LATIHAN YOGA DAPAT MEMENUHI KEBUTUHAN TIDUR LANSIA (Yoga Exercise Fulfillment of the Sleep Needs In Elderly) Tintin Sukartini*, Retno Indarwati*, Anggraheni* *Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya. Telp/Fax: (031) 5913257 E-mail: tintin_bios@yahoo.com ABSTRACT Introduction: Sleep disorder is one among problems faced by elderly. Yoga is one of methods which can be chose to fulfill the need of sleep. The objective of this study was to analyze the effect of yoga exercise on the fulfillment of the sleep needs in elderly. Method: The design used in this study was pre experimental. The population was elderly with sleep disorder in Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. The sample was recruited using purposive sampling,15 respondents, taken according to the inclusion criteria. The independent variable of this study was yoga exercise and the dependent variable was the fulfillment of sleep in elderly. Data were collected by using structured questionnaire and the measurement of respondent vital sign, and were then analyzed using Wilcoxon Signed Rank Test and Paired t-Test with level of significance α≤0.05. Result: Result showed that yoga exercise increases the fulfillment the need of sleep beside it could reduce heart rate (p=0.001), and respiratory rate (p=0.001). Discussion: However, yoga exercise did not reduce of systolic (p=0.433) and diastolic blood pressure (p=0.055). Keywords: yoga exercise, the need of sleep, elderly PENDAHULUAN Lanjut usia merupakan salah satu kenyataan yang tidak dapat dihindari dimana seseorang mengalami perubahan secara biologis, psikologis maupun sosial. Seseorang yang bertambah tua akan mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental hidup secara perlahan tetapi pasti (Nugroho W., 2000). Salah satu perubahan yang sering dikeluhkan adalah gangguan pemenuhan istirahat tidur. Lansia sulit tertidur, mudah terbangun, menghabiskan waktu dalam tahap mengantuk dan sangat sedikit waktu dalam tahap mimpi serta jumlah total jam tidur perhari yang menurun (Millier, 1995 dalam Carpenito, 2000). Tidur merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari yang berlangsung secara alami. Beberapa penyebab mampu mengakibatkan seseorang mudah mengalami stress psikologis atau depresi sehingga sulit untuk tidur. Kondisi demikian dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Salah satu cara dalam menanggulangi masalah tersebut adalah dengan relaksasi. Efek relaksasi bisa didapatkan dari mendengarkan musik, pemberian aroma terapi, atau dapat juga dengan melakukan yoga. Melalui yoga diharapkan dapat diperoleh kembali cara alami untuk tidur nyenyak (Budi Dharma Surya, 2004). Bulan Oktober di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto didapatkan sebanyak 46% dari penghuni mengalami gangguan pemenuhan tidur (insomnia). Survey epidemiologi yang dilakukan oleh Melinger (Morin, 1992 dan Lacks, 1992) menunjukkan bahwa 35% dari populasi diindikasikan mengalami insomnia tahap terakhir. Seorang dewasa normal membutuhkan waktu tidur 7- 8 jam semalam. Pada dewasa tua membutuhkan tidur sekitar 6 jam sehari (Asmadi, 2008). Pada siklus tidur dewasa tua mengalami penurunan sebanyak 20-25% tidur pada tahap REMS dan tidur tahap IV berkurang bahkan terkadang tidak ada. Tidur yang cukup dan berkualitas akan memberi dampak segar pada tubuh dan semangat baru untuk beraktivitas dan bekerja. Sebaliknya kualitas tidur yang buruk membuat tubuh terasa sakit bahkan mengganggu konsentrasi kerja dan mood (Muriani Harsono, 2007). Kehilangan waktu tidur akan sangat mempengaruhi semangat, kemampuan konsentrasi, produktivitas, kinerja, ketrampilan komunikasi, dan kesehatan secara umum, termasuk sistem gastrointestinal, fungsi kardiovaskuler dan sistem kekebalan tubuh. Banyak kesalahan dalam tugas rutin dapat terjadi, dan penurunan kemampuan memusatkan perhatian sebagai akibat kualitas tidur yang rendah