121 MODEL PENGEMBANGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI ANAK PRASEKOLAH BERBASIS HEALTH PROMOTION MODEL (The Development of Nutrition Demand Enquiry Model for Preschool-Aged Children Based on Health Promotion Model) Eka Mishbahatul Mar'ah Has*, Florentina Sustini**, Ni Ketut Alit Armini* * Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga, Kampus C Mulyorejo Surabaya Telp/Fax: (031) 5913257, email: ns.eka.m@gmail.com ** Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Kampus A Surabaya ABSTRACT Introduction: Preschool-aged children are not able to manage their nutrition independently. They need help, especially from their mother. Mother's behavior has effect on preschool's nutritional status. The aim of this study was to develop nutrition demand enquiry model for preschool-aged children based on Health Promotion Model. Method: Design used in this research was an observational analytic with cross sectional approach that was conducted in Karangturi Village, Gresik, East Java. The population was mothers of preschool aged children listed on Integrated Health Post for Underfi ves (Posyandu Balita) along April–May 2012. Simple random sampling was used to take the sample. Sample size was 90 respondents. The independent variables were personal factors (age, motivation, and ethnicity), perceived benefi t, perceived barrier, perceived self-effi cacy, and commitment. The dependent variable was mother's behavior on nutrition of preschool children. Data were collected using questionnaire and food recall 24 hour. Data were analyzed using PLS (Partial Least Square) Regression. Result: The result showed that 1) personal factors had correlation with perceived benefi t, perceived barrier, and perceived self-effi cacy; 2) perceived benefi t and perceived barrier had correlation with commitment; 3) commitment had no correlation with mother's behavior on nutrition. Perceived benefi t and perceived barrier had direct correlation with mother's behavior on nutrition. Discussion: It can be concluded that mother's perceived benefi t and perceived barrier was correlated with mother's behavior on nutrition. Nurses are key health care professionals responsible for increasing health education activities about how to manage nutrition of preschool age children. So, mother should have good behavior on preschool age children's nutrition. Keywords: mother's behavior on nutrition, preschool aged children, health promotion model PENDAHULUAN Malnutrisi masih menjadi masalah gizi utama anak di Indonesia (Nasution, 2004). Anak prasekolah beresiko mengalami malnutrisi karena kebutuhan energi proteinnya yang tinggi u nt u k proses t u mbu h dan berkembang (Verma dan Prinja, 2008). Selain itu, anak juga mulai mengenal makanan jajanan yang tidak sesuai kecukupan gizi, sehingga anak hanya kenyang tapi asupan gizinya kurang (Uripi, 2004). A n a k pr a sekola h b elu m m a mpu memenuhi kebutuhan gizi secara mandiri, sehingga masih tergantung pada orang dewasa yang ada di lingkungan sosial terdekatnya, yait u kelu a rga (G regor y, Pa xton, d a n Brozovic, 2010). Pada mayoritas keluarga, ibu berperan penting dalam pemilihan bahan makanan bergizi, serta menu seimbang sesuai kebutuhan dan selera keluarga, sehingga pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah tergantung pada perilaku ibu (Popularita, 2010). Per ila k u ibu d alam pemenu han kebutuhan gizi berpengaruh terhadap status gizi anak prasekolah (Budiarti, Wahjurini, dan Suryawati, 2011). Berdasarkan hasil studi pendahuluan selama Maret 2012, diketahui sekitar 9,79% 122 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 121–130 (19 orang dari 194 orang) anak prasekolah di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik, menderita malnutrisi. Hasil wawancara terhadap 10 orang ibu dengan anak prasekolah di wilayah tersebut, diketahui 70% ibu tidak menyiapkan sendiri makanan untuk anaknya (beli di warung). Sebagian besar ibu tersebut juga memiliki komitmen yang kurang untuk berperilaku memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah sesuai angka kecukupan gizinya. Mereka beranggapan bahwa yang terpenting anak mau makan, baru kemudian memikirkan gizi anak. H a si l wawa nc a r a d e ng a n bid a n desa menunjukkan upaya penanggulangan malnut r isi yang telah dilak u kan masih bersifat pemulihan, yaitu pemberian makanan tambahan bagi penderita gizi buruk selama 90 hari. Sementara pengembangan perilaku ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah belum pernah dilakukan, sehingga diperlukan upaya peningkatan perilaku ibu di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik dengan pendekatan Health Promotion Model (HPM). Namun, sampai saat ini perilaku ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah dengan pendekatan HPM belum pernah dievaluasi. Menurut UNICEF (2006), prevalensi anak prasekolah yang menderita malnutrisi sangat tinggi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Smith dan Haddad, 2000). Hasil Riskesdas 2010, menunjukkan persentase masalah gizi buruk menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) pada anak prasekolah di Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan target MDGs, yaitu 4,5% (target MDGs 3,6%). Selain itu, masih ditemukan 7% anak mengalami gizi kurang, dan 12,1% anak mengalami gizi lebih. Pada 2010, Propinsi Jawa Timur memiliki prevalensi gizi buruk terbesar di Indonesia, yaitu lebih dari 14.720 kasus. Berdasarkan laporan profi l kesehatan Kabupaten Gresik tahun 2010, diketahui dari 95.521 balita (usia 0–5 tahun) yang ada, jumlah balita ditimbang 80.416 (84,19%), di mana 1,83% status gizinya kurang dan 0,25% gizi buruk. Kecamatan Gresik sebagai wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi di Kabupaten Gresik (88.995 orang), rentan terhadap masalah gizi. Di Kecamatan Gresik, salah satu wilayah dengan masalah malnutrisi yang ter us meningkat adalah Kelurahan Karangturi. Januari 13 kasus, Februari 14 kasus, dan Maret 19 kasus. Mal nut r isi d ipenga r u h i la ngsu ng oleh asupan gizi dan penyakit dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial-ekonomi, budaya, dan politik. Malnutrisi mencerminkan asupan gizi yang tidak seimbang antara intake dan kebutuhan (Rachman dan Ariani, 2008). Jika tidak segera ditangani, malnutrisi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fi sik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifi tas, menurunkan daya tahan tubuh, dan meningkatkan kesakitan, serta kematian (WHO, 2005). Salah satu strategi untuk menurunkan prevalensi malnutrisi pada anak prasekolah adalah dengan pemberdayaan keluarga, terutama ibu. Ibu merupakan anggota keluarga yang memiliki peran penting dalam membantu anak prasekolah memenuhi kebutuhan gizinya (Syafi q, 2008). Sebagai salah satu upaya untuk mengevaluasi perilaku ibu dalam pemenuhan kebut u han gizi anak prasekolah dapat diidentifikasi dengan HPM. Dalam HPM, perilaku kesehatan individu dapat timbul dan dipertahankan karena adanya komitmen untuk berperilaku, bukan karena takut akan ancaman suatu penyakit. Komitmen individu dipengaruhi oleh behavior specifi c cognition and affect ( perceived benef it, perceived barrier, perceived self effi cacy, dan situational inf luences). Sementara behavior specif ic cognition and affect dipengaruhi oleh perilaku individu terdahulu dan faktor personal (usia, motivasi, dan suku) (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002). BAHAN DAN METODE Metode penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik, selama 30 Mei–12 Juni 2012. Populasi adalah ibu dengan anak prasekolah yang ditimbang di Posyandu 123 Model Pengembangan Pemenuhan Kebutuhan Gizi (Eka Mishbahatul Mar'ah Has, dkk.) Balita selama April–Mei 2012, di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik sebanyak 165 orang. Tek nik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling, dengan besar sampel 90 orang yang diseleksi berdasarkan kriteria inklusi. Kriteria inklusi meliputi: 1) warga tetap Kelurahan Karangturi; 2) tinggal sat u r umah dengan anak; 3) mengasuh anak secara mandiri; dan 4) bisa membaca dan menulis. Sementara kriteria eksklusinya yaitu ibu dengan anak prasekolah yang menderita penyakit kronis (seperti Tb) dan penyakit kecacingan. Variabel penelitian, meliputi faktor personal (usia, motivasi, dan suku), perceived benefit, perceived barrier, perceived self- effi cacy, komitmen, dan perilaku ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan food recall 24 hours. Kuesioner telah diuji validitas dan reliabilitas dengan uji Cronbach Alpha. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan PLS regression. HASIL Hasil penelitian menunjukkan, tabel 1, pada indikator usia, diketahui proporsi terbanyak adalah responden yang berusia 21–40 tahun dengan perceived benefi t positif, sebanyak 49 (54,5%) orang. Pada indikator motivasi, proporsi terbanyak adalah responden dengan motivasi kuat dan perceived benefi t positif, yaitu 37 (41,1%) orang. Dan pada indikator suku, secara keseluruhan proporsi terbanyak adalah responden yang berasal dari Suku Jawa dengan perceived benefi t positif, yaitu 39 (43,4%) orang. Tabel 2, menunjukkan pada indikator usia secara keseluruhan proporsi terbanyak adalah responden berusia 21–40 tahun dan mempersepsikan adanya hambatan (perceived barrier) dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah, yaitu 50 (55,6%) orang. Pada indikator motivasi, paling banyak responden memiliki motivasi yang lemah dan mempersepsikan adanya hambatan, yaitu sebanyak 31 (34,4%) orang. Pada indikator suku, proporsi terbanyak adalah responden yang berasal dari Suku Jawa dan mempersepsikan adanya hambatan, yaitu sebanyak 42 (46,7%) orang. Tabel 3, menunjukkan pada indikator usia, proporsi terbanyak adalah responden yang berusia 21–40 tahun dengan perceived self-effi cacy kuat, yaitu sebanyak 61 (67,8%) orang. Pada indikator motivasi, proporsi Tabel 1. Tabulasi silang faktor personal dan perceived benefi t responden di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik, Juni 2012 Faktor Personal Perceived Benefi t TotalPositif Negatif f % f % f % Usia ≤ 20 0 0 1 1,1 1 1,1 21–40 49 54,5 37 41,1 86 95,6 ≥ 41 2 2,2 1 1,1 3 3,3 Total 51 56,7 39 43,3 90 100 Motivasi Kuat 37 41,1 16 17,8 53 58,9 Lemah 14 15,6 23 25,4 37 41,4 Total 51 56,7 39 43,3 90 100 Suku Jawa 39 43,4 29 32,2 68 75,6 Non-Jawa 12 13,3 10 11,1 22 24,4 Total 51 56,7 39 43,3 90 100 Path-coef = 0,363; T-statistik = 3,577 124 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 121–130 Tabel 2. Tabulasi silang faktor personal dan perceived barrier responden di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik, Juni 2012 Faktor Personal Perceived Barrier TotalAda Tidak Ada f % f % f % Usia ≤ 20 1 1,1 0 0 1 1,1 21–40 50 55,6 36 40,0 86 95,6 ≥ 41 3 3,3 0 0 3 3,3 Total 54 60 36 40 90 100 Motivasi Kuat 23 25,6 30 33,3 53 58,9 Lemah 31 34,4 6 6,7 37 41,1 Total 54 60 36 40 90 100 Suku Jawa 42 46,7 26 28,9 68 75,6 Non-Jawa 12 13,3 10 11,1 22 24,4 Total 54 60 36 40 90 100 Path-coef = -0,543; T-statistic = 7,323 Tabel 3. Tabulasi silang faktor personal dan perceived self-effi cacy responden di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik, Juni 2012 Faktor Personal Perceived Self-effi cacy TotalKuat Lemah f % f % f % Usia ≤ 20 0 0 1 1,1 1 1,1 21–40 61 67,8 25 27,8 86 95,6 ≥ 41 2 2,2 1 1,1 3 3,3 Total 63 70 27 30 90 100 Motivasi Kuat 40 44,5 13 14,5 53 58,9 Lemah 23 25,5 14 15,5 37 41,1 Total 63 70 27 30 90 100 Suku Jawa 48 53,3 20 22,3 68 75,6 Non-Jawa 15 16,7 7 7,7 22 24,4 Total 63 70 27 30 90 100 Path-coef = 0,402; T-statistik = 3,823 Tabel 4. Tabulasi silang perceived benefi t dan komitmen responden di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik, Juni 2012 Perceived Benefi t Komitmen TotalKuat Lemah f % f % f % Positif 32 35,6 19 21,1 51 56,7 Negatif 14 15,5 25 27,8 39 43,3 Total 46 51,1 44 48,9 90 100 Path-coef = 0,205; T-statistik = 2,246 125 Model Pengembangan Pemenuhan Kebutuhan Gizi (Eka Mishbahatul Mar'ah Has, dkk.) Tabel 5. Tabulasi silang perceived barrier dan komitmen responden di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik, Juni 