PENGARUH TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK) STIMULASI PERSEPSI MODIFIKASI TERHADAP PENGENDALIAN HALUSINASI DENGAR PADA Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK): STIMULASI PERSEPSI MODIFIKASI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALIAN HALUSINASI DENGAR PADA KLIEN SKIZOFRENIA Ah. Yusuf*, Rizki F.*, Nursalam*, Iskandar ABSTRACT The objective of this study was to examine the effect of modified Group Activity Therapy (GAT) perception stimulation on auditory halucination controlling in schizophrenia. Modification means using only 3 sessions in GAT. A quasi-experimental pre post test design was used in this study. Eighteen samples with auditory halucination at male third’s class wards Menur Mental Hospital Surabaya were used in this study and divided into 2 groups. Observation was applied to measure patient’s responses and data were analyzed by Wilcoxon Signed Rank test and Mann Whitney test with significance level of α<0.05. Conclusion: modified perception stimulation of GAT is able to increase patient’s ability for making differences between reality and non-reality and motivated patient to choose and use the best way for controlling halucination. Keywords: auditory halucination, perception stimulation Group Activity Therapy. PENDAHULUAN Halusinasi merupakan bentuk gangguan persepsi dimana individu mengalami kehilangan kemampuan dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien dengan diagnosa skizofrenia, 70% mengalami halusinasi dan 30% mengalami waham. Dari klien yang mengalami waham ditemukan 35%-nya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik lain, 20% mengalami campuran halusinasi pendengaran dan pengelihatan (Stuart & Sundeen, 1995). Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya pada tahun 2006 merawat rerata 150 pasien skizofrenia perbulan, yang mengalami halusinasi sekitar 60%, kerusakan interaksi dan gangguan konsep diri 25%, perilaku kekerasan 10% dan klien dengan waham sekitar 5%. Dari 60% (90 klien) yang mengalami halusinasi, 50% mengalami halusinasi dengar, halusinasi penglihatan 45% dan halusinasi jenis lain sekitar 5% (Medical Record RSJ Menur Surabaya, 2005). _____________ * Staf Pengajar PSIK FK UNAIR Halusinasi yang tidak segera mendapatkan terapi atau penanganan akan menimbulkan masalah-masalah yang lebih banyak dan lebih buruk. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh halusinasi pada klien skizofrenia adalah: 1) perilaku kekerasan baik ditujukan pada diri sendiri maupun orang lain, 2) risiko tinggi tindakan bunuh diri, 3) gangguan interaksi sosial dan 4) kerusakan komunikasi verbal dan non verbal. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi halusinasi dengar antara lain dengan terapi psikofarmaka, terapi somatik (elektro convulsi therapy), terapi lingkungan, terapi bermain, terapi okupasi dan terapi aktifitas kelompok yang bertujuan untuk mengorientasikan klien pada realita. Orientasi pada realitas akan mengurangi persepsi sensorik yang salah dan meningkatkan rasa makna diri dan keluhuran pribadi klien (Townsend, 1998). Orientasi klien pada realita diperoleh dengan pendekatan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi. Dalam kegiatan aktivitas kelompok, tujuan ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 masalah yang dihadapi oleh sebagian besar peserta. Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktifitas mempersepsikan berbagai stimulus yang terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah (Keliat, 2002). Namun kenyataan yang diperoleh di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya pelaksanaan TAK stimulasi persepsi belum dapat dilaksanakan secara optimal hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: 1) kurangnya pemahaman perawat tentang TAK, 2) adanya anggapan bahwa proses TAK terlalu panjang namun hasil nyatanya belum nampak, 3) kurangnya tenaga perawat yang ada diruang rawat inap untuk dapat mengaplikasikan TAK secara teratur. Modifikasi TAK stimulasi persepsi perlu dilakukan agar dapat diterapkan dilapangan dan menilai pengaruh TAK stimulasi persepsi modifikasi terhadap pengendalian halusinasi dengar pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan quasy eksperiment dengan pendekatan (non- equaivalen control group atau non randomized control group pretest-posttest design). Populasi dalam penelitian ini adalah klien halusinasi yang sedang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya yang terdiri dari 3 ruang rawat inap kelas III laki-laki dengan besar sampel 18 responden. TAK stimulasi persepsi modifikasi terdiri atas tiga sesi, dilaksanakan tiga kali selama tiga hari. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Panduan TAK, 2) Lembar observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann Whitney Test dengan derajat kemaknaan α<0.05. HASIL PENELITIAN Tabel 1: Pengendalian Halusinasi Dengar Responden Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol. Pengendalian Halusinasi Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Pre Post Pre Post Pre Post Bisa mengendalikan 0 0% 9 100% 0 0% 1 10% 9 100% 1 11,1% Tidak bisa mengendalikan 9 100% 0 0% 9 100% 8 90% 0 0% 8 88,89% Total 9 100% 9 100% 9 100% 9 100% 9 100% 9 100% Wilcoxon Sign Rank Test Mann Whitney Test Z = -2.692 p = 0.007 Z = -0.577 p = 0.564 Z = -3.648 p = 0.000 Ket: p = Probabilitas PEMBAHASAN Pemberian TAK stimulasi persepsi modifikasi secara signifikan memberikan perubahan terhadap pengendalian halusinasi dengar pada klien skizofrenia yaitu p=0,007. Perubahan kemampuan klien dalam mengendalikan halusinasi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menunjukkan hal yang