dari seseorang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan lansia mengalami insomnia antara lain nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Pada usia lanjut tidur NREM stadium 1 dan 2 cenderung meningkat, aktivitas gelombang alfa menurun, sementara pada stadium 3 dan 4 aktivitas gelombang delta menurun atau hilang. Sehingga kondisi terjaga yang dapat timbul 2-4 kali selama tidur normal pada dewasa muda dan pada orang tua akan meningkat. Lansia lebih mudah terjaga oleh stimulasi internal atau eksternal dan lebih menyolok pada pria dibandingkan wanita. Kontinuitas tidur pada lansia berkurang sehingga menurunkan efisiensi tidur sebanyak 20% dibandingkan dewasa muda. Efisiensi tidur yang berkurang, merasa lebih letih dan merasa harus lebih banyak tidur menyebabkan para lanjut usia lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur, walau sebenarnya rerata waktu tidur total pada usia lanjut hampir sama dengan dewasa muda. Jam biologik pada usia lanjut menjadi lebih pendek, fase tidur lebih maju, sehingga memulai tidur lebih awal dan bangun lebih awal pula, sering terbangun pada malam hari sehingga bangun pagi terasa tak segar, siang hari mengalami kelelahan dan lebih sering tertidur sejenak. Waktu tidur malam tampak lebih kurang sehingga mereka merasa mengantuk sepanjang hari. Tidur REM pada lansia menjadi lebih pendek. Tidur delta yang pada orang normal ditemukan sejumlah 20-30%, pada lansia menjadi berkurang yang menyebabkan lansia mengeluh kurang pulas saat tidur. Lansia akan mengalami penurunan tidur REMS sebanyak 10%. REM menunjukkan bahwa seseorang sedang bermimpi. Di laboratorium tidur, 85% partisipan yang dibangunkan pada waktu tidur REM mengaku sedang bermimpi. Secara fisiologis kekurangan tidur REM itu harus dibayar kembali. Dampak dari hal tersebut adalah orang jadi sulit tidur nyenyak yang pada akhirnya menyebabkan sampah di dalam tubuh tidak bisa dimusnahkan karena dengan tidur seseorang melakukan pembersihan diri dari sampah penyebab kelelahan. Carbone mengungkapkan bahwa dalam sehari, produk sampah yang berasal dari seluruh kegiatan otot tubuh, sebagian besar terdiri atas dioksida dan asam laktat yang menumpuk dalam darah dan mempunyai efek toksik terhadap saraf sehingga menyebabkan rasa lelah dan mengantuk. Selama tidur sampah ini dimusnahkan sehingga saat bangun tubuh terasa segar. Salah satu solusi untuk mengatasi gangguan kebutuhan tidur atau insomnia pada lansia adalah melalui pelatihan gerakan yoga. Yoga merupakan bentuk latihan yang memadukan gerak dan olah nafas. Latihan yoga bermanfaat bagi kesehatan tubuh, stabilitas emosi, serta jiwa yang tenang dan merupakan salah satu olah raga yang dianjurkan untuk lansia. Gerakan yoga akan mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan produksi beta endorphin yaitu suatu morfin alami tubuh yang akan menyebabkan stabilitas emosi serta menenangkan. Kondisi tenang dan rileks inilah yang dibutuhkan untuk kualitas tidur yang baik. BAHAN DAN METODE Metode penelitian yang digunakan Pra-eksperimental dengan rancangan penelitian Pre-post test dalam satu kelompok (One-Group Pre-Post Test Design). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang mengalami gangguan pemenuhan istirahat tidur di Panti Wredha Mojopahit Mojokerto dengan besar sampel sebanyak 15 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuesioner dan SOP yoga. Kuesioner atau angket dibuat terstruktur sehingga memungkinkan responden dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Intervensi pelatihan yoga diberikan selama 30 menit setiap hari selama seminggu. Terapi yoga diberikan oleh peneliti dan dibantu oleh instruktur yang sudah terlatih pada malam hari mulai pukul 19.00 WIB. Sebelum melakukan yoga, tanda- tanda vital responden diperiksa, meliputi tekanan darah, nadi dan rerata pernafasan per Tintin S Latihan yoga dapat memenuhi kebutuhan tidur lansia di Panti