PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI (3-6 BULAN) MELALUI INFANT EXERCISE (Increasing Infant’s Body Weigth with Infant Exercise) I Ketut Sudiana*, Yuni Sufyanti A*, Puteri Indah D* * Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya. Telp/Fax: (031) 5012496. E-mail: yuni_psik@yahoo.com ABSTRACT Introduction: Infant body weigth is used as a best indicator to measure infant growth and nutritional status. Body weight that not related on age, does not gain at least 500-600 gram for about three months, or over body weight, can be used to predict heath problem. Infant exercise stimulation is an effort to increase body weight so that infant gain on a normal pattern of weight. The objective of this study was to analyze the influence of infant exercise to weight gain related on age on infant (3-6 month). Method: A quasy-experimental non-randomized control group pre- posttest design was used in this study. The subjects were infants in 3-6 month aged lived in Wates Negoro and Manduro village, Subdistrict Ngoro, Mojokerto. There were 14 infants who met to the inclusion criteria. Data were collected by using body weight observation scale after infant exercise had been done for 4 week. Data were analyzed by using Independent t-Test and Paired t- Test with significance level of α≤0.05. Result: Result showed that infant exercise had effect on weight gain related on age on infant (3-6 month). Paired t-Test to the treatment group showed a significant differences between pre test and post test (p=0.00000). Control group showed a significant differences between pre test and post test (p=0.00005). Independent t-Test in pre test showed body weight (p=0.74) and increasing of body weight (p=0.000). Discussion: It can be concluded that there were significant effect of infant execise to weight gain related on age on infant (3-6 month). The limitation was that quality and quantity of the infant’s nutrition can not be controlled by the researcher. Keywords: infant exercise, body weight gain, infant PENDAHULUAN Berat badan merupakan salah satu parameter pertumbuhan seorang anak, disamping faktor tinggi badan (Hendarto, 2007). Berat badan yang tidak sesuai dengan umur, tidak ada kenaikan berat badan dalam jangka waktu tertentu (1-3) bulan atau berat badan berlebih, bisa menjadi petunjuk adanya gangguan kesehatan (Handajani, 2006). Pada kondisi tertentu seperti terserang infeksi misalnya diare, konsumsi makan yang menurun sangat mudah mempengaruhi berat badan yang pada akhirnya dapat menurunkan keadaan gizi (Retnowati, 2002). Infant exercise merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan berat badan bayi. Namun saat ini pengaruh infant exercise terhadap peningkatan berat badan sesuai umur pada bayi (3-6) bulan belum diketahui. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Wates Negoro Kecamatan Ngoro didapatkan 4 bayi dari 14 bayi yang berumur 3-6 bulan mengalami gizi kurang. Sebagaimana negara berkembang yang lain, di Indonesia masalah kesehatan dan pertumbuhan anak sangat dipengaruhi oleh dua masalah utama yaitu keadaan gizi yang tidak baik dan penyakit infeksi. Anak yang menderita kurang gizi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menderita infeksi yang menyebabkan terjadinya diare atau campak yang tidak jarang membawa kematian. Penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa kematian bayi akan menjadi lebih tinggi jika jumlah penderita gizi buruk Infant Exercise meningkat (Moehji, 1992). Narendra (1995) menyatakan bahwa di Indonesia masih terdapat kekurangan gizi kronis akibat gangguan pertumbuhan yang menurut UNICEF sebesar 46% pada kelompok bayi. Berdasarkan survey yang dilakukan Retnowati (2002) status gizi Balita di Jatim tahun 1999 sejumlah 3,8% balita mengalami gizi lebih, 68,4% gizi baik, 22,31% gizi kurang dan 0,52% mengalami gizi buruk. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lain. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan pertumbuhan bayi (Soetjiningsih, 1995). Suatu pengamatan yang dilakukan setelah perang di Jerman waktu terjadi kelaparan, anak-anak mengalami keterlambatan pertumbuhan 10-20 bulan dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh normal (Narendra, dkk., 2002). Setiap bentuk gangguan gizi merupakan petanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi. Dua puluh lima persen bayi mengalami masalah kesulitan makan dan meningkat sebesar 40-70% pada anak yang lahir prematur atau dengan penyakit kronik (Judarwanto, 2004). Infant exercise sebagai alternatif untuk mempertahankan berat badan bayi normal sesuai dengan umur. Berat badan sangat dipengaruhi oleh pemberian gizi, sehingga orang tua harus memperhatikan asupan nutrisi yang juga dipengaruhi oleh nafsu makan. Nafsu makan dapat ditingkatkan dengan memberikan stimulasi dan latihan fisik berupa infant exercise. Kusyarini, 2006 (mengutip penelitian Burton L. White, Universitas Chicago) menyebutkan bahwa bayi yang melakukan infant exercise lebih cepat dalam berbicara, nafsu makan lebih baik, tidur lebih lelap dan dalam proses perkembangan gerak lebih cepat dibandingkan bayi yang tidak mengikuti infant exercise. Dengan melakukan infant exercise, otot akan berkontraksi dan mengakibatkan pemecahan ATP (Adenosin Trifosfat) menjadi sejumlah ADP (Adenosin Difosfat). Sejumlah energi akan terpakai saat otot berkontraksi sehingga cadangan energi akan berkurang. Hal ini akan merangsang pusat lapar hipotalamus (Guyton, 1997). Nafsu makan akan meningkat dan berat badan akan bertambah. Merujuk dari kondisi tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengidentifikasi pengaruh infant exercise terhadap peningkatan berat badan sesuai umur pada bayi (3-6) bulan. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Quasi-Eksperimen dengan pendekatan Non-randomized control group pre-postest design. Populasi yang digunakan adalah semua bayi yang berusia 3- 6 bulan yang tinggal di wilayah Posyandu Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Sampel yang diambil adalah bayi yang memenuhi kriteria inklusi yaitu sebanyak 14 orang yang dibagi menjadi 7 orang kelompok kontrol dan 7 orang kelompok perlakuan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei–24 Juni 2007. Variabel independen dari penelitian ini adalah infant exercise dengan metode yang berbeda-beda untuk masing-masing usia, sedangkan variabel dependen adalah berat badan yang diukur dengan melakukan penimbangan selama 4 minggu setelah diberikan infant exercise. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik Independent t-Test dan Paired t-Test dengan tingkat kemaknaan adalah α≤0,05. HASIL Hasil pengumpulan data didapatkan peningkatan berat badan sesuai umur pada bayi (3-6 bulan) sebelum dan sesudah dilakukan infant exercise. Pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan rerata berat badan yaitu sebelum diberikan perlakuan 6142,9 gram menjadi 6757,1 gram setelah dilakukan stimulasi infant exercise selama 4 minggu. Peningkatan yang terjadi dengan nilai terkecil 600 gram dan nilai terbesar 700 gram. Analisis dengan menggunakan uji statistik Paired t-Test pada kelompok perlakuan dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah dilakukan infant exercise diperoleh nilai p≤0,05 (p=0,0000). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang bermakna pada berat badan sebelum (rerata=6142,9; SD=435,343) dan sesudah (rerata=6757,1; SD=450,397) dilakukan infant exercise pada kelompok perlakuan (tabel 1). Tabel 1. Hasil perubahan berat badan pada kelompok perlakuan dan kontrol Perlakuan Kontrol Berat badan (gram) Berat badan (gram) Sebelum Sesudah perubahan Sebelum Sesudah Perubahan Rerata 6142,9 6757,1 614,3 5571,4 5871,4 300,0 SD 435,343 450,397 639,568 639,568 Paired t-Test p=0,0000 Paired t-Test p=0,0005 Independent t-Test (p=0,000) Keterangan: p = signifikansi SD = Standar Deviasi Pada kelompok kontrol terjadi peningkatan rerata berat badan yaitu sebelum diberikan perlakuan 5571,4 gram menjadi 5871,4 gram sesudah diberikan perlakuan, seperti terlihat pada tabel 2. Peningkatan yang terjadi dengan nilai terkecil 200 gram dan nilai terbesar 500 gram. Melalui