sangat Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 signifikan dengan p=0.000. Sebelum diberikan TAK stimulasi persepsi modifikasi 100% responden baik kontrol maupun perlakuan tidak mampu mengendalikan halusinasi dengar. Pengendalian halusinasi adalah kemampuan klien dalam mengendalikan stimulus yang datang dikaitkan dengan penurunan, berlebihan, distorsi atau kerusakan terhadap stimulasi (Nurjannah, 2001). Menurut Townsend (1998), ketidakmampuan klien mengenal halusinasi dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: 1) Klien merupakan penderita yang baru mengalami gangguan jiwa dan menjalani rawat inap, sehingga klien belum bisa membedahkan antara realita dan non realita. Hal tersebut menyebabkan mekanisme koping klien saat terjadi halusinasi tidak efektif dan cenderung terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri maupun orang lain. 2) Ketidaktahuan klien dalam mengenal cara mengendalikan halusinasi. Klien merasa apa yang didengar (halusinasi) adalah suatu hal yang nyata. Kemampuan untuk mengontrol halusinasi bisa diajarkan. 3) Klien rerata menjalani masa perawatan di minggu ke-2. Hal tersebut mempengaruhi kondisi mental atau psikis dari klien. Keadaan umum klien pada minggu ke-2 lebih tenang dan kooperatif, akan tetapi gejala halusinasi masih nampak dan klien belum bisa mengendalikan halusinasinya. 4) TAK belum menjadi protap penanganan klien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Menur, terapi klien hanya terfokus pada pemberian obat psikofarmaka saja. Setelah diberikan TAK stimulasi persepsi modifikasi, pada kelompok perlakuan 100% responden mampu mengendalikan halusinasi. Sedangkan pada kelompok kontrol 90% responden tidak bisa mengendalikan halusinasi. Townsend (1998) menyatakan bahwa orientasi pada realitas akan mengurangi persepsi sensorik yang salah dan meningkatkan rasa makna diri dan keluhuran pribadi klien. Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan atau perubahan pengendalian halusinasi pada kelompok perlakuan antara lain: 1) homogenitas jenis halusinasi yaitu halusinasi dengar. Kesamaan suatu masalah yang dihadapi oleh responden dalam suatu kelompok mempermudah pencapaian tujuan terapi. 2) pelaksanaan TAK yang berkelanjutan mengakibatkan responden saling mengenal, bertukar pengalaman, berkomunikasi dan menggali pengetahuan tentang pengendalian halusinasi dengar, 3) responden berusia 21-45 tahun, yang merupakan tahap usia dewasa dimana kepribadian seseorang lebih matang secara emosional sehingga perubahan mekanisme koping setelah TAK akan lebih mudah diadopsi 4) seluruh responden berjenis kelamin laki-laki sehingga mempermudah kelompok dalam pertukaran pengalaman secara terbuka. Pada kelompok kontrol hanya terjadi perubahan yang tidak terlalu signifikan yaitu 10% (1 orang), keadaan ini disebabkan oleh karena: 1) perbedaan mekanisme koping antar individu dalam kemampuannya untuk mengendalikan halusinasi dengar yang mempengaruhi percepatan klien dalam mengontrol halusinasi, 2) perbedaan terapi yang diterima klien yaitu adanya pemberian elektro convulsi therapy (ECT). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. TAK stimulasi persepsi modifikasi berpengaruh terhadap pengendalian halusinasi dengar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dimana klien lebih terkendali dalam menanggapi setiap halusinasi yang muncul. 2. Pemberian TAK stimulasi persepsi modifikasi dapat merubah perilaku klien dalam mengendalikan halusinasi yaitu dengan timbulnya kemampuan membedakan realita dan non realita serta memilih dan menggunakan cara untuk mengendalikan halusinasi. Saran 1. TAK ditetapkan sebagai kegiatan terapi dan dilaksanakan secara tyerencana dan berkelanjutan sebagai Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 upaya untuk mempercepat kesembuhan klien di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. 2. TAK stimulasi persepsi ditetapkan sebagai prosedur tetap (protap) dalam menyelesaikan masalah halusinasi pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. 3. Perlu dilaksanakan pelatihan tentang TAK untuk melatih terapis yang menjalankan TAK dengan benar dan sesuai dengan tujuan. 4. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang jenis TAK yang lain agar memperluas wawasan tentang terapi modalitas khususnya TAK untuk klien skizofrenia KEPUSTAKAAN Arikunto, S., (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Ribeka Cipta, Hal. 215. Hawari, D., (2003). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia, Jakarta: Gaya Baru, Hal. 41 Nurjannah, I., (2001). Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa: Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat- Klien, Yogyakarta: Mocomedia, Hal.102 Nurjannah, I., (2001). Aplikasi Proses Keperawatan: pada diagnosa risiko kekerasan diarahkan pada orang lain dan gangguan sensori persepsi, Yogyakarta: Mocomedika Hal.91- 147 Keliat, B.A., (2004). Keperawatan Jiwa: terapi aktifitas kelompok, Jakarta: EGC, Hal. 3-15 Keliat, B.A., (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2, Jakarta: EGC, Hal. 46 Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitihan Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika, Hal.102 Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, Jakarta: CV. Agung Seto, Hal. 23. Stuart & Sundeen, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC, Hal. 227-237. Suliswati, dkk, (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta: EGC, Hal. 129. Townsend, M.C., (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri: pedoman untuk pembuatan rencana perawatan, Jakarta: EGC, Hal. 156- 157. ----------, (2005). Medical Record, Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.