Wredha menit, kemudian lansia disiapkan untuk tidur dengan posisi yang nyaman. HASIL Hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kebutuhan tidur secara kualitas saat sebelum diberi dan sesudah diberikan intervensi berupa senam yoga pada lansia (Tabel 1). Perbedaan yang signifikan juga terlihat pada kualitas tidur secara kuantitas pada lansia yang meliputi lama tidur, nadi, rerata pernafasan dan tekanan darah yang dihitung dengan menggunakan uji Paired t- test (Tabel 2). Tabel.1 Pengaruh pemberian yoga terhadap pemenuhan kebutuhan tidur secara kualitas pada lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Responden Sebelum Sesudah 1 5 9 2 5 9 3 4 6 4 5 9 5 4 6 6 4 7 7 3 7 8 4 9 9 5 7 10 5 8 11 4 7 12 4 9 13 5 6 14 4 9 15 5 8 Wilcoxon Signed Ranks Test Z = -3,416 dan p = 0,001 Tabel.2 Pengaruh pemberian yoga terhadap pemenuhan kebutuhan tidur secara kuantitas : lama tidur pada lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto tanggal 23-29 Januari 2009. Kuantitas tidur Keterangan Sebelum Sesudah Lama tidur rerata 4,7 6,7 SD 0,535 0,743 Paired t-test t = -12.602 dan p = 0,00001 Nadi rerata 87,87 80,40 SD 8,999 5,742 Paired t-test t = 4,920 dan p = 0,001 Rerata pernafasan rerata 25,53 23,40 SD 2,532 1,957 Paired t-test t = 4,384 dan p = 0,001 Tekanan darah sistolik rerata 146,00 144,67 SD 13,522 11,255 Paired t-test t = 0,807 dan p = 0,433 Tekanan darah diastolik rerata 84,67 81,33 SD 9,904 7,432 Paired t-test t = 2,092 dan p = 0,055 Keterangan : X = nilai rerata SD = Standart Deviasi p = signifikansi PEMBAHASAN Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan setiap manusia, namun dalam keadaan sakit kebutuhan tidur akan terganggu. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan yaitu faktor psikologis, faktor fisik dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden melakukan kebiasaan sebelum tidur seperti mengobrol di dalam kamar, melihat TV atau masuk kamar tidur lebih awal, yang juga dapat mempengaruhi tidur. Data penelitian menunjukkan sebagian besar lansia masuk kamar tidur pada pukul 19.00-20.00 WIB atau setelah melakukan sholat isya’ berjamaah. Lansia seharusnya masuk kamar tidur apabila benar- benar merasa mengantuk. Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar responden baru tinggal dipanti sekitar 0-2 tahun. Lama menghuni panti dapat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia. Hal ini dapat dikarenakan lansia harus beradaptasi dengan suasana panti dimana lansia harus membiasakan diri dengan fasilitas yang disediakan oleh panti, lansia harus bisa menerima keberadaan lansia yang lain. Terjadi peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia setelah pemberian yoga. Sebanyak 6 orang responden (30%) mampu memenuhi kriteria yang menunjukkan pemenuhan kebutuhan tidur baik, dan 9 orang responden (60%) memenuhi kriteria tidur cukup. Sebelum diberikan yoga kebutuhan tidur keseluruhan responden berada dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh pemberian yoga terhadap pemenuhan kebutuhan tidur secara kualitas pada lansia yang ditunjukkan oleh hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan derajat kemaknaan p=0,001. Peranan yoga dalam membantu kesulitan tidur adalah dengan menyeimbangkan antar sistem dalam tubuh (Pangkalan Ide, 2008). Relaksasi merupakan keadaan dimana seseorang dalam keadaan sadar namun rileks, istirahat, pikiran, otot- otot rileks, pernafasan dalam yang teratur. Melakukan latihan fisik yang lembut, penarikan nafas yang dalam serta peregangan tubuh merupakan metode relaksasi yang ideal untuk rutinitas sebelum tidur. Keadaan ini menurunkan rangsangan dari luar terhadap formasio retikularis. Gerakan yoga yang lembut dan teratur juga dapat membantu menjaga keseimbangan homeostasis tubuh melalui jalur HPA Axis yang dapat merangsang produksi β-endhorpin dan enkephalin - neurotransmitter tidur. β- endorphin dan enkephalin dapat membuat tubuh menjadi rileks yang dapat menyebabkan perasaan senang sehingga lansia dapat tertidur (Khare, 2000 dan Udjiati, 2002 dalam Erna, 2006). Melakukan gerakan yoga dengan baik akan tercipta suasana rileks bagi lansia, sehingga lansia dapat memusatkan pikiran sehingga stressor dari luar yang bersifat negatif atau kurang mendukung bagi lansia dapat dialihkan walau hanya sementara, sehingga membuat lansia dapat segera tertidur. Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Pada waktu lansia tertidur terjadi pelemasan otot dan penormalan sistem tubuh, sehingga sistem tubuh bisa kembali berfungsi efektif dan optimal yang dapat ditunjukkan oleh gejala dan tanda dari kondisi yang ditimbulkan oleh tidur yang berkualitas, seperti mampu berkonsentrasi, memiliki hubungan sosial yang luas, tidak merasa pusing setelah bangun tidur dan lain-lain. Pemberian yoga pada lansia dapat membantu lansia dalam memenuhi kebutuhan tidur dimana lansia tersebut mengalami kesulitan dalam memulai tidurnya. Pengetahuan responden (output indicator) akan mempengaruhi (outcome indicator) yakni kondisi (reaksi dan kecacatan kusta) sebagai fokus dari hasil kinerja pada akhir periode waktu atau aktifitas yang merefleksikan keberhasilan atau aktifitas dan keputusan yang telah dilaksanakan. Pemberian yoga dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan tidur secara kuantitas, yaitu lama tidur pada lansia yang ditunjukkan oleh uji statistik Paired t-Test dengan derajat kemaknaan p=0,0001. Lama tidur sebagian besar responden sebelum diberikan yoga berada dalam <6 jam dan sesudah diberikan yoga lama tidur responden menjadi ≥6 jam. Peningkatan kebutuhan tidur secara kuantitas tersebut dapat disebabkan karena yoga merupakan salah satu latihan fisik yang menenangkan dengan menerapkan latihan pernafasan dan teknik relaksasi (Pangkalan Ide, 2008). Latihan relaksasi dapat digunakan untuk memasuki kondisi tidur karena dengan mengendorkan otot secara sengaja akan membentuk suasana tenang dan santai. Suasana ini diperlukan untuk mencapai kondisi gelombang alpha yaitu suatu keadaan yang diperlukan seseorang untuk memasuki fase tidur awal. Keadaan tenang dan rileks yang ditandai dengan gelombang alpha diharapkan dapat berlanjut hingga mencapai gelombang delta sehingga lansia dapat mencapai ketenangan dan dapat tidur terlelap. Gerakan yoga yang lembut dan teratur juga dapat membantu menjaga keseimbangan homeostasis tubuh melalui jalur HPA Axis yang dapat merangsang produksi β endhorpin dan enkephalin yang merupakan neurotransmitter tidur atau dengan kata lain lansia lebih cepat untuk memulai tidur dan dapat mencukupi waktu tidur. Sebagian lansia sudah dapat dikategorikan baik dalam lama waktu tidur dan sebagian besar lansia yang lain bisa dikategorikan cukup. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto adalah sebagian besar lansia bangun pada dini hari ± pukul 02.00-03.00 WIB untuk melakukan sholat malam. Berdasarkan hasil analisis ditunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada nadi serta rerata pernafasan sebelum dan sesudah pemberian yoga, yaitu menunjukkan jumlah penurunan jumlah nadi per menit dan penurunan rerata pernafasan. Sedangkan pada hasil tekanan darah tidak menunjukkan hasil yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian yoga. Penurunan nadi dan rerata pernafasan dapat disebabkan karena nadi dan rerata pernafasan terpengaruh oleh pemberian yoga. Jika kebutuhan lansia terpenuhi, lansia menjadi sehat fisik dan mental sehingga akan menurunkan katekolamin dan menyebabkan penurunan denyut jantung dan rerata pernafasan. Katekolamin berfungsi sebagai transmisi adrenergik, yang dapat memperantarai efek langsung pada relaksasi otot polos dan bronchial serta mengaktifkan reseptor beta pada jantung untuk meningkatkan denyut jantung (Guyton dan Hall, 1997). Gerakan yoga yang menggunakan latihan pernafasan dan teknik relaksasi dapat