EFEK PEMBERIAN TERAPI SINAR 24JAM TERHADAP PENURUNAN KADAR TOTAL SERUM BILIRUBIN PADA NEONATUS ATERM DENGAN IKTERUS NEONATORUM Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 EFEKTIFITAS DISTRAKSI VISUAL DAN PERNAFASAN IRAMA LAMBAT DALAM MENURUNKAN NYERI AKIBAT INJEKSI INTRA KUTAN Nikmatur Rohmah* ABSTRACT The objective of this study is to examine the effectiveness of visual distraction usage and slow rhytm respiratory on pain relief which is caused by intra cutan injection. A quasy experimental design was used in this study. Sample of this study were 78 students of Nursing Academy Jember Muhammadiyah University at the second semester, recruited by using total sampling. Data were collected by using observation and questionnaire, then analyzed with Independent t-Test with significance level p<0.05. The result showed that visual distraction and slow rhytm respiratory technique had significantly effect on the effort of decreasing pain (p= 0.000), and there was a correlation between visual distraction and slow rhytm respiratory technique had significantly effect with the effort of decreasing pain (p=0.019). Conclusion: slow rhytm respiratory technique was more effective than visual distraction technique to relief pain. Keywords: visual distraction, slow rhythm respiratory, pain, intra cutan injection PENDAHULUAN Nyeri dapat timbul karena berbagai sebab, antara lain: kimiawi, mekanik, listrik, termal dan psikologis. Mekanisme nyeri dapat berupa terputusnya jaringan, tersayat, terdesak atau rusaknya ujung syaraf (Priharjo, 1996). Salah satu tindakan yang dapat menimbulkan nyeri adalah prosedur injeksi. Ada dua pemikiran yang mendasari timbulnya nyeri akibat injeksi: 1) tusukan jarum pada kulit menyebabkan terputusnya jaringan, 2) masuknya massa obat ke dalam jaringan tubuh akan merangsang ujung saraf nyeri. Pengalaman di laboratorium ilmu keperawatan dasar Akademi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember, pada pelaksanaan praktek prosedur injeksi, mahasiswa sering diliputi perasaan takut, khawatir dan ragu-ragu sebelum mereka latihan injeksi. Bagi mahasiswa yang menjadi model selalu membayangkan rasa sakit bila diinjeksi. ___________ * Staf Pengajar AKPER UNMUH Jember Respons yang muncul pada mahasiswa yang menjadi model antara lain: merintih, menangis, mengeluh kesakitan dan ingin menjerit. Schecter (1987) dalam Carpenito (2000) menyatakan bahwa tiap individu mengalami dan mengekspresikan nyeri dengan caranya sendiri. Seseorang yang mengalami nyeri merasa seolah tubuh dan kehidupan mereka diluar kontrol. Latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kontrol nyeri menurut Mc.Guire dan Schecter (1993) dalam Carpenito (2000) adalah intervensi non farmakologis, yaitu melakukan aktifitas yang dapat menurunkan stres dan ansietas. Intervensi non farmakologis dapat berupa stimulasi kognitif, perilaku dan counter iritan kutan. Intervensi kognitif adalah usaha memodifikasi proses berfikir untuk menurunkan nyeri. Aktfitas kognitif dapat berupa mendistraksi persepsi nyeri (misalnya berhitung, bermain game, bercakap-cakap, dan latihan nafas), imajinasi. Tindakan stimulasi kognitif yang sederhana namun mempunyai kompleksitas yang tinggi adalah distraksi dan tehnik Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 pernafasan irama lambat. Berdasarkan pendekatan konsep Orem yang menekankan pada mengoptimalkan peran serta dan kemandirian pasien, maka distraksi dan teknik pernafasan ini sangat sesuai. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester II Akademi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember. Besar sampel adalah 78 responden diambil dengan menggunakan tehnik total sampling. Variabel independen dalam penelitian ini adalah distraksi visual dan tehnik pernafasan irama lambat, sedangkan variabel dependennya adalah penurunan nyeri pada injeksi intra kutan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dengan berpedoman pada skala intensitas nyeri (skala 0-5). Kuesioner dipakai sebagai data pendukung yang memvalidasi hasil pengamatan. Pemilihan tehnik penurun nyeri tiap responden diberikan kebebasan untuk memilih. Untuk distraksi visual disediakan dua alat bantu yaitu game dan gambar. Pernafasan dilakukan dengan memejamkan mata dan relaksasi, sebelum dan sesudah injeksi dilakukan. Analisis data dengan menggunakan uji statistik Independent t-Test dengan tingkat kemaknaan p≤0,05. HASIL PENELITIAN Tabel 1: Perbandingan skala nyeri saat injeksi intra kutan dengan penggunaan Distraksi Visual dan Pernafasan Irama Lambat. Skala Nyeri Distraksi Visual Pernafasan Irama Lambat 0 2 (4.65%) 4 (11.43%) 1 30 (69.77%) 27 (77.14%) 2 9 (20.93%) 4 (11.43%) 3 2 (4.65%) 0 (0%) 4 0 (0%) 0 (0%) 5 0 (0%) 0 (0%) Total 48 (100%) 35 (100 %) Mean 1.12 0.88 Independent t-Test p = 0.000 Pada tabel 1 di atas terlihat hasil yang signifikan, yaitu p=0.000 yang artinya distraksi visual dan pernafasan irama lambat efektif dalam menurunkan nyeri akibat injeksi intra kutan. PEMBAHASAN Ditraksi visual dan pernafasan irama lambat secara efektif dapat menurunkan nyeri. Penggunaan distraksi