Pengaruh Pernafasan active cycle of breathing terhadap peningkatan aliran ekspirasi maksimum pada penderita tuberkulosis paru Jurnal Ners Vol.3 No.1 April 2008: 42-48 BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KREATIFITAS ANAK USIA SEKOLAH (Playing Origami Enhance the Creativity of School Aged Children) Yuni Sufyanti Arief*, Dhianita Binarwati*, Ratri Ismiwiranti** * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya. Telp/Fax: (031) 5913257. E-mail: yuni_psik@yahoo.com ** RSUD Abdoer Rahem Situbondo ABSTRACT Introduction: Critical period for creativity development happened at school aged. Playing Origami is a stimulation that can be done to develop child’s creativity optimally. The aimed of this study was to analyze the effect of playing origami toward creativity development at school age in 4 th grade elementary school Krian, Sidoarjo. Method: This study was used a pre experimental and purposive sampling design. The populations were children who age in the sixth until seventh age in 4 th grade elementary school Krian, Sidoarjo. There were 41 respondents for this research who met the inclusion criteria. The independent variable was the playing origami while the dependent variable was creativity development of school age. Data were collected by using questionnaire and Figural Creativity test to know the creativity level before and after intervention, and then analyzed by using Wilcoxon Signed Rank Test with significance level of 0.05. Result: The result showed that there was an effect of play origami toward the creativity development of school age with significant level (p=0.000). Discussion: It can be concluded that playing origami can develop the creativity of school aged children. Every child should be facilitated by provide a chance, supportt and activity that can improve their creativity development that can be useful for them and other people. Further study was recommended to analyze the effect of playing origami on decreasing stress hospitalization. Keywords: playing origami, creativity development, school age PENDAHULUAN Anak usia sekolah, secara fisik memiliki tubuh yang proporsional. Motorik halus pada anak usia sekolah mulai menunjukkan kematangan. Mereka dapat menggunakan media serta berbagai alat yang membutuhkan motorik halus. Aktifitas fisik yang dilakukan oleh anak akan membantu pertumbuhan. Berbagai keterampilan yang dimiliki akan meningkatkan kepercayaan bahwa anak memiliki kemampuan dan hal ini menimbulkan kebanggaan pada diri (Gustian, 2001). Pada usia sekolah, anak dituntut untuk lebih mandiri serta mampu berpikir kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Referensi menyebutkan bahwa di dunia ini terdapat 10–15% anak berbakat yang memiliki kecerdasan atau kelebihan luar biasa termasuk sikap dan kemampuan berpikir kreatif (Tridjaja, 1998). Hasil studi pendahuluan tentang perkembangan kreatifitas anak yang dilakukan di SDN Krian IV dengan menggunakan kuesioner ciri sikap kreatif, menunjukkan 37,74% anak kelas 1 memiliki tingkat kreatifitas berada di bawah rata-rata. Salah satu upaya dalam meningkatkan kreatifitas anak usia sekolah dapat dilakukan dengan permainan. Beberapa bentuk permainan yang dapat diberikan dalam upaya menstimulasi perkembangan kreatifitas anak melalui berkarya kreatif dengan menggunakan berbagai benda yang ada di sekitar seperti kertas koran, kertas majalah, karton bekas pasta gigi, kotak korek api, kertas lipat, plastisin, melukis bebas, lego, puzzle, dan sebagainya. Salah satu model permainan yang dapat merangsang kreatifitas adalah origami (melipat kertas), di mana dengan melakukan kegiatan origami anak mampu mengekspresikan imajinasi dengan membuat model yang diinginkan. Kegiatan origami ini juga terdapat di dalam KTSP Origami dan Kreatifitas Anak Sekolah (Yuni SA) Yuni S (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) SD/MI. Di SDN Krian IV kegiatan ini jarang dilaksanakan. Oleh karena itu, peneliti belum dapat menjelaskan sejauh mana pengaruh bermain origami terhadap perkembangan kreatifitas anak usia sekolah. Pribadi kreatif sangat diperlukan pada usia dini karena 50% kemampuan belajar tumbuh pada usia 4 tahun pertama, sebanyak 30% kemampuan belajar berkembang menjelang usia 8 tahun, sehingga usia ini merupakan usia emas untuk meletakkan landasan kreatif bagi proses belajar anak di masa depan (Gustian, 2001). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SDN Krian IV didapatkan 20 dari 53 anak yang memiliki sikap kreatif di bawah rerata, 29 anak berada pada tingkat rerata dan hanya 3 anak yang memiliki sikap kreatif di atas rerata. Selain itu didapatkan pula bahwa lebih dari 50% anak pada saat bermain di rumah tidak didampingi oleh orang tua. Kurang stimulasi dan komunikasi antara anak dengan orang tua, guru, serta lingkungan sekitar akan menyebabkan berbagai permasalahan pada perkembangan anak. Anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif) akan cenderung mengalami masalah dalam perkembangan. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat juga akan berpengaruh terhadap perkembangan kreatifitas anak. Pembelajaran yang dilakukan satu arah akan menyebabkan anak hanya akan terbiasa menerima gagasan atau masukan yang diberikan sehingga keinginan atau kesempatan anak untuk mengeksplorasi kemampuan yang ada pada diri menjadi berkurang. Hal ini akan menyebabkan anak tidak terbiasa untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif yakni kelancaran, keluwesan, dan mewujudkan orisinalitas dalam berpikir, serta mampu mengelaborasikan gagasan. Supraptiningsih (1999) menegaskan bahwa stimulasi yang kurang serta penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat akan berpengaruh terhadap penurunan kemampuan berpikir kreatif dan penurunan sikap kreatif (rasa selalu ingin tahu, tertarik akan tantangan, berani mengambil risiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman baru, dapat menghargai diri sendiri dan orang lain), apabila hal ini dibiarkan akan terjadi kebekuan kreatifitas. Upaya untuk mengembangkan kreatifitas anak memerlukan peranan orang tua dan pendidik di dalam mendampingi, mengarahkan dan mengawasi anak. Selain sikap dan kondisi lingkungan yang menunjang, dapat juga melalui berbagai kegiatan yang menyenangkan, mudah dan murah salah satunya adalah origami. Teknik permainan origami merupakan salah satu bentuk kegiatan seni budaya dan keterampilan yang tercantum dalam KTSP SD/MI, digunakan untuk meningkatkan apresiasi siswa dalam seni rupa di mana siswa mampu mengenal bentuk dan membuat suatu kerajinan tangan (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Origami juga melatih anak berpikir matematis, belajar perbandingan, membaca diagram, membuat mainan sendiri, serta anak belajar menemukan solusi bagi permasalahan yang dihadapi. Semua aspek ini akan membantu perkembangan kreatifitas anak. Kegiatan ini dapat dilakukan di sekolah bersama guru atau di rumah bersama orang tua, sehingga dapat digunakan sebagai sarana membina kedekatan/komunikasi antara anak dan orang tua. Oleh sebab itu peneliti, mengambil permainan ini sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kreatifitas terutama pada anak usia sekolah di SDN Krian IV. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pra eksperimental one group pre-posttest design. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah anak usia sekolah kelas 1 di SDN Krian IV. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini sebesar 45 anak, namun pada saat posttest terdapat 4 orang anak yang tidak mengikuti, sehingga sesuai dengan kriteria eksklusi 4 anak tersebut di drop out. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria sampel adalah 41 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2008. Variabel independen dalam penelitian ini adalah teknik bermain origami (melipat kertas), sedangkan variabel Jurnal Ners Vol.3 No.1 April 2008: 42-48 Yuni S dependen pada penelitian ini adalah peningkatan perkembangan kreatifitas anak usia sekolah (usia 6-7 tahun). Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembar Tes Kreatifitas Figural yang diadaptasi dari Torrance (2000) dalam buku guidance creativity, untuk mengetahui kreatifitas anak usia sekolah (kelas 1). Materi Tes Kreatifitas Figural ini terdiri dari tiga sub tes yaitu 1) membuat gambar (Picture Construction), sub tes ini mengukur keaslian (originalitas), dan kerincian (elaborasi) dalam berpikir kreatif. Subyek diminta untuk menyelesaikan sebuah stimulus berupa bercak hitam melengkung yang belum selesai, 2) melengkapi gambar (Picture Completing), sub tes ini untuk mengukur kelenturan (Flexibility) seseorang dalam berpikir kreatif yang diwujudkan dalam keanekaragaman jawaban yang diberikan, sekaligus juga mengukur keaslian (originalitas), kerincian (elaboration) sebagai tambahan, sedangkan kelancaran (fluency) sebagai faktor sampingan. Pada Subyek diminta untuk melengkapi gambar yang belum selesai sebanyak sepuluh gambar, dan 3) lingkaran, sub tes ini untuk mengukur kelancaran seseorang dalam memberikan gagasan, sekaligus juga mengukur keaslian, kerincian dan kelenturan sebagai perimbangan. Subyek diminta untuk membuat gambar sebanyak mungkin dari lingkaran yang disediakan, yang berjumlah 36 lingkaran. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat kemaknaan α≤0,05. HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan perkembangan kreatifitas (lihat tabel 1) di mana pada saat pretest tingkat kreatifitasnya lebih banyak berada pada taraf rerata 53,66% (22 anak), sedangkan pada saat post test tingkat kreatifitas anak lebih banyak berada pada taraf sangat unggul 60,98% (25 anak). Terdapat pengaruh bermain origami terhadap perkembangan kreatifitas anak usia sekolah (kelas 1) di SDN Krian IV yang ditunjukkan dengan nilai mean pada saat pretest 93,29 yang berarti rerata tingkat kreatifitas anak sebelum intervensi berada pada taraf rerata dan pada saat post test nilai mean 130,00 yang berarti rerata tingkat kreatifitas anak pada saat post berada pada taraf sangat unggul. Hasil uji stastik dengan Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan nilai kemaknaan α≤0,00. PEMBAHASAN Tingkat kreatifitas anak kelas 1 di SDN Krian IV sebelum dilakukan kegiatan bermain origami ditunjukkan lebih banyak pada tingkat rerata. Keterbatasan kesempatan bagi anak untuk melakukan kegiatan sesuai dengan keinginan akan mengurangi kemampuan anak dalam mengembangkan daya kreatif. Menurut Munandar (2000), jika seorang anak kurang diberikan stimulasi untuk merangsang kemampuan berpikir kreatif akan menyebabkan anak tidak terbiasa berpikir, selain itu apabila seorang anak dituntut untuk selalu mengikuti perintah serta harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa akan menyebabkan kebekuan kreatifitas, di mana kondisi ini seringkali terjadi pada saat anak mulai memasuki sekolah dasar (6-7 tahun) (Hurlock, 2005). Stimulasi yang kurang dan kekuasaan orang dewasa yang kuat akan menghambat perkembangan kreatifitas anak, terutama apabila seringkali orang tua lebih mengharapkan anak untuk diam di rumah daripada bermain bersama dengan teman. Anak akan dapat berimajinasi serta berpikir diluar batas dunia nyata melalui kegiatan bermain sehingga kemampuan berpikir dan berperilaku kreatif anak akan semakin berkembang. Pada penelitian ini ditemukan pula tingkat kreatifitas yang sangat unggul sebelum diberikan intervensi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kreatifitas antara lain jenis kelamin. Hurlock (2005) menyatakan bahwa anak laki-laki menunjukkan kreatifitas yang lebih besar daripada anak perempuan setelah masa kanak-kanak berlalu, sehingga pada usia sekolah tingkat kreatifitas anak laki-laki dan perempuan hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin bukanlah faktor mutlak yang mempengaruhi perkembangan kreatifitas, karena dalam hal ini kreatifitas lebih dipengaruhi oleh pengetahuan, serta kesempatan dan keinginan anak untuk mengembangkan daya kreatifnya. Origami dan Kreatifitas Anak Sekolah (Yuni SA) Perkembangan kreatifitas juga dipengaruhi oleh urutan kelahiran anak, studi tentang urutan kelahiran anak dan pengaruhnya terhadap tingkat kreatifitas menunjukkan hasil yang berbeda. Perbedaan ini lebih dikarenakan oleh lingkungan daripada bawaan (Hurlock, 2005). Anak yang lahir setelah anak pertama memiliki tingkat kreatifitas sangat unggul. Dengan demikian dapat diketahui