali; Konsumsi buah dan sayur adalah frekuensi makan berbagai jenis sayur dan buah yang dihitung per hari, per minggu atau per bulan; Riwayat DM keluarga adalah riwayat anggota keluarga atau kerabat yang terdiagnosis DM (tipe 1 atau tipe 2; lingkar perut/pinggang (central obesity) adalah ukuran melingkar pada perut melewati umbilikus dalam satuan sentimeter; faktor risiko DM adalah berbagai aspek yang mendukung timbulnya penyakit DM yang dihitung berdasarkan Findrisk Score (Rudijanto, 2010) yang meliputi usia, BMI (Normal, Overweight, Obese), WRC (Central Obesity), aktivitas fi sik, konsumsi buah dan sayur, obat tekanan darah dan riwayat DM. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa angket, lembar observasi, lembar recording of present food intake, Standar Opersional Prosedur (SOP): Recording of Present Food Intake, pengukuran antropometri (pengukuran TB, BB, lingkar perut), pengukuran tekanan darah dan peralatan yang meliputi timbangan berat badan, meteran, tensi meter, stetoskop. Teknik Pengumpulan data pada penelitian ini adalah pengisian angket, yaitu untuk aspek demografi dan riwayat sakit, pengukuran: berat badan, tinggi badan, lingkar perut/pinggang, tekanan darah yang dicatat pada lembar observasi, survei konsumsi pangan (Recording of Present Food Intake) tentang pola makan selama 3 hari yang sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu dengan menggunakan food model dan responden diberikan catatan tentang ukuran rumah tangga untuk setiap jenis makanan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif frekuensi atau persentase dan analisis inferensial yaitu analisis korelasional untuk data ordinal Spearman Rho dengan alpha 0,05. Keseluruhan uji statistik dilakukan dengan menggunakan komputer. HASIL K a r a k t e r i s t i k R e s p o n d e n a d a l a h setengahnya responden berumur 15 tahun (43,5%) dan 16 tahun (47,2%) dan sebagian besar responden berjenis kelamin pria (61,1%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai BMI atau IMT kurang dari 25 yang berarti normal yaitu 338 orang (90,1%) dan sebagian kecil dengan BMI > 25–30 20 orang (5,3%) yang tergolong dalam berat badan lebih dan BMI > 30 sebanyak 17 orang (4,5%) yang tergolong dalam obesitas. Hasil pengukuran lingkar pinggang s e b a g i a n b e s a r r e s p o n d e n ( 9 1 % a t a u 342 remaja) mempunyai lingkar pinggang atau waist circumference (central obesity) yang tidak berisiko terhadap penyakit DM (skor 0). Hasil pengukuran tekanan darah didapatkan sebagian besar responden (99%) atau 342 orang mempunyai tekanan darah normal. Hasil kuesioner didapatkan lebih dari setengahnya responden mempunyai kebiasaan berolah raga (56%) atau 210 remaja dan kurang dari setengahnya tidak berolahraga (44%) atau 165 remaja. Sebagian besar responden (72% atau 269 remaja) setiap hari mengkonsumsi buah dan sayur. Jika disimak dari ada atau tidaknya riwayat DM, didapatkan bahwa sebagian besar responden (76% atau 285 remaja) tidak ada riwayat DM. Penghitungan skor risiko DM (skor Findrisk DM) diketahui bahwa sebagian besar responden (79,2% atau 297 remaja) berisiko rendah terhadap penyakit DM; 19,2% atau 72 remaja mengarah pada risiko; 1,3% atau 5 remaja mempunyai risiko sedang dan 0,3% atau 1 remaja mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya penyakit DM. Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara body mass index (BMI) dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,000 < alpha 0,05. Hal ini berarti ada hubungan antara BMI dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau Ho ditolak (tabel 1). Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara tekanan darah sistole dan diastole dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,128 > alpha 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan tekanan darah sistole dengan Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 37–46 40 risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau Ho diterima (tabel 2). Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara aktivitas fi sik dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,565 > alpha 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara aktivitas fi sik dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau H0 diterima (tabel 3). Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara frekuensi konsumsi buah dan sayur dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,266 > alpha 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan frekuensi konsumsi buah dan sayur dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau H0 diterima (tabel 4). Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara riwayat anggota keluarga yang terdiagnosis DM dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,865 > alpha 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan riwayat anggota keluarga yang terdiagnosis DM dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau H0 diterima (tabel 5). Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara lingkar pinggang atau waist circumference (central obesity) dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,000 < alpha 0,05. Hal ini berarti ada hubungan waist circumference (central obesity) dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau H0 ditolak (tabel 6). PEMBAHASAN Hubungan BMI dengan Risiko Timbulnya DM pada Remaja SMA di Kota Malang DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar gula di dalam darah/hiperglikemi (hyperglycemia) yang dihasilkan dari gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya American Diabetes Association (ADA), 2005 dalam Smeltzer & Bare, 2008; Soegondo, Soewondo & Subekti, 2007). Salah satu faktor risiko DM adalah usia ≥ Tabel 1. Hasil uji korelasi indeks massa tubuh dengan skor Findrisk DM IMT RISDM Spearman’s rho IMT Correlation Coefi cient 1.000 .325** Sig.(2-tailed) . .000 N 375 375 Tabel 2. Hasil uji korelasi tekanan darah dengan skor Findrisk DM TD RISDM Spearman’s rho TD Correlation Coefi cient 1.000 .079 Sig.(2-tailed) . .128 N 375 375 Tabel 3. Hasil uji korelasi kebiasaan beraktivitas dengan skor Findrisk DM AKTIF RISDM Spearman’s rho AKTIF Correlation Coefi cient 1.000 .030 Sig.(2-tailed) . .565 N 375 375 Tabel 4. Hasil uji korelasi indeks massa tubuh dengan skor Findrisk DM BHSAYUR RISDM Spearman’s rho BHSAYUR Correlation Coefi cient 1.000 .058 Sig.(2-tailed) . .266 N 375 375 Faktor Risiko Timbulnya Diabetes Mellitus (Dyah Widodo) 41 45 tahun atau usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m2. Menurut Supariasa, IDN, et al., 2002. IMT atau BMI adalah suatu cara penilaian terhadap berat badan. IMT diperoleh dari perbandingan antara berat badan dalam kilogram (kg) dan tinggi badan dalam meter kuadrat (m²) (IMT > 23 kg/m2 menurut Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) dan kriteria Asia Pasifi k tergolong dalam berat badan lebih. Berat badan lebih dapat digolongkan menjadi pra obes, obes tingkat I, obes tingkat II. Berbeda dengan skor Findrisk, IMT 25–30 kg/m2 baru dianggap mempunyai berat badan lebih. Menurut Virgianto dan Purwaningsih (2006) obesitas sering dianggap sebagai kelainan pada umur pertengahan. Obesitas yang muncul pada masa remaja 30% akan berlanjut pada waktu dewasa menjadi obesitas persisten. Obesitas yang terjadi pada masa remaja perlu mendapat perhatian, sebab bila berlanjut hingga dewasa akan sulit diatasi secara konvensional (diet dan olah raga) serta membawa masalah bagi kehidupan sosial dan emosi yang cukup berarti bagi remaja. Responden remaja di SMU Kota Malang sebagian besar (90,1%) didapatkan IMT < 25 kg/m2 yang tergolong dalam kategori normal. Namun demikian perlu diwaspadai karena 5,3% dalam kategori berat badan lebih dan 4,5% obesitas. P e n y e b a b b e r a t b a d a n l e b i h d a n beberapa faktor bersama-sama menyumbang keberadaan atau mempertahankan kondisi patologis, situasional, development, cultural dan atau problem lingkungan adalah penurunan kebutuhan energi, pola makan salah, kelebihan Tabel 5. Hasil uji korelasi riwayat DM dengan skor Findrisk DM RIWDM RISDM Spearman’s rho RIWDM Correlation Coefi cient 1.000 -.009 Sig.(2-tailed) . .865 N 375 375 Tabel 6. Hasil uji korelasi waist circumference (central obesity) dengan skor Findrisk DM WC RISDM Spearman’s rho WC Correlation Coefi cient 1.000 .273** Sig.(2-tailed) . .000 N 375 375 intake energi, kepercayaan/keyakinan/persepsi yang salah terhadap makanan, zat gizi dan masalah tertentu terkait dengan zat gizi, aktivitas fi sik kurang dan peningkatan stres psikologi. Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara BMI dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,000 < alpha 0,05. Hal ini berarti ada hubungan antara BMI dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang. Risiko adalah faktor yang terkait dengan penyebab tetapi risiko ini bukan berarti penyebab secara langsung. Oleh karena itu pengelolaan nutrisi seimbang perlu dilakukan secara dini agar remaja terhindar dari penyakit DM. Dengan pemenuhan nutrisi seimbang dan sesuai kebutuhan tubuh maka akan didapatkan berat badan yang ideal. Menurut Persagi (1999), pola makan sehari yang dianjurkan di Indonesia adalah makanan seimbang yang terdiri atas. Sumber zat tenaga, misalnya: roti, mie bihun, jagung, ubi, singkong, tepung-tepungan, gula dan minyak. Sumber zat pembangun, misalnya: ikan, telur, ayam, daging, susu, kacang-kacangan, tahu, tempe dan oncom. Sumber zat pengatur, misalnya: sayur-sayuran terutama sayuran berwarna dan kuning, sayuran kacang-kacangan dan buah-buahan. Beberapa aspek diduga mendukung munculnya masalah kegemukan. Orang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan. Pengaruh emosional seringkali juga berpengaruh, di Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 37–46 42 mana orang cenderung makan lebih banyak apabila mereka tegang atau cemas. Selain itu, faktor lingkungan juga memengaruhi seseorang menjadi gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung menjadi gemuk. Hubungan Tekanan Darah dengan Risiko Timbulnya DM pada Remaja SMA di Kota Malang Salah satu faktor risiko DM adalah hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg). Tekanan darah adalah tegangan atau tekanan yang dilakukan oleh darah untuk melawan dinding arteri (LeMone & Burke, 2008). Tekanan arteri sistemik terdiri dari: tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik merupakan tekanan darah maksimal ketika darah dipompakan dari ventrikel kiri. Tekanan sistolik normal berkisar antara 100–130 mmHg. Tekanan diastolik merupakan tekanan darah pada saat jantung relaksasi. Tekanan diastolik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus di hadapi oleh jantung. Range normal diastolik berkisar antara 60–90 mmHg. Responden remaja di SMU Kota Malang sebagian besar (98,7%) remaja berada dalam kisaran tekanan darah normal, sehingga kondisi ini perlu tetap dipertahankan. Disatu sisi ternyata ada 1,3% responden yang mempunyai tekanan darah di atas normal atau tergolong dalam hipertensi. Di usia yang masih remaja, tekanan darah yang tinggi perlu diwaspadai dan mendapatkan penanganan yang teliti agar tidak terjadi masalah kesehatan yang lebih serius yang merupakan komplikasi dari hipertensi. Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara tekanan darah sistole dan diastole dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,128 > alpha 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan tekanan darah dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang. M u n c u l n y a p e n y a k i t D M p e r l u diantisipasi pada remaja, di mana salah satunya adalah dengan deteksi tekanan darah sebagai salah satu faktor risiko, meskipun dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan. Apabila sudah aktual terjadi DM maka perlu dikelola dengan baik. Menurut Smeltzer dan Bare (2000) tujuan pengelolaan DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa dalam darah untuk mengurangi terjadinya penyulit menahun seperti penyakit serebrovaskuler, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal dan saraf. Hubungan Kebiasaan Aktivitas Fisik dengan Risiko Timbulnya DM pada Remaja SMA di Kota Malang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari setengahnya responden biasa berolah raga (56%) atau 210 remaja dan kurang dari setengahnya tidak berolahraga (44%) atau 165 remaja. Berarti kedua kondisi tersebut berada pada kondisi yang relatif berimbang, meskipun yang terbiasa berolahraga lebih sedikit di atas persentase yang tidak berolahraga. Menurut Sugondo (2006) faktor genetik, lingkungan, kebiasaan makan, kurangnya aktivitas fi sik (aktivitas ringan) dan kemiskinan/ kemakmuran memengaruhi berat badan. Aktivitas menentukan kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan sehari- hari. Makin berat aktivitas yang dilakukan, kebutuhan zat gizi makin tinggi, terutama energi. Kurang gerak atau olah raga, tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor: tingkat aktivitas dan olah raga secara umum, angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara aktivitas fi sik dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,565 > alpha 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau H0 diterima. Dari data hasil penelitian memang didapatkan relative tidak ada perbedaan antara yang mempunyai kebiasaan aktivitas dan tidak, sehingga kemungkinan