MODIFIKASI MIRING KIRI DAN ELEVASI KEPALA MENURUNKAN BACK PAIN POST PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (Modified Left Lateral and Head Elevation Reduces Post Percutaneous Coronary Intervention Back Pain) Harmayetty*, Sriyono*, Adi Cahyo Fajarianto** * Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya. Telp/Fax: (031) 5012496, E-mail: zanno_yet@yahoo.com ** Rumah Sakit Surabaya Internasional ABSTRACT Introduction: Modified left lateral position and head elevation is a very important for 6 hours patient immobility after percutaneous coronary intervention. Patient immobility have higher risk of discomfort or back pain and leg pain. The objective of this study was to identify the effect of modified left lateral position and head elevation on pain reduction after percutaneous coronary intervention (PCI) with vascular closure device. Method: A quasy experimental design was used in this study with population were percutaneous coronary intervention (PCI) patient in Surabaya International Hospital. There were 20 respondents who met to the inclusion criteria which taken by using purposive sampling technique and divided into two groups, 10 respondents as experiment group and 10 respondents as control group. Data were collected by using questionnaire and observation for pain respons and distal pulsation (dorsalis pedis artery), then data were analyzed by using Mann Whitney U test and Independent t-Test with significance level =0.01. Result: The results showed that there was a significance effect of modified left lateral position and head elevation on reducing back pain with Mann Whitney U test (p=0.00) and there was a significance effect of modified left lateral position and head elevation on the change of dorsalis pedis pulsation with Independent t-Test (p=0.00). Discussion: It can be concluded that modified left lateral position and head elevation reduce back pain on patients post percutaneous coronary intervention. Further studies should be developed to identify the effect of modified left lateral position and head elevation on other variables of pain and stress. Keywords: modified position, back pain, percutaneous coronary intervention PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di Amerika. American Heart Association (AHA) memperkirakan 500.000 dari mereka meninggal akibat serangan jantung (Hudak dan Gallo, 1997). Pada penderita dengan coronary artery disease, 10% penderita diberikan tindakan coronary artery bypass surgery (AHA, 2002). Tindakan alternatif dari penyakit jantung koroner adalah PCI (Percutaneous Coronary Intervension). Prosedur PCI melalui transfemoral dapat menimbulkan komplikasi 5-10%, antara lain terjadi hematom, infeksi, pseudoaneurisma, arteri vena fistula atau perdarahan retroperineal. Pengurangan komplikasi paska PCI dapat dilakukan dengan imobilisasi seperti tidur terlentang di tempat tidur selama 6-8 jam. Pengaruh imobilisasi yang lama paska PCI ini sering menimbulkan back pain dan nyeri pada kaki, hipotensi orthostatik, dan kesemutan (Syam, 1992). Survey pada bulan Agustus 2005 sampai dengan Agustus 2006 dari 80 pasien dengan PCI, 70% pasien mengalami back pain sesudah PCI. Perubahan posisi waktu imobilisasi penting bagi pasien paska PCI. Back pain menjadikan suatu masalah yang dialami pasien. Chair, 2004 (dalam EBN, 2004) melakukan studi di China terhadap 419 pasien paska coronary angiografi, 207 pasien diberikan intervensi perubahan posisi miring kanan-miring kiri, 212 dengan bedrest dengan posisi mendatar. Perubahan posisi pada pasien yang diberikan intervensi menunjukkan penurunan back pain tanpa komplikasi seperti perdarahan. Namun pengaruh perubahan posisi tehadap penurunan back pain pada pasien paska PCI dengan vascular closure device masih belum jelas. Proses imobilisasi pasien akan menimbulkan keluhan back pain sebagai pemicu reseptor nyeri (nociceptor) untuk mempengaruhi keluarnya