EFEK LIMITASI KONSUMSI GARAM DAN KOPI PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI (The Effect of Coffee and Salt on Elderly Restriction with Hypertension) Joni Haryanto*, Marini** * Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jl. Prof. Dr.Moestopo 47 Surabaya. Telp/Fax: (031) 5012496, E-mail: jurnalners_psikunair@yahoo.com ** Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ICME Bali ABSTRACT Introduction: One of elderly’s problem in Health Center Karambitan II Tabanan Bali was hypertension. Elderly usually likes or has a habit consuming coffee and salty food everyday. This study was used a pre-experimental one group pre-post test design. The objective of this study was to analyze the effect of consumption limitation of coffee and salt on vital sign in elderly with hypertension. The subjects were elderly with hypertension which stay with their family who lived at Karambitan II Tabanan Bali Health Center region. Method: There were 28 samples which recruited by using total sampling who met to the inclusion criteria. Data were analyzed by using Wilcoxon Sign Rank Test, with significance level α≤0.05. Result: The result showed that there was an effect of consumption limitation of coffee and salt on systolic blood pressure (p=0.00000), diastolic blood pressure (p=0.00000) and heart rate (p=0.00000). Discussion: It can be concluded that there was an effect of consumption limitation of coffee and salt to decrease blood pressure and heart rate in elderly with hypertension who lived at Karambitan II Tabanan Bali Health Center regio. Community nurses should give health education for elderly in public health center periodically for reducing incidence of hypertension. Keywords: salt, coffee, elderly, hypertension PENDAHULUAN Masyarakat Bali pada umumnya gemar mengkonsumsi makanan tinggi garam dan minum kopi. Kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi garam dan minum kopi ini akan berdampak pada kerja jantung dan ginjal. Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan kontraksi jantung dan dapat meningkatkan risiko cidera (Gordon, 2002). Pembatasan garam dapat menimbulkan keseimbangan volume darah dan memperingan kerja ginjal, sehingga sekresi renin minimal dan disertai penurunan tekanan darah (Kaplan, 2002). Namun pengaruh pembatasan konsumsi garam dan kopi pada lansia penderita hipertensi terhadap perubahan vital sign masih belum jelas. Data the National Health and Nutrition Examination Survey II, menunjukkan bahwa 54,3% lansia dengan usia 65-74 tahun menderita hipertensi. Di Puskesmas Karambitan II Tabanan Bali terdapat 70 lansia yang berusia lebih dari 60 tahun, dimana 28% mengalami hipertensi dengan tekanan darah lebih dari 160/95 mmHg. Hipertensi pada lansia lebih berisiko menimbulkan komplikasi penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, stroke dan kematian (Duthie and Katz, 1998 dalam Chintanadilok, et al., 2001). Lansia pada umumnya mengalami peningkatan kekakuan arteri yang disebabkan oleh penurunan elastisitas jaringan penghubung dan kejadian arteriosklerosis (Black, 1999). Pembatasan minum kopi dan konsumsi garam dapat menjadi salah satu penanganan nonfarmakologis untuk menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Hipertensi pada lansia apabila tidak segera dilakukan tindakan untuk menurunkan tekanan darah akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang sering adalah stroke. Kondisi stroke pada lansia memerlukan perawatan di rumah sakit yang menghabiskan banyak biaya dan perhatian mailto:jurnalners_psikunair@yahoo.com keluarga, sehingga waktu bekerja keluarga berkurang yang dapat menurunkan produktivitas ekonomi keluarga. Stroke yang tidak segera diatasi dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Pemberian pengobatan pada lansia dengan hipertensi bukan saja menimbulkan efek medis namun tidak jarang menimbulkan efek samping. Dengan demikian tindakan nonfarmakologis seperti pembatasan konsumsi kopi dan garam dalam diet merupakan salah satu alternatif penanganan hipertensi pada lansia. Tindakan preventif tersebut tidak menimbulkan efek samping, namun memerlukan pengawasan ketat. Lansia juga dianjurkan melakukan latihan dengan intensitas sedang, yaitu antara 50-69% dari denyut jantung maksimal (Izzo and Black, 1999). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti menunjukkan latihan yang dilakukan di Wilayah Puskesmas Karambitan II Tabanan Bali masih belum cukup untuk mendapatkan peningkatan kesehatan yang berarti. Pembatasan garam yang cukup lebih efektif menurunkan tekanan darah dari pada latihan yang berat (Higashi, et al., 1999). Pembatasan konsumsi garam dan kopi dapat dipilih sebagai alternatif menurunkan tekanan darah bagi lansia dengan hipertensi. Pembatasan konsumsi garam dan kopi ini mudah dilakukan dan tidak memerlukan tempat yang luas, namun memerlukan komitmen yang tinggi sehingga para lansia dapat melakukannya setiap saat secara mandiri. Merujuk pada kondisi tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pembatasan konsumsi garam dan kopi pada lansia yang menderita hipertensi terhadap vital sign di Wilayah Puskesmas Karambitan II Tabanan Bali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pembatasan konsumsi garam dan kopi pada penderita hipertensi terhadap vital sign di Wilayah Puskesmas Karambitan II Tabanan Bali. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain penelitian Pre Experimental One Group Pre- Post Test. Populasi adalah penderita hipertensi lansia di wilayah Puskesmas Karambitan II Tabanan Bali, dengan besar sampel 28 yang diperoleh berdasarkan teknik total sampling. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pembatasan konsumsi garam dan kopi, sedangkan variabel dependen adalah vital sign yang meliputi tekanan darah (sistolik dan diastolik) dan nadi. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Puskesmas Karambitan II Tabanan Bali pada Agustus sampai dengan September 2007. Subjek penelitian sebelum diberikan perlakuan akan dilakukan pre test dengan mengukur tekanan darah awal dan frekwensi nadi. Intervensi yang diberikan berupa pembatasan konsumsi garam dan kopi selama 2 minggu. Pembatasan garam dapur diberikan sebanyak 1,25 gram setiap hari dan sama sekali tidak mengkonsumsi kopi selama 2 minggu, kemudian dilakukan post test berupa pengukuran tekanan darah dan frekwensi nadi di akhir minggu ke-2 perlakuan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manometer air raksa, stetoskop dan jam tangan. Data yang diperoleh dianalisis dan diuji dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov Smirnoff untuk mengetahui distribusi normal atau tidak, apabila skala data berdistribusi normal digunakan uji statistik Independent t- Test sedangkan apabila skala data tidak berdistribusi normal digunakan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan derajat kemaknaan α≤0,05. HASIL Distribusi lansia yang menjadi sampel berdasarkan lama minum kopi 10-20 tahun sebanyak 32,14% dan yang lebih dari 20 tahun 67,86%. Distribusi lansia berdasarkan frekwensi minum kopi perhari 21,43% satu gelas perhari, 28,57% minum kopi 2-3 gelas per hari dan sisanya 50% minum kopi lebih dari 3 gelas perhari. Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh pembatasan konsumsi garam dan kopi pada tekanan darah sistolik, diastolik dan frekwensi nadi lansia penderita hipertensi. Hasil dari 28 responden menunjukkan 82,14% mengalami penurunan tekanan darah sistolik, 14,29% tidak mengalami perubahan tekanan darah sistolik dan 3,57% malah terjadi peningkatan. Tekanan darah sistolik mengalami penurunan yang bermakna pada lansia penderita hipertensi setelah pembatasan konsumsi garam dan kopi yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test p=0,00000. Pada tekanan darah diastolik menunjukkan 75% mengalami penurunan, 25% tidak mengalami perubahan tekanan darah diastolik dan tidak terdapat kejadian peningkatan tekanan darah diastolik. Terdapat penurunan yang bermakna pada tekanan darah diastolik lansia penderita hipertensi setelah pembatasan konsumsi garam dan kopi yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test p=0,00000. Frekwensi nadi responden menunjukkan 71,43% mengalami penurunan frekwensi nadi dan 28,57% tidak mengalami perubahan frekwensi nadi. Terdapat penurunan yang bermakna pada frekwensi nadi lansia penderita hipertensi setelah pembatasan konsumsi garam dan kopi yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test p=0,00000. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan baik tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik antara sebelum dan sesudah dilakukan pembatasan konsumsi garam dan kopi. Hal tersebut disebabkan oleh sodium residu yang dapat mengikat air dan berakibat peningkatan volume dalam pembuluh darah. Kadar sodium juga menimbulkan stres ginjal yang dipengaruhi oleh faktor usia, aktifitas saraf simpatis dan penurunan respons nitric oxide (Higashi, et al., 1999 dan Izzo and Black, 1999 dalam Kaplan, 2002). Peningkatan sodium darah akan meningkatkan aktifitas saraf simpatis dan membuat kontraksi otot jantung meningkat. Pada ginjal dapat meningkatkan sekresi renin, akibatnya liver