2012 Perceived Barrier Komitmen Total Kuat Lemah f % f % f % Ada 20 22,2 34 37,8 54 60 Tidak Ada 26 28,9 10 11,1 36 40 Total 46 51,1 44 48,9 90 100 Path-coef = -0,456; T-statistik = 3,944 Tabel 6. Tabulasi silang perceived self-effi cacy dan komitmen responden di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik, Juni 2012 Perceived Self-effi cacy Komitmen Total Kuat Lemah f % f % f % Kuat 33 36,7 30 33,3 63 70 Lemah 13 14,4 14 15,6 27 30 Total 46 51,1 44 48,9 90 100 Path-coef = 0,115; T-statistik = 1,399 Tabel 7. Tabulasi silang komitmen dan perilaku pemenuhan kebutuhan gizi responden di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik, Juni 2012 Komitmen Perilaku Gizi Total Baik Tidak baik f % f % f % Kuat 20 22,2 26 28,9 46 51,1 Lemah 24 26,7 20 22,2 44 48,9 Total 44 48,9 46 51,1 90 100 Path-coef = 0,112; T-statistik = 1,407 Gambar 1. Hasil uji model 126 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 121–130 responden yang terbanyak adalah dengan motivasi kuat dan perceived self-effi cacy yang kuat pula, yaitu 40 (44,5%) orang. Sedangkan pada indikator suku, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan proporsi terbanyak adalah responden yang berasal dari Suku Jawa dengan perceived self-effi cacy kuat, yaitu sebanyak 48 (53,3%) orang. Pada tabel 4, tampak bahwa secara keselu r u han proporsi terbanyak adalah responden dengan perceived benefi t positif dan komitmen yang kuat dalam pemenuhan kebut u han gizi anak prasekolah, yait u sebanyak 32 (35,6%) orang. Sebaliknya, responden dengan perceived benefi t negatif, paling banyak memiliki komitmen yang lemah, yaitu sebanyak 25 (27,8%) orang. Ta b e l 5, m e n u n j u k k a n s e c a r a keseluruhan proporsi yang terbanyak adalah responden yang mempersepsikan adanya hambatan ( perceived barrier) dan memiliki komitmen lemah dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah, yaitu sebanyak 34 (37,8%) orang. Sedangkan responden dengan perceived barrier negatif, paling banyak memiliki komitmen yang kuat, yaitu sebanyak 26 (28,9%) orang. Tabel 6, menunjukkan bahwa secara keseluruhan proporsi responden terbanyak me m i l i k i pe rceive d self- ef f ica c y d a n komitmen yang kuat, yaitu sebanyak 33 (36,7%) responsden. Responden dengan perceived self-effi cacy lemah, paling banyak juga memiliki komitmen yang kuat dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah, yaitu sebanyak 14 (15,6%) orang. Ta b el 7, me nu nju k k a n prop or si terbanyak adalah responden dengan komitmen kuat, tetapi memiliki perilaku pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah yang tidak baik, yaitu sebanyak 26 (28,9%) orang. Sebaliknya, responden dengan komitmen lemah, paling banyak memiliki perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang baik, yaitu sebanyak 24 (26,7%) orang. Berdasarkan hasil analisis uji model dengan menggunakan Partial Least Square (PLS) regression pada gambar 1, diketahui m o t iv a si m e r u p a k a n i n d i k a t o r y a n g paling menyusun variabel faktor personal, dibandingkan dengan usia dan suku. Faktor p e r son al b e rhubu nga n p osit if de nga n perceived benefi t ( path coef 0,354; T-statistik 3,577) dan perceived self-effi cacy ( path-coef 0,402; T-statistik 3,824) ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah. Sedangkan, hubungan faktor personal dengan perceived barrier adalah negatif ( path-coef – 0,543; T-statistik 7,323). S e l a nj u t n y a , p e r c e i v e d b e n e f i t berhubungan positif dengan komitmen ( path- coef 0,203; T-statistik 2,246). Perceived barrier berhubungan negatif dengan komitmen ( path- coef –0,456; T-statistik 3,944). Sementara perceived self-efficacy tidak berhubungan dengan komitmen ( path-coef 0,115; T-statistik 1,399). Komitmen tidak berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah ( path-coef 0,112; T-statistik 1,407). Akan tetapi, diketahui perceived benefi t secara langsung berhubungan positif dengan perilaku ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah ( path-coef 0,196; T-statistik 