membuat tubuh menjadi tenang dan santai. Keadaan ini direspon oleh hipotalamus melalui jalur HPA Axis untuk menurunkan aktivitas sistem saraf otonom simpatis, yang selanjutnya mempengaruhi medulla adrenal untuk mensekresi katekolamin dalam jumlah sedikit sehingga akan terjadi penurunan denyut dan rerata pernafasan. Hasil penelitian terhadap tekanan darah tidak menunjukkan hasil yang signifikan walaupun terjadi penurunan nilai rerata. Hal ini diduga karena proses penuaan dimana lansia terjadi kehilangan elastisitas pembuluh darah, kemampuan jantung memompa darah menurun dan kebiasaan lansia yang banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. Selain itu juga disebabkan karena proses fisiologis tekanan darah melalui proses yang panjang dan tidak dipengaruhi oleh pusat vasomotor dari medulla oblongata, pengaruh pengeluaran hormon katekolamin dan renin-angiotensin serta dipengaruhi perubahan-perubahan pada kadar ikatan kalsium dalam sel-sel tunika media (Hudak dan Gallo, 1997). Pemberian yoga dapat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia. Gerakan yoga yang lembut dapat membuat lansia merasa tenang dan santai dapat menyeimbangkan gelombang otak menuju gelombang alpha yang menandakan ketenangan, menstabilkan pernafasan, mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi dan mengurangi ketegangan otot. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian yoga berpengaruh terhadap kualitas tidur lansia karena yoga dapat membantu menjaga keseimbangan homeostasis tubuh melalui jalur HPA Axis yang dapat merangsang produksi β- endhorpin dan enkephalin yang merupakan neurotransmitter tidur. β endorphin dan enkephalin dapat membuat tubuh menjadi rileks yang dapat menyebabkan perasaan senang sehingga lansia dapat tertidur. Pemberian yoga dapat berpengaruh terhadap kuantitas tidur lansia karena lansia dapat mencapai keadaan rileks yang mampu menurunkan kegiatan saraf simpatis dan ditunjukkan dengan penurunan tanda-tanda vital. Pemberian yoga berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini dapat disebabkan karena gerakan yoga lembut sehingga tercipta keadaan tenang dan santai sehingga mengatur keseimbangan antar sistem yang bekerja dalam tubuh. Saran Pemberian yoga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang digunakan pada lansia untuk mangatasi gangguan tidur. Pemberian yoga dapat dilakukan secara berkelompok baik individual dan sebaiknya dilakukan 30 menit sebelum tidur. Bagi panti agar yoga dapat dijadikan sebagai suatu alternatif dalam memenuhi kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas pada lansia. Penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang yoga terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dengan waktu yang lebih lama agar didapatkan hasil yang lebih maksimal. KEPUSTAKAAN Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika, hlm. 133-143. Budi Dharma Surya. 2004. Tidur Nyenyak Bersama Yoga, (Online), (www.kalbe.co.id/, diakses tanggal 13 Oktober 2008, jam 06.35 WIB). Carpenito, L. J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Jakarta : EGC, hlm. 116,122. Erna Dwi. 2006. Pengaruh Terapi Musik Langgam Jawa Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Lansia.Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: PSIK FK Unair. Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC, hlm. 187- 197. Hudak dan Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi 6. Jakarta : EGC, hlm. 163,168. Muriani Harsono. 2008. Insomnia, (Online), (http://murianiharsono.blogspot.com/2 007/11/insomnia.html., diakses tanggal 17 November 2008, jam 11.20 WIB). Nugroho, W. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC, hlm. 15-19 Pangkalan Ide. 2008. Yoga Insomnia. Jakarta : PT Elex Komputindo, hlm. 23,28,37,45 . http://www.kalbe.co.id/ http://murianiharsono.blogspot.com/2007/11/insomnia.html http://murianiharsono.blogspot.com/2007/11/insomnia.html