BAB 1 Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DAN LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA USIA 14–21 TAHUN DI LINGKUNGAN LOKALISASI Ah. Yusuf*, Khoridatul B.*, Hanik Endang*, Agung Tri Wiyono S. ABSTRACT The objective of this study was to examine the correlation between parenting and social environtment with sexual behavior for adolescence (14–21 years) who lived in Putat Jaya prostitution area Surabaya. Design used in this study was cross sectional design. The population were all adolescence who lived around in Putat Jaya prostitution area Surabaya. Total sample were 104 respondents, taken according to inclusion criteria. The independen variables were parenting and social environtment and the dependent variable was sexual behavior in adolescence (14–21 years). Data were collected by using structured questionaires with multiple choice and several open questions. Data were then analyzed by using Spearman’s Rho Correlation with level of significance p=0.05 and content analyse. Result showed that parenting had a strong correlation with sexual behavior in adolescence (p=0.000 and ρ=0.691) and the social environtment had a strong correlation with sexual behavior in adolescence (p=0.000 and ρ= –0.773). Conclution: parenting and social environtment has correlation with sexual behavior in adolescence and the most factors that have strong relationship in those correlations is living in prostitution area nearby. It is recommended for nurse, parent and publics to modified the social environtment to be more condusiveness. Keywords: adolescences sexual behavior, parenting, social environtment, prostitution area PENDAHULUAN Penyimpangan perilaku seksual pada remaja seringkali mencemaskan orang tua, pendidik dan masyarakat luas. Periode remaja merupakan masa yang sangat labil, terutama pada rentang usia antara 14–21 tahun sesuai dengan batasan dari WHO (Sarwono, 2004). Pada masa tersebut keadaan fisik, psikologis dan seksualitas seorang remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga perilaku seksual pada usia remaja tersebut cenderung mengalami banyak permasalahan (Soetjiningsih, 2004). Perilaku seksual seperti pacaran pada remaja saat ini, telah mengalami pergeseran nilai dan norma, karena disertai aktivitas seksual lain yang dapat menyeret remaja melakukan hubungan seksual sebelum menikah (Sarwono, 2004). _______________ *Staf Pengajar PSIK FK UNAIR Sejalan dengan meningkatnya minat terhadap kehidupan seksual, remaja selalu berusaha untuk mencari informasi obyektif mengenai seksualitas. Keluarga sebagai tempat interaksi pertama seorang anak seharusnya dapat memberikan informasi seputar seksualitas pada remaja, sebab hal paling membahayakan adalah bila informasi didapatkan remaja berasal dari sumber yang kurang tepat (Papalia, 2001). Menjadi permasalahan tersendiri bagi keluarga yang tinggal di kawasan lokalisasi dalam melakukan pengasuhan terhadap anak- anaknya. Adanya konflik antara nilai yang diajarkan oleh orang tua dengan kenyataan yang dilihat langsung oleh anak dalam kehidupan sehari-hari sering bertolak belakang. Tidak jarang pendidikan seks tersebut didapatkan oleh remaja langsung dari kegiatan- kegiatan di lokalisasi. Sehingga perilaku remaja cenderung mencontoh perilaku Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 menyimpang dari penghuni wisma dan tamu lokalisasi, seperti merokok, minuman keras, serta seks bebas (Sufiyanto, 2004). Data awal yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 16 orang remaja usia 14–21 tahun di dua tempat lokalisasi kelurahan Putat Jaya, yaitu Dolly dan Jarak, menunjukkan jumlah prosentase yang hampir sama. Sebanyak 5 orang remaja (31%) mengaku pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, 3 orang remaja (19%) mengaku pernah melakukan hubungan seksual tanpa senggama (petting), 6 orang remaja (37.5%) mengaku hanya sebatas berciuman bibir dan hanya 2 orang remaja (12.5%) yang mengaku