2,249). Demikian pula dengan perceived barrier, yang juga memiliki hubungan positif dengan perilak u ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah ( path-coef 0,196; T-statistik 2,249). PEMBAHASAN Hasil uji PLS regression menujukkan bahwa ada hubungan yang signifi kan antara karakteristik personal dengan perceived benefi t ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah. Hasil uji juga menunjukkan bahwa indikator yang paling menyusun faktor personal adalah motivasi intrinsik. Hal ini menujukkan bahwa motivasi yang kuat akan berdampak pada perceived benef it yang positif. Health Promotion Model ( H PM ) menjelaskan, persepsi individu terhadap manfaat suatu perilaku kesehatan dipengaruhi oleh karakteristik personalnya (Tomey dan Alligood, 2006). Karakteristik personal didefinisikan sebagai karakteristik umum individu yang diprediksi telah diperoleh individu secara turun-temurun dan dibentuk oleh lingk u ngan sek it ar nya (Galloway, 2003). Karakteristik personal dibagi atas 127 Model Pengembangan Pemenuhan Kebutuhan Gizi (Eka Mishbahatul Mar'ah Has, dkk.) karakteristik biologis, psikologis, dan sosial (Pender, Murdaugh, dan Parsons, 2002). Dalam penelitian ini karakteristik biologis diwakili oleh usia, karakteristik psikologis diwakili oleh motivasi intrinsik, dan karakteristik sosial diwakili oleh suku. Hasil pengujian menunjukkan bahwa koefisien hubungan bertanda positif, yang dapat diartikan semakin kuat motivasi ibu, maka secara langsung akan membentuk perceived benef it yang semakin positif dalam memenu hi kebut u han gizi anak prasekolah sesuai dengan kecukupan gizinya. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan upaya untuk mempertahankan motivasi ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah, sehingga kemanfaatan yang dipersepsikan ibu semakin positif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan reinforcement melalui pendidikan kesehatan, baik oleh kader posyandu balita maupun bidan desa. Kader bisa memanfaatkan meja 4 posyandu balita, yang memang digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu sesuai dengan hasil penilaian antropometri anak prasekolah. Hasil uji PLS regression menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifi kan antara karakteristik personal dengan perceived barrier ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah. HPM menjelaskan, perceived barrier dipersepsikan sebagai hambatan untuk melakukan sesuatu (Tomey dan Alligood, 2006). Hambatan yang dipersepsikan oleh individu dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan karakteristik personal yang diperoleh secara turun-temurun (Galloway, 2003). Hasil pengujian menunjukkan bahwa koefi sien hubungan bertanda negatif, yang dapat diartikan semakin kuat motivasi ibu, maka secara langsung akan membentuk perceived barrier yang semakin rendah dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah sesuai dengan kecukupan gizinya. Motivasi kuat membuat individu mempersepsikan hambatan sebagai tantangan, bukan kelemahan (Ilyas, 1999). Ibu dengan motivasi kuat mempersepsikan hambatan yang lebih rendah karena merasa hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi untuk menjaga kesehatan anak prasekolah. Hasil analisis kuesioner menunjukkan hambatan yang dirasakan ibu dalam memenuhi kebutuhan anak adalah menu makanan yang kurang bervariasi. Hal ini membuat anak lebih menyukai makanan yang dibeli di warung. Selain itu, ibu juga merasa terhambat oleh terbatasnya waktu karena bekerja. Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan pemberian informasi mengenai menu makanan bergizi yang dapat disediakan dalam waktu singkat melalui forum pendidikan kesehatan atau diskusi kelompok sebaya. HPM menjelaskan bahwa perceived self-effi cacy merupakan penilaian kemampuan personal untuk mengatur dan melakukan suatu perilaku kesehatan tertentu (Pender, 2011). perceived self-effi cacy juga diartikan sebagai kepercayaan diri untuk dapat melakukan peran kesehatan dengan baik (Bandura, 2004). Faktor yang mempengaruhi perceived self- effi cacy antara lain, karakteristik personal dan pengalaman masa lalu (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002). Hasil uji PLS regression menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifi kan antara karakteristik personal dengan perceived self-effi cacy ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa koefisien hubungan bertanda positif, yang dapat diartikan semakin kuat motivasi ibu, maka secara langsung akan membentuk perceived self-efficacy yang semakin kuat dalam memenu hi kebut u han gizi anak pr a sekola h se su ai de nga n ke cu k upa n gizinya. Berdasarkan hasil analisis jawaban responden, hal yang paling banyak dirasa ibu mampu dilakukan adalah memilih bahan makanan yang dikonsumsi anak setiap hari. Sementara hal yang tidak diyakini ibu mampu dilakukan adalah menyediakan makanan bergizi setiap kali anak makan dalam sehari. Berdasarkan hal tersebut di atas, ibu perlu diberikan pelatihan tentang cara memilih bahan makanan yang baik, cara pengolahan yang tidak menghilangkan kandungan zat gizi, serta penyajian yang menarik untuk anak prasekolah. Komitmen dalam HPM didefi nisikan sebagai intensi/niat untuk melakukan perilaku 128 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 121–130 kesehatan tertentu, termasuk identifikasi strategi untuk dapat melakukannya dengan baik (Pender, Murdaugh, dan Parsons, 2002). Individu memiliki komitmen untuk melakukan perilaku di mana mereka telah memikirkan nilai personal yang menguntungkan (Tomey dan Alligood, 2006). Hal ini sesuai dengan hasil uji PLS regression diketahui bahwa perceived benef it berhubu ngan dengan komitmen ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa koefi sien hubungan bertanda positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sema k i n posit if persepsi ibu terhad ap kemanfaatan memenuhi kebutuhan gizi anak sesuai standar kecukupan gizi, maka akan semakin kuat komitmennya untuk melakukan hal tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pemberian edukasi mengenai makanan bergizi sesuai kebutuhan anak usia prasekolah. Hasil uji dengan PLS reg ression diketahui bahwa perceived benefit secara langsung mempengaruhi perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa koefi sien hubu ngan ber tanda positif, yang dapat diartikan semakin positif perceived benefi t ibu, maka secara langsung akan meningkatkan perilaku dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah sesuai dengan kecukupan gizinya. Menurut Pender (2011), persepsi yang positif berhubungan dengan pelaksanaan perilaku yang semakin meningkat. Hal inilah yang memungkinkan ibu dengan persepsi keunt ungan yang lebih positif terhadap manfaat memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah, akan lebih memiliki perilaku yang baik dalam hal tersebut. Menur ut Pender (2011), komitmen dapat diartikan sebagai intensi/niat/keinginan yang dalam diri individu untuk melakukan pe r ila k u ke sehat a n t e r t e nt u. Pe r se psi yang rendah terhadap hambatan dalam berperilaku pemenuhan gizi sesuai kebutuhan meningkatkan komitmen untuk berperilaku kesehatan tersebut, dan begitu pula sebaliknya (Walker, et al, 2006). Hal ini sesuai dengan hasil uji PLS regression yang menunjukkan bahwa perceived barrier berhubungan dengan komitmen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa koefi sien hubungan bertanda negatif. Sema k i n ibu memper se psi k a n a d a nya hambatan dalam memenuhi kebutuhan gizi anak sesuai standar kecukupan gizi, maka komitmennya akan semakin lemah untuk melakukan hal tersebut. H a si l a n a l i si s k u e sio n e r, d a p a t disimpulkan bahwa responden juga sudah berupaya untuk meminimalkan hambatan dalam memenu hi kebut u han gizi anak prasekolah. Akan tetapi, responden masih me ngelu h k a n k u r a ng nya ke m a mpu a n dalam pemilihan menu makanan, sehingga responden takut anak mengalami kebosanan. Selai n it u , ibu juga mempe r se psi k a n kurangnya kemampuan dalam pengelolaan waktu, sehingga waktu yang disediakan ibu untuk memperhatikan