uji Paired t-Test pada kelompok kontrol dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah dilakukan infant exercise menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada berat badan sebelum (rerata =5571,4; SD=639,568) dan sesudah (rerata =5871,4; SD=639,568) dilakukan infant exercise pada kelompok kontrol dengan nilai p≤0,05 (p=0,0005). Sebelum intervensi (infant exercise) diberikan, berat badan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p≥0,05 (p=0,074), tetapi setelah dilakukan intervensi stimulasi infant exercise selama 4 minggu terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok. Berdasarkan hasil uji Independent t-Test dengan membandingkan perubahan berat badan bayi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna, dengan nilai p≤0,05 (p=0,000) (tabel 1). Pada kelompok perlakuan menunjukkan peningkatan rerata berat badan sebesar 614,3 gram, sedangkan pada kelompok kontrol terjadi peningkatan berat badan sebesar 300 gram. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan berat badan antara kelompok yang diberikan perlakuan infant exercise dan kelompok yang tidak diberikan perlakuan infant exercise. Dengan demikian intervensi stimulasi infant exercise berpengaruh terhadap peningkatan berat badan sesuai umur pada bayi (3-6 bulan). PEMBAHASAN Bayi dengan berat badan rendah berisiko terserang penyakit yang lebih besar dibanding dengan bayi yang mempunyai berat badan normal (Rubiati, 2006). Pertumbuhan fisik yang terganggu akan menimbulkan banyak komplikasi, diantaranya gangguan pertumbuhan, kurang gizi, kurang vitamin dan mineral, serta gangguan perkembangan kecerdasan di masa selanjutnya. Berat badan ideal sesuai umur sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas makanan. Mereka yang mengalami kegagalan pertumbuhan (berat badan tetap atau turun dalam penimbangan bulan berikutnya) sering disebabkan oleh kekurangan gizi (Judarwanto, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak antara lain faktor herediter (tergantung ras, genetik, jenis kelamin dan kelainan bawaan), faktor hormonal (insulin, tiroid, hormon seks dan steroid), faktor lingkungan selama dan sesudah lahir (gizi, trauma, sosio–ekonomi, iklim, aktivitas fisik, penyakit, dll.). Intervensi stimulasi berupa infant exercise diberikan oleh ibu dari responden yang dapat memberikan respons fisiologis yang positif (keseimbangan pola aktifitas dan pola makan). Saat dilakukan infant exercise terjadi pelepasan sejumlah energi yang akan menurunkan cadangan energi. Hal ini akan meningkatkan kecepatan penggunaan zat makanan selanjutnya mengaktifkan pusat lapar di hipotalamus, sehingga akan meningkatkan nafsu makan (Guyton, 1997). Pada bayi yang diberi stimulasi infant exercise otot-otot yang bekerja akan mengalami kontraksi. Saat otot-otot berkontraksi terjadi pemecahan ATP menjadi ADP. Salah satu sumber dihasilkannya ADP adalah melalui proses glikolisis. Pada proses glikolisis, glukosa diubah menjadi ADP maka kadar glukosa dalam darah akan menurun, hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan peletupan neuron glukosensitif yang berada di pusat lapar hipotalamus (lateral) yang selanjutnya mengaktifkan pusat lapar di hipotalamus. Hal ini akan meningkatkan nafsu makan. Peningkatan absorbsi zat nutrisi akan terjadi akibat dari intake makanan yang meningkat. Dengan demikian berat badan bayi akan meningkat (Guyton, 1997). Hasil penelitian ini sesuai dengan Kusyarini berdasarkan penelitian dari Burton L White, Universitas Chicago yaitu bayi yang dilakukan infant exercise lebih cepat berbicara, nafsu makannya lebih baik, tidur lelap serta proses perkembangan gerak lebih cepat dibandingkan tidak mengikuti infant exercise (Kusyarini, 2006). Perubahan peningkatan berat badan yang tidak sesuai dengan umur (<500 gram) pada kelompok kontrol dapat disebabkan oleh asupan makan yang tidak adekuat baik dari kualitas maupun kuantitas. Pada kelompok perlakuan dari 7 responden, sebagian besar bayi mendapat asupan ASI yaitu 4 responden. Pada kelompok kontrol sebagian besar bayi mendapat asupan PASI