belum berpengalaman sama sekali. Dari 5 orang remaja yang pernah melakukan hubungan seksual tersebut, didapatkan 2 orang remaja (40%) melakukannya dengan pekerja seks komersil (PSK) dan sisanya 3 orang remaja (60%) melakukan dengan pacarnya. Terjadinya perilaku seksual tidak sehat dan berisiko tinggi di masa remaja tersebut dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain pola asuh orang tua, lingkungan sosial meliputi masyarakat, sekolah dan teman sebaya, serta faktor genetik biologik (Soetjiningsih, 2004). Lokalisasi sebagai industri seks komersil, pada satu sisi secara sosial dan moral akan meresahkan, terutama dampaknya terhadap masyarakat sekitar pada umumnya dan keluarga yang tinggal di dalam lingkungan tersebut pada khususnya. Sementara bagi remaja yang tinggal di kawasan lokalisasi banyak melihat praktek pelanggaran norma-norma sosial melalui perdagangan seks bebas dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga mau tidak mau mereka harus menerima kondisi yang penuh konflik nilai tersebut sebagai suatu rutinitas dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan berdampak pada perkembangan jiwa dan kepribadian remaja yang tumbuh dalam lingkungan lokalisasi terutama dalam hal perkembangan dan kematangan pola perilaku seksualnya (Sufiyanto, 2004). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Cross Sectional Design, dengan 104 responden remaja 14-21 tahun. Variabel bebas pada penelitian ini hubungan pola asuh orang tua dan lingkungan sosial dan variabel tergantung perilaku seksual remaja usia 14–21 tahun di lingkungan lokalisasi. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi Spearman’s Rho dan analisis isi (Content analysis) dengan tingkat kemaknaan p≤0.05. HASIL PENELITIAN Tabel 1: Hubungan lingkungan sosial dan pola asuh orang tua terhadap perilaku seksual remaja usia 14–21 tahun di lingkungan lokalisasi kelurahan Putat Jaya Surabaya pada Januari 2007. Perilaku Seksual Remaja Usia 14 – 21 Tahun Lingkungan Sosial Pola Asuh Orang Tua Tidak Kondusif Kurang Kondusif Kondusif Total Otoriter Demokratik Permisif Total f % f % f % f % f % f % f % f % Normal 0 0 5 23.8 16 76.2 21 100 17 81 4 19 0 0 21 100 Ringan - Sedang 10 17.5 44 77.2 3 5.3 57 100 25 43.9 23 40.4 9 15.8 57 100 Berat 22 84.6 4 15.4 0 0 26 100 0 0 3 11.5 23 88.5 26 100 Total 32 30.8 53 51 19 18.2 104 100 42 40.4 30 28.8 32 30.8 104 100 p = 0.000 ρ = – 0.773 p = 0.000 ρ = 0.691 Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 Berdasarkan tabel di atas 16 orang (76.2%) remaja tanpa penyimpangan perilaku seksual (normal) tinggal di lingkungan sosial yang kondusif, 22 orang (84.6%) remaja dengan penyimpangan perilaku seksual berat tinggal di lingkungan sosial yang tidak kondusif dan hampir seluruhnya 44 orang remaja dengan penyimpangan seksual ringan sampai sedang tinggal di lingkungan sosial yang kurang kondusif dan hanya sebagian kecil 3 orang (5.3%) remaja dengan penyimpangan seksual ringan sampai sedang tinggal di lingkungan sosial yang kondusif. Analisis uji statistik Spearman’s Rho dengan tingkat kemaknaan p<0.05 didapatkan hasil p=0.000 yang artinya ada hubungan antara lingkungan sosial dengan perilaku seksual remaja dan nilai koefisien korelasi ρ= –0.773 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi tersebut mempunyai hubungan signifikan yang berlawanan arah yang berarti semakin kondusif lingkungan sosial maka makin kecil penyimpangan perilaku seksual pada remaja. Ada hubungan signifikan yang kuat (p=0.000 dan ρ=0.691) antara pola asuh orang tua dengan perilaku seksual remaja usia 14–21 tahun di lingkungan lokalisasi kelurahan Putat Jaya Surabaya, hubungan tersebut sejajar dan searah yang berarti semakin permisif orang tua maka makin tinggi pula risiko terjadinya penyimpangan perilaku seksual pada remaja. PEMBAHASAN Informasi seks yang tidak sehat atau tidak sesuai dengan perkembangan usia remaja mengakibatkan terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah yang dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seksual sebelum menikah. Pola asuh jenis apapun yang diterapkan orang tua akan menjadi sia-sia apabila tidak didukung oleh peran dari semua pihak terkait, seperti guru, masyarakat, serta perawat. Hal tersebut didukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hampir seluruh remaja usia 14–21 tahun tanpa penyimpangan perilaku seksual (normal) memiliki orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter. Dapat dilihat pula bahwa pada setiap pola asuh terdapat penyimpangan seksual, terutama disebabkan karena sifat remaja yang masih labil, memiliki rasa ingin tahu sangat besar dan cenderung percaya dengan kelompok sebayanya. Sehingga kontrol dan pengawasan perlu dilakukan semua pihak agar perilaku remaja dapat terkendali sesuai dengan nilai dan norma. Dari tabel 1 dapat dilihat hampir seluruh remaja usia 14-21 tahun tanpa penyimpangan perilaku seksual (normal) tinggal di lingkungan sosial yang kondusif. Yusanti (2002), berpendapat bahwa lingkungan yang dekat atau bahkan membaur dengan lokalisasi merupakan lingkungan yang tidak kondusif dan akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan perilaku dan kepribadian seorang anak khususnya pola perilaku seksual seorang remaja, sebab anak-anak dapat bergaul bebas dengan orang-orang yang ada di sekitar tempat tinggal tersebut. Kondisi tersebut akan memudahkan munculnya perilaku tanpa kendali, yakni penyimpangan dari berbagai aturan yang ada, seperti perilaku seks bebas yang semakin marak di kalangan remaja. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pola asuh orang tua yang otoriter menunjukkan hubungan signifikansi yang kuat dengan perilaku seksual remaja usia 14–21 tahun di lingkungan lokalisasi. 2. Lingkungan sosial yang kondusif Ada hubungan signifikansi yang kuat dengan perilaku seksual remaja usia 14–21 tahun di lingkungan lokalisasi. Saran 1. Pengetahuan tentang agama dan nilai-nilai norma serta kegiatan-kegiatan positif harus terus di tingkatkan. 2. Pola asuh yang benar perlu diterapkan terhadap anak sejak usia dini. 3. Peran serta masyarakat sangat penting dalam melakukan kontrol sosial. Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 4. Pemerintah Kotamadya Surabaya sebaiknya menerapkan peraturan daerah yang jelas dan tegas dalam mengatur kawasan lokalisasi. KEPUSTAKAAN Arikunto, S., (1998). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi IV, Jakarta: Rineka Cipta, hal: 208-306. Atkinson, et al., (2005). Pengantar Psikologi. Jilid 2, Jakarta: Erlangga, hal: 222-237. Balson, Maurice (1999). Menjadi Orang Tua yang Sukses Edisi ke-4, Jakarta: Grasindo, hal: 147-174. Mc. Conaghy, N., (1996). Sexual Behavior, Problems and Management, New York: Plenum Press, hal: 39-98. Notosoedirjo & Latipun. (2002). Kesehatan Mental, Konsep dan Penerapan, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, hal: 99-117. Papalia, (2001). Latar Belakang Perilaku Seks Pranikah pada Remaja. http://www.e- psikologi.com/remaja. Tanggal 7 November 2006 jam 13.00 WIB Sarwono, S.W., (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal: 51- 56, 97-99, 124-140, 137, 189. Singgih, G.S., (2000). Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Orang Tua, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, hal: 93-95, 125-131, 182- 190. Soetjiningsih, (2004). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, Jakarta: Sagung Seto, hal: 25-34, 132-154. Steinberg, L.D. (2002). Adolescence, Sixth Edition, New York: Mc. Graw Hill, hal: 11-15, 124-158, 170-174, 346-362. Sufiyanto, Y., (2004). Resistensi Keluarga di Lokalisasi. Skripsi S1 tidak dipublikasikan, Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya. Yusanti, N., (2002). Sosialisasi Anak di Lingkungan Lokalisasi. Skripsi S1 tidak dipublikasikan, Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya. http://www.e-psikologi.com/remaja http://www.e-psikologi.com/remaja