bahwa anak yang lahir setelah anak pertama mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan daya kreatif mereka, hal ini disebabkan perlakuan orang tua yang lebih fleksibel, dalam hal ini tuntutan orang tua lebih berkurang daripada kepada anak pertama serta anak yang lebih kecil (pada usia sekolah) biasanya mengidolakan saudara kandung yang lebih besar dan sering terjadi persaingan. Sarana prasarana serta dukungan orang tua juga turut mempengaruhi perkembangan kreatifitas hal ini sangat erat berhubungan dengan status sosial ekonomi responden (Hurlock, 2005). Keadaan status sosial ekonomi yang cukup, anak akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan daya kreatif lebih bebas. Tingkat pendidikan orang tua pun turut mempengaruhi (Hurlock, 2005), semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka pola asuh akan semakin baik (demokratis) dan selalu memberikan kesempatan bagi perkembangan kreatifitas anak. Perkembangan tingkat kreatifitas anak setelah bermain origami menunjukkan bahwa tingkat kreatifitas anak setelah dilakukan kegiatan permainan origami sebagian besar mengalami peningkatan perkembangan kreatifitas. Hal ini disebabkan permainan origami dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan daya kreatif mereka dengan membuat berbagai macam bentuk secara bebas sesuai dengan keinginan. Anak dapat menghasilkan berbagai ide inovatif dengan memberikan kebebasan bagi daya kreatif anak untuk menuangkan imajinasi. Hal inilah yang akan membuat anak berpikir kreatif (berbagai macam arah) yang akan menimbulkan sikap kreatif anak. Kegiatan bermain origami yang dilakukan anak akan membantu perkembangan kreatifitas anak. Permainan origami yang dilakukan akan membuat anak belajar untuk membuat sebuah bentuk dengan teknik yang paling mendasar yaitu meniru/mengikuti arahan. Di saat bermain origami otak akan terstimulasi dan akan terjadi koordinasi dengan sensor motorik, sehingga anak menghasilkan bentuk. Apabila kegiatan ini dilakukan berulang anak akan mahir dan membuat berbagai macam model, maka pada suatu saat anak akan memunculkan gagasan ingin membuat sesuatu dari berbagai teknik lipatan yang telah dibuat sebelumnya (Ismayanti, 2004). Pada akhirnya anak mampu membuat kreasi baru dan secara tidak langsung akan membantu perkembangan kreatifitas anak. Tabel 1. Hasil analisis statistik pengaruh bermain origami terhadap perkembangan kreatifitas anak usia sekolah di SDN Krian IV Sidoarjo pada tanggal 13-24 Juni 2008 Hasil Pretest Hasil Posttest Sangat lamban Rerata Sangat unggul Sangat lamban Rerata Sangat unggul Jumlah (anak) 14 22 5 5 11 25 Mean 93,29 130,00 SD 32,531 33,459 Hasil Analisis Statistik Wilcoxon Signed Rank Test p=0,000 Keterangan: p = Derajat kemaknaan SD = Standar Deviasi Mean = Rerata Jurnal Ners Vol.3 No.1 April 2008: 42-48 Keberhasilan anak dalam menghasilkan bentuk baru juga akan memberikan kepuasan kepada anak karena dalam hal ini berarti anak menguasai keterampilan baru (Ismayanti, 2004). Erikson menyatakan bahwa perkembangan sosio emosional anak berada pada fase industri vs inferioritas di mana pada masa ini anak berjuang untuk mendapatkan kompetensi dan keterampilan penting untuk berfungsi sama seperti orang dewasa dan mendapatkan keberhasilan positif (Potter dan Perry, 2005). Stimulasi melalui kegiatan yang memfasilitasi anak untuk menguasai keterampilan, bebas berkreasi serta aktualisasi diri (dengan bermain origami) diperlukan dalam mempertahankan konsep diri positif bagi anak usia sekolah. Beberapa kondisi yang mendukung perkembangan kreatifitas anak, yaitu waktu, kesempatan, dorongan, sarana, lingkungan yang menstimulasi, hubungan anak dan orang tua yang tidak terlalu posesif, cara mendidik anak, serta kesempatan untuk memperoleh pengetahuan (Hurlock, 2005). Kondisi yang meningkatkan kreatifitas dapat diciptakan di sekolah maupun di rumah dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan selalu melibatkan komunikasi antara anak dan orang tua/pendidik. Anak harus diberikan waktu bebas dan kesempatan sendiri untuk bermain dengan berbagai gagasan dan konsep, serta mencoba bentuk baru yang orisinil