153 PERAN PROSEDUR ENDOSKOPIK DALAM MENDIAGNOSIS GANGGUAN PENCERNAAN PADA ANAK (The Role of Endoscopic Procedure in Diagnosing Gastrointestinal Disorder in Children) Alpha Fardah Athiyyah,* Andy Darma,* Reza Ranuh,* Subijanto* *Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya, Jl. Mayjend Prof Moestopo 6-8 Surabaya 60286 Email: alpha_achmadi@yahoo.co.id ABSTRACT Introduction: Gastrointestinal endoscopy in children requires more than the technical expertise needed to pass an endoscope through a smaller digestive tract lumen. Children require more careful attention to patient preparation and sedation compared with adults. The incidence of various disease varies through childhood and differs from the adult. Aim of this study is to elucidate profi le esophagoduodenoscopic dan colonoscopic procedures in diagnosing gastrointestinal tract disorder in children in Soetomo Hospital, including role of nursing team role these procedures. Method: This study is a descriptive study which is done in Gastroenterlology Division Soetomo Hospital in October 2009–March 2012 for patients undergoing esophagoduodenoskopy and colonoscopy. Age, sex, indication, preparation, sedation, results, complication data were collected. Data from pathological examination were also collected. Data analysis were done descriptively such as mean, median and percentage, and presented in tables. Result: There were 114 patients undergo esophagoduodenoscopy procedure and 7 patients undergo colonoscopy procedures. The most indication for esophagoduodenoscopy was recurrent abdominal pain (71.1%) and for colonoscopy was chronic diarrhea (42.8%). Nill by mouth for 6 hours is preparation for esophagoduodenoscopy and for colonoscopy needs bowel preparation a day before. Bowel preparation is using Biphosphate Sodium Phosphate oral and enema. Most of all sedation was done by anasthesiologist. Nursing team role were start from preparation, relaxing patient, and monitoring during and after procedure. Chronic gastroduodenitis was found on 110 (96.4%) cases, 15 cases of it accompanied nodularity. Seventy cases (64.9%) from 114 cases of biopsy result were Helicobacter pylore positive, and 21 cases of it has Barret's esophagus. Colonoscopy procedure results 5 (71.4%) cases were colitis, and 3 of them are amoebic colitis. Discussion: Diagnosis of sructural and histological abnormalities could be establish with endoscopic procedure. This is an important role in diagnosing gastrointestinal disorder in children and nursing team have important role in it. Keywords: endoscopy, esophagoduodenoscopy, colonoscopy, nursing, children, gastrointestinal yang kecil memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan endoskopi pada anak (Manfredi, 2010). Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo mulai secara intensif melakukan pemeriksaan endoskopi sejak tahun 2010. Pemeriksaan esofagodudodenoskopi dan kolonoskopi masih relatif baru dilakukan karena pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan cukup invasif dan relatif mahal. Masih diperlukan pemberian edukasi pada pasien maupun pada dokter anak yang melakukan r ujukan pada konsultan gastroenterologi PENDAHULUAN Pemeriksaan endoskopi gastrointestinal memungkinkan untuk melihat bagian dalam traktus gastrointestinal. Pemeriksaan ini dapat menggunakan alat endoskopi yang kaku (rigid) maupun yang fl eksibel. Endoskopi yang fl eksibel ada sejak sekitar tahun 1960-an dan ditandai sebagai lahirnya endoskopi modern. Dengan adanya endoskopi f leksibel ini menungkinkan untuk mendapatkan gambaran lebih jauh dibandingkan dengan yang kaku. Pada tahun 1970-an diameter alat endoskopi 154 