Pengaruh Pernafasan active cycle of breathing terhadap peningkatan aliran ekspirasi maksimum pada penderita tuberkulosis paru PERILAKU HOMOSEKSUAL YANG BAIK MENURUNKAN PREVALENSI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (Good Homosexual Behaviour Decrease Prevalence of Sexual Transmitted Dissease) Purwaningsih*, Ika Yuni Widyawati*, Mohammad Nur Firdaus* * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya. Telp/Fax: (031) 5913257 . E-mail: purwaningsih_ners@unair.ac.id ABSTRACT Introduction: The homosexual behaviour were become indicators of sexually transmitted diseases’s (STDs) prevalencies. Prevalence of sexually transmitted diseases in homosexual community was very high but until recently study it was conducted sporadically. The objective of this study was to analyze the correlation of homosexual behaviour with prevalence of sexually transmitted diseases (STDs) in Mobile Clinic Community Centre of IGAMA collaborating with Public Health Centre Sumberpucung of Malang Regency. Method: Analytic design with cross sectional methode was used in this study. The population were all visitors of Mobile Clinic Community Centre of IGAMA collaborating with Public Health Centre Sumberpucung of Malang Regency (353 people). Sample were 40 people who met to the inclusion criteria. The independent variable was homosexual behaviour and the dependent variable was prevalence of sexually transmitted diseases (STDs). Data for homosexual behaviour were collected by using questionnaire and indhept interview with content analyze and data for prevalence of sexually transmitted diseases (STDs) were collected by using laboratorium test for STDs. Result: The research result was presented in the form diagram, table of cross tabulation and analyzed by using Spearman Rho with significance level ρ=0.005. The result showed that there was correlation of homosexual knowledge (ρ=0.001), attitude (ρ=0.000) and practice (ρ=0.000) with prevalence of STDs. Dsicussion: It can be concluded that the better knowledge, attitude and practice of homosexual could be decrease prevalence of STDs. Futher studies are recomended to analyze the correlation between homosexual behaviour and prevalence of STDs with Health Believe approach. Keywords: homosexual behaviour, prevalence of sexually transmitted diseases PENDAHULUAN Peningkatan perilaku seksual berisiko di Indonesia, khususnya Jawa Timur, tidak hanya terbatas pada kelompok heteroseksual, tetapi juga pada kelompok lelaki yang menyukai hubungan seksual sesama jenis. Perilaku seksual lelaki suka lelaki (LSL) ternyata jauh lebih kompleks karena tidak hanya berasal dari berbagai strata sosial ekonomi dan budaya tetapi juga berbagai ragam identitas seksual (Kepedulian untuk Mencegah IMS dan HIV/AIDS, 2004). Perilaku seksual gay yang tidak aman dan berisiko tinggi inilah yang merupakan faktor penyebab peningkatan prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS) yang merupakan indikator penularan HIV/AIDS (Thaczuk, 2007), namun prevalensi IMS pada komunitas gay di Indonesia baru diukur secara sporadis (Raharjo, 2003). Prevalensi IMS di kalangan gay termasuk tinggi (0,5; artinya terdapat 5 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di antara 10.000 homoseksual dan transeksual (Jalu, 2007). Laporan dari beberapa lokasi pada tahun 1999-2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan chlamydia yang tinggi antara 20-35% dan prevalensi serologi sifilis positif sebesar 12,9%. Bagian tubuh yang terinfeksi antara lain dubur 2,2%, tenggorokan 2,2% dan uretra 9,5% (Raharjo, 2003). Prevalensi pengidap IMS pada tahun 2003 mencapai 22%, sedangkan pada tahun 2006 prevaiensi pengidap IMS 23%, serta pada Juli 2007 mencapai 56% pada kelompok MSM yang mempunyai perilaku berisiko tinggi di Kabupaten Malang (Gozali, 2007). Berdasarkan estimasi pada Lokakarya Peta Respons Propinsi Jawa Timur September 2005 di Tretes jumlah gay di Kabupaten Malang sebesar 1430 orang. Data di klinik kespro IGAMA menunjukkan bahwa prevalensi dan insidensi IMS semakin lama semakin meningkat. Persentase seluruh IMS yang ditemukan dibandingkan seluruh pengunjung yang diperiksa semakin meningkat pada Juni sampai dengan November 2007 (gambar 1). Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan indikator adanya perilaku seksual berisiko. Prevalensi IMS yang tinggi pada suatu populasi di suatu tempat merupakan pertanda awal akan risiko penyebaran HIV/AIDS. Di lain pihak, peningkatan penggunaan kondom akan lebih cepat tergambar melalui penurunan prevalensi IMS daripada prevalensi HIV/AIDS. Data di klinik kespro IGAMA menunjukkan tingkat penggunaan kondom pada komunitas gay rendah. Sebanyak 61,39% gay yang terdaftar di klinik kespro IGAMA tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual dengan pasangannya. Perilaku seksual yang tidak aman ini tidak sesuai dengan tingkat pendidikan gay yang relatif tinggi, dari 353 gay yang tercatat berpendidikan SMU dan sederajat 53,41%; 21,66% berpendidikan SMP; 12,17% mahasiswa; 7,12% berpendidikan SD; 4,15% berpendidikan diploma; 1,48% berpendidikan sarjana dan 0,01% berpendidikan magister. Penurunan prevalensi IMS selain menggambarkan perubahan perilaku dapat memberikan gambaran perluasan cakupan dan peningkatan kualitas program penanggulangan IMS. Data prevalensi IMS yang diamati secara periodik berperan penting untuk melihat kecenderungan perilaku seksual, potensi penyebaran HIV/AIDS dan untuk memonitor, mengevaluasi serta merencanakan upaya penanggulangan IMS/HIV/AIDS (Jazan, 2003). Pada tahun 2002 telah dilakukan survei perilaku berisiko yang dilakukan pada subpopulasi LSL di tiga kota, yakni Jakarta, Surabaya dan Batam. Hasil survei mengindikasikan bahwa perilaku seks pada subpopulasi LSL jauh lebih kompleks, tidak hanya terbatas perilaku tertentu saja dan rendahnya pemakaian kondom ketika melakukan seks anal sehingga meningkatkan risiko terkena IMS. Program pencegahan dan pengobatan IMS sesuai Rencana Strategi Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007 Departemen Kesehatan Republik Indonesia terdiri dari melakukan advokasi kepada para pengambil keputusan untuk mendukung upaya penanggulangan IMS, meningkatkan Komunikasi-Informasi-Edukasi (KIE) pencegahan IMS, pemeriksaan IMS dan pengobatan IMS secara dini, pendidikan dan pelatihan bagi petugas kesehatan dalam penatalaksanaan penderita IMS berdasarkan pendekatan sindrom dan etiologi, mengembangkan klinik IMS di lokalisasi, bar, karaoke dan panti pijat. Sejalan dengan strategi nasional tersebut sangat diharapkan para gay melakukan perilaku seksual yang aman dan sehat (memakai kondom) dengan harapan prevalensi IMS dapat diturunkan. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang terkait dengan perilaku gay terhadap prevalensi IMS khususnya di Mobile Clinic Community Center IGAMA kerjasama dengan Puskesmas Sumberpucung Kabupaten Malang. BAHAN DAN METODE Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain non eksperimen yaitu deskriptif-analitik-korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah komunitas gay di Malang yang memeriksakan diri di klinik kespro IGAMA sejumlah 353 orang. Dari populasi tersebut terpilih 40 orang sebagai sampel penelitian dengan menggunakan tehnik purposive sampling yaitu sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi. Adapun kriteria inklusi yang ditetapkan dalam penelitian ini sebagai berikut: gay yang berkunjung secara rutin 3 dan 6 bulan terakhir di klinik kespro IGAMA wilayah kerja Puskesmas Sumberpucung Kabupaten Malang dan gay yang berkunjung di klinik kespro IGAMA pada saat penelitian dan bersedia dengan sukarela menjadi responden. Purwaningsih Penelitian ini dilakukan pada selama Januari- Februari 2008. Variabel independen dalam penelitian ini adalah perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) gay sedangkan variabel dependen adalah prevalensi infeksi menular seksual. Pada penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan kuesioner, melakukan pengamatan langsung, wawancara (indepht interview dengan content analyze) dan pemeriksaan laboratorium. Kuesioner yang dipergunakan memuat berbagai pertanyaan tentang pengetahuan IMS dan kondom, sikap gay terhadap hubungan seksual yang aman dan berisiko dan tindakan gay untuk mendapatkan pelayanan kesehatan pada sarana dan fasilitas kesehatan. Kuesioner disusun dan dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada definisi variabel, tujuan penelitian dan memodifikasi kuesioner pengetahuan dan sikap terhadap IMS dari Family Health International (FHI) (2005). Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan uji statistik Spearman’s Rho dengan derajat kemaknaan ρ≤0,05. HASIL Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh responden yang diteliti sejumlah 40 orang (100%) mempunyai pengetahuan yang baik tentang IMS dan Kondom (gambar 2). Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa sikap responden dalam berperilaku seksual yaitu sebanyak 21 orang responden (52%) mempunyai sikap yang positif dan 19 orang responden (48%) mempunyai sikap negatif. Sebagian besar responden yaitu 33 orang (82%) mempunyai tindakan yang cukup dalam berperilaku menjaga kesehatan organ reproduksi, mencegah penularan infeksi menular seksual dan mencari pengobatan, 4 orang (10%) responden mempunyai tindakan yang baik dan 3 orang (8%) mempunyai tindakan yang kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku responden dalam menjaga kesehatan organ reproduksi, mencegah penularan infeksi menular seksual dan mencari pengobatan sudah cukup (gambar 4). Gambar 5 menunjukkan bahwa 25 responden (62%) diketahui berstatus IMS negatif. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dan prevalensi IMS (ρ=0,001); variabel sikap dan prevalensi IMS (ρ=0,000) dan antara variabel tindakan dan prevalensi IMS (ρ=0,000). Tabel 1 Hasil analisis statistik pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap prevalensi IMS di Mobile Clinic Community Centre IGAMA kerjasama dengan PKM Sumberpucung Kabupaten Malang, Februari 2008 Prevalensi IMS Pengetahuan Tindakan Sikap Baik Cuku p Kuran g Baik Cukup Kurang Positif Negatif N % N % N % N % N % N % N % N % IMS Positif 15 38 0 0 0 0 1 7 13 86 2 7 4 27 11 73 IMS Negatif 25 62 0 0 0 0 3 12 20 84 1 4 17 68 8 32 Total 40 100 0 0 0 0 4 10 33 82 3 8 21 53 19 47 Hasil Analisis Statistik Spearman Rho (p=0,001) Spearman Rho (p=0,000) Spearman Rho (p=0,000) Keterangan : N = Jumlah responden p = signifikansi Perilaku homoseksual yang baik menurunkan prevalensi penyakit menular seksual Perilaku homoseksual yang baik menurunkan prevalensi penyakit menular seksual PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan hanya satu kali dalam satu waktu yaitu pada saat berlangsungnya pemeriksaan klinik oleh Mobile Clinic Community Centre IGAMA yang bekerjasama dengan PKM Sumberpucung Kabupaten Malang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan, sikap dan tindakan responden dengan prevalensi IMS. Hasil lain yang diperoleh yaitu diketahui bahwa usia responden merupakan usia produktif dimana sangat rawan terhadap perilaku seksual baik perilaku seksual aman atau berisiko (Dan, 2007). Tingkat pendidikan formal rerata responden merupakan lulusan SMU dan sederajat yang menunjukkan bahwa responden mempunyai pengetahuan yang cukup baik untuk menerima informasi tentang IMS dan kondom (Faugier, 2006). Sebagian besar responden mempunyai pekerjaan tetap dan sebagian besar lagi tidak mempunyai pekerjaan, hal ini dapat menciptakan banyak perilaku yang negatif seperti membenarkan diri untuk menjual diri sebagai alasan ekonomi (Jalu, 2007). Pengetahuan mempunyai hubungan terhadap prevalensi IMS yang signifikan, hal ini sangat dimungkinkan karena pengetahuan bisa menjadikan seseorang berbuat lebih baik atau sebaliknya. Hal ini didukung dengan latar belakang tingkat pendidikan responden yang mayoritas merupakan lulusan SMU dan sederajat dan responden merupakan pengunjung klinik rutin selama 3 atau 6 bulan terakhir sehingga responden sudah mendapatkan informasi dan pengetahuan yang cukup tentang IMS dan Kondom melalui berbagai program dari IGAMA misalnya penyuluhan dan pembagian materi KIE (seperti leaflet, booklet, stiker dan lain- lain). Benyamin Blomm (dalam Notoatmodjo, 2003) mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan hidung. Notoatmodjo 2003 berpendapat bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru) maka dia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi diri atau keluarga. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi pengetahuan tentang sehat dan penyakit, pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat dan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi penting untuk menghasilkan suatu bentuk perilaku kesehatan baru. Faktor predisposisi ini memberikan alasan yang rasional dan memotivasi terjadinya suatu bentuk perilaku, faktor ini mendukung maupun menghambat terjadinya suatu perilaku yang berkaitan dengan timbulnya tindakan kesehatan. Faktor predisposisi memberikan dukungan bahwa perilaku akan menetap lama bila ada isyarat yang cukup kuat untuk memotivasi seseorang untuk bertindak atau berubah atas dasar pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang baik dari responden tentang IMS dan Kondom dapat mengurangi atau mencegah penularan Infeksi Menular Seksual sehingga prevalensi IMS menjadi rendah. Sikap responden dalam penelitian ini mempunyai hubungan signifikan terhadap prevalensi IMS. Sikap positif responden sangat mendukung terjadinya perubahan perilaku baru yang positif karena dengan adanya sikap positif responden terhadap perilaku seksual dapat diartikan bahwa responden sangat berhati-hati dalam mengambil sikap terutama dalam berperilaku seksual yang berisiko menularkan IMS. Hal ini didukung pernyataan responden berikut: “Selalu mas, untuk menghindari IMS. Saya dapat kondom dari kantor IGAMA, cara menggunakan kondom yang benar dengan melihat tanggal kadaluwarsa kemudian rusak apa tidak” Sikap positif responden mendorong perilaku seksual yang sehat serta dapat mengurangi atau mencegah penularan IMS seperti pernyataan beberapa responden berikut: “Saya menggunakan kondom karena takut tertular IMS” “Tetap setia pada satu pasangan” Sikap responden yang lain yang mendukung antara lain kemauan menjaga Purwaningsih kebersihan organ reproduksi atau sama sekali tidak melakukan hubungan seksual. Sikap positif responden terhadap perilaku seksual sangat didukung oleh adanya faktor predisposisi antara lain pengetahuan responden yang baik dan sikap responden terhadap kesehatan, tradisi, kepercayaan, tingkat pendidikan, motivasi, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya yang sudah cukup memadai sehingga responden mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan IMS. Faktor pendukung sikap positif responden antara lain ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat misalnya puskesmas, rumah sakit dan klinik sebagai tempat untuk melakukan pemeriksaan (seperti Mobile Clinic Community Centre IGAMA yang bekerjasama dengan PKM Sumberpucung Kabupaten Malang), apotik atau toko sebagai tempat membeli kondom. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Faktor penguat sikap positif responden meliputi faktor peran lembaga swadaya masyarakat (LSM), perilaku tenaga kesehatan, termasuk undang-undang yang terkait dengan kesehatan. Masyarakat bukan hanya memerlukan pengetahuan, sikap positif dan dukungan fasilitas kesehatan saja untuk berperilaku sehat, namun diperlukan juga perilaku contoh (acuan) dari para tokoh agama, petugas kesehatan dan peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait dalam menanggulangi dan mengurangi penyebaran IMS di komunitas gay di Malang. IGAMA dalam hal ini mempunyai banyak kegiatan program kesehatan yang bertujuan membentuk sikap positif dari responden misalnya Penjangkauan dan Pendampingan; Community Outreach; Pelatihan dan Pembinaan Peer Educater; Penyuluhan dan Focus Groups Discussion yang dilakukan secara aktif dan pasif; Kampanye atau Penyiaran Radio Terarah; Rujukan Klinik IMS yaitu suatu program yang menyediakan layanan Mobile Clinic Community Centre IGAMA yang diselenggarakan atas kerjasama dengan PKM Sumberpucung dengan dukungan dana dari FHI (Family Health International); Konseling dan Rujukan VCT; Layanan Manager Kasus; Kelompok Dukungan Sebaya yaitu Kelompok dukungan yang disebut "ASTAGA"; Hotline Service; Layanan Info melalui Website; Distribusi Materi KIE (leaflet, stiker, poster, booklet, kalender, bloknote dan lainnya); Distribusi Kondom dan Pelicin (Safer Pack); Outlet Kondom; Kegiatan Koordinasi Jaringan Peduli AIDS Malang Raya. Jaringan LSM yang terdiri atas beberapa lembaga seperti IGAMA, KK WAMARAPA, SADAR HATI, PARAMITRA serta beberapa lembaga atau organisasi lain juga turut berpartisipasi (GERMAN, SMART, Paguyuban Kakang Bakyu Malang dan lainnya). Sikap negatif responden dalam berperilaku seksual dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kurangnya pengetahuan responden terhadap perilaku seksual yang aman, adanya keterbatasan sarana dan prasarana serta fasilitas yang diperoleh responden, belum pernah mendapatkan pelayanan atau penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan atau responden sangat sulit merubah sikapnya seperti pernyataan beberapa responden berikut: ”Saya tergantung lawan maen mas, dia mau pake kondom apa enggak karena saya tidak mau memaksa” “Gak pernah mas, make kondom iku gak enak“ ”Gak pernah buat apa mas karena kita sama-sama bersih jadi ngak perlu pake kondom” Perilaku negatif responden mempunyai potensial untuk meningkatkan penularan IMS melalui hubungan seksual yang tidak aman karena menurut responden bahwa sikap yang selama ini dianutnya adalah benar sehingga bisa berpengaruh terhadap peningkatan prevalensi IMS. Tindakan responden dalam menjaga kesehatan organ reproduksi, mencegah penularan infeksi menular seksual dan mencari pengobatan bila sakit mempunyai hubungan yang signifikan terhadap prevalensi IMS. Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku responden dalam menjaga kesehatan organ reproduksi dengan mencari pengobatan mampu mencegah penularan IMS. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain kesadaran responden untuk berperilaku sehat sangat tinggi, dimana Perilaku homoseksual yang baik menurunkan prevalensi penyakit menular seksual responden menganggap bahwa kesehatan adalah yang terpenting. Becker (dalam Notoatmodjo, 2003) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan antara lain perilaku hidup sehat yang mencakup perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan; perilaku sakit (Illness Behaviour) mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya tehadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan lain sebagainya; perilaku peran sakit (The Sick Role Behaviour) meliputi tindakan memperoleh kesembuhan, mengenal/ mengetahui fasilitas pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak, mengetahui hak dan kewajiban orang sakit. Berbagai perilaku tersebut tergambar dari pernyataan reponden berikut: ”Saya selalu memeriksakan diri secara rutin ke klinik IGAMA, rutin check up, tidak ngeseks, rutin minum obat, ke IGAMA karena tempatnya nyaman dan rahasia dijamin” SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengetahuan, sikap dan tindakan responden menunjukkan hubungan yang signifikan dengan prevalensi IMS. Semakin rendah pengetahuan, semakin negatif sikap dan semakin kurang tindakan maka potensial tertular IMS semakin meningkat. Pengetahuan dari seluruh responden tentang IMS dan kondom di Mobile Clinic Community Centre IGAMA kerjasama dengan PKM Sumberpucung Kabupaten Malang adalah baik. Pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi yang penting untuk membentuk perilaku kesehatan baru. Sikap merupakan salah satu indikator yang penting selain pengetahuan dalam membentuk suatu perilaku baru, apakah perilaku tersebut negatif maupun positif. Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar dari responden di Mobile Clinic Community Centre IGAMA kerjasama dengan PKM Sumberpucung Kabupaten Malang mempunyai sikap positif. Tindakan responden di Mobile Clinic Community Centre IGAMA kerjasama dengan PKM Sumberpucung Kabupaten Malang dalam menjaga kesehatan organ reproduksi, mencegah penularan IMS dan mencari pengobatan sebagian besar adalah cukup. Hal ini disebabkan karena responden sudah mempunyai kesadaran yang cukup tinggi dalam menggunakan layanan atau fasilitas kesehatan. Saran Peneliti menyarankan agar: pengetahuan, sikap dan tindakan bisa membentuk perilaku baru baik perilaku yang positif atau perilaku yang negatif dibuktikan dengan menggunakan pendekatan Health Believe sehingga perilaku gay dapat dirubah dan prevalensi IMS dapat dikendalikan. KEPUSTAKAAN Dan, J. 2007. Sains Bicara Homoseksual, (Online), (http://www.north.com/, diakses tanggal 17 November 2007, jam 01.25 WIB). Family Health Intenational. 2005. Kuesioner Pengetahuan dan Sikap terhadap Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS, (Online), (http://www.certi.org/cma/training/mo dule1-5-indonesian/ Modul2HIV.htm., diakses tanggal 17 November 2007, jam 02.15 WIB). Faugier, J. 2006. AIDS and HIV the Nursing Respons. London: Chapman and Hall. Jalu. 2007. Kepedulian Mencegah IMS dan HIV/AIDS, (Online), (http://www.kompas.com/kompas- cetak/0611/17/jogja/1030831.htm., diakses tanggal 17 November 2007, jam 00.55 WIB). Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Thaczuck, D. 2007. IMS Meningkatkan Risiko Penularan HIV yang Resisten, (Online), (http://www.aidsmap.com., diakses tanggal 17 November 2007, jam 02.30 WIB). Purwaningsih http://www.north.com/ http://www.certi.org/cma/training/module1-5-indonesian/%20Modul2HIV.htm http://www.certi.org/cma/training/module1-5-indonesian/%20Modul2HIV.htm http://www.kompas.com/kompas-cetak/0611/17/jogja/1030831.htm http://www.kompas.com/kompas-cetak/0611/17/jogja/1030831.htm http://www.aidsmap.com/