kebutuhan gizi anak cenderung terbatas. Berdasarkan hal tersebut, perlu upaya meningkatkan kemampuan mengat asi hambat a n d alam memenu h i kebutuhan gizi anak, sehingga perceived barrier yang dirasakan ibu semakin rendah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membentuk diskusi kelompok sebaya sebagai media bertukar informasi dan pengalaman ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah. Hasil uji dengan PLS reg ression diketahui bahwa perceived barrier secara langsung mempengaruhi perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah di Kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa koefi sien hubungan bertanda positif, yang dapat diartikan semakin ibu mempersepsikan adanya hambatan dalam memenuhi kebut uhan gizi anak, maka secara langsung akan meningkatkan perilaku dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah sesuai dengan kecukupan gizinya. Hal ini bertentangan dengan pendapat Pender (2011), persepsi hambatan berhubungan dengan pelaksanaan perilaku yang semakin menurun. Hal inilah dimungkinkan karena ibu dengan persepsi hambatan positif akan cenderung mencari informasi dan melakukan upaya-upaya alternatif yang lebih kreatif untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Semakin ibu mempersepsikan adanya hambat an 129 Model Pengembangan Pemenuhan Kebutuhan Gizi (Eka Mishbahatul Mar'ah Has, dkk.) dalam memenuhi kebutuhan gizi anak, maka anak semakin baik perilakunya dalam hal tersebut. Hasil pengujian dengan PLS regression menunjukkan bahwa perceived self-effi cacy tidak berhubungan dengan komitmen. Individu dengan keyakinan diri yang kuat selalu merasa mampu melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik. Akan tetapi, keyakinan diri yang tinggi tidak diikuti oleh tingginya komitmen jika tidak ada kontrol dari orang lain yang dianggap penting oleh individu (misalnya suami, orang tua, petugas kesehatan, dan lain- lain). Hasil uji dengan PLS reg ression menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh perceived self-eff icacy terhadap perilaku responden dalam memenuhi kebutuhan gizi anak prasekolah. Hasil ini ber tentangan dengan pendapat Pender yang memprediksi tingkat kepercayaan diri (self-effi cacy) yang tinggi akan membawa nilai-nilai positif dalam diri individu, dan perilaku akan dimunculkan (Tomey dan Alligood, 2006). Menu r ut Masithah, Soekirman, dan Martianto (2005), salah satu peran penting ibu adalah pengaturan makan anggota keluarga, terutama anak-anak yang belum bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini yang kemudian membentuk persepsi kuat dalam diri ibu, bahwa seorang ibu yang baik adalah ibu yang mampu memenuhi kebutuhan makan anak. Dalam penelitian ini, responden adalah ibu, sehingga sesuai jika responden memiliki perceived self-effi cacy yang kuat dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah. Akan tetapi, keyakinan diri ini tidak serta-merta membuat ibu berperilaku kesehatan tersebut. Niat berperilaku (komitmen) masih merupakan suatu keinginan atau rencana (Pender, Murdaugh, dan Parsons, 2002). Hasil pengujian dengan PLS regression juga menunjukkan komitmen tidak berpengaruh terhadap perilaku gizi responden. Komitmen yang kuat unt uk ber perilaku kesehatan tertentu belum tentu berakhir pada perilaku kesehatan yang diharapkan, jika ada perilaku lain yang ter nyata lebih menarik untuk dilakukan (Pender, 2011). Hasil analisis kuesioner menunjuk kan bahwa terdapat beberapa ibu yang lebih menyukai membeli makanan di warung dari pada menyiapkan sendiri makanan untuk anak usia prasekolah. Berdasarkan hal tersebut, ibu dengan anak prasekolah perlu diberikan informasi mengenai cara memilih makanan dan jajanan sehat yang dijual di warung. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Model pengembangan pemenu han kebutuhan gizi anak prasekolah berdasarkan Health Promotion Model dapat disusun dengan mempertimbangkan faktor personal (terutama motivasi intrinsik), perceived benefit, dan perceived barrier yang dirasakan oleh ibu. Saran Pe r i la k u ibu d a la m p e me nu h a n kebut u han gizi anak prasekolah dapat ditingkatkan dengan memperbaiki persepsi, serta meningkatkan pengetahuan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain pengoptimalan meja 4 di Posyandu Balita untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi anak yang tercantum di Kartu Menuju Sehat (KMS)-nya, pendidikan kesehatan dengan subtopik defi nisi makanan bergizi, manfaat makanan bergizi, dan menu makanan bergizi yang dapat disiapkan dalam waktu singkat, pelatihan cara memilih bahan makanan yang sehat, mengolah bahan makanan yang tidak menghilangkan zat gizinya, serta penyajian makanan yang menarik untuk anak usia prasekolah, pembentukan kelompok diskusi sebaya atau pusat konsultasi gizi yang dapat membantu ibu mencari strategi alternatif untuk mengurangi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah. Riset selanjutnya diharapkan meneliti variabel lain dalam HPM yang belum diteliti dalam penelitian ini, sehingga kesesuaian model untuk menggambarkan perilaku ibu dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak prasekolah lebih dapat diketahui. 130 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 121–130 KEPUSTAKAAN Baumeister, R. dan Vohs, K., 2011. Handbook of Self Regulation Second editions; Research, Theory, and Application. New York: The Guilford Press. Brown, J., Baumann, B., Smith, C., dan Etheridge, S., 1997. Self-regulation, extroversion, and substance abuse among college students. The Research Society of Alcoholisme. San Francisco, Calinornia. Budiarti, T., Wahjurini, P., dan Suryawati, F., 2011. Hubungan antara asupan gizi dengan tumbuh kembang anak usia 5–6 tahun. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 44–50. Galloway, R., 2003. Health promotion: causes, beliefs, and masurements. Clinical Medicine and Research, 249–258. Gregory, J., Paxton, S., & Brozovic, A., 2010. Maternal feeding practice, child eating behavior and body mass index in preschool-aged children: a prospective analysis. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 1–10. Ilyas, 1999. Kinerja: Teori, Penilaian, dan Penelitian. Depok: Badan Penerbit FKM, UI. Kanfer, F. dan Gaelick, L., 1986. Self- management methods. In F. Kanfer, & A. Goldstein, helping people change; a textbook of methods, 3rd edition (pp. 283–345). New York: Pergamon Press. Masithah, T., Soekirman, dan Martianto, D., 2005. Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak batita di desa mulya harja. Media Gizi dan Keluarga, 29–39. Nasution, E., 2004, Januari 14. USU Digital Library, (Online), (http://www..library. usu.ac.id., diakses tanggal 6 Januari 2012). Pender, N., Murdaugh, C., dan Parsons, M., 2002. Health Promotion in Nursing Practice. New Jersey: Prentice-Hall. Popularita, L.D., 2010. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita Usia 1–5 tahun. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga. R a ch m a n , P. d a n A r ia n i, M., 20 08. Penganekaragaman konsumsi pangan di Indonesia: permasalahan dan implikasi untuk kebijakan program. Analisis Kebijakan Pertanian, 140–154. R ipollone, J., 2010. Health Promotion Theory: A Critique with Focus on Use in Adolescents. Virginia: University of Virginia. Smith, L. dan Haddad, L., 2000. Explaining child's malnutrition in developing countries: a cross country analysis. Washington, DC: International Food Policy Research Institute. Syafi q, A., 2008. Tinjauan Atas Kesehatan dan Gizi Anak Usia Dini. Jakarta: Mercy Corp. Tomey, A. dan Alligood, M., 2006. Nursing Theorist and Their Work. New York: Mosby Inc. Uripi, V., 2004. Menu Sehat untuk Balita. Jakarta: Puspa Swara anggota IKAPI. Verma, R. dan Prinja, S., 2008. Assessment of nutritional status and dietary intake of pre-school children in an urban pocket. The Internet Journal of Epidemiology. Walker, S., Pullen, C., Hertzog, M., Broekner, L., dan Hageman, P., 2006. Determinants of older rural women's activity and eating. Western Journal of Nursing Research, 449–474. WHO., 2005. Maka every mother and child count. Geneva: WHO.