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 153–160 anak agar tidak ragu lagi dalam mengerjakan pemeriksaan esophagodudodenoskopi maupun kolonoskopi. Indikasi esophagoduodenoskopi adalah untuk diagnostik, skrining beberapa penyakit dan untuk terapi. Esophagoduodenoskopi diagnostik adalah prosedur endoskopi yang paling sering dilakukan. Beberapa kondisi yang merupakan indikasi untuk dilakukan esophagoduodenoskopi adalah nyeri perut ber ulang, hematemesis melena, ter telan benda asi ng, ter mi nu m bahan korosif, dysphagia, dan lain sebagainya. Terapeutik e s o p h a g o d u o d e n o s k o p i y a n g p a l i n g sering dilakukan adalah pemasangan tube Percutaneus Endoskopic Gastrostomi (PEG). Perdarahan gastrointestinal bagian bawah adalah indikasi terbanyak untuk dilakukan kolonoskopi. Indikasi yang lain adalah diare, skirining untuk Infl ammatory Bowel Disease. Salah satu tindakan terapeutik yang bisa dilakukan dengan kolonskopi adalah polipektomi (Pittman, NS, 1997). Pemeriksaan endoskopi pada anak memerlu kan keahlian tersendir i karena anak adalah bukan miniatur orang dewasa. Saluran gastrointestinal anak lebih kecil, dan dibutuhkan perhatian lebih pada persiapan dan sedasi yang dilakukan. Insiden beberapa kelainan gastrointestinal pada anak berbeda dibandingkan dewasa, selain itu indikasi dilakukannya endoskopi dan kolonoskopi juga berbeda (Benaroch, 1994). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran peran pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi di RSUD Dr. Soetomo dalam diagnosis penyakit gastrointestinal pada anak, termasuk peran tim keperawatan dalam mempersiapkan pemeriksaan tersebut. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian d e sk r ipt i f ya ng d i l a k u k a n d i D iv i si Gastroenterologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Subyek penelitian ini adalah semua pasien anak yang menjalani pemeriksaan endoskopi dan kolonoskopi di Unit Endoskopi RSUD Dr. Soetomo mulai Oktober 2009 sampai dengan Maret 2012. Pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi memerlukan persiapan sebelum pemeriksaan esophagoduodenoskopi, pasien setidaknya puasa dalam 6 jam. Sedangkan untuk pemeriksaan kolonoskopi diperlukan persiapan untuk membersihkan usus agar tidak didapatkan kotoran saat pemeriksaan dilakukan. Pasien sebaiknya masuk rumah sakit sehari sebelumnya. Data yang diambil adalah umur, jenis kelamin, indikasi dilakukan pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi, persiapan pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi, sedasi yang diberikan, hasil pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi, dan komplikasi yang t e r ja d i . H a m pi r s e t i a p p e m e r i k s a a n esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi dilakukan biopsi. Data hasil pemeriksaan patologi anatomi sediaan biopsinya juga dii k utkan dalam analisa. A nalisa dat a dilakukan dengan analisa deskriptif seperti mean, median, dan prosentase serta disajikan dalam bentuk tabel. HASIL Per iode penelit ia n mulai denga n Oktober 2009 sampai dengan Maret 2012 didapatkan 121 pasien dilakukan pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi. 114 p a s i e n d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n esophagoduodenoskopi, dan 7 pasien dilakukan pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan yang dilakukan adalah sebatas diagnostik, belum melakukan endoskopi terapeutik. Usia pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopi dan kolonoskopi sebagian besar di atas 5 tahun. Salah satu penyebabnya adalah karena keterbatasan alat yang bisa digunakan u nt u k bay i. Kelu ha n terba nya k u nt u k dilakukan pemeriksaan