hal inilah yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara aktivitas fi sik dengan risiko timbulnya DM pada Faktor Risiko Timbulnya Diabetes Mellitus (Dyah Widodo) 43 remaja SMA di Kota Malang. Namun demikian langkah antisipasi terhadap kemungkinan timbulnya DM pada remaja melalui pemenuhan kebutuhan aktivitas fi sik tetap diperlukan. Menurut Sumosardjuno dalam Maulana (2008) olah raga raga yang disarankan untuk pasien DM dilakukan 6 hari seminggu dalam porsi sedang. Jenisnya aerobik seperti berjalan kaki atau senam, selama 20–45 menit/hari. Beberapa penelitian memperlihatkan keterkaitan kuat antara prevalensi DM tipe 2 dan kurangnya aktivitas fisik. Dampak kurangnya aktivitas fisik memperlihatkan manifestasi yang nyata pada populasi yang terbiasa untuk melakukan aktivitas fi sik yang berat. Hal ini sesuai dengan Gibney (2009) yang menyebutkan bahwa latihan fi sik memperbaiki sensitivitas insulin serta meningkatkan asupan glukosa oleh otot. Dengan begitu secara tidak langsung latihan fi sik memberikan efek yang menguntungkan bagi metabolisme karbohidrat pada diabetisi maupun orang-orang yang bukan diabetisi. Gibney (2009) menyebutkan bahwa aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang menyebabkan pengeluaran energi. Aktivitas fi sik yang teratur dianggap sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat. Baru- baru ini, kesan ini telah diperkuat dengan bukti ilmiah baru yang menghubungkan aktivitas fi sik teratur untuk beragam manfaat kesehatan fi sik dan mental. Beberapa pengaruh peningkatan aktivitas fisik (Gibney, 2009) yaitu: aktivitas fisik langsung memperbaiki sensitivitas otot-otot terhadap insulin, sehingga gula lebih mudah ditimbun dalam otot daripada dibiarkan meningkat dalam peredaran darah, aktivitas fi sik mempunyai efek yang baik bila dilakukan secara teratur 3–5 kali seminggu, aerobik bisa meningkatkan metabolisme dan menguatkan jantung serta pembuluh darah, membantu menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan. Peningkatan aktivitas fisik dalam intensitas sedang memberi hasil dalam program pencegahan dan pengobatan DM dan meningkatkan aktivitas fi sik sehari-hari dengan membuat jadwal untuk berolahraga. Hubungan Frekuensi Konsumsi Buah dan Sayur dengan Risiko Timbulnya DM pada Remaja SMA di Kota Malang Responden remaja di SMU Kota Malang sebagian besar responden (71,7%) mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari dan 28,3% tidak mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari. Kondisi ini menunjukkan pola remaja akan pemenuhan kebutuhan vitamin, mineral dan serat. Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara frekuensi konsumsi buah dan sayur dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,266 > alpha 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan frekuensi konsumsi buah dan sayur dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau H0 diterima. Faktor pendukung kondisi ini kemungkinan karena pola makan buah dan sayur baru menimbulkan dampak nyata pada tubuh setelah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Permasalahan gizi yang timbul pada masa remaja dipicu oleh beberapa faktor yaitu kebiasaan makan yang buruk yang tertanam sejak kecil, pengaturan makan yang salah, kesukaan yang berlebihan terhadap satu jenis makanan terlebih lagi jika makanan tersebut minim gizi. Menurut Lisdiana, (1997) setiap makhluk hidup akan membutuhkan makanan untuk dapat tetap bertahan hidup. Pada umumnya sebagian besar makhluk hidup akan merasa lapar dan lemas apabila kekurangan makanan. Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh energi yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Sayur-sayuran terutama sayuran berwarna dan kuning, sayuran kacang-kacangan dan buah-buahan merupakan sumber zat pengatur. Kurangnya konsumsi sayur dan buah akan mengganggu pengaturan metabolisme dalam tubuh seseorang. Hal ini sesuai dengan Atmatsier (2003) yang menyatakan bahwa makanan diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 37–46 44 Hubungan Riwayat DM Keluarga dengan Risiko Timbulnya DM pada Remaja SMA di Kota Malang Responden remaja di SMU Kota Malang sebagian besar responden (75,5%) tidak didapatkan riwayat DM dalam keluarganya, namun 20,3% kakek/neneknya mempunyai riwayat DM dan yang orangtuanya menderita DM ada 4,3%. Hasil uji korelasi Spearman Rho dengan alpha 0,05 antara riwayat anggota keluarga yang terdiagnosis DM dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,865 > alpha 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan riwayat anggota keluarga yang terdiagnosis DM dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau H0 diterima. Kondisi ini berbeda dengan Smeltzer & Bare (2000) yang menyebutkan bahwa faktor-faktor risiko DM adalah riwayat keluarga, usia, kelompok etnis dan berat badan. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan, namun kondisi ini perlu mendapatkan perhatian karena kecenderungan remaja menderita DM dari faktor keturunan cukup tinggi. Menurut LeMone dan Burke (2008) menyebutkan bahwa penyakit DM yang paling pokok terjadi hiperglikemi kronis (tingginya kadar gula dalam darah) yang diakibatkan gangguan sekresi insulin, dalam kerja insulin atau keduanya. Penyakit DM diklasifi kasikan berdasarkan penyebab kurangnya insulin dan tingkat keparahan kekurangan insulin. Klasifikasi penyakit DM dan karakteristik Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 (5–10% dari kasus yang terdiagnosa) yang disebut DM juvenile atau insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM), DM tipe 2 (90–95% dari kasus yang terdiagnosa) atau disebut non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM), DM tipe lain (1–2% dari kasus yang terdiagnosa) kondisi hiperglikemi disebabkan: kelainan genetik fungsi sel beta. Hiperglikemi terjadi pada usia awal (biasanya sebelum 25 tahun) tipe ini disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY), kelainan genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endocrinopathies: akromegali, hipertiroid, aldosteronoma, cushing’s disease, obat atau bahan kimia, infeksi (rubella, cytomegalovirus), sindrom genetik lain yang berhubungan dengan DM (syndrome Down, syndrom Klinefelter, syndrom Turner, penyakit Huntington dan yang lain), DM gestasional (Gestational Diabetus Mellitus/GDM) (2– 5% dari kasus kehamilan) Insulin di dalam tubuh diperlukan untuk transport glukosa ke dalam sel. Kekurangan insulin pada DM, dari kurang produksi atau adanya masalah dalam penggunaan insulin yaitu sel reseptor, yang mencegah penggunaan glukosa untuk energi. Tanpa insulin, tubuh akan memecah lemak dan protein tubuh. Tingkat counterregulatory hormone meningkat sehingga membentuk glukosa dari sumber lain: penurunan glycogenesis (konversi glukosa menjadi glikogen), peningkatan glycogenolysis (konversi glycogen menjadi glukosa), peningkatan gluconeogenesis (pembentukan glukosa dari sumber nonkarbohidrat seperti asam amino dan laktat), peningkatan lypolisis (pemecahan tigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas), peningkatan ketogenesis (pembentukan keton dari asam lemak bebas) dan proteolisis (pemecahan protein dengan pelepasan asam amino dalam otot) (Ignatavicius & Workman, 2006) sehingga terjadi akumulasi glukosa di dalam darah, yang disebut hyperglycemia. U m u m n y a s e s e o r a n g d i d i a g n o s a menderita DM atau dilakukan pemeriksaan setelah muncul gejala khas dari DM seperti poliuri, polidipsi dan poliphagi atau saat berobat untuk penyakit lain seperti saat akan dilakukan pembedahan, pasien baru mengetahui menderita DM. Faktor-faktor risiko DM pada seseorang (Smeltzer dan Bare, 2000) riwayat keluarga, usia, kelompok etnis dan berat badan. Oleh karena riwayat keluarga menjadi faktor risiko DM, maka para remaja yang memiliki kakek atau nenek menderita DM dan terlebih lagi yang memiliki orang tua DM harus melakukan langkah antisipasi untuk pencegahan dan deteksi secara dini akan munculnya penyakit ini. Hubungan Waist Circumference (Central Obesity) dengan Risiko Timbulnya DM pada Remaja SMA di Kota Malang Lingkar pinggang merupakan salah satu indikator kegemukan. Responden remaja di SMU Kota Malang sebagian besar (91,2%) didapatkan lingkar pinggang atau waist circumference (central obesity) yang tergolong normal. Namun Faktor Risiko Timbulnya Diabetes Mellitus (Dyah Widodo) 45 demikian ada 6,4% lebih gemuk dan 2,4% mengarah pada obesitas. Hasil uji korelasi spearman rho dengan alpha 0,05 antara lingkar pinggang atau waist circumference (central obesity) dengan risiko timbulnya DM didapatkan nilai p 0,000 < alpha 0,05. Hal ini berarti ada hubungan waist circumference (central obesity) dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMA di Kota Malang atau Ho ditolak. 