STRES MEMPERLAMBAT PENYEMBUHAN LUKA PASKA SEKSIO SESAREA (Stress Prolongs Wound Healing Post Cesarean Section) Ahmad Yusuf*, Ni Ketut Alit A.*, Arina Nurfianti* * Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya. Telp/Fax: (031) 5012496, E-mail: yusuf@fk.unair.ac.id ABSTRACT Introduction: Decision for cesarean section may lead to the stress for women in delivery. Stress response requires longer recovery time in post cesarean section patients. Most of patients who experience stress before and after surgical is associated with wound healing delay. When this condition continues, the wound will have a higher risk of infection. The objective of this study was to analyze correlation between stress and wound healing phase in post cesarean section patients. Method: A cross sectional design was used in this study. The population were women with cesarean section, both elective or emergency, in Delivery Room I RSU Dr. Soetomo Surabaya. Samples were recruited by using purposive sampling, with 28 samples who met to the inclusion criterias. The observed variables were stress and wound healing phase in post cesarean section patient. Stress data were collected by interview and wound healing measurement done by observation on the 3 rd day post cesarean section. Result: The result showed that women with stress experience wound healing delay. The characteristic of wound healing delay was prolonged on inflammation phase, nevertheless there was presence of granulation tissue. Spearman’s rho correlation showed that correlation value r=0.675 with p=0.000. Discussion: It can be concluded that there was strong significant correlation between stress and wound healing phase in post cesarean section patients. It is important to give this information to the patients with cesarean section in order to prevent stress and delay in wound healing phase. Keywords: stress, wound healing phase, post cesarean section patients. PENDAHULUAN Risiko kematian ibu karena menjalani seksio sesaria adalah tiga kali risiko kematian ketika menjalani persalinan normal (Menacker and Dentzer, 2006). Persalinan dengan seksio sesarea dengan jelas menambah beban psikologis dan fisik bagi ibu maupun keluarga dibandingkan dengan persalinan per vaginam (H.S.T.A.T, 2007). Stres yang terjadi sebelum persalinan maupun trauma pengalaman persalinan akan ikut menyebabkan depresi pasca persalinan (Alegent, 2007). Stres karena ketakutan sebelum dilakukan tindakan operasi dihubungkan dengan berbagai akibat buruk yang akan terjadi pada ibu, termasuk komplikasi pada luka insisi. Luka dapat terinfeksi dan mengalami gangguan penutupan luka (Mundy, 2005). Hal ini juga merupakan kunci mekanisme psikobiologi yang menunjukkan bahwa stres memperlambat penyembuhan luka (Glaser dkk., 1999 dalam Mochtar, 1998). Sebanyak 25% ibu yang menjalani seksio sesarea melaporkan perasaan tertekan dari para tenaga kesehatan karena menetapkan prosedur tersebut. Sebagian besar wanita membutuhkan informasi tentang komplikasi akibat pembedahan sebelum mereka menyetujui prosedur tersebut (Menacker and Dentzer, 2006). Menurut Koenker (1994), seseorang yang terpapar stres menunjukkan peningkatan rerata infeksi yaitu 74-90%. Stres menunjukkan 25-40% berdampak pada keterlambatan dalam penyembuhan luka (Marucha, 2007). Adanya infeksi pada luka setelah pembedahan merupakan masalah yang serius bagi pasien, terutama adanya komplikasi pada luka tersebut baik komplikasi lokal maupun sistemik (Suriadi, 2007). Stres mempengaruhi aktivasi kortisol sehingga menyebabkan penurunan inflamasi dan memperpanjang waktu penyembuhan. Proses awal penyembuhan luka ditandai dengan adanya inflamasi, hal ini merupakan model yang menarik untuk mengidentifikasi hubungan antara stres dan berbagai faktor psikososial (Marucha, P., 2007). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara stres dengan fase penyembuhan luka. Jika hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna, maka perlu diterapkan pendekatan psikologis dalam asuhan keperawatan pada ibu yang akan dan telah menjalani operasi seksio sesarea. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Cross Sectional Design, dengan 28 responden ibu pasca seksio sesarea berusia 20-40 tahun dan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) 18,5-25,0. Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bersalin I RSU Dr. Soetomo pada Mei sampai dengan Juni 2007. Variabel independen pada penelitian ini adalah stres, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah fase penyembuhan luka. Instrumen yang digunakan untuk pengukuran tingkat stres adalah lembar wawancara terstruktur yang diadaptasi dari Depression Anxiety Stress Scale (DASS) (Lovibond, 1995 dalam Nieuwenhuijsen, 2003), dengan jumlah pertanyaan 42 butir. Pengukuran fase penyembuhan luka, dilakukan pada hari ke-3 pasca seksio sesarea dengan menggunakan instrumen observasi penyembuhan luka yang diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan model pengkajian Bates-Jensen Wound Assessment Tool (Jensen, 2001). Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Spearman’s Rho dengan tingkat kemaknaan α≤0,05 dan derajat hubungan r=0,05. HASIL Berdasarkan identifikasi yang dilakukan peneliti terhadap 28 orang responden, sebanyak 16 orang mengalami stres dengan berbagai tingkatan yang bervariasi. Dari 42 pertanyaan yang diajukan, sebagian besar responden mengalami perubahan fisiologis dan psikologis akibat stres sebelum tindakan seksio sesarea hingga setelah tindakan. Perubahan fisiologis yang ditunjukkan oleh responden adalah 82% responden mengalami mulut kering, 75% mengalami kelelahan, 61% menunjukkan perubahan denyut jantung dan denyut nadi, sedangkan 57% mengalami kesulitan untuk beristirahat. Dampak psikologis yang dialami adalah ketakutan (82%), cemas yang berlebihan dalam suatu situasi (78,6%), keadaan tegang (61%), gelisah (53,6%), serta sedih dan depresi (43%). Tabel 1. Hubungan stres dengan fase penyembuhan luka pada pasien paska seksio sesarea di Ruang Bersalin I RSU Dr. Soetomo Surabaya pada Mei-Juni 2007. Kategori Stres Tingkat Penyembuhan Luka Total Baik Kurang Buruk Sangat Buruk Normal 9 (32%) 3 (11%) 0 (0%) 0 (0%) 12 (43%) Ringan 0 (0%) 4 (14%) 1 (4%) 0 (0%) 5 (18%) Sedang 0 (0%) 2 (7%) 0 (0%) 0 (0%) 2 (7%) Berat 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) Sangat Berat 0 (0%) 7 (25%) 2 (7%) 0 (0%) 9 (32%) Total 9 (32%) 16 (57%) 3 (11%) 0 (0%) 28 (100%) p=0,000 r=0,675 Keterangan: p = signifikansi r = Derajat hubungan Hasil identifikasi terhadap fase penyembuhan luka menunjukkan bahwa dari 28 orang responden, sebanyak 19 orang (68%) mengalami gangguan fase penyembuhan luka pada hari ke-3 pasca seksio sesarea dan 9 orang (32%) mengalami penyembuhan luka yang baik. Dari 19 orang tersebut, sebanyak 16 orang (57%) mengalami tingkat penyembuhan luka yang kurang dan 3 orang (11%) dengan tingkat penyembuhan luka yang buruk. Karakteristik gangguan fase penyembuhan luka seksio sesarea yang ditemukan pada 19 orang responden tersebut adalah eritema (36%), edema lokal area sekitar luka (7%), adanya eksudat berupa eksudat serous (14%), eksudat sanguin (11%) dan eksudat purulen (4%), nyeri berupa nyeri ringan (36%), nyeri sedang (14%) dan nyeri berat (14%) dan adanya bau pada luka (18%). Namun adanya jaringan granulasi sebagai tanda awal fase proliferasi sudah mulai terlihat. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa ada hubungan signifikan yang kuat antara stres dengan fase penyembuhan luka pada pasien pasca seksio sesarea dengan tingkat kemaknaan p=0,000 dan derajat hubungan antara keduanya r=0,675. PEMBAHASAN Glaser (1999) menjelaskan bahwa stres psikologis telah dapat diukur sebagai kunci imunologis pada sisi luka. Wanita dengan stres yang lebih tinggi menghasilkan dua proinflammatory cytokines yang rendah. Proinflammatory cytokines penting bagi awal fase penyembuhan luka untuk menghasilkan Interleukin 1 (IL-1α) dan IL-8. Menurut Petrie (2003) terdapat hasil signifikan antara stres dengan penyembuhan luka, yaitu stres menghambat munculnya proinflammatory cytokines pada awal fase perbaikan luka, yaitu fase inflamasi. Stres menginduksi peningkatan glukokortikoid dan mengubah sistem dinamis yang mengontrol perkembangan respons inflamasi, menekan IL-1α, IL-8, dan produksi TNF (Petrie and Debbie , 2003 dalam Sheridan, 2007). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh responden wanita yang mengalami stres sebelum hingga setelah tindakan seksio sesarea mengalami keterlambatan fase penyembuhan luka, yaitu pada fase pertama proses penyembuhan luka (fase inflamasi). Stres ibu yang terjadi sebelum dan setelah tindakan seksio sesarea mempengaruhi fase-fase dalam penyembuhan luka seksio sesarea. Stres mengganggu proses penyembuhan luka sejak fase inflamasi. Menurut Glaser (2007) wanita dengan skor stres lebih tinggi menghasilkan kortisol di saliva yang tinggi pula. Intervensi psikologis dan farmakologis sebelum operasi seharusnya dapat memberikan efek baik pada kualitas hidup pasien dan keluarga. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Fase penyembuhan luka seksio sesarea berhubungan dengan tingkat stres pasien. Stres memicu peningkatan kortisol yang berdampak terhadap supresi imunitas seluler. Saran Peneliti menyarankan agar ibu yang akan menjalani seksio sesarea sebaiknya berusaha meminimalkan stres. Dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan baik dukungan materiil, moril dan informasi yang mudah dipahami ibu sangat diperlukan sebelum dan setelah prosedur pembedahan. Pendekatan psikologis yang berkesinambungan kepada ibu yang menjalani seksio sesarea hingga masa pemulihan paska bedah harus diterapkan oleh tenaga kesehatan. KEPUSTAKAAN Alegent, H. 2007. Post-Partum Depression (Baby Blues), (Online), (http://www.alegent.com., diakses tanggal 7 April 2007, jam 13.28 WIB). Debbie, N. 2003. The effects of stress on wound healing and leg ulceration, (Online), (http://www.cat.inist.fr., diakses tanggal 13 Maret 2007, jam 12.01 WIB). Glaser, J.K. 2007. Relaxation, Optimism and Wound Healing, (Online), (http:// www.medicine.osu.edu/mindbody/kiec olt_glaser.com., diakses tanggal 13 Maret 2007, jam 11.42 WIB). Glaser, J.K. 1999. Researchers Learn How Stress Slows Wound Healing, (Online), (http:// www.researchnews.osu.edu., http://www.alegent.com/ http://www.cat.inist.fr/ http://www.medicine.osu.edu/ diakses tanggal 20 Februari 2007, jam 04.42 WIB). Glaser, et al. 1999. Stress-Related Changes in Proinflammatory Cytokine Production in Wounds, Archives of General Psychiatry, Vol. 56, 450-455. H.S.T.A.T. 2007. What Are the Medical and Psychological Effects of Cesarean Delivery on the Mother, Infant, and Family?, (Online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov., diakses tanggal 7 April 2007, jam 12.26 WIB). Jensen, B.B. 2001. Bates-Jensen Wound Assesment Tool, (Online), (http://www.bradenscale.com., Diakses tanggal 7 Maret 2007, jam 15.13 WIB). Koenker, H. 1994. Stress and the Immune System, (Online), (http://www.econ.uiuc.edu., diakses tanggal 13 Maret 2007, jam 12.38 WIB). Lovallo, W.R. 2005. Stress and Health: Biological and Psychological Interaction. Second Edition.California: Sage Publications Inc., pp. 116-151. Lovibond. 1995. Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42), (Online), (http://www.swin.edu.au., diakses tanggal 11 Maret 2007, jam 22.05 WIB). Marucha, P. 2007. Modulation of Inflammation by Stress and Psychosocial Factors, (Online), (http:// www.medicine.osu.edu., diakses tanggal 13 Maret 2007, jam 11.43 WIB). Menacker and Dentzer, 2006. Alert and Responses: NIH Cesarean Conference Interpreting Meeting and Media Reports, (Online), (http:// www.childbirthconnection.org., diakses tanggal 7 April 2007, jam 12.53 WIB). Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif Obstetri Sosial. Jakarta: EGC, hlm. 117-156. Mundy, G. 2005. Pemulihan Pasca Operasi Caesar. Alih bahasa oleh Anita Purnamasari. Jakarta: EGC, hlm. 12-15 dan 34-35. Nieuwenhuijsen, et al. 2003. DASS: Detecting Anxiety Disorder and Depression in Employees Absent from Work Because of Mental Health Problems, (Online), (http://www.oem.bmj.com., diakses tanggal 5 Juni 2007, jam 19.21 WIB). Petrie, K. 2003. Stress Slows Wound Healing Following Surgery, (Online), (http://www.health.auckland.ac.nz., diakses tanggal 13 Maret 2007, jam 12.09 WIB). Sheridan, J. 2007. Mechanisms of Behavioral and Neuroendocrine Regulation of Wound Healing, (Online), (http://www.medicine.osu.edu., diakses tanggal 13 Maret 2007, jam 11.45 WIB). Suriadi. 2007. Manajemen Luka. Pontianak: Percetakan Romeo Grafika, hlm. 1-48, 93-98, 159-163, dan 210. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ http://www.econ.uiuc.edu/ http://www.swin.edu.au/ http://www.medicine.osu.edu/ http://www.childbirthconnection.org/ http://www.oem.bmj.com/ http://www.medicine.osu.edu/