endoskopi adalah nyeri perut berulang sedangkan keluhan pada pemeriksaan kolonoskopi adalah diare kronis, hematoschezia dan melena. Pemeriksaan endoskopi memerlukan persiapan yang tidak terlalu rumit. Pasien perlu puasa terlebih dahulu setidaknya 6 jam dan tidak diperlukan persiapan khusus yang lain. Pemeriksaan kolonoskopi pasien perlu 155 Peran Prosedur Endoskopik (Alpha Fardah Athiyyah, dkk.) diberikan obat untuk membersihkan usus agar pada saat pemeriksaan kolonoskopi dilakukan terminal illeum, caecum, colon, sigmoid, dan rectum dapat terlihat dengan baik. Pembersihan usus sangat penting untuk dilakukan. Tim keperawatan mematikan bahwa obat untuk enema dan oral diberikan tepat waktu dan dosis agar pemeriksaan kolonoskopi keesokan harinya dapat berjalan dengan baik. Persiapa n kolonoskopi d ila k u ka n 1 hari sebelum jadwal pemeriksan. Pasien rawat inap sehari sebelumnya untuk persiapan pembersihan usus. Divisi Gastroenterologi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo masih belum pernah melakukan kolonoskopi untuk anak kurang dari 2 tahun, karena masih belum tersedia alat kolonoskopi yang kecil. Tabel 1. Karakteristik dasar penelitian Karakteristik dasar Jumlah (Persentase) n = 121 Umur kurang 5 tahun lebih 5 tahun 32 (26,4%) 89 (73,5%) Jenis kelamin laki-laki perempuan 55 (45,4%) 66 (54,5%) Endoskopi Kolonoskopi 114 (94,2%) 7 (5,8%) Indikasi esophagoduodenoskopi nyeri perut berulang muntah hematemesis – melena dispepsia terminum air aki kolonoskopi diare kronis hematoschezia melena 81 (71,1%) 10 (8,8%) 12 (10,5%) 10 (8,8%) 1 (0,9%) 3 (42,8%) 2 (28,6%) 2 (28,6%) Tabel 2. Persiapan endoskopi dan kolonoskopi Pemeriksaan Persiapan Endoskopi Puasa 6 jam Kolonoskopi Sodium Biphosphate Sodium Phosphate (fl eet®) oral– > 5 tahun: 2–3 sdm dilarutkan dalam 1 gelas air, minum banyak setelahnya– < 5 tahun: 1–2 sdm dilarutkan dalam 1 gelas air, minum banyak setelahnya Enema Sodium Biphosphate Sodium Phosphate (fl eet®)– > 2 th: 60 ml enema setara denfan setengah dosis dewasa Tanda bahwa persiapan untuk perbersihan usus ini berhasil adalah apabila buang air besar penderita berwarna putih jernih. Pemberian Sodium Biphosphate Sodium Phosphate tidak dilakukan apabila pasien mempunyai kelainan ginjal, dan sebaiknya pasien tidak mengalami dehidrasi dan pernah mengalami kelainan elektrolit selama 1 minggu terakhir. Penelitian ini pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi dan kolonoskopi tidak ada kelainan ginjal. Selain persiapan secara medis, pasien dan keluarga juga diberikan penjelasan yang baik mengenai prosedur yang akan dilakukan baik untuk endoskopi dan kolonoskopi. Pasien rawat inap penjelasan diberikan oleh perawat r uangan dan unt uk pasien yang datang 156 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 153–160 untuk endoskopi saja penjelasan dilakukan oleh perawat di r uang endoskopi. Untuk pemeriksaan endoskopi, dijelaskan pada pasien dan keluarga bahwa sebelum tindakan, pasien akan diberikan obat agar pasien tidur dan tidak merasakan sesuatu saat tindakan dilakukan. Hal ini ditujukan agar pasien tenang, tidak cemas dan tidak berontak saat masuk ke ruang tindakan baik untuk endoskopi maupun kolonoskopi. Sedasi yang diberikan terkadang tidak membuat pasien tidur dalam, sehingga pasien terkadang dalam kondisi setengah sadar. Hal ini dimaksudkan agar pasien lebih cepat sadar dan pulih kembali. Setelah tindakan selesai dilakukan, pasien dapat pulang pada sore harinya apabila pasien dalam kondisi sadar baik, sudah bisa makan dan minum baik, tidak muntah, tidak diare, dan dalam kondisi umum baik. Sedasi yang diberikan pada pasien saat akan dilakukan endoskopi dan kolonoskopi