EFEKTIVITAS PENURUNAN STRES HOSPITALISASI ANAK DENGAN TERAPI BERMAIN DAN TERAPI MUSIK (The Effectiveness of Play Therapy and Musical Therapy in Reducing the Hospitalization Stress) Yuni Sufyanti A.*, I Ketut Sudiana*, Kristiawati*, Dewi Indah P.* * Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya. Telp/Fax: (031) 5012496. E-mail: yuni_psik@yahoo.com ABSTRACT Introduction: Hospitalization in pediatric patients may caused an anxiety and stress in all age levels. Several techniques can be applied to reduced hospitalization stress in children, such as playing therapy and music therapy. The objective of this study was to analyze the difference of effectiveness between both therapies in reducing the hospitalization stress in 4-6 years old children. Method: A quasy-experimental pre-posttest design was used in this study. There were 18 respondents, divided into three groups, i.e. group one receiving playing therapy, group two receiving music therapy and the last group as control group. Data were collected by using observation sheet before and after intervention to recognize the hospitalization stress. Data were analyzed by using Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney U Test with significance level of α<0.05. Result: Result showed that playing therapy and music therapy had significant effect to reduce the hospitalization stress with p=0.027 for play therapy, p=0.024 for musical therapy, and p=0.068 for control. Mann Whitney U Test revealed that there were no difference in the effectiveness of play therapy and musical therapy in reducing the hospitalization stress with p=0.009 for play therapy and control group, p=0.012 for music therapy and control group, and p=0.684 for playing therapy and musical therapy. Discussion: It can be concluded that play therapy and musical therapy are equally effective to reduce the hospitalization stress in children. It’s recommended for nurses in pediatric ward to do playg therapy and musical therapy periodically. Keywords: hospitalization stress, playing therapy, music therapy PENDAHULUAN Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) dapat menimbulkan stres pada anak. Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang terencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut berbagai penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres (Supartini, 2004). Hasil observasi yang dilakukan oleh penulis di ruang anak RSU Dr. Soetomo Surabaya terhadap anak yang sedang menjalani perawatan menunjukkan berbagai reaksi saat masuk rumah sakit seperti menangis, berteriak, memanggil orang tuanya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor perpisahan dengan orang terdekat, kehilangan kontrol, injuri fisik dan nyeri yang menimbulkan stres pada anak. Penanggulangan stres hospitalisasi pada anak dapat menggunakan beberapa tehnik, antara lain terapi bermain (menggambar dan mewarnai) dan terapi musik. Kedua cara tersebut dapat menurunkan stres emosional pada manusia terutama pada anak. Pengaruh tehnik terapi yang lebih efektif antara terapi bermain dan terapi musik untuk menurunkan stres hospitalisasi pada anak sampai saat ini belum diketahui. Berdasarkan data awal yang diperoleh di ruang anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada bulan Agustus 2006, jumlah anak usia 4-6 tahun yang sedang menjalani rawat inap sebesar 35 anak, dimana penyakit yang banyak ditemukan yaitu anak dengan gangguan sistem hematologi. Menurut penelitian, klien yang dirawat di rumah sakit umum mengalami stres dan masalah psikologi yang berkaitan dengan penyakitnya sekitar 30–60% (Keliat, 1999). Terjadinya stres hospitalisasi pada anak dapat berpengaruh terhadap perawatan anak selama di rumah sakit dan dapat berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Reaksi hospitalisasi yang ditunjukkan oleh anak bersifat individual dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki (Supartini, 2004). Anak yang mengalami stres selama dalam masa perawatan, dapat membuat orang tua menjadi stres dan stres orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin meningkat (Supartini, 2004). Terutama pada mereka yang baru pertama kali mengalami perawatan di rumah sakit dan orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi dan sosial dari keluarga, kerabat, bahkan petugas kesehatan akan menunjukkan perasaan cemasnya. Menurut Irawati (2006) bermain dapat membantu anak mengurangi stres dan mengembangkan rasa humornya. Bagi anak yang sakit dan dirawat di rumah sakit, bermain tidak hanya berfungsi untuk kesenangan anak, tetapi dapat menjadi satu media yang dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan cemas, takut, nyeri dan rasa bersalah. Anak dapat mengalihkan perhatiannya dari faktor penyebab yang menimbulkan stres. Saat anak melakukan permainan maka perhatian akan dipusatkan pada permainan yang dilakukan sehingga anak dapat menjadi rileks. Anak memerlukan media untuk dapat mengekspresikan perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan (Supartini, 2004). Jenis terapi bermain menggambar dan mewarnai dapat dijadikan media terapi anak sakit selama di rumah sakit untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran sehingga stres yang dialami dapat menurun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lilis Silviana (2004) dalam Litbang (2004) menyatakan bahwa pemberian terapi musik dapat menurunkan stres hospitalisasi. Pada pemberian terapi musik, tubuh akan menerima melalui sistem pendengaran, sehingga tubuh akan membuat suasana hati menjadi positif dan membuat koping dan emosi anak menjadi lebih baik sehingga stres dapat menurun. Terapi musik juga dapat menyembuhkan, merehabilitasi, mendidik dan melatih anak serta orang dewasa yang menderita gangguan fisik dan mental atau emosional (Lidwina, 2005). Banyak cara yang dilakukan untuk mengatasi stres hospitalisasi pada anak tetapi cara yang paling banyak digunakan yaitu dengan menggunakan terapi bermain dan terapi musik, namun sampai saat ini belum ada yang membandingkan kedua cara tersebut. Hal tersebut di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang perbedaan efektifitas terapi bermain dan terapi musik terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. Dari hasil penelitian ini apabila ada perbedaan efektivitas di antara keduanya, diharapkan hasil tersebut dapat bermanfaat bagi praktik klinik keperawatan dimana perawat dapat memilih metode yang lebih efektif dalam mengatasi stres hospitalisasi sebagai bagian dari asuhan keperawatan pada anak sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan rancangan pre-post test control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh klien anak yang sedang menjalani perawatan di ruang anak sal C Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya berjumlah 18 responden yang dibagi menjadi 6 orang diberikan terapi bermain, 6 orang diberikan terapi musik dan 6 orang sebagai kelompok kontrol. Sampel yang diambil adalah anak yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: anak usia 4-6 tahun, baru pertama kali masuk rumah sakit, hari pertama masuk rumah sakit, keadaan sakitnya pada tingkat sedang dengan gangguan sistem hematologi dan orang tua bersedia untuk diteliti. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2006 sampai dengan 19 Januari 2007. Variabel independen dari penelitian ini meliputi terapi bermain (berupa menggambar dan mewarnai dengan tema bebas sesuai keinginan responden) dan terapi musik (dengan tema lagu anak-anak yang berirama riang). Kedua intervensi dilakukan selama 30 menit sampai dengan 1 jam selama 2 hari. Variabel dependen pada penelitian ini adalah stres hospitalisasi yang diukur dengan menggunakan lembar observasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann Whitney U Test dengan tingkat kemaknaan adalah α≤0,05. HASIL Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 6 responden sebelum diberikan intervensi terapi bermain 4 anak mengalami stres berat, 2 anak mengalami stres sedang dan setelah diberikan intervensi 5 anak mengalami stres ringan dan hanya 1 anak yang mengalami stres sedang. Pada responden yang diberikan intervensi terapi musik sebelum diberi intervensi 4 anak mengalami stres berat, 2 anak mengalami stres sedang dan setelah diberikan intervensi 4 anak mengalami stres ringan dan 2 anak mengalami stres sedang. Pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan intervensi terapi bermain maupun terapi musik tetap mengalami stres berat (gambar 1). Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pemberian terapi bermain dan terapi musik berpengaruh terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak dengan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan pada kelompok terapi bermain p=0,027 dan pada kelompok terapi musik didapatkan p=0,024. Hasil uji statistik Mann Whitney U Test didapatkan p=0,009 yang menunjukkan terdapat perbedaan efektifitas antara kelompok yang mendapatkan intervensi terapi bermain dengan kelompok kontrol terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. Setelah mendapatkan intervensi terapi musik juga terlihat hasil uji Mann Whitney U Test didapatkan p=0,012 yang menunjukkan terdapat perbedaan efektivitas antara kelompok yang mendapat terapi musik dengan kelompok kontrol terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. Pada kelompok yang diberikan intervensi terapi bermain dan terapi musik terlihat hasil uji Mann Whitney U Test didapatkan p=0,684 yang menunjukkan tidak ada perbedaan efektivitas antara kelompok terapi bermain dan kelompok terapi musik terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. Gambar 1. Tingkat stres hospitalisasi pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah diberi intervensi (terapi bermain dan terapi musik) serta pada kelompok kontrol di Ruang Anak Sal C RSU Dr. Soetomo Surabaya. 