19,2% atau 72 remaja mengarah pada risiko DM; 1,3% atau 5 remaja mempunyai risiko sedang dan 0,3% atau 1 remaja mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya penyakit DM, meskipun sebagian besar responden (79,2% atau 297 remaja) berisiko rendah terhadap penyakit DM menurut skor Findrisk DM. Dengan demikian sangat diperlukan langkah antisipasi mencegah timbulnya penyakit DM antara lain melalui pengaturan pola makan sehat, aktivitas yang seimbang, kontrol terhadap kondisi kesehatan sebelum masalah kesehatan menjadi parah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ada hubungan BMI dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMU di Kota Malang. Tidak ada hubungan tekanan darah dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMU di Kota Malang, Tidak ada hubungan kebiasaan aktivitas fisik dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMU di Kota Malang, Tidak ada hubungan frekuensi konsumsi buah dan sayur dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMU di Kota Malang, Tidak ada hubungan riwayat DM keluarga dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMU di Kota Malang, dan Ada hubungan waist circumference (central obesity) dengan risiko timbulnya DM pada remaja SMU di Kota Malang. Saran Perlu memperhatikan pola makan yang sehat dan seimbang bagi remaja SMU, cukup sayur dan buah agar terjaga berat badan yang ideal dan lingkar perut yang normal sehingga terhindar dari risiko penyakit DM. Selain itu aktivitas fisik harus tetap dilakukan secara berimbang dengan istirahat agar kondisi tubuh tetap sehat. Khusus bagi remaja yang mempunyai riwayat keluarga menderita DM, sebaiknya selain menjaga pola hidup sehat juga melakukan langkah antisipasi serta deteksi secara dini melalui pemeriksaan laboratorium kadar gula darah. Kegiatan kontrol berat badan, tinggi badan dan lingkar perut perlu dilakukan secara berkala setiap bulan melalui kegiatan UKS sebagai langkah monitoring kesehatan dan antisipasi deteksi dini risiko timbulnya penyakit DM. Selain itu perlu dilakukan kegiatan penyuluhan tentang penyakit DM dan pencegahannya melalui bekerja sama dengan puskesmas, Dinas Kesehatan atau Institusi Pendidikan Tinggi di bidang Kesehatan. Demikian juga kegiatan olahraga di sekolah harus tetap dijadwalkan secara rutin sebagai sarana beraktivitas bagi siswa agar terjadi keseimbangan dengan aktivitas belajar yang lebih banyak dilakukan dengan duduk. Perlu melakukan kegiatan penyuluhan tentang pencegahan penyakit DM melalui di sekolah-sekolah SMU yang bekerja sama dengan Puskesmas, Dinas Kesehatan atau Institusi Pendidikan Tinggi di bidang Kesehatan. Perlu bekerja sama dengan sekolah- sekolah SMU untuk kegiatan program UKS berupa penyuluhan tentang pencegahan penyakit DM. Selain itu perlu menggalakkan deteksi dini penyakit DM berupa pemeriksaan kadar gula darah di sekolah-sekolah SMU. KEPUSTAKAAN Atmatsier, Sunita, 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. E u r a d i a , 2 0 1 0 . D I A M A P a R o a d M a p for Diabetes Research in Europe, A Support Action funded by the European Commision under the 7th Framework Programme, 7 Sept. 2010. Gibney, Michael J., et al., 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat (Public Health Nutrition) alih bahasa, Hartono Andry. Jakarta: EGC. Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 37–46 46 Ignatavicius, D.D., and Workman, M.L., 2006. Medical surgical nursing 5th Ed. St Louis, Missouri: Elsevier Saunders. Instansi Gizi RSSA., 2008. Buku Pedoman Praktis Diagnosa Gizi dalam Proses Asuhan Gizi Terstandar. LeMone, P. and Burke, K., 2008. Medical Surgical Nursing Critical Thinking in Client Care 4th ed. Canada: Pearson Education, Inc. Lisdiana. 1997. Waspada terhadap Kelebihan dan Kekurangan Gizi. Jakarta: Trubus Agriwidya. Persagi. 1999. Penuntun Diit. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. R u d i j a n t o , A . 2 0 1 0 . P e n c e g a h a n d a n Penatalaksanaan Diabetes Mellitus melalui Pendekatan Komunitas dalam pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Dalam – Endokrin pada FK Unibraw. Malang. Smeltzer dan Bare, 2008. Brunner and Suddarh’s textbook of medical – surgical nursing 8th ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Soegondo, S., 2006. Obesitas dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi keempat. Hal. 1941–1945. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Soegondo, S., Soewondo, P., dan Subekti, I., 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Supariasa, IDN., dkk. 2002. Penilaian Status Gizi, Jakarta: Penerbit EGC.