sebagian besar dilak u kan oleh sejawat Departemen Anestesiologi dan Reanimasi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Sebagian besar pemeriksaan endoskopi dilakukan dengan bantuan sejawat anestesiologi. Untuk pasien yang dilakukan endoskopi dan pasien sudah cukup besar, maka pemeriksaan endoskopi bisa dilakukan dengan memberikan sedasi midazolam 0,1 mg/kg berat badan. Untuk pemer i k sa a n kolonoskopi, k a m i t id a k pernah melakukan tanpa bantuan sejawat anestesiologi karena waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan lebih lama dan diperlukan persiapan seandainya terjadi komplikasi pada pemeriksaan kolonoskopi. Hasil pemeriksaa endoskopi dari 114 pasien menunjukkan bahwa sebagian besar hasilnya adalah gastroduodenitis k ronis dengan berbagai variasinya. Apabila kita lihat pada indikasi dilakukannya endoskopi, 12 pasien dilakukan endoskopi dengan indikasi perdarahan, satu pasien menunjukkan adanya varises esophagus, dan yang lainnya dengan gastritis erosiva. Beberapa pasien dengan hasil gastritis erosiva tidak menimbulkan perdarahan. Satu pasien dengan terminum air aki menunjukkan hasil erosi dan infl amasi luas daerah antrum disertai dengan perdarahan, dan didapatkan kerusakan struktur lambung. Hasil pemeriksaan kolonoskopi sebagian besar adalah kolitis. Pasien dengan hasil kolitis yang disertai ulkus adalah pasien dengan kecurigaan infeksi amuba berat. Hasil pemeriksaan patologi anatomi pada sediaan biopsi pemeriksaan endoskopi menunjukkan beberapa hal yang menarik. Terdapat 74 (64,9%) kasus dengan infeksi Helicobacter pylori dari 114 kasus yang diperiksa, dan 21 (28,4%) di antaranya telah mengalami metaplasia pada sel-sel epitel esophagus (Barret's esophagus). Selain itu Tabel 3. Hasil pemeriksaan endoskopi dan kolonoskopi Pemeriksaan Hasil Endoskopi (114 kasus) - Gastroduodenitis kronis - Gastroduodenitis kronis dengan gastroduodenal refl uks - Gastroduodenitis kronis dengan noduler hiperplasia - Gastritis erosiva - Gastroduodenitis kronis dengan ulkus - Gastroduodenitis kronis dengan esophagitis - Gastroduodenitis kronis dengan gastroesophageal refl uks - Varises esophagus - Erosi dan inflamasi luas di derah antrum disertai perdarahan - normal 47 (41,2%) 17 (14,9%) 15 (13,2%) 20 (17,5%) 6 (5,3%) 2 (1,8%) 3 (2,6%) 1 (0,9%) 1 (0,9%) 2 (1,8%) Kolonoskopi (7 kasus) - Kolitis disertai ulkus - Kolitis - Polip rekti - Hemoroid interna 3 (42,8%) 2 (28,6%) 1 (14,3%) 1 (14,3%) 157 Peran Prosedur Endoskopik (Alpha Fardah Athiyyah, dkk.) didapatkan juga 12 kasus dengan eosinophilia pada pemeriksan sediaan biopsi endoskopi dan 1 kasus eosinophilia pada pemeriksaan sediaan biopsi kolonoskopi. Selama per iode penelit ia n, t id a k ditemukan komplikasi baik pada pemeriksaan esophagoduodenoskopi maupun kolonoskopi. Kompli kasi ya ng d apat ti mbul ad alah perforasi saluran cerna, perdarahan hebat, infeksi, dan sebagainya. Keluhan yang timbul adalah nyeri telan ringan setelah pemeriksaan esophagoduodenoskopi yang cepat menghilang. Setelah pemeriksaan kolonoskopi keluhan yang timbul adalah rasa tidak nyaman di perut, tetapi keluhan ini juga cepat hilang. PEMBAHASAN Pemeriksaan esophagoduodenoskopi d a n kolonoskopi masi h belu m ba nya k dilakukan. Selama 3 tahun terakhir terjadi peningkatan drastis jumlah pemeriksaan esophadoduodenoskopi dan kolonoskopi. Hal ini tidak lepas dari banyaknya rujukan dari para dokter spesialis anak dan dokter umum. Angka ini apabila dibandingkan dengan negara lain tentulah msih sangat kecil. Penelitian di Inggris menunjukkan dalam waktu 20 tahun terdapat 1372 pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi pada anak kurang dari 1 tahun (Volonaki et al., 