88 EKSPRESI PROTEIN ER (Estrogen Receptor) PADA KANKER PAYUDARA DERAJAT KEGANASAN BAIK, SEDANG DAN BURUK (Protein Expression Er (Estrogen Receptor) in Breast Cancer Degree of Malignancy Mild, Moderate, and Severe) Imam Susilo Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo, Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo no. 47 Surabaya, Indonesia E-mail: imam90.idaf@gmail.com ABSTRACT Introduction: Mammary carcinoma is the most common malignancy and main mortality cause in women. Hormonal status (ER and PR expression) was long used as patient suitability for hormonal therapy. However, lately there have been many patients with ER and PR negative. This study wanted to prove the relevance of protein expression of ER (estrogen receptor) with the histopathological degree of malignancy of breast invasive ductal cancer and the prognosis of breast cancer with ER protein expression of positive and negative. Method: In this retrospective and cross sectional analytical study retrieved data about hormonal status (ER expression) and histopathological grading of infi ltrating ductal carcinoma patients. This study consisted of 201 patients with mammary carcinoma who referred to medical records Department Pathology Anatomic of Faculty Medicine Airlangga University/ Dr. Soetomo General Hospital Surabaya on 1 January 2010–31 December 2010 and their medical record suitable with inclusion criterias. The data was categorized into several groups based on the ER expression result. Results: Most of the sample was in 41–50 year age group (37.31%), and 54, 7% of them were in poor expression. The relationship of estrogen receptor (ER) with the degree of histopathology infi ltrating ductal carcinoma patients, obtained p-value = 0.001 (p < 0.5) and the 2 × 2 table is only moderate and severe degrees compared with the results of ER expression results obtained p = 0.001 (p < 0.5) and odds ratio of 0.362 (CI: 0194-0675). Discussion: This study found signifi cant correlation between ER expression with histopathological grading of infi ltrating ductal carcinoma patients. Keywords: infi ltrating ductal carcinoma, ER expression, histopathological grading PENDAHULUAN Kanker payudara adalah penyebab kematian terbanyak karena kanker pada perempuan. Data dunia yang dirilis WHO pada tahun 2008 yaitu sejumlah 460.000. Disampaikan pula oleh WHO, bahwa tiap tahunnya terdapat 1,2 juta orang terdiagnosis mengidap kanker payudara. Di negara-negara yang memiliki penghasilan tinggi, merupakan penyebab kematian utama pada perempuan umur 20–59 tahun. Insiden kanker payudara di Asia adalah 20 orang diantara 100.000 penduduk. Badan Registrasi Kanker (BRK) Indonesia pada tahun 1998, menyatakan bahwa insiden kanker payudara menempati urutan ke-2 terbanyak dari jumlah seluruh keganasan pada perempuan di seluruh pusat Patologi Anatomi di Indonesia, dengan jumlah 2.617 kasus (Susilo I, 2006). Karsinoma duktal invasif (IDC) adalah jenis yang paling banyak dari kanker payudara. Sekitar 80% dari semua kanker payudara adalah karsinoma duktal invasif. Sampai sekarang faktor prognosis masih belum dapat memberikan informasi yang kuat terhadap risiko dan terapi yang akurat (Stendahl, 2004). Diagnosis dini pada penderita karsinoma duktal invasif payudara selama ini adalah menggunakan pemeriksaan histopatologik, dengan melakukan penilaian terhadap derajat keganasan karsinoma duktal invasif payudara, Ekspresi Protein ER (Estrogen Receptor) (Imam Susilo) 89 yaitu dengan menggunakan sistem Bloom dan Richardson. Sistem tersebut berdasarkan pada bentukan tubulus (kelenjar), derajat pleomorfi sitas inti dan tingkat aktivitas mitosis sel tumor. Derajat bentukan tubulus, pleomorfi sitas inti dan tingkat aktivitas mitosis sel tumor, dinilai dalam skor 1, 2 dan 3 (Rosai, 2004; Schinitt, 2010). Untuk menentukan terapi pada karsinoma duktal invasif payudara tidak hanya diperlukan derajat keganasan histopatologik, tetapi juga perjalanan penyakit tersebut. Estrogen receptor (ERS1) adalah ligan-activated transkripsion factor yang termasuk golongan reseptor hormon superfamili the nuclear dari molekul reseptor yang dapat mengikat 17 β-estradiol. Terdapat 2 reseptor yang dikenal sampai sekarang yaitu ERα dan ERβ. Kedua ERs secara luas ditampilan