yaitu 4 responden. Pada triwulan I, perubahan peningkatan berat badan berkisar 150-250 gram per minggu, triwulan II kenaikannya 500-600 gram per bulan. Antara 1 sampai 6 bulan pertambahan berat badan bayi terbilang cepat (Rubiati, 2006). Pertumbuhan dan perkembangan bayi, membutuhkan zat makanan yang adekuat (Narendra, 2002). Pemberian ASI atau menyusui adalah periode ekstragestasi dengan payudara sebagai plasenta eksternal, karena payudara menggantikan fungsi plasenta tidak hanya dalam memberikan nutrisi bagi bayi, tetapi juga sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Bagi bayi selain nilai gizi yang tinggi, dalam ASI juga terdapat zat anti bodi yang dapat melindungi bayi terhadap penyakit infeksi (Soetjiningsih, 1995). Persediaan zat gizi akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. ASI merupakan makanan bayi yang penting dalam memenuhi zat gizi yang dibutuhkan bayi. Asupan ASI yang terpenuhi akan memperbaiki keadaan gizi bayi sehingga proses pertumbuhan bayi akan terpenuhi secara maksimal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Infant exercise berperan sebagai intervensi yang efektif untuk meningkatkan berat badan bayi. Terdapat peningkatan berat badan pada bayi usia 3-6 bulan setelah dilakukan infant exercise selama 4 minggu. Saran Peneliti menyarankan bahwa perlunya sosialisasi tentang infant exercise oleh Petugas Puskesmas bekerja sama dengan kader kesehatan melalui Posyandu, Infant Exercise dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan berat badan pada bayi dengan dengan gizi buruk (Bawah Garis Merah) yang tidak mengalami gangguan kesehatan, Infant Exercise hendaknya diikuti dengan penimbangan berat badan secara rutin untuk mengetahui peningkatan berat badan bayi secara berkala, dan penelitian lebih lanjut diharapkan dapat dikembangkan dengan menggunakan variabel spesifik lainnya seperti kemampuan motorik kasar dan motorik halus pada bayi. KEPUSTAKAAN Guyton, A. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC, hlm. 93-97, 1114-1116. Handajani, D. 2006. Berbobot Lebih Belum Tentu Sehat, (Online), (http://www.ayahbunda- online.com/info_ayahbunda/info_detai l.asp?id=Prekonsepsi&info_id=100., diakses tanggal 23 Maret 2007, jam 10.15 WIB). Hendarto, A. 2007. Anak Kurus vs Anak Sehat, (online), (http://www.tabloid- nakita.com/artikel.php3?edisi=02092& rubrik=sehat., diakses tanggal 12 April 2007, jam 11.30 WIB). http://www.ayahbunda-online.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?id=Prekonsepsi&info_id=100 http://www.ayahbunda-online.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?id=Prekonsepsi&info_id=100 http://www.ayahbunda-online.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?id=Prekonsepsi&info_id=100 http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=02092&rubrik=sehat http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=02092&rubrik=sehat http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=02092&rubrik=sehat Judarwanto, W. 2004. Mengatasi Kesulitan Makan Pada Anak. Jakarta: Puspa Sehat, hlm. 3-5, 11. Kusyarini, I. 2006. Panduan Senam Bayi. Jakarta: Puspa Swara, hlm. 4, 13-33. Narendra, M., dkk. 2002. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto, hlm. 31, 52-121. Retnowati, S. 2002. Pengaruh Pola Pemberian Susu Terhadap Status Gizi Bayi, Tesis tidak dipublikasikan . Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, hlm. 19, 23. Rubiati, A. 2006. Bayi Kurus Berarti Kurang Gizi, (Online), (http://www.tabloid- nakita.com/artikel.php3?edisi=07331& rubrik=bayi., diakses tanggal 23 Maret 2007, jam 10.30 WIB). Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC, hlm. 18, 38-42. Wong and Whaley. 1995. Nursing Care of Infant and Children. Missouri: Mosby Inc., pp. 51-54, 95. Wong, D.L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta: EGC, hlm. 182-184. http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=07331&rubrik=bayi http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=07331&rubrik=bayi http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=07331&rubrik=bayi