2012), sedangkan di Singapore, pada tahun 1990 didapatkan 200 pemeriksaan endoskopi pada anak (SH Quak, 1990), di Korea dilaporkan 1040 endoskopi pada anak selama kurun waktu 5 tahun (Jae Hong Park, 2010). Meskipun jumlah pemeriksaan yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo masih sedikit, tapi dari waktu ke waktu jumlah pasien yang memerlukan pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi semakin meningkat. Indikasi untuk dilakukan pemeriksaan esophagoduodenoskopi pada penelitian ini sebagian besar adalah nyeri perut berulang, berikutnya adalah perdarahan saluran cerna atas, diikuti dengan dispepsia. Ada satu kasus dengan terminum air aki. Nyeri perut berulang dalam penelitian ini sebagian besar nyeri perut di daerah epigastrial. Menurut NAPSGHAN (North American Pediatric Societ y of Gastroenterolog y Hepatolog y and Nutrition), indikasi untuk dilakukan pemeriksaan esophagoduodenoskopi adalah disfagia, odinofagia, nyeri perut yang sangat menganggu dan ditandai dengan tanda-tanda penyakit organik, penyakit gastroesophageal refl uks kronis dan termasuk untuk skrining adanya Barret's esophagus, terminum bahan korosif, anemia yang tidak dapat dijelaskan, dan sebagainya (Dr umm, 2000, Poddar, 2007, ASGE, 2008). Dengan pemeriksaan esophagoduodenoskopi, pada esophagus dapat melihat adanya esophagitis yang ditandai dengan granularitas pada mukosa, juga dapat pula dilihat adanya robekan pada mukosa (Mallory Weiss) akibat muntah yang sering. Tabel 4. Hasil pemeriksaan patologi anatomi biopsi endoskopi dan kolonoskopi Pemeriksaan Hasil Patologi Anatomi Endoskopi – Gastritis kronis dan duodenitis kronis – Gastritis kronis, duodenitis kronis dengan eosiniphilia – Gastritis kronis, duodenitis kronis dengan Helicobacter pylori – Gastritis kronis, duodenitis kronis, Barret's esophagus dan infeksi Helicobacter pylori – Barret's esophagitis – Ulkus peptikum disertai infeksi Helicobacter pylori – Hipersplenisme – Perdarahan stroma dan gastritis kronis superfi sial – Normal 24 (21%) 12 (10,5%) 52 (45,6%) 21 (18,4%) 1 (0,9%) 1 (0,9%) 1 (0,9%) 1 (0,9%) 1 (0,9%) Kolonoskopi – Kolitis kronis non spesifi k – Kolitis kronik dengan erosi – Kolitis kronis dengan bentukan polip – Kolitis kronis dengan eosinophilia 2 (28,6%) 3 (42,6%) 1 (14,3%) 1 (14,3%) 158 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 153–160 Pada gaster dapat ditemukan adanya gastritis, adanya ulkus, infeksi Helicobacter pylori dapat pula dilihat dengan adanya perubahan noduler pada mukosa gaster terutama pada daerah antrum. Endoskopi dan biopsi merupakan pemeriksaan yang sangat berguna dalam melakukan diagnosis dan tatalaksana penyakit Infl ammatory bowel disease yaitu Ulcerative colitis dan penyakit Crohn (Wyllie, R, 1993). Peran perawat sangat diperlukan dalam hal ini. Di RSUD Dr. Soetomo belum ada tim keperawatan khusus untuk pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi, akan tetapi tindakan keperawatan tetap dilakukan. Tindakan keperawatan dimulai dari sebelum pelaksanaan, pada saat pelaksanaan dan setelah selesai pelaksanaan. Sebelum pelaksanaan lebih difokuskan pada edukasi pada pasien dan orang tua, persiapan untuk tindakan termasuk di dalamnya agar pasien merasa nyaman, dan merencanakan tindakan keperawatan selanjutnya. Pada saat pelaksanaan, melakukan monitoring pasien dan menjamin keamanan pasien serta saat selesai pemeriksaan masih tetap melakukan monitoring pada pasien sampai pasien dapat rawat jalan (Chuang E, 2001). Heard L menyatakan bahwa persiapan endoskopi pada anak dapat dilakukan dengan baik dengan melihat penggolongan kelompok umur, pada bayi sampai usia 1 tahun sangat tergantung pada orang tua dan