untuk mengembangkan kreatifitas (Hurlock, 2005). Dalam penelitian ini peneliti memberikan kesempatan (waktu) secara bebas, bila anak tidak mampu menyelesaikan di sekolah anak dapat menyelesaikan tugas di rumah. Pemberian waktu yang bebas ini sebagai upaya agar anak bebas menuangkan segala gagasannya untuk menghasilkan sebuah bentuk yang diinginkan. Penjelasan cara bermain, dorongan dan sarana prasana juga diperlukan dalam upaya untuk membantu perkembangan kreatifitas anak. Dalam penelitian ini sebelum melakukan kegiatan origami anak diajarkan tentang teknik dasar terlebih dahulu, memfasilitasi setiap anak dengan menyediakan semua sarana yang dibutuhkan oleh anak meliputi kertas lipat, buku gambar untuk menempel hasil karya, lem, kertas manila dan selalu mendorong anak untuk membuat berbagai bentuk bahkan memberikan reward yang positif ketika anak mampu membuat bentuk lain dengan menampilkan hasil karya terbaik mereka di kelas. Anak pun diberikan kesempatan untuk menghias atau memberikan gambar yang sesuai dengan bentuk yang dia buat. Hal ini sejalan dengan ungkapan Hurlock (2005) bahwa lingkungan yang merangsang berupa dorongan dan sarana prasarana juga diperlukan untuk meningkatkan kreatifitas. Lingkungan rumah dan sekolah harus mampu menstimulasi kreatifitas dengan memberikan bimbingan dan dorongan kepada anak untuk kreatif dan bebas dari ejekan dan kritik yang seringkali dilontarkan pada anak yang kreatif. Sarana prasarana juga harus disediakan untuk merangsang dorongan eksperimentasi dan eksploitasi yang merupakan unsur penting dari kreatifitas. Pemberian kesempatan bagi anak untuk mengembangkan daya kreatif akan menumbuhkan konsep diri positif serta kemampuan untuk mengaktualisasikan diri. Anak akan mendapatkan kepuasan atas apa yang dibuat serta anak akan memiliki kesempatan untuk bebas membuat berbagai macam karya melalui permainan origami. Kesempatan anak untuk memperoleh pengetahuan juga turut mempengaruhi perkembangan kreatifitas anak. Kreatifitas seorang anak tidaklah muncul dalam kehampaan, semakin banyak pengetahuan yang dapat diperoleh anak semakin banyak pengetahuan yang diperoleh, semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif (Hurlock, 2005). Kesempatan anak untuk memperoleh pengetahuan terutama berawal dari lingkungan rumah, apabila kondisi lingkungan di rumah serta orang tua memberikan kesempatan anak untuk mendapatkan pengetahuan dalam mengembangkan daya kreatif maka kreatifitas anak pun meningkat. Penelitian ini memberikan kesempatan kepada anak untuk mendapatkan pengetahuan origami sebanyak-banyaknya tidak hanya di sekolah tetapi anak juga dapat memperoleh dari orang tua atau bersama saudara di rumah. Hasil penelitian didapatkan bahwa pendidikan orang tua kebanyakan SMA/STM yang memungkinkan orang tua cukup mempunyai pengetahuan untuk dibagikan kepada anak. Hal ini didukung pula dengan orang tua (Ibu) yang tidak bekerja (ibu rumah tangga) sehingga kesempatan bertemu dengan anak Origami dan Kreatifitas Anak Sekolah (Yuni SA) Yuni juga lebih besar. Permainan origami menstimulasi kerja otak, kemudian otak akan mengolah informasi yang didapatkan sedemikian rupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan dari awal, dengan harapan bahwa anak akan lebih mudah mengingat dan menarik kesimpulan di kemudian hari (Wiratih, 2008). Menurut Kawashima (2007), bermain origami sama seperti kegiatan merajut dan pertunjukan musik yang menghasilkan sesuatu. Setelah anak menguasai teknik dasar origami ia akan berusaha untuk mengembangkan apa yang telah diterima sehingga kemampuan berpikir kreatif anak akan terasah. Perkembangan kreatifitas anak pun dipengaruhi oleh usia, hal ini lebih menunjukkan tentang tingkat kematangan serta kesempatan anak untuk memperoleh pengalaman. Pada usia 7 tahun perkembangan kreatifitas berada di tengah antara tahap pre operasional dan konkret operasional (Potter dan Perry, 2005). Perkembangan kognitif anak usia 7 tahun sedikit lebih matang daripada anak usia 6 tahun, sehingga kemampuan berpikir dan perilaku kreatif juga sedikit lebih matang. Dari semua faktor yang telah disebutkan dapat diketahui