bradikinin, histamin dan prostaglandin, bahan yang bersifat sensitif terhadap nyeri. Sinyal nyeri ini akan diteruskan oleh neuron sensori di spinal cord, memicu keluarnya glutamat sebagai neurotransmiter yang menghantarkan sinyal nyeri dari satu neuron ke neuron yang lain. Sinyal nyeri ini akan diterima oleh thalamus, kemudian diteruskan ke somatosensory cortex di cerebrum dimana nyeri akan di lokalisir. Melalui proses ini pasien merasakan nyeri dan rasa tidak nyaman pada bagian belakang tubuh akibat dari imobilisasi (EBN, 2004 dalam Silber, 2006). Pengurangan nyeri akibat dari imobilisasi dilakukan dengan memberikan posisi modifikasi elevasi kepala dan miring kiri pada pasien. Untuk menghindari terjadinya komplikasi dilakukan observasi kekuatan nadi distal setelah prosedur PCI dan penurunan nyeri yang dirasakan pasien waktu menjalani imobilisasi. Survey pada bulan September 2006 sebanyak 20 pasien coronary intervention di Rumah Sakit Surabaya Internasional yang diambil secara acak, 15 pasien (75%) menyatakan keluhan back pain. Pemberian posisi miring kiri dan mobilisasi pada kaki kecuali kaki tempat insersi arteri femoralis kanan yang selama ini dilakukan belum mengurangi back pain yang dirasakan pasien. Hasil pengamatan oleh peneliti, pemberian perubahan posisi miring kiri dan elevasi kepala yang di berikan terhadap pasien paska coronary intervention dapat membantu menurunkan keluhan back pain, seperti nyeri menjalar, kelemahan, gelisah, rasa tidak nyaman pada pasien. Merujuk pada kondisi tersebut maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala terhadap penurunan back pain pada pasien paska Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dengan vascular closure device di Rumah Sakit Surabaya Internasional. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan adalah Quasy Eksperimental Post Test Only Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang dilakukan kateterisasi jantung dan PCI pada bulan Oktober-November 2006 sebanyak 20 pasien di Rumah Sakit Surabaya Internasional. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel yang diambil ditentukan berdasarkan kriteria inklusi, yang meliputi pasien dewasa berumur antara usia 30-60 tahun, pasien paska PCI 1 jam, tidak menggunakan obat analgesik (morphine, dormicum), area punksi pada arteri femoralis kanan, tidak ada komplikasi dan pemakaian obat-obatan jantung (aspirin, plavix, cedocard). Variabel independen dalam penelitian ini adalah posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala dan variabel dependen adalah skala nyeri dan pulsasi distal (arteri dorsalis pedis). Intervensi dilakukan setelah satu jam paska tindakan prosedur PCI dengan vascular closure device, responden diberikan posisi elevasi kepala selama 6 jam dan posisi miring kiri 2 kali dalam 6 jam. Pengumpulan data diperoleh melalui observasi. Responden diobservasi dengan dua jenis lembar observasi yaitu lembar observasi skala nyeri (skala nyeri Bourbonis) dan lembar pulsasi distal (setiap 15 menit selama 1 jam). Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney U Test dengan α=0,05 untuk skala nyeri dan uji statistik Independent t-Test dengan α=0,05 untuk pulsasi distal arteri dorsalis pedis. HASIL Tabel 1 menunjukkan bahwa pada menit ke-15 post PCI, tidak didapatkan perbedaan skala nyeri yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol namun pada menit ke-30 mulai terlihat bahwa skala nyeri responden pada kelompok perlakuan lebih rendah. Tabel 1. Skala nyeri kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada pasien paska PCI. No . Skala Nyeri (pada menit ke-) Frekuensi Arteri Dorsalis Pedis (pada menit ke-) P K P K P K P K P K P K P K P K 15 30 45 60 15 30 45 60 1. 1 1 1 2 1 3 1 3 72 70 74 74 74 78 76 80 2. 1 1 1 2 1 2 1 3 70 76 72 78 74 80 78 86 3. 2 2 1 2 1 3 1 3 66 74 68 76 68 77 70 78 4. 2 2 2 3 1 3 1 3 70 74 72 74 72 76 72 78 5. 2 2 2 3 1 3 1 3 68 78 70 79 72 82 72 84 6. 