dalam jenis jaringan yang berbeda, namun terdapat beberapa perbedaan penting dalam pola ekspresinya (Couse, 1997). ERα dapat ditemukan dalam sel kanker endometrium, payudara, stroma ovarium, dan hipotalamus (Yaghmaie, 2005). Pada laki-laki, protein ERα ditemukan dalam sel epitel duktus eferen (Hess, 2003). Ekspresi protein ERβ terdapat dalam ginjal, otak, tulang, jantung, paru-paru, mukosa usus, prostat, dan sel endotel (Babiker, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ekspresi ER dengan derajat keganasan histopatologis baik, sedang dan buruk karsinoma duktal invasif payudara dengan menggunakan analisis data imunohistokimia ER. Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh pertanda tumor untuk memperkuat diagnosis dan terapi karsinoma duktal invasif payudara. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional, dengan pengamatan dan analisis terhadap satu saat pada variabel penelitian yang peristiwanya sudah terjadi. Variabel bebas adalah ekspresi ER, sedangkan variabel tergantung adalah derajat keganasan histopatologis baik, sedang dan buruk karsinoma duktal invasif payudara.Variabel yang dikendalikan dalam penelitian ini adalah cara pembuatan bahan pemeriksaan yang dilakukan menurut standart baku di Departemen/SMF/ Instalasi Patologi Anatomi FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya, dengan memakai standart ’Nottingham Modifi cation of Bloom and Richardson system’ untuk menilai derajat keganasan histopatologis karsinoma duktal invasif payudara. Populasi penelitian adalah data rekam medik semua penderita karsinoma payudara di Departemen/SMF/Instalasi Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, yang berisi hasil pengamatan mikroskopis derajat keganasan histopatologis baik, sedang dan buruk karsinoma duktal invasif payudara serta pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi terhadap protein ER, selama periode 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2010 yang memenuhi kriteria inklusi secara mikroskopis adalah karsinoma duktal invasif payudara secara total sampling. Parameter derajat keganasan histopatologis yang digunakan adalah sistem Bloom dan Richardson modifikasi Elston yang dikenal dengan `Nottingham Modifi cation of Bloom- Richardson System’. Dalam sistem ini selain bentukan tubulus dan derajat pleomorfi sitas inti, juga ditambahkan dengan tingkat aktivitas mitosis sel tumor. Ekspresi ER diamati secara visual pada daerah imunoreaktif dengan mikroskop cahaya binokuler merk Olympus pembesaran 400 kali, serta menggunakan nilai cut off sebesar 10% (Le, 2005). Selanjutnya data yang diperoleh dan yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode chi-square untuk mengetahui hubungan antara ekspresi ER dengan derajat keganasan histopatologis karsinoma duktal invasif payudara. HASIL Data rekam medik dari Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2010–31 Desember 2010 didapatkan 201 kasus karsinoma duktal invasif payudara yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 88–93 90 Tabel 1. Distribusi derajat keganasan histopatologis karsinoma duktal invasif payudara Grade Grade histo PA Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1 (baik) 23 11.4 11.4 11.4 2 (sedang) 68 33.8 33.8 45.3 3 (buruk) 110 54.7 54.7 100.0 Total 201 100.0 100.0 Tabel 2. Distribusi Ekspresi Protein ER Karsinoma Duktal Invasif Payudara Ekspresi Protein ER Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Negatif 108 53.7 53.7 53.7 Positif 93 46.3 46.3 100.0 Total 201 100.0 100.0 Tabel 3. Ekspresi protein ER pada berbagai derajat keganasan histopatologis karsinoma duktal invasif payudara Ekspresi ER Total – + Grade Baik Jumlah 10 13 23 % ER 9,3% 14,0% 11,4% Sedang Jumlah 27 41 68 % ER 25,0% 44,1% 33,8% Buruk Jumlah 71 39 110 % ER 65,7% 41,9% 54,7% Total Jumlah 108 93 201 % ER 100,0% 100,0% 100,0% Sampel yang diteliti sebanyak 201 sampel menunjukkan rentang umur pasien dengan kasus karsinoma duktal invasif payudara antara 29 hingga 80 tahun, dengan rentang terbanyak umur 41 hingga 50 tahun yaitu 37,31%. Derajat keganasan histopatologis sebanyak 23 kasus (11,4%) derajat keganasan baik, 68 kasus (33,68%) sedang dan 110 kasus (54,7%) buruk (tabel 1). Hasil pemeriksaan imunohistokimia ekspresi ER, menunjukkan 93 