akan memproduksi angiotensinogen dan diubah dalam darah menjadi angiotensin I, yang akan menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi aldosteron dan kerja aldosteron dalam tubulus distal ginjal adalah re-uptake sodium dan air yang dapat meningkatkan volume dalam vaskuler. Akibat lain di ginjal dapat menurunkan aliran darah ginjal dan rerata filtrasi glomerulus. Asupan garam lebih berperan dalam peningkatan tekanan darah dari pada asupan air, karena air secara normal diekskresi oleh ginjal hampir secepat asupannya, tetapi sodium tidak diekskresi begitu mudah. Residu sodium secara tidak langsung meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Apabila tubuh kelebihan sodium, osmolalitas cairan akan meningkat dan akan merangsang pusat haus, yang membuat orang minum lebih banyak untuk mengencerkan sodium tubuh. Pada hipofise posterior, peningkatan osmolalitas darah dapat menstimulasi pengeluaran hormon antidiuretik, yang dapat mereabsorpsi air dalam jumlah besar di tubulus ginjal, sehingga mengurangi volume urine dan peningkatan volume ekstraseluler. Dari berbagai kondisi tersebut, maka garam dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga sangat penting untuk membatasi asupan garam dalam diet lansia yang mengalami hipertensi. Tabel 1. Tekanan Darah Sistolik, Diastolik dan Frekwensi Nadi Pre test dan Post test Pembatasan Konsumsi Garam dan Kopi Pada Lansia Penderita Hipertensi di Wilayah Puskesmas Kerambitan II Tabanan Bali, 2007 Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Tekanan Darah Diastolik (mmHg) Frekwensi Nadi (x/menit) Pre Post Pre Post Pre Post Mean 153 147.5 92.75 88.25 78.8 76.5 Wilcoxon Signed Rank Test p=0,00000 p=0,00000 p=0,00000 Keterangan: p = signifikansi Pembatasan konsumsi kopi pada lansia penderita hipertensi menurunkan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Menurut Silva (1997) kopi dapat mengubah aktifitas endotel pembuluh darah pada otot polos yang dapat meningkatkan komplains pembuluh darah atau secara langsung mengubah aktifitas baroreseptor. Menurut Kaplan (2002) baroreseptor mempunyai peranan penting pada pengaturan aktifitas saraf simpatis, namun mekanisme tersebut tidak terjadi pada lansia penderita hipertensi karena terjadi penurunan sensitifitas baroreseptor. Pembatasan kafein dapat meningkatkan sentifitas baroreseptor, sehingga mekanisme ini akan normal kembali. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, riwayat penyakit dan frekwensi mengkonsumsi kafein. Pembatasan kafein dapat meningkatkan pelepasan NO (Nitric Oxide) (Kimura, 2003). Pelepasan NO diikuti oleh vasorelaksasi yang tergantung oleh endotel dalam perannya menurunkan tekanan darah. NO menyebabkan vasodilatasi dan merupakan faktor anti atherosklerotik (Kaplan, 2002). Hal ini akan menurunkan resistensi perifer dan menurunkan tekanan darah. Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan bradikardi baroreflek secara akut. Hal ini disebabkan kafein dapat meningkatkan sensitifitas barorefleks. Kafein juga dapat menyebabkan peningkatan kekuatan dan frekuensi tekanan berulang pada sel endotel, melepaskan beberapa faktor endotel yang dapat meningkatkan tekanan darah baik pada orang hipertensi atau normal (Silva, 1997). Disfungsi baroreseptor jangka panjang pada hipertensi sering dihubungkan dengan perubahan struktur pada arteri besar, dimana baroreseptor berada. Pembatasan kafein dapat meningkatkan aliran darah berulang yang meningkatkan produksi NO. Peningkatan aliran darah berulang juga bermanfaat terhadap struktur dan reaktifitas vaskuler (Higashi, et al., 1999). Mekanisme ini didasari pada peran LDL (Low Density Lipoprotein)teroksidasi pada pembentukan NO dan secara langsung membentuk NO tidak aktif. Jadi pembatasan kafein dapat menurunkan LDL dan menurunkan supresi pembentukan NO oleh LDL teroksidasi. Frekwensi nadi juga mengalami penurunan setelah dilakukan pembatasan konsumsi garam sebanyak 1,25 gram dalam diet dan tanpa diberikan kopi selama 2 minggu. Ternyata bahan aktif natrium dan kafein mampu menurunkan kinerja saraf simpatis. Frekwensi jantung sebagian besar berada dibawah pengaturan ekstrinsik sistem saraf otonom. Serabut saraf simpatis dan parasimpatis mempersarafi nodus SA dan AV, yang dapat mempengaruhi kecepatan impuls dan frekwensi konduksi impuls. Perangsangan simpatis akan mempercepat denyut jantung dan meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, sedangkan perangsangan parasimpatis yang kuat akan mengurangi frekwensi denyut jantung dan kekuatan kontraksinya (Guyton dan Hall, 1996). Pada jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem parasimpatis tampak dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar 80 kali per menit (Price dan Wilson, 1995). Pembatasan kafein dapat meningkatkan komplains pembuluh darah, hal ini dapat meningkatkan sensitifitas baroreseptor. Mekanisme lain yang mungkin adalah aktifitas faktor endotel pada otot polos yang meningkatkan komplains pembuluh darah atau secara langsung mengubah aktifitas baroreseptor (Silva, 1997). Baroreseptor punya peranan penting pada pengaturan aktifitas saraf simpatis. Peningkatan tekanan darah akan mengaktifkan barorefleks dengan menghambat aktifitas saraf simpatis, yang mengembalikan frekwensi nadi menjadi normal (Kaplan, 2002). Mekanisme ini tidak terjadi pada penderita hipertensi, karena terjadi penurunan sensitifitas baroreseptor, sedangkan pembatasan kafein dapat meningkatkan sensitifitas baroreseptor, sehingga mekanisme ini akan kembali normal. Pembatasan kafein selain meningkatkan sensitifitas baroreseptor juga dapat meningkatkan pelepasan NO dan peningkatan aliran darah berulang, yang bermanfaat terhadap struktur dan reaktifitas vaskuler. Mekanisme lain seperti LDL teroksidasi berperan pada pembentukaan NO dan bahkan penurunan LDL dapat menurunkan supresi pembentukan NO oleh LDL teroksidasi (Kimura, et al., 2003, Higashi, et al., 1999 dan Kaplan, 2002). Pelepasan NO yang diikuti oleh vasorelaksasi tergantung peran endotel. Begitu juga NO dapat menimbulkan vasodilatasi dan merupakan faktor anti-atherosklerotik. Hal ini yang akan menurunkan resistensi perifer dan menurunkan tekanan darah yang pada akhirnya juga akan menurunkan frekwensi nadi. Pada penderita hipertensi, terdapat aktifitas saraf simpatis, yang akan meningkatkan kerja jantung, sehingga tekanan darah dan frekwensi nadi menjadi meningkat. Sensitifitas terhadap sodium terjadi akibat aktifitas simpatis yang kuat. Kafein yang terdapat pada kopi dapat meningkatkan kekuatan dan frekwensi tekanan berulang pada endotel untuk melepaskan beberapa faktor seperti TGF, PDGF, IL-8 dan endotelin, yang dapat meningkatkan tekanan darah dan frekwensi nadi baik pada orang normal maupun penderita hipertensi. Oleh karena itu alasan pembatasan sodium dalam diet dan pembatasan kafein pada lansia penderita hipertensi sangat dibenarkan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pembatasan konsumsi garam dan kopi dapat menurunkan tekanan darah (baik sistolik maupun diastolik) dan frekwensi nadi pada lansia yang menderita hipertensi. Saran Upaya pembatasan sodium 1,25 gram dalam menu makanan dan pembatasan konsumsi kafein dapat dipilih sebagai alternatif pengobatan non farmakologis dan diterapkan oleh petugas kesehatan dalam menurunkan tekanan darah pada lansia yang menderita hipertensi karena efek limitasi konsumsi kopi dan garam terbukti bermanfaat dan lebih efektif. KEPUSTAKAAN Chintanadilok, et al. 2002. Exercise in Treating Hypertension. AHA Journals, vol. 274, 190-197, (Online), (http:// hyper.ahajournals.org., diakses tanggal 11 September 2007, jam 10.00 WITA). Duthie and Katz. 1998. Practice of Geriatrics. 3 rd edition. Philadelpia: W.B. Saunders, pp. 375-381. Gordon, N.F. 2002. Radang Sendi Panduan Latihan Lengkap. Alih bahasa oleh Eri D. Nasution. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 48-50. Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi IX. Alih bahasa oleh Irawati Setiawan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hlm. 261-282. Higashi, et al. 1999. Daily Aerobics Exercise Improves Reactive Hyperemia in Patients with Essential Hypertension, AHA Journals, 21, 23-27, (Online), (http://hyper.aha journals.org., diakses tanggal 11 September 2007, jam 09.00 WITA). Izzo and Black, 1999. Hypertension Primer: The Essential of High Blood Pressure. Texas: Lippincott, pp. 121-122, 160, 259-262. Kaplan, N.M. 2002. Kaplans Clinical Hypertension. 8 th Edition. Philadelpia: Lippincott, hlm. 67-110, 221-223. Kimura, et al. 2003. NOS3 Genotype Dependent Correlation Between Blood Pressure and Physical Activity, Journal of Undergraduate Research, 4, 1-4, (Online), (http:// hyper.ahajournals.org., diakses tanggal 25 Agustus 2007, jam 11.00 WITA). Price dan Wilson. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih bahasa oleh Caroline Wijaya. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hlm. 486-489. Silva, et al. 1997. Influence of Exercise Training on Neurogenic Control of Blood Pressure in SHR, AHA Journals, 7, 530-534, (Online), (http://hyper.ahajournals.org., diakses tanggal 26 Agustus 2007, jam 10.00 WITA). http://hyper.ahajournals.org/