Pengaruh Pernafasan active cycle of breathing terhadap peningkatan aliran ekspirasi maksimum pada penderita tuberkulosis paru AIR REBUSAN BIJI BUNCIS (PHASEOLUS VULGARIS L.) MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH (Seed Bean’s Boiled Water (Phaseolus Vulgaris L.) Decrease Blood Glucose Level) I Ketut Sudiana*, Sukma Randani Ismono*, Fitriya Faristiowati* * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya. Telp/Fax: (031) 5913257 E-mail: ik.sudiana@yaho.com ABSTRACT Introdouction: Diabetes mellitus as the global health problem was manifested by increasing blood glucose. The aetiology of increasing blood glucose was absolute or relative deficiency of insulin. The seed bean’s boiled water known can controlled diabetes by lowering blood glucose level. The seed bean contained a matters beta cytosterol and stigmasterol can iniciate a pancreas to increase of insulin production. The aimed of this study was to analyze the effect of taking seed bean’s boiled water on decreasing of blood glucose level in patients with diabetes mellitus in Sopa'ah village worked area of Puskesmas Sopa'ah Pademawu Region Pamekasan City. Method : This study was used a quasy experimental purposive sampling design. Sample were 12 respondents who met the inclusion criteria. The independent variable was seed bean’s boiled water (Phaseolus vulgaris L.) and dependent variable was blood glucose level. Data were analyzed by using Paired t-Test and Independent t-Test with significance level α≤0.05. Result: The result showed that seed bean’s boiled water (Phaseolus vulgaris L.) has an effect on decreasing blood glucose between pre test and post test for blood glucose nuchter (p=0.03) and for 2 hours post prandial (p=0.01), whereas between treatment group and control group the result showed that blood glucose nuchter (p=0.01) and 2 hours post prandial (p=0.00). Discussion: It can be concluded that seed bean’s boiled water (Phaseolus vulgaris L.) has an effect on blood glucose level in patients with diabetes mellitus. Keywords: seed bean’s boiled water (Phaseolus vulgaris L.), blood glucose, Diabetes Mellitus PENDAHULUAN Pengobatan alternatif saat ini lebih banyak dipilih oleh masyarakat untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Masyarakat menengah ke bawah pada umumnya memanfaatkan tanaman obat sebagai upaya preventif dan rehabilitatif, terlebih dengan adanya isu back to nature. Beberapa alasan masyarakat beralih ke tanaman obat lebih disebabkan karena dengan pengobatan medis timbul efek samping, peningkatan biaya jika terjadi komplikasi dan hal ini menjadi beban ekonomi khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Buncis selain lebih banyak dikenal sebagai salah satu jenis sayuran ternyata dapat dimanfaatkan sebagai obat alami untuk mengatasi peningkatan kadar gula darah pada klien Diabetes mellitus (Ramainah, 2003). Tanaman ini murah dan mudah didapat. Di dalam buncis terdapat zat yang dinamakan β- sitosterol dan stigmasterol, kedua zat inilah yang mampu merangsang pankreas untuk meningkatkan produksi insulin (Aiyaarmad, 2007). Dengan merebus 120 gram biji buncis dalam 3 gelas air yang diminum 1 kali sehari, diharapkan dapat menurunkan kadar glukosa darah sehingga buncis dapat dijadikan alternatif pengobatan pada klien DM. Pengobatan komplementer dan alternatif (terapi herbal) untuk pengobatan DM memiliki prospek yang cerah (Mahendra, et al., 2008). Sampai saat ini pengaruh pemberian air rebusan biji buncis dalam menurunkan kadar glukosa darah pada klien diabetes mellitus belum dapat dijelaskan. Diabetes mellitus (DM) semakin menjadi masalah kesehatan global. Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Mahendra, et al., 2008). Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat tipe sel dalam pulau langerhans pankreas. Fungsi insulin ialah mendorong gula dalam darah masuk ke dalam sel dan menyimpan glukosa yang berlebihan di hati (Mahendra, et al., 2008). Diabetes mellitus terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respons yang tepat terhadap insulin (Viviroy, 2008). Diabetes melitus ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) dan adanya glukosa dalam urin (glukosuria). Dalam jangka panjang, penyakit ini dapat mengakibatkan risiko gangguan lebih lanjut pada retina dan ginjal, kerusakan saraf perifer dan mendorong terjadinya penyakit aterosklerosis pada jantung, kaki dan otak. Komplikasi DM pada retina, ginjal dan sistem saraf perifer serta peningkatan