1 1 1 2 1 3 1 3 72 78 74 82 74 82 78 86 7. 1 2 1 2 1 3 1 3 70 68 70 76 72 78 72 80 8. 2 1 1 3 1 3 1 3 72 80 72 82 76 88 78 92 9. 1 2 1 2 1 2 1 2 66 72 66 74 70 76 72 78 10 1 1 1 2 1 2 1 3 70 74 70 76 74 78 76 82 SD 0,5 0,5 0,4 0,4 0,0 0,4 0,0 0,3 Mann Whitney U Test Independent t-Test p=0,661 p=0,000 p=0,000 p=0,000 p=0,03 p=0,00 p=0,02 p=0,00 Keterangan: P = kelompok perlakuan K = kelompok kontrol p = signifikansi SD = standar Deviasi Skala nyeri pada menit ke-45 dan ke- 60 kelompok perlakuan menunjukkan 100% tidak nyeri, sedangkan pada kelompok kontrol 30% mengalami nyeri ringan dan 80% nyeri sedang. Skala nyeri yang timbul pada kelompok responden yang diberikan posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala, pada menit ke-15 didapatkan hasil yang tidak signifikan dengan uji statistik Mann Whitney U Test (p=0,661). Pada menit ke-30 dan ke-60 terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala terhadap penurunan skala nyeri (back pain) paska PCI dengan uji statistik Mann Whitney U Test (p=0,000). Perbandingan frekuensi arteri dorsalis pedis pada kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan tidak ada perubahan frekuensi arteri dorsalis pedis yang bermakna pada kedua kelompok. Pada kelompok perlakuan (yang diberikan posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala) dan kelompok kontrol pada menit ke-15 dan ke-45 didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan frekuensi arteri dorsalis pedis dengan hasil uji statistik Independent t-Test, sedangkan pada menit ke-30 dan menit ke-60 menunjukkan posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala berpengaruh terhadap frekuensi arteri dorsalis pedis. PEMBAHASAN Pemberian posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala paska PCI dengan vascular closure device merupakan kombinasi perubahan posisi saat imobilisasi pada pasien dengan miring dan elevasi kepala 15-45, membantu menurunkan keluhan back pain dan membantu memenuhi kebutuhan pasien seperti makan, minum dan kebutuhan eliminasi pasien (Benson dalam Bigatello, 2006). Pada kelompok perlakuan yang diberikan posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala paska PCI dengan vascular closure device didapatkan adanya respons penurunan nyeri (back pain) yang bermakna. Pada menit ke-15 paska perlakuan menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nyeri, hal ini dapat disebabkan oleh karena respons seseorang terhadap nyeri tidak sama, faktor usia dan pada menit-menit pertama pasien belum menunjukkan respons terhadap nyeri yang dirasakan, makin lama waktu imobilisasi yang diberikan maka respons nyeri makin dapat dirasakan oleh pasien, beragamnya usia responden dapat mempengaruhi pemahaman tentang nyeri setelah ada pencetus rangsangan nyeri seperti proses imobilisasi paska PCI. Menurut Brunner dan Suddarth (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rasa nyeri sebagai berikut: arti nyeri terhadap individu (setiap individu mempunyai arti yang berbeda dalam memandang respons nyeri, baik pada waktu yang berbeda pada individu yang sama maupun keluhan yang sama. Sebagian individu mempunyai respons positif dan lebih cepat dari individu yang lain, hal tersebut tergantung pada kondisi dan intepretasi individu terhadap nyeri tersebut). Faktor kedua toleransi individu terhadap nyeri, toleransi seseorang yang berhubungan dengan intensitas nyeri dimana individu dapat merespons dengan baik atau sebaliknya. Faktor ketiga yaitu ambang nyerisuatu batas kemampuan seseorang untuk mau beradaptasi serta berespons terhadap nyeri dimana mempengaruhi perilaku seseorang dan faktor keempat yaitu usia, perbedaan usia seseorang mempunyai pengaruh yang berbeda-beda dalam memandang suatu rasa nyeri. Pada usia dewasa biasanya lebih dapat mentoleransi rasa sakit dengan baik, tetapi pada anak-anak ambang batas atas nyeri rendah untuk membedakan rasa sakit dan tekanan, sedangkan orang yang berusia