0 1 2 3 4 5 6 jumlah pre post pre post pre post terapi bermain terapi musik kelompok kontrol Tingkat stres hospitalisasi anak stres berat stres sedang stres ringan tidak stres Tabel 1. Tingkat stres hospitalisasi pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah diberi intervensi (terapi bermain dan terapi musik) serta pada kelompok kontrol di Ruang Anak Sal C RSU Dr. Soetomo Surabaya. No Stres hospitalisasi Terapi bermain Terapi musik Kelompok kontrol Pre (%) Post (%) Pre (%) Post (%) Pre (%) Post (%) Mean 81,1 48,9 79,4 50 93,8 89,4 SD 2,25 2,19 2,23 Wilcoxon Signed Rank Test (p=0,027) Wilcoxon Signed Rank Test (p=0,024) Wilcoxon Signed Rank Test (p=0,068) Mann Whitney U Test (p=0,009) Mann Whitney U Test (p=0,012) Mann Whitney U Test (p=0,684) Keterangan: p = Derajat kemaknaan SD = Standar Deviasi Mean = Rerata PEMBAHASAN Dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang dialami oleh seorang anak. Hal ini disebabkan oleh anak mengalami stres akibat perubahan, baik terhadap status kesehatan maupun kondisi lingkungan sehari- hari dan anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, 2005). Hospitalisasi anak dapat menjadi suatu pengalaman yang menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja sama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit (Supartini, 2004) dan dapat mempengaruhi juga terhadap proses penyembuhan anak. Menurut Wong and Whaley (1997) stres hospitalisasi pada anak dikarenakan adanya kecemasan karena perpisahan, kehilangan kontrol, perlukaan tubuh dan nyeri. Terjadinya stres hospitalisasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perkembangan anak, pengalaman terhadap sakit, sistem pendukung, serta kemampuan koping yang dimiliki. Peran perawat dalam meminimalkan stres akibat hospitalisasi pada anak sangat penting. Perawat perlu mengetahui beberapa cara dalam menanggulangi stres akibat hospitalisasi pada anak. Penanggulangan stres hospitalisasi pada anak dapat menggunakan beberapa tehnik. Irawati (2006) berpendapat bahwa permainan yang terapeutik adalah aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan memungkinkan anak untuk dapat menggali dan mengekspresikan perasaan dan pikiran. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa terjadi penurunan tingkat stres hospitalisasi pada anak sebelum dan sesudah dilakukan intervensi terapi bermain menggambar dan mewarnai. Hal ini berarti pemberian terapi bermain menggambar dan mewarnai berpengaruh terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. Bermain adalah tindakan atau kesibukan suka rela yang dilakukan dalam batas-batas tempat dan waktu, berdasarkan berbagai aturan yang mengikat tetapi diakui secara suka rela dengan tujuan sesuai yang ada dalam dirinya sendiri, disertai dengan perasaan tegang dan senang serta dengan pengertian bahwa bermain merupakan suatu yang lain dari kehidupan biasa (Suherman, 2000). Pada saat di rumah sakit anak akan mengalami berbagai perasaan yang tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi berbagai stressor yang ada di lingkungan rumah sakit. Permainan yang dilakukan akan berdampak pada terlepasnya anak dari ketegangan dan stres yang dialami karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakit (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangan saat melakukan permainan (Supartini, 2004). Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar anak dapat melanjutkan fase tumbuh kembangnya secara optimal, mengembangkan kreativitas anak dan anak dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres (Nursalam, 2005). Pemainan anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang dan nyeri (Supartini, 2004). Dalam kondisi sakit atau saat anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain tetap perlu dilaksanakan dengan menyesuaikan terhadap kondisi anak. Efektivitas dalam bermain di rumah sakit, perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: anak tidak banyak menggunakan energi, waktu bermain lebih singkat untuk menghindari kelelahan, relatif aman dan terhindar dari infeksi silang, 3) sesuai dengan kelompok usia, tidak bertentangan dengan terapi dan perlu partisipasi orang tua dan keluarga. Menurut Supartini (2004), keuntungan aktifitas bermain yang dilakukan perawat di rumah sakit antara lain dapat meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat, dapat memulihkan perasaan mandiri pada anak. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif. Pada saat anak mengikuti aktifitas bermain menggambar dan mewarnai, melalui media kertas, pensil, pensil warna dan krayon, anak berusaha untuk menuangkan semua perasaan yang ada dipikirannya, sehingga anak dapat mengalihkan perhatiannya dari faktor yang menyebabkan timbulnya stres pada dirinya. Perbedaan penurunan tingkat stres hospitalisasi pada anak yang diberikan terapi bermain dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat adaptasi anak terhadap stres yang berbeda, umur anak, minat anak terhadap permainan, kreativitas dan ketrampilan anak, tingkat pendidikan orang tua serta dukungan orang tua anak. Anak yang berusia lebih tua tentunya mempunyai kreativitas dan ketrampilan lebih baik dibandingkan dengan anak yang lebih muda, karena diusia yang lebih tua maka pertumbuhan dan perkembangan anak juga lebih matang. Dalam terapi bermain menggambar dan mewarnai ini, dukungan orang tua juga sangat berarti bagi anak, karena anak merupakan bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila orang tua mendukung kegiatan anak, anak akan lebih baik dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Pada pemberian intervensi terapi musik didapatkan bahwa terdapat penurunan tingkat stres hospitalisasi pada anak sebelum dan sesudah dilakukan intervensi terapi musik. Hal ini berarti pemberian terapi musik berpengaruh terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. Menurut Rara (2006) terapi musik membantu orang yang memiliki masalah emosional dalam mengeluarkan perasaan mereka, membuat perubahan positif dengan suasana hati, membantu memecahkan masalah dan memperbaiki konflik. Musik dapat menstimulasi respons relaksasi, motivasi atau menstimulasi pikiran, imajinasi dan emosi (Djohan, 2005). Musik dapat membuat kita rileks dan senang hati yang merupakan emosi positif. Emosi positif inilah yang membuat fungsi berpikir seseorang menjadi maksimal. Musik juga bagus untuk perkembangan emosional anak, misalnya dengan mendengarkan musik lembut, maka anak akan tenang, kalau musik riang anakpun akan terlihat gembira (Handayani, 2004). Terapi musik dapat meningkatkan ketrampilan berkomunikasi, mengurangi perilaku yang tidak selaras, memperbaiki prestasi anak didik, memperbaiki gerakan psikomotorik, menambah perhatian, memperbaiki hubungan interpersonal, pengelolaan nyeri dan pengurangan stres (Esge, 2004). Perbedaan penurunan tingkat stres hospitalisasi pada anak yang diberikan terapi musik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat adaptasi anak terhadap stres, pendidikan orang tua anak, dukungan orang tua, serta lingkungan perawatan yang kurang mendukung. Lingkungan yang mendukung atau tenang dapat membantu anak dalam menikmati lagu yang diberikan sehingga anak merasa rileks dan senang. Anak dapat mengekspresikan perasaan dengan cara bernyanyi mengikuti lagu yang sedang dimainkan. Lingkungan yang ramai dapat mengganggu konsentrasi anak dalam mendengarkan lagu selama proses terapi musik, maka anak akan sulit untuk menikmati lagu sehingga untuk mencapai perasaan rileks dan senang hati membutuhkan waktu yang lama. Tingkat pendidikan orang tua anak menentukan peran orang tua pada saat pelaksanaan terapi. Orang tua anak yang berpendidikan tinggi ikut aktif dalam proses terapi sehingga dengan adanya dukungan orang tua selama terapi berlangsung anak akan lebih bersemangat sehingga dapat mempercepat proses penurunan stres hospitalisasi anak. Tidak terdapat penurunan stres hospitalisasi pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena pada kelompok kontrol anak bersifat pasif, sehingga dalam diri anak dapat timbul perasaan bosan yang menyebabkan anak bertambah stres selama menjalani perawatan. Dalam kelompok kontrol tidak diberikan intervensi terapi bermain maupun terapi musik. Anak hanya mengamati lingkungan sekitar atau teman yang sedang bermain tanpa ada inisiatif untuk ikut dalam permainan yang menurut karakteristik sosialnya termasuk dalam onlooker play (Supartini, 2004). Efektifitas terapi bermain dan terapi musik menunjukkan tidak terdapat perbedaan terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. Keduanya efektif dalam menurunkan stres hospitalisasi pada anak. Menurut Donna L. Wong (2004) salah satu fungsi bermain antara lain sebagai nilai terapeutik yang dapat memberikan pelepasan stres dan ketegangan. Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan. Dengan bermain anak dapat mengekspresikan emosi dan ketidakpuasan atas situasi sosial serta rasa takutnya yang tidak dapat diekspresikan di dunia nyata (Nursalam, 2005). Menurut Rara (2006) terapi musik sangat efektif dalam meredakan kegelisahan dan stres, mendorong perasaan rileks serta meredakan depresi. Jadi salah satu tindakan tersebut dapat digunakan sebagai alternatif pilihan untuk menurunkan tingkat stres hospitalisasi pada anak. Tidak adanya perbedaan efektifitas antara terapi bermain dan terapi musik disebabkan karena pada prinsipnya kedua intervensi tersebut merupakan terapi yang dapat digunakan untuk mengurangi ketegangan dan stres. Responden pada penelitian ini berada pada tahap perkembangan yang sama yaitu usia prasekolah. Anak usia prasekolah sudah memiliki perkembangan kognitif yang baik, jadi dalam pelaksanaan terapi bermain dan terapi musik anak lebih mudah memahami maksud dari terapi yang diberikan sehingga mempercepat proses penurunan stres hospitalisasi pada anak. Pada anak usia prasekolah lebih dekat dengan dunia bermain dan bernyanyi seperti yang diperoleh pada saat berada dalam lingkungan sekolah (taman kanak-kanak) maupun tempat tinggalnya. Perbedaan nilai signifikansi antara penurunan stres hospitalisasi pada anak dengan menggunakan terapi bermain dan terapi musik dapat juga disebabkan karena tingkat adaptasi anak yang berbeda-beda serta adanya berbagai faktor yang mempengaruhi stres hospitalisasi pada anak antara lain perkembangan anak, pengalaman terhadap sakit, adanya sistem pendukung dan kemampuan koping yang dimiliki. Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi seperti perasaan takut, cemas, rasa bersalah, sedih bahkan adanya konflik karena harus menunggui anak di rumah sakit juga sangat mempengaruhi anak selama menjalani perawatan. Orang tua yang mengalami kondisi stres selama dalam anak dalam proses perawatan, mengakibatkan tingkat stres anak juga akan semakin meningkat. Peran dan dukungan orang tua akan sangat membantu dalam menurunkan stres hospitalisasi pada anak. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terapi bermain dan terapi musik dapat menurunkan stres hospitalisasi pada anak secara efektif. Kedua jenis terapi tersebut dapat membuat tubuh menjadi rileks dan membuat perubahan emosi menjadi lebih positif dan koping anak menjadi lebih baik sehingga dapat menurunkan tingkat stres hospitalisasi pada anak. Saran Peneliti menyarankan agar terapi bermain (menggambar, mewarnai) dan atau terapi musik (lagu anak-anak yang berirama riang) dapat digunakan sebagai terapi alternatif dalam mengatasi stres hospitalisasi pada anak usia prasekolah dan penelitian lebih lanjut diharapkan dapat dikembangkan dengan menggunakan jenis permainan lain yang sesuai tingkat perkembangan anak dan jenis musik yang lain serta jumlah sampel yang lebih banyak. KEPUSTAKAAN Djohan. 2005. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik, hlm. 223-224 dan 234. Esge. 2004. Terapi Musik, (Online), (http://www.pikiranrakyat.com., diakses tanggal 26 November 2006, jam 10.26 WIB). Handayani, A. 2004. Terjadi Sejak Dalam Kandungan Musik Memiliki Pengaruh dalam Kepribadian, (Online), (http://www.pikiranrakyat.com., diakses tanggal 26 November 2006, jam 10.26 WIB). Irawati, M. 2006. Menggali Kecerdasan Jamak Melalui Bermain, (Online), (http://www.google.com., diakses tanggal 20 Oktober 2006, jam 07.43 WIB). Keliat, B.A. 1999. Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC. Litbang, 2004. Musik, (Online), (http://www.balipost.com., diakses tanggal 20 Oktober 2006, jam 08.00 WIB). Lidwina. 2005. Musik dan Senam rangsang Kecerdasan Anak, (Online), (http://www.supreme.indonesia., diakses tanggal 20 Oktober 2006, jam 08.15 WIB). Nursalam, Rekha dan Utami. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika, hlm. 18-19. Rara, 2006. Musik dan Kesehatan, (Online), (http://www.kapanlagi.com., diakses tanggal 20 Oktober 2006, jam 08.00 WIB). Suherman. 2000. Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta: EGC, hlm. 12, 57-77. Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC, hlm. 124-148, 187-192. Wong, D.L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC, hlm. 270, 276. Wong and Whaley. 1997. Essential of Pediatric Nursing Fifth Edition. St.Louis: Mosby Inc., pp. 95-98, 609- 617. http://www.pikiranrakyat.com/ http://www.pikiranrakyat.com/ http://www.google.com/ http://www.balipost.com/ http://www.supreme.indonesia/ http://www.kapanlagi.com/