bahwa kreatifitas seseorang dapat terangsang dengan mengenal dan menghargai potensi kreatif (pribadi) dan penciptaan kondisi iklim lingkungan yang menunjang (dorongan internal dan eksternal) serta pemberian kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif (proses), maka berbagai produk kreatifitas yang konstruktif akan muncul. Pada penelitian ini ditemukan penurunan tingkat kreatifitas (3 anak) setelah dilakukan stimulasi dengan bermain origami. Anak belum tentu mampu mewujudkan potensi walaupun pembawaan anak bisa mencapai tingkat kreatifitas yang tinggi, terutama apabila lingkungan keluarga kurang memberikan stimulus, seperti orang tua yang bersikap otoriter, terlalu membatasi atau kurang memberikan kebebasan pada anak dan tidak terbiasa mendengarkan pendapat atau ide anak (Munandar, 2000). Penurunan kreatifitas anak pada penelitian ini dapat pula disebabkan oleh motivasi intrinsik (keinginan/rasa ingin tahu) dari anak mulai menurun untuk menuangkan ide saat melakukan post test atau anak sudah mulai bosan/jenuh. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kegiatan bermain origami dapat meningkatkan kreatifitas anak dari rerata menjadi sangat unggul. Hal ini disebabkan karena, dengan bermain origami, anak memiliki kesempatan untuk bebas mengungkapkan daya kreatif dan inovatif yang dimilikinya sehingga dapat memacu kreatifitas anak. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar kegiatan bermain origami dilakukan oleh anak usia sekolah sebagai sarana pengembangan kreatifitas, sekolah hendaknya selalu mengembangkan kreatifitas anak dengan melakukan permainan kreatif baik melalui mata pelajaran seni budaya dan ketrampilan maupun mata pelajaran lain. Perlu disediakan sarana prasarana yang membantu anak usia sekolah dalam mengembangkan kreatifitas seperti buku panduan origami, membuat kerajinan tangan dari barang bekas, catur, ruang kertaseni, dsb sebagai alternatif pengembangan kreatifitas anak. Selanjutnya orang tua dan anggota keluarga lain hendaknya selalu memberikan dukungan serta stimulasi dengan bermain origami untuk membantu perkembangan kreatifitas anak. KEPUSTAKAAN Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI kelas I dan IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, hlm. 213-216. Gustian, E. 2001. Mempersiapkan Anak Masuk Sekolah. Jakarta: Puspa Swara, hlm 135-137. Hurlock, E.B. 2005. Developmental Psychology: A Life-Span Approach. USA: McGraw-Hill Inc, pp. 57-60. Jurnal Ners Vol.3 No.1 April 2008: 42-48 Ismayanti, F. 2004. Origami dan Anak Bagian, (Online), (http://www.sanggar-origami.com., diakses tanggal 10 November 2007, jam 14.10 WIB). Kawashima, R. 2007. Mengaktifkan Otak dengan Origami. Alih Bahasa oleh YMG. Retno Arumsari Widhaninggar. Jakarta: PT Grasindo, hlm. 58-63. Munandar, S.C.U. 2000. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm. 30-44. Perry dan Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Alih Bahasa oleh Yasmin Asih. Jakarta: EGC, hlm. 506-508, 637-644, 688- 689. Supraptiningsih. 1999. Pengembangan Kreatifitas Anak Usia Prasekolah dan Sekolah Dasar. Sekolah Dasar (Berkala). 8(2), (Online), (http://journal.um.ac.id/index.php/seko lah-dasar/article., diakses tanggal 5 Maret 2008, jam 12.00 WIB) Torrance, E.P. 2000. Guiding Creative Talent, (Online), (http://www.roberttoth.htm., diakses tanggal 3 Maret 2008, jam 12.00 WIB). Tridjaja, C. 1998. Studi Korelasi antara Kemampuan Kreatif Bermain Balok dengan Kemampuan Berpikir Kreatif pada Anak Usia Sekolah di SD Tarakanita Jakarta Selatan. Tesis tidak dipublikasikan. Bandung: Institut Teknologi Bandung, hlm 54-60. Wiratih, R. 2008. Meningkatkan Kreatifitas Anak Usia Dini Melalui Peta Pikiran, (Online), (http://pkab.wordpress.com/2008/04/0 9/tingkatkan-kreatifitas-usia-dini/, diakses tanggal 03 Mei 2008, jam 12.40 WIB). http://www.sanggar-origami.com/ http://journal.um.ac.id/index.php/sekolah-dasar/article http://journal.um.ac.id/index.php/sekolah-dasar/article http://www.roberttoth.htm/ http://pkab.wordpress.com/2008/04/09/tingkatkan-kreativitas-usia-dini/ http://pkab.wordpress.com/2008/04/09/tingkatkan-kreativitas-usia-dini/