visual yang tepat dan pernafasan irama lambat yang benar dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri dan menurunkan persepsi nyeri. Nyeri yang timbul akibat tusukan jarum injeksi merupakan impuls saraf yang akan menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Serabut saraf yang akan mengkonduksi stimulus ini akan dihantarkan oleh serabut A-Delta (bermielin dan cepat) yang menghantarkan sensasi nyeri tajam, terlokalisir. Serabut A-Delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, sehingga terjadi pelepasan mediator kimia yang mengaktifkan respons nyeri. Transmisi stimulus nyeri akan berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen sampai transmisi tersebut berakhir di bagian kornu dorsalis, kemudian neurotransmitter seperti subtansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer ke Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 saraf traktus spinotalamus (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Hal ini memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat, sistim limbik, thalamus, kortek sensori dan kortek asosiasi. kemudian melalui serabut sistem nyeri desenden persepsi akan dikirim sehingga menimbulkan respons nyeri yang sangat individual. Tehnik distraksi merupakan usaha untuk menurunkan nyeri dengan upaya melepaskan endorfin. Pada saat individu melakukan distraksi dan stimulus nyeri sudah mencapai otak, maka pusat kortek di otak akan memodifikasi persepsi nyeri, kemudian alur saraf desenden pnghantar persepsi nyeri akan melepaskan opiat endogen (endorfin) yang akan menurunkan nyeri. Neuromodulator ini bekerja dengan cara memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri. Dalam teori gate control disebutkan bahwa distraksi dapat mengaktivasi serabut kecil yang dapat meningkatkan subtansia gelatinosa di dalam medula spinalis. Dengan adanya subtansia gelatinosa ini maka produksi dari T- cell akan dihambat. T-cell ini berfungsi sebagai serabut penghantar nyeri, jika T-cell dihambat produksinya maka hantaran nyeri akan dihambat pula. Dalam teori ini disebutkan sebagai mekanisme penutupan pintu gerbang (Guyton, 1990). Menurut Perry & Potter (2006), teknik pernafasan irama lambat dapat menurunkan nyeri dengan mekanisme ganda. Pertama pelaksanaan tehnik pernafasan ini mengandung unsur distraksi (pengalihan perhatian nyeri pada konsentrasi bernafas) sehingga mekanismenya berlangsung sebagaimana mekanisme distraksi. Kedua, dalam teknik pernafasan ini juga mengandung unsur relaksasi dan peningkatan masukan oksigen. Ketegangan akan meningkatkan persepsi nyeri. Keadekuatan masukan oksigen dan relaksasi akan menurunkan persepsi nyeri. Pernafasan irama lambat lebih efektif dibandingkan dengan distraksi visual. Hal ini disebabkan oleh karena tehnik pernafasan lebih mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam segala situasi, serta tidak memerlukan alat bantu. Teknik pernafasan yang dilakukan dengan benar mempunyai efek pengalih perhatian karena mempunyai unsur konsentrasi pada pernafasan dan efek relaksasi. Pada distraksi visual seseorang diharapkan dapat memusatkan perhatiannya pada suatu obyek melalui indra pengelihatan. Hal ini akan sulit dilakukan pada orang yang tidak mudah berkonsentrasi. Distraksi visual juga memerlukan alat bantu tertentu, dimana tidak semua alat dapat dengan mudah digunakan oleh semua orang. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Distraksi visual dan pernafasan irama lambat secara efektif dapat menurunkan nyeri akibat injeksi intra kutan. 2. Pernafasan irama lambat secara signifikan lebih efektif dibandingkan dengan distraksi visual dalam menurunkan nyeri akibat injeksi intra kutan. Saran 1. Setiap individu yang akan diinjeksi hendaknya dapat menggunakan salah satu metode penurun nyeri non farmakologis yaitu pernafasan irama lambat atau distraksi visual. 2. Pelaksanaan pengalaman belajar praktika bagi mahasiswa keperawatan khususnya praktik prosedur injeksi hendaknya dapat dilaksanakan secara terpadu dengan praktek prosedur penurunan nyeri non farmakologis, sehingga kompetensi belajar dapat dicapai dengan lebih baik. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengalaman belajar praktika secara terpadu dengan topik-topik yang lain, misalnya praktek komunikasi terapeutik dengan praktek pemenuhan kebutuhan nutrisi. Jurnal Ners Vol. 2 No. 1 Mei – September 2007 KEPUSTAKAAN Burn, N. & Groove, S.K., (2000), Dasar-Dasar Riset Keperawatan, Jakarta: EGC. Carpenito, L.J., (2000), Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Jakarta: EGC. Guyton, (1990), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta: EGC. Junaidi, P., (1995), Pengantar Analisa Data, Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam, (2003), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi I, Jakarta: Salemba Medika. Peter & Perry, (2006), Fundamental Keperawatan Vol. 2 Edisi 4, Jakarta: EGC. Priharjo. R., (1996), Perawatan Nyeri: Asuhan Keperawatan dalam memenuhi Kebutuhan Aktifitas Istirahat Pasien, Jakarta: EGC. Wolf, et.all., (1984), Dasar-dasar Ilmu Keperawatan, Jakarta: PT Gunung Agung.