juga pada kelompok anak usia 1–3 tahun masih belum bisa dilepas dari orang tua. Pada kelompok ini sebaiknya orang tua diikutkan pada proses awal sampai dengan sedasi. Sedangkan usia 3 tahun keatas sudah bisa mulai menyatakan pendapat, dan pada remaja biasanya sudah mandiri (Heard, L, 2008). Persiapan terpenting pada pemeriksaan kolonoskopi adalah pembersi han usus. Pe mb e r si h a n u s u s s e b a g a i p e r sia p a n k o l o n o s k o p i m e n g g u n a k a n S o d i u m Biphosphate Sodiu m Phospate (f leet®) oral dan enema. Sampai saat ini belum ada keseragaman dalam pemakaian obat untuk pembersihan usus. Yang paling ser ing digunakan adalah PEG (Polyethylene Glicol) baik yang dengan elektrolit maupun yang tanpa elektrolit, sedangkan untuk Sodium Biphosphate Sodium Phospate (fl eet®) enema mendapatkan approval FDA Amerika Serikat untuk penggunaan pada anak di atas 2 tahun. Efek samping pemberian obat-obatan ini adalah ketidakseimbangan elektrolit, kembung, mual dan sebagainya. PEG lebih sering digunakan karena merupakan obat yang paling aman (Hunter A, 2010). Sayang sekali PEG ini belum tersedia di Surabaya. Rekomendasi dari ISPGAN (Israeli Society Pediatric of Gastroenterology and Nutrition) menyatakan bahwa untuk anak yang kurang dari 6 tahun, pembersihan usus yang paling aman adalah PEG, sedangkan Sodium Biphosphate Sodium Phospate (fl eet®) bisa digunakan pada anak usia > 6 tahun (Turner D, 2010). Endoskopi saluran cerna bagian atas dengan biopsi merupakan standar baku emas diagnosis H. pylori (Wong, 2003, Guarner J, 2010) Penelitian ini mendapatkan bahwa didapatkan 64,9% dari endoskopi yang dilakukan terdapat infeksi Helicobacter pylori. Angka ini merupakan angka yang sangat besar. Bahkan 28,4% di antaranya telah mengalami per ubahan ke arah metaplasia (Barret's esophagus). Kori dalam penelitiannya pada tahun 2003, mendapatkan 201 penderita anak yang dibiopsi didapatkan 17% menunjukkan abnormalitas saluran cerna yaitu metaplasia saluran cerna yang dapat dikaitkan dengan adanya infeksi H. pylori (Krogfelt, 2005). Pittman NS dalam tulisannya menyatakan bahwa infeksi Helicobacter pylori didapatkan sekitar 15% dari penderita yang dilakukan pemeriksaan esophagoduodenoskpi dan biopsi (Pittman, NS, 1997). Didapatkan 3 pasien dengan kecurigaan infeksi amoeba berat, dan ternyata pada saat pemeriksaan kolonoskopi didapatkan hasil kolitis disertai dengan ulkus. Hal ini sesuai dengan Stanley SL, pada infeksi amoeba berat, pemeriksaan kolonoskopi menunjukkan adanya ulkus baik noduler maupun irreguler (Stanley, SL, 2001). Pemeriksaan kolonoskopi memberikan kepastian kelainan struktur kolon pada anak dengan infeksi ataupun indikasi lain. Pemeriksaan kolonoskopi dapat terlihat adanya kolitis, adanya ulkus, polip dan lain sebagainya. Pemeriksaan histopatologi dapat memberikan petunjuk untuk diagnosa (Wyllie, R, 1993). 159 Peran Prosedur Endoskopik (Alpha Fardah Athiyyah, dkk.) Satu pasien dengan terminum air aki dan dilakukan pemeriksaan endoskopi dengan hasil erosi dan infl amasi luas di daerah antrum disertai perdarahan. Pemeriksaan endoskopi sebaiknya dilakukan dalam 24 jam pertama setelah kejadian karena akan menentukan tindakan selanjutnya dan dapat memperkirakan prognosa selanjutnya (Keh, 2006). P e m e r i k s a a n e n d o s k o p i b a i k esophagoduodenoskopi maupun kolonoskopi dapat memberikan kepastian diagnosa pada beberapa penyakit gastrointestinal, akan tetapi pemeriksaan endoskopi ini mempunyai kelemahan yaitu pemeriksaan ini termasuk pemer i k sa a n i nva sif d a n memerlu k a n koordinasi banyak orang serta memerlukan ruangan yang sebaiknya dengan peralatan monitoring lengkap. Akan tetapi karena peran pemeriksaan endoskopi ini cukup penting, sebaiknya pemeriksaan ini dipertimbangkan dalam mendiagnosa penyakit gastrointestinal pada anak. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi mempunyai peran penting dalam manajemen penyakit gastrointestinal pada anak yaitu pada penegakan diagnosis kelainan str uktur dan histologi. Perawat mempunyai peran besar dalam persiapan pra pelaksanaan, saat pelaksanaan dan pasca- pelaksanaan. Saran Pemeriksaan esophagoduodenoskopi dan kolonoskopi akan membantu penegakan diagnosis. Pemeriksaan ini relatif aman dengan efek samping minimal, sehingga tidak perlu ragu untuk menyarankan pemeriksaan tersebut. Pelatihan khusus perawat dalam persiapan penderita (pre dan pasca tindakan) akan sangat membantu kelancaran pemeriksaan dan meningkatkan kepuasan akan pelayanan. KEPUSTAKAAN ASGE Standard of Practice Committee, 2008. Modifi cations in endoscopic practice for pediatric patients. Gastrointest Endosc, 67(1): 1–9. Benaroch, L.M., Rudolph, C.D., 1994. Pediatric endoscopy. Semin Gastrointest Dis, 5(1): 32–46. Chuang, E., Zimmerman, A., Neiswender, K.M., Liacouras, C.A., 2001. Sedation in pediatric endoscopy. Gastrointest Endosc Clin N Am, 11(4): 569–84, v-vi. Drumm, B.S., Koletzko, G., Oderda., 2000. Helicobacter pylori infection in children: a consensus statement. J Pediatr Gastroenterol Nutr, 30: 207–213. Guarner, J., Kalach, N., Elitsur, Y., Koletzko, S., 2010. Helicobacter pylori diagnostic tests in children: review of the literature from 1999 to 2009. Eur J Pediatr, 169(1): 15–25. Heard, L., 2008. Taking care of the little things: preparation of the pediatric endoscopy patient. Gastroenterol Nurs, 31(2): 108– 12. Hu nter, A., Ma mula , P., 2010. Bowel Preparation for Pediatric Colonoscopy Procedures. J Pediatr Gastroenterol Nutr, 51(3): 254–61. Jae Hong Park., 2010. Role of colonoscopy in the diagnosis and treatment of pediatric lower gastrointestinal disorders. Korean J Pediatr, 53(9): 824–829. Keh, S.M., Onyekwelu, N., 2006. Corrosive injury to upper gastrointestinal tract. World J Gastroenterol, 12(32): 5223–8. Krogfelt, K.A., Lehours, P., Megraud, F., 2005. Diagnosis of Helicobacter Pylori Infection. Helicobacter, 10(Suppl): 5–13. Manf redi, M.A., Lightdale, J.R., 2010. Endoscopy. In Bishop WP ed. Pediatric Practice Gastroenterology. New York: Mc Graw Hill, 126–41. P i t t m a n , N . S . , B a r n a r d , J. , 19 9 7. Gastrointestinal Endoscopic procedures in children. Pediatric Annals, 26(4): 218–24. 160 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 153–160 Poddar, U., Yaccha, S., 2007. Helicobacter pylori in children: an Indian perspective. Indian Pediatr, 44: 761–70. Quak, S.H., Lam, S.K., Low, P.S., 1990. Upper gastrointestinal endoscopy in children. Singapore Med J, 31: 123–6. Stanley, S.L., Read, S.L., 2001. Entamoeba histolytica: parasite-host interactions. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol, 280: 1049–54. Turner, D., Levine, A., Weiss, B., et al., 2010. Evidence-based recommendations for bowel cleansing before colonoscopy in children: a report from a national working group. Endoscopy, 42: 1063– 70. Volonaki, E., Sebire, N.J., Borelli, O., et al., 2012. Gastrointestinal Endoscopy and Mucosal Biopsy in the First Year of Life: Indications and Outcome. J Pediatr Gastroenterol Nutr DOI: 10.1097/ MPG.0b013e3182478f83 (publish ahead of print) Wong, R.M., Ota, S., Bamba, H., Itoyama, S., et al., 2003. Accuracy of endoscopic diagnosis of Helicobacter pylori in patients with hemorrhagic peptic ulcers. Dig Endoscopy, 15: 25–9. Wyllie, R., Kay, M.H., 1993. Gastrointestinal endoscopy in infants and children. Pediatr Rev, 14: 352–9.