kasus (46,3%) dengan ER positif dan 108 kasus (53,7%) ER negatif (tabel 2). Kasus karsinoma duktal invasif payudara sebanyak 201 kasus yang memenuhi kriteria inklusi, semuanya menjadi sampel penelitian, karena penelitian ini menggunakan total sampling. Hasil ekspresi protein ER positif terbanyak pada karsinoma duktal invasif payudara derajat sedang yaitu sebanyak 41 kasus (44,1%), kemudian derajat buruk sebanyak 39 kasus (41,9%) dan paling sedikit pada derajat baik sebanyak 13 kasus atau 14% dari total kasus. Analisis statistik dengan menggunakan chi-square test, didapatkan nilai p = 0,003 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan bermakna antara ekspresi estrogen receptor dengan derajat keganasan histopatologik (tabel 4). Ekspresi Protein ER (Estrogen Receptor) (Imam Susilo) 91 Gambar 1. Ekspresi protein ER negatif K a r s i n o m a D u k t a l I n v a s i f Payudara, mikroskop cahaya b i n o k u l e r m e r k O l y m p u s pembesaran 400× Gambar 2. E k s p r e s i p r o t e i n E R p o s i t i f K a r s i n o m a D u k t a l I n v a s i f Payudara, mikroskop cahaya b i n o k u l e r m e r k O l y m p u s pembesaran 400× PEMBAHASAN Total Data yang terkumpul (201 kasus) dari penelitian ini menunjukkan rentang umur penderita karsinoma duktal invasif payudara antara 29 hingga 80 tahun, dengan rentang terbanyak pada umur 41 hingga 50 tahun yaitu sebanyak 77 kasus atau 37,30% dari total kasus, berkurang pada rentang usia 51 hingga 60 tahun yaitu 55 kasus atau 27,36% dari total kasus. Serta hanya ada 1 kasus (0,49%) pada usia diatas 80 tahun. Data tersebut berlawanan dengan gambaran data dari hasil penelitian pada tahun 2006 di tempat yang sama, yaitu Instalasi Patologi Anatomi FK UNAIR RSUD. Dr. Soetomo Surabaya, yang menyebutkan bahwa kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 51 60 tahun dengan angka 36,6% (Susilo I, 2006). Beberapa literatur mengatakan bahwa karsinoma payudara jarang ditemukan pada usia di bawah 25 tahun, dan insidennya makin meningkat seiring dengan pertambahan usia, sebagian besar karsinoma payudara ditemukan pada usia lebih dari 50 tahun, dan insiden tampak sedikit berkurang pada fase sesudah menopause (Rosai, 2010). Derajat histopatologik sampel pada penelitian ini, memakai standar pengukuran ‘Nottingham Modifi cation of Bloom-Richardson system’, dengan melihat gambaran formasi tubulus, plemorfisitas inti serta aktivitas mitosis sel tumor (Lester, et al., 2010). Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa derajat keganasan karsinoma duktal invasif payudara terbanyak ialah derajat buruk yaitu mencapai 110 kasus atau 54,7% dari total sampel, disusul 68 kasus (33,6%) dari sedang dan 23 kasus (11,4%) baik. Data tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut menunjukkan sebagian besar penderita karsinoma duktal invasif payudara terdiagnosis sebagai kelompok derajat keganasan buruk, sedangkan kelompok derajat baik merupakan kelompok paling sedikit (Susilo, 2006) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ER positif paling banyak ditemukan pada karsinoma duktal invasif payudara derajat keganasan sedang yaitu sebanyak 41 kasus atau 44,1% dari total kasus, kemudian derajat keganasan buruk sebanyak 39 kasus (41,9%) dan paling sedikit adalah derajat keganasan baik sebanyak 13 kasus atau 14% dari total kasus setelah dilakukan dengan analisis statistik dengan menggunakan chi-square test, didapatkan nilai p = 0,003 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan secara bermakna antara ekspresi estrogen receptor dengan derajat keganasan histopatologik tumor. Hasil imunohistokimia ER didapatkan hasil bahwa p = 0,001 (p < 0,5) dan Odds ratio sebesar 0,362 (CI: 0,194–0,675). Dari hasil OR 0,362 dapat disimpulkan bahwa risiko pada kelompok dengan penderita dengan hasil histopatologik derajat keganasan sedang pada hasil imunohistokimia ER negatif ialah 0,362 kali lebih besar dari pada Jurnal Ners Vol. 7 No. 1 April 2012: 88–93 92 kelompok dengan hasil imunohistokimia ER positif. Kemudian pada derajat histopatologik derajat keganasan buruk memiliki kesimpulan bahwa risiko pada kelompok penderita dengan histopatologik derajat keganasan buruk pada hasil imunohistokimia ER positif ialah 0,314 kali lebih besar daripada kelompok dengan hasil imunohistokimia ER negatif. Pada data tersebut menunjukkan hampir sejalan dengan pendapat Fisher, et al., yang menyatakan bahwa ekspresi ER berhubungan secara signifikan dengan derajat pleomorfi sitas inti yang tinggi dan derajat keganasan histopatologik yang buruk, tidak adanya nekrosis, dan usia pasien yang lebih tua (Rosai, 2010). Penelitian ini juga memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Nishimura, et al. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara hasil pemeriksaan imunohistokimia reseptor ER dengan derajat keganasan histopatologik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa paling banyak ekspresi ER positif pada derajat kegasan baik sedangkan paling sedikit ialah derajat buruk. Pada analisis statistic, menunjukkan bahwa yang paling berpengaruh secara signifi kan adalah derajat pleomorfi sitas inti sel tumor, sedangkan gambaran formasi tubulus tidaklah bernilai signifi kan secara statistik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi protein ER dengan derajat keganasan histopatologik. Risiko pada kelompok dengan penderita derajat keganasan histopatologik sedang pada ekspresi protein ER negatif dengan 0,362 kali lebih besar dari pada kelompok dangan ekspresi protein ER positif. Pada derajat keganasan histopatologik buruk, kelompok penderita dengan ekspresi protein ER positif memiliki risiko 0,314 kali lebih besar daripada kelompok dengan ekspresi protein ER negatif. Informasi yang didapatkan yaitu pleomorfi sitas inti sel paling menentukan derajat keganasan histopatologik tumor. Saran Adanya hubungan antara ekspresi protein ER dengan derajat keganasan histopatologik k a r s i n o m a d u k t a l i n v a s i f p a y u d a r a menunjukkan bahwa protein ER berperan dalam jalur karsinogenesis. Dengan demikian dapat direkomendasikan bahwa ekspresi protein ER dapat dipakai secara luas, sebagai faktor penunjang diagnosis dan prognosis, khususnya stadium sedang dan berat, untuk lebih meningkatkan keberhasilan penanganan kanker payudara. Penelitian selanjutnya diperlukan data yang lebih banyak serta dilakukan dalam waktu berkelanjutan pada wilayah yang lebih luas, sehingga dapat dijadikan studi epidemiologi yang baik. KEPUSTAKAAN Babiker, F.A., et al., 2002. Estrogenic hormone action in the heart: regulatory network and function. Cardiovasc. Res, 53(3), 709–19. Couse, J.F., et al., 1997. Tissue distribution and quantitative analysis of estrogen receptor- alpha (ERalpha) and estrogen receptor- beta (ERbeta) messenger ribonucleic acid in the wild-type and ERalpha-knockout m o u s e . E n d o c r i n o l o g y, 1 3 8 ( 11 ) , 4613–21. Hess, R.A., 2003. Estrogen in the adult male reproductive tract: A review. Reproductive Biology and Endocrinology, 1(52), 52. Lee, A., et al., 2007. Expression of c-erbB2, cyclin Dl and Estrogen Receptor and their Clinical Implications in the Invasive Ductal Carcinoma of the Breast. Japan Journal of Clinical Oncology, 37(9), 708–714. Lester, S.C., 2010. The Breast in Robbins and Cotrans Pathology Basic of Disease, 8th ed. Pensylvania: Elsevier Saunders. Rosai, J., 2010. Breast, In Rosai and Ackerman’s Surgical pathology, 9th ed. Philadelphia: elsevier. Schnitt, S.J., Millis, R.R., et al., 2010. The Breast in Sternberg’s Diagnostic Ekspresi Protein ER (Estrogen Receptor) (Imam Susilo) 93 Surgical Pathology, 4th ed. Phyladelphia: Lippincott Williams and Wilkins, p. 285. Stendahl, M., et al., 2004. Cyclin D1 overexpression is a negative predictive factor for tamoxifen response in postmenopausal breast cancer patients. Cancer Research UK. British Journal of Cancer, 90, 1942–194 & 2004. Susilo, I., 2006. Ekspresi Protein c-erB2, p53, pRb dan MIB-1 pada Karsinoma Duktal Invasif Payudara In Situ, Invasif dan Metastasis. Disertasi tidak dipublikasikan. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Surabaya. XF Le, Franz, Pruefer, Robert BAst, 2005. HER2-targeting antibodies modulate the cyclin-dependent kinase inhibitor p27Kip1 via multiple signaling pathways. Cell Cycle, 4(1), 87–95. Yaghmaie, F., et al., 2005. Caloric restriction reduces cell loss and maintains estrogen receptor-alpha immunoreactivity in the pre-optic hypothalamus of female B6D2F1 mice. Neuro Endocrinol, 26(3), 197–203.