lanjut mengalami kegagalan dalam merasakan kerusakan jaringan, akibat perubahan degeneratif pada jalur saraf nyeri dibandingkan dengan usia muda. Pemberian posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala yang diberikan kepada pasien paska PCI dengan vascular closure device berpengaruh terhadap penurunan nyeri (back pain). Pada pasien yang imobilisasi maka pasien tersebut harus terlentang di tempat tidur, tekanan gravitasi akan meningkat, beban berada pada punggung pasien sehingga mikrosirkulasi terganggu, respons nyeri pasien akan muncul (EBN, 2004). Pada kelompok perlakuan setelah diberikan posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala, respons nyeri berkurang karena beban gravitasi pada punggung pasien terbagi sehingga tidak mengganggu mikrosirkulasi. Dengan demikian sirkulasi tidak mengalami hambatan sehingga rangsangan nyeri tidak timbul. Respons frekuensi arteri dorsalis pedis pada menit ke-15 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pada menit ke-30 dan ke-60 menunjukkan pemberian posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala berpengaruh terhadap frekuensi arteri dorsalis pedis yang signifikan. Nadi merupakan indikator status sirkulasi. Faktor mekanis, neural dan kimia tidak dapat mengubah volumenya, tetapi perubahan frekuensi jantung akan mengakibatkan perubahan pada nadi. Karakter nadi dapat dikaji melalui frekuensi, kekuatan, irama dan kesamaannya (Perry dan Potter, 2005). Semua denyut nadi perifer diukur untuk keseimbangan dan kesimetrisannya. Nadi dorsalis pedis kanan dibandingkan dengan yang kiri. Ketidakseimbangan dapat mengidentifikasikan adanya obstruksi lokal atau arteri yang terletak abnormal. Untuk mengetahui adanya oklusi arteri pada ekstremitas biasanya ditandai dengan nyeri karena tidak adanya aliran darah. Nyeri terjadi dibagian distal sampai ke tempat oklusi. Karakteristik oklusi antara lain: pain (nyeri), pallor (pucat), pulselessness (tidak ada denyut) (Perry dan Potter, 2005). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Posisi modifikasi miring kiri dan elevasi kepala menurunkan skala nyeri pasien paska PCI Saran Penelitian lebih lanjut dapat menggunakan variabel umur yang lebih homogen serta memfokuskan sampel pada laki-laki atau perempuan saja pada paska PCI sehingga dapat memberikan hasil penelitian dengan karakteristik penurunan nyeri yang berbeda yang dapat menjadi tolok ukur dalam memberikan pelayanan keperawatan yang optimal kepada pasien dan menambah pengetahuan dalam bidang keperawatan dimasa yang akan datang. KEPUSTAKAAN AHA. 2002. Coronary Artery Disease, (Online), (http://circ.ahajournals.org., diakses tanggal 20 Desember 2006, jam 18.00 WIB). AHA. 2002. Coronary Heart Disease, (Online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Coronary http://circ.ahajournals.org/ http://en.wikipedia.org/wiki/Coronary_heart_disease _heart_disease., diakses tanggal 28 Desember 2006, jam 17.00 WIB). Bigatello. 2006. Critical Care Handbook of the Massachusetts General Hospital Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. EBN. 2004. Changing patient in bed after non emergency coronary angiography reduced back pain, (Online), (http://ebn.bmj.com., diakses tanggal 9 Desember 2006, jam 18.00 WIB). Hudak dan Gallo, 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi VI. Jakarta: EGC. Kozier B. 1997. Fundamental of Nursing: Concept Process and Practice Fourth Edition. California: Redwood City. Perry dan Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, Praktek. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Silber, S. 2006. Vascular Closure Device for Immediate Sheath Removal after coronary Intervention, (Online), (http://www.sigmundselber.com., diakses tanggal 10 Desember 2006, jam 10.00 WIB). Syam, H. 1992. Ilmu Kedokteran Fisip dan Rehabilitasi. Surabaya: URM RSUD Dr. Soetomo. http://en.wikipedia.org/wiki/Coronary_heart_disease http://ebn.bmj.com/