mortalitas dan risiko penyakit vaskuler dapat dicegah dengan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal. Menjaga agar kadar lipid dan tekanan darah tetap normal juga mencegah peningkatan risiko tersebut di atas (Kiranawati, 2007). Modalitas penatalaksanaan DM (tipe II) diarahkan pada terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit DM secara terus menerus. Terapi farmakologis yang meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin juga diberikan sejalan dengan terapi non farmakologis untuk mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Banyak diantara klien yang berusaha mengendalikan kadar glukosa darah dengan cara tradisional yaitu menggunakan bahan dari alam. Berbagai jenis obat antidiabetik oral banyak ditemukan di apotik dan biasanya tergolong obat yang mahal dan harus terus menerus digunakan, hingga bagi yang tidak mampu sulit memperoleh obat tersebut. Daerah yang tidak mempunyai apotik akan mengalami kesulitan memperoleh obat ini, sehingga diperlukan alternatif obat lain seperti tanaman obat. Kebijaksanaan Obat Nasional menyatakan bahwa penyediaan obat merupakan salah satu unsur yang penting dalam upaya pembangunan di bidang kesehatan. Obat tradisional yang terbukti berkhasiat harus dikembangkan dan digunakan dalam upaya kesehatan (Widowati, 1997). Masyarakat Pademawu diketahui banyak yang berhenti menggunakan obat medis dan menggantinya dengan mengkonsumsi obat tradisional, namun masyarakat Pademawu masih belum mengenal buncis sebagai tanaman obat yang bermanfaat bagi klien DM. Salah satu ramuan herbal yang direkomendasikan untuk pengobatan alami DM adalah buncis (Ramainah, 2003). Diabetes mellitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes (Tandra, 2007). Prevalensi terjadinya DM tipe 1 hanya sekitar 5-10% dari semua kasus diabetes jika dibandingkan dengan DM tipe 2 yang mencapai 90-95% (Kiranawati, 2007). Pada tahun 2003, Badan Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan, 194 juta jiwa atau 5,1 persen dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa. Di Indonesia, klien DM juga mengalami kenaikan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2020. Tingginya angka kesakitan itu menjadikan Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah Amerika Serikat, India dan Cina sebagaimana dicantumkan dalam Diabetes Care tahun 2004. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) memberi gambaran terjadinya peningkatan prevalensi DM dari tahun 2001 sebesar 7,5% menjadi 10,4% pada tahun 2004 (Evy, 2008). Total klien DM di Indonesia berdasarkan data WHO, saat ini sekitar 8 juta jiwa dan diperkirakan jumlahnya melebihi 21 jiwa pada tahun 2025 mendatang (Irawati, 2008). Data yang diperoleh dari Puskesmas Sopa'ah Pademawu pada tanggal 16 Oktober 2008, jumlah klien DM rawat jalan dari bulan Mei sampai September tahun 2008 sebanyak 30 orang. I Ketut Berdasarkan penjelasan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian air rebusan biji buncis (Phaseolus vulgaris L.) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada klien DM di desa Sopa'ah wilayah kerja Puskesmas Sopa'ah Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experimental control group pre-post test purposive sampling design. Populasi pada penelitian ini adalah klien DM di desa Sopa'ah wilayah kerja Puskesmas Sopa'ah Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan sebanyak 30 orang. Sampel diambil sesuai dengan kriteria inklusi dan diperoleh 12 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian dibagi menjadi masing-masing 6 responden untuk kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti antara lain klien DM, gula darah awal (pre test): BSN>120 mg/dl dan 2j PP> 200 mg/dl dan bersedia menjadi subjek penelitian. Penelitian ini dilakukan selama Januari 2009. Variabel independen dalam penelitian ini adalah air rebusan biji buncis, sedangkan variabel dependen adalah kadar gula darah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat Glukometer untuk pengukuran kadar gula darah. Kadar gula darah yang diamati adalah kadar gula darah puasa/blood sugar nuchter (BSN) dan gula darah 2 jam post pandrial (2 jam setelah makan) yang diukur pada saat pre test dan setelah 12 hari perlakuan. Pada kelompok perlakuan diberi air rebusan biji buncis dengan cara merebus 120 gram biji buncis dalam 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas yang diminum 1 kali sehari selama 12 hari sedangkan kelompok kontrol tidak diberi air rebusan biji buncis. Data yang diperoleh ditabulasi kemudian dianalisis dengan menggunakan uji statistik Analisis dengan uji Paired t-Test dan Independent t-Test dengan derajat kemaknaan ≤0,05. HASIL Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pada kelompok perlakuan terjadi penurunan kadar glukosa darah puasa (BSN) dan kadar gula darah 2 jam post prandial dengan nilai rerata kadar gula darah puasa (BSN) post test pada kelompok perlakuan adalah 234 mg/dl dan untuk kadar gula darah 2 jam post prandial (2j PP) adalah 314,83 mg/dl. Hasil analisis statistik Paired t-Test menunjukkan untuk kadar gula darah puasa (BSN) p=0,003 dan kadar gula darah 2 jam post prandial p=0,011. Terdapat pengaruh pemberian air rebusan biji buncis (Phaseolus vulgaris L) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada klien DM dengan hasil analisis statistik Independent t-Test untuk kadar glukosa darah puasa (BSN) p=0,01 dan kadar glukosa darah 2 jam post prandial p=0,00. PEMBAHASAN Hasil pengukuran kadar gula darah puasa (BSN) dan kadar gula darah 2 jam post prandial pada klien DM sebelum pemberian air rebusan biji buncis (Phaseolus vulgaris L) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol didapatkan nilai rerata lebih dari normal. Saat ini diketahui paling tidak terdapat 4 penyebab timbulnya hiperglikemia sebagai gejala klinis utama DM. Empat penyebab itu adalah peningkatan asupan karbohidrat, penurunan sekresi insulin, peningkatan keluaran glukosa hati dan peningkatan asupan glukosa peripheral (resistensi insulin) (Mahendr, et al., 2008). Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Kadar glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Selanjutnya sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan kadar gula darah (Smeltzer dan Bare, 2003). Peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa endogen yang berasal dari proses Air rebusan biji buncis (phaseolus vulgaris l.) menurunkan kadar glukosa darah glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar (Sudoyo, et al., 2006). Makanan akan meningkatkan glukosa darah. Satu sampai dua jam setelah makan glukosa darah mencapai angka paling tinggi. Makanan yang berbeda juga menimbulkan efek yang berbeda (Tandra, 2007). Glukosa diserap melalui dinding usus dan disalurkan dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa dalam darah akan lebih tinggi melebihi glukosa yang dibutuhkan dalam pembentukan energi tubuh. Jika kadar gula darah menurun maka simpanan glikogen akan kembali ke dalam darah. Proses ini membutuhkan glukagon. Glikogen yang disimpan dalam hati bisa bertahan 8-10 jam. Apabila tidak digunakan dalam waktu yang ditentukan maka simpanan ini akan berubah menjadi lemak. Oleh karena itu, sewaktu seseorang mengkonsumsi makanan secara berlebihan maka kadar gula dalam darah akan terus beranjak naik sehingga glikogen dalam hati tidak digunakan maksimal. Hal ini akan menimbulkan penumpukan lemak tubuh (obesitas), penumpukan lemak dalam pembuluh (artheriosclerosis), bahkan penumpukan lemak dalam hati (fatty liver) (Mahendra et al., 2008). Berdasarkan penelitian, pada orang yang obesitas dengan jaringan lemak yang banyak dan luas memiliki jumlah reseptor insulin yang lebih sedikit dari orang yang tidak obesitas. Hal ini menyebabkan terhambatnya efek insulin di perifer meskipun sekresi insulin sudah cukup. Akibatnya, transpor glukosa ke dalam sel menurun sementara kadar glukosa dalam darah akan meningkat di atas kadar glukosa normal (Dinda, 2008). Proses penuaaan juga menjadi penyebab penyusutan sel-sel beta yang progresif sehingga sekresi insulin semakin berkurang dan kepekaan reseptor turut menurun (Mahendra, et al., 2008). Proses menua merupakan proses alamiah yang akan dialami setiap makhluk hidup yang mana pada usia tersebut terjadi perubahan fisiologis hampir seluruh sistem tubuh. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab dari sekian banyak faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah karena penyusutan sel beta pankreas yang terjadi dan dapat mengganggu sekresi insulin. Sebagian besar responden di Desa Sopa’ah wilayah kerja Puskesmas Sopa’ah Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan berusia >45 tahun. Responden menyadari bahwa dirinya telah menderita diabetes mellitus tetapi mereka masih belum bisa mengontrol pola makan dengan baik. Pola makan yang berlebihan serta kurangnya aktivitas fisik dari sebagian besar responden menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah. Responden sering menghentikan pengobatan dengan alasan tidak adanya lagi keluhan seperti badan terasa panas, banyak minum, sering buang air kecil dan mudah capek. Faktor lain seperti stres juga dapat meningkatkan kadar glukosa darah pada klien DM. Beberapa hormon yang dilepaskan selama stres bisa menghambat efek insulin atas sel-sel dan menyebabkan DM (Ramainah, 2003). Air rebusan biji buncis (Phaseolus vulgaris L) terbukti menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan pada klien DM di Desa Sopa’ah wilayah kerja Puskesmas Sopa’ah Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/100 ml darah. Apabila glukosa darah meningkat melebihi 100 mg/100 ml darah, maka sekresi insulin dari pankreas dengan cepat meningkat dan kembali ke tingkat basal dalam 2-3 jam. Insulin adalah hormon utama pada stadium absorptif pencernaan yang muncul segera setelah makan. Di antara waktu makan, kadar insulin rendah (Corwin, 2000). Kadar insulin perifer mulai meningkat kira-kira 8-10 menit sesudah menelan makanan dan mencapai puncak sesudah 30- 45 menit. Keadaan ini diikuti penurunan cepat kadar glukosa plasma post prandial, yang akan kembali ke nilai normal dalam 90- 120 menit (Kartini et al., 1998). Insulin berperan penting pada berbagai proses biologis dalam tubuh terutama menyangkut metabolisme karbohidrat. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan reseptor (insulin receptor substrate=IRS) yang terdapat pada membran sel. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam signal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa di dalam sel otot dan lemak, dengan mekanisme kerja yang belum begitu jelas. Peningkatan kuantitas GLUT-4 (Glucose I Ketut Transporter-4) pada membran sel, disebabkan karena proses translokasi GLUT- 4 dari dalam sel diaktivasi oleh adanya transduksi signal (Sudoyo, et al., 2006). Regulasi glukosa tidak hanya ditentukan oleh metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar. Jaringan hepar juga ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Metabolisme glukosa mencapai nilai normal memerlukan mekanisme sekresi insulin disertai kerja insulin yang berlangsung normal (Sudoyo, et al., 2006). Biji buncis sebagai tanaman herbal memiliki kandungan kimia antara lain glucoprotein, tripsin inhibitor, phytohemaglutinin, stigmasterol, β-sitosterol, kaempesterol, allantoin, inositol. Kulit biji mengandung leukopelargonodin, leukosianidin, leukodelfinidin, kaempferol, kuersetin, mirisetin, pelargonidin, sianidin, delfinidin, petunididin dan malvidin (Hernani et al., 2005). Di dalam buncis terkandung zat yang dinamakan β-sitosterol dan stigmasterol. Ternyata zat tersebut mampu merangsang pankreas untuk meningkatkan produksi insulin (Yartati, 2007). Pemberian air rebusan biji buncis selama 12 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah pada klien diabetes mellitus kelompok perlakuan di Desa Sopa’ah wilayah kerja Puskesmas Sopa’ah Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan. Peningkatan insulin menyebabkan translokasi GLUT-4 meningkat sehingga transportasi glukosa ke sel terpenuhi dan pada akhirnya menurunkan glukosa darah. Penurunan glukosa darah klien diabetes mellitus pada kelompok perlakuan di Desa Sopa’ah wilayah kerja Puskesmas Sopa’ah Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan tidak hanya dipengaruhi oleh pemberian air rebusan biji buncis tetapi juga ditunjang oleh pola makan dan aktivitas fisik/olahraga responden selama penelitian berlangsung. Semua gerak badan dan olah raga akan menurunkan glukosa darah. Olah raga mengurangi resistensi insulin sehingga kerja insulin lebih baik dan mempercepat pengangkutan glukosa masuk ke dalam sel untuk kebutuhan energi (Tandra, 2007). Kegiatan fisik pada keadaan post absorbsi makanan meningkatkan kebutuhan energi otot yang bekerja yang akan dipenuhi oleh proses pemecahan glikogen intramuskuler, cadangan trigliserida dan juga peningkatan sediaan glukosa hati dan asam lemak bebas dari cadangan trigliserida ekstramuskular. Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan dan tingkat kebugaran, juga oleh kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar badan keton dan imbangan cairan tubuh (Sudoyo et al., 2006). Tabel 1. Distribusi Kadar Glukosa Darah Pada Klien Diabetes Mellitus Di Desa Sopa’ah Wilayah Kerja Puskesmas Sopa’ah Pademawu Kabupaten Pamekasan Selama 12 Hari Pemberian Air Rebusan Biji Buncis (Phaseolus vulgaris L) Keterangan: p = Derajat kemaknaan SD = Standar Deviasi Mean = Rerata Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Pre Post Pre Post BSN (g/dl) 2JPP (g/dl) BSN (g/dl) 2JPP (g/dl) BSN (g/dl) 2JPP (g/dl) BSN (g/dl) 2JPP (g/dl) Mean 281 385,83 234 314,83 236,33 277,33 264,83 373,17 SD 90,171 95,267 70,970 109,005 66,292 95,970 88,797 105,725 Hasil Analisis Statistik Paired t-Test kadar BSN (p=0,003) Paired t-Test kadar 2j PP (p=0,011) Paired t-Test kadar BSN (p=0,117) Paired t-Test kadar 2j PP (p=0,012) Independent t-Test kadar BSN (p=0,01) Independent t-Test kadar 2j PP (p=0,00) Air rebusan biji buncis (phaseolus vulgaris l.) menurunkan kadar glukosa darah Makanan pun akan menaikkan glukosa darah. Satu sampai dua jam setelah makan glukosa darah mencapai angka paling tinggi. Makanan yang berbeda juga menimbulkan efek yang berbeda. Makanan terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Ketiganya menaikkan glukosa tetapi karbohidratlah yang paling kuat menaikkan glukosa darah (Tandra, 2007). Pada Konsensus Perkumpulan Endrokinologi Indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-25%). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Pemanis dapat digunakan secukupnya (Smeltzer dan Bare, 2001). Diabetesi harus dapat melakukan perubahan pola makan ini secara konsisten baik dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan sehari-hari (Sudoyo, et al., 2006). Perbedaan kebiasaan pola makan dan aktivitas antara kelompok perlakuan dan kontrol memberikan hasil kadar glukosa darah yang berbeda. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian air rebusan biji buncis (Phaseolus vulgaris L.) menurunkan kadar glukosa darah pada klien DM di Desa Sopa’ah wilayah kerja Puskesmas Sopa’ah Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan. Saran Peneliti menyarankan supaya air rebusan biji buncis dapat diberikan pada klien DM dengan waktu pemberian 1 kali sehari selama 12 hari, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pada hewan coba untuk mengetahui proliferasi sel beta pankreas dan peningkatan reseptor insulin dengan mempertimbangkan faktor perancu seperti diet dan aktivitas responden dan petugas Puskesmas diharapkan mampu memberikan penyuluhan tentang pengaruh pemberian air rebusan biji buncis dalam menurunkan kadar glukosa darah kepada klien diabetes mellitus. KEPUSTAKAAN Aiyaarmad. 2007. Buncis, Obat Kencing Manis yang Bagus dan Murah, (Online), (http://www.halamansatu.net, diakses tanggal 28 November 2008, jam 15.09 WIB). Corwin, E.J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, hlm. 539, 542, 545. Dinda. 2008. Diabetes Mellitus Tipe 2, (Online), (http://medicafarma.blogspot.com, diakses tanggal 23 Desember 2008, jam 20.01 WIB). Evy. 2008. Waspadai Ancaman Diabetes Mellitus, (Online), (http://www.kompas.com, diakses tanggal 29 November 2008, jam 16.24 WIB). Hernani et al. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar Swadaya, hlm. 31-32. Irawati, D. 2008. Indonesia Peringkat Empat Dunia Klien Diabetes, (Online), (http://www.kompas.com, diakses tanggal 29 November 2008, jam 16.24 WIB). Kartini, A., et al. 1998. Endrokinologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC, hlm. 746- 747,751, 768-769. Kiranawati, S. 2007. Penggunaan Insulin pada Klien Diabetes Mellitus, (Online), (http://yosefw.wordpress.com, diakses tanggal 28 Oktober 2008, jam 19.24 WIB). Mahendra, B. 2008. Care Yourself, Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Plus, hlm. 11-12, 16, 51, 88. Ramainah, S. 2003. Diabetes. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, hlm. 11-14, 151. Smeltzer, S.C. dan Bare, B. 2001. Brunner & Suddarth Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, hlm. 1222-1223, 1256-1257, 1268-1269. Sudoyo, A.W., et al. 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia, hlm. 1858, 1866. Tandra, H. 2007. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes. http://www.halamansatu.net/ http://medicafarma.blogspot.com/ http://www.kompas.com/ http://www.kompas.com/ http://yosefw.wordpress.com/ Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hlm. 2, 45-46, 50-52. Viviroy. 2008. Bulu Penyakit Autoimmune, (Online), (http://one.indoskripsi.com, diakses tanggal 29 November 2008, jam 16.24 WIB). Widowati, L., et al. 1997. Tanaman Obat Untuk Diabetes Mellitus, (Online), diakses tanggal 22 Desember 2008, jam 19.00 WIB. Yartati. 2007. Lawan Kencing Manis Dengan Buncis, diakses tanggal 28 November 2008, jam 15.09 WIB. http://one.indoskripsi.com/