POVIDON IODINE 1% DAN NORMAL SALINE SEBAGAI OBAT KUMUR MENCEGAH MUKOSITIS ORAL 103 POVIDON IODIN 1% DAN NORMAL SALIN SEBAGAI OBAT KUMUR MENCEGAH MUKOSITIS ORAL (Povidone Iodine 1 % And Normal Saline as a Gargling Solution to Prevent Oral Mucousitis) Nursalam*, Ertawati**, Putri Kristyaningsih* ABSTRACT Introduction: Oral mucositis could affect children’s health status. The purpose of this study was to identify the difference of effectiveness between gargling with povidone iodine 1% and normal saline solutions in 5-15 years old children who received chemotherapy. Method: This study used pre-experiment static group comparison design. There were 18 respondents who divided into 2 treatment groups and 1 control group. The independent variable was gargling use solutions of povidone iodine 1% and normal saline and the dependent variable was oral mucositis.The level of mucositis measured using multiple variable mucositis rating scales then analyzed by means of statistical test mann whitney u test with significance level of α≤0.05. Result: The result showed that there were no difference between gargling use solutions of povidone iodine 1% and normal saline (p=0.930). Analysis: Thus normal saline as good as povidone iodine 1% to prevent oral mucositis. It can be concluded that there was no difference between the use of povidone iodine 1% and normal saline as mouthwash to prevent oral mucositis. Discussion: It is recommended that patient with chemotherapy should be gorgled with povidone iodine and normal saline. Keywords : gargling, mouthwash solutions, oral mucositis . * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya. Telp/Fax: (031) 5913257. E-mail: nursalam_psik@yahoo.com ** RSUD Dr.Soetomo Surabaya PENDAHULUAN Mukositis oral merupakan masalah kesehatan yang harus segera ditangani. Pasien yang menderita kanker dan menjalani kemoterapi mungkin akan mengalami efek samping (Treister, 2008), salah satunya adalah mukositis oral (Popa, 2008). Indonesia setiap tahunnya diperkirakan sekitar 4100 kasus kanker baru yang menyerang anak (Japardi, 2009), sedangkan di ruang perawatan anak RSUD Dr. Soetomo selama 3 tahun terakhir jumlah pasien anak yang menderita kanker (leukimia) mengalami peningkatan. 74 pasien pada tahun 2005, 76 pasien pada tahun 2006, dan 88 pasien pada tahun 2008 (Ugrasena, 2009). Jumlah pasien anak yang menjalani kemoterapi di Ruang Perawatan Anak Lantai 1 RSUD Dr. Soetomo pada bulan Januari-Februari 2009 tercatat 29 pasien. Sementara itu sampai tanggal 12 Juni 2009 tercatat 16 pasien yang menjalani kemoterapi (Ruang Perawatan Anak Lantai 1 RSUD Dr. Soetomo, 2009). Mukositis oral dapat kita cegah dengan melakukan oral hygiene (berkumur) yang benar dan secara teratur (Ogatha, 2004). Diantara larutan yang dapat digunakan untuk berkumur adalah normal salin dan povidon iodin 1%. Penelitian yang dilakukan oleh Samuel Vokurka pada tahun 2005, larutan povidon iodin 1% telah terbukti mampu mencegah terjadinya mukositis oral pada pasien dengan kemoterapi, karena larutan povidon iodin mempunyai sifat yang antibakteri. Penelitian lain yang dilakukan mailto:nursalam_psik@yahoo.com Jurnal Ners Vol. 4 No. 2: 103-109 104 oleh Wohlschleager pada tahun 2004 juga menyebutkan bahwa normal salin juga efektif sebagai obat kumur untuk mencegah mukositis oral. Di Ruang Perawatan Anak Lantai 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya hanya mengggunakan air biasa untuk berkumur. Keefektifan larutan povidon iodin dan normal salin dalam mencegah mukositis oral karena kemoterapi telah terbukti. Namun efektifitas antara larutan povidon iodin 1% dan normal salin unuk mencegah mukositis oral pada pasien anak yang menerima kemoterapi belum dapat diketahui. Tahun 2008 jumlah pasien anak dengan kanker di RS Dr. Sardjito Yogyakarta terdapat 250 pasien, tahun 2009 sampai bulan April tercatat 60 pasien anak (Sutaryo, 2009). Mukositis oral harus segera ditangani, karena hal ini akan berpengaruh terhadap asupan nutrisi pasien (Japardi, 2009). Mukositis oral yang parah akan berdampak terhadap status nutrisi pasien, pasien lebih berisiko untuk terkena infeksi, dan waktu hospitalisasi yang lama (Weill, 2005). Kostler pada tahun 2001 menunjukkan bahwa sekitar 60% pasien anak yang menderita kanker dan menerima kemoterapi, mengalami mukositis oral. Rata-rata mukositis karena kemoterapi tergantung pada terapi yang diterima, 12% pada adjuvant chemotherapy, 37% pada kemoterapi untuk tumor, dan 90-100% pada myeloablative chemotherapy. Mukositis yang dikarenakan oleh terapi radiasi kanker yang terdapat di kepala dan leher tercatat 80%. Persentase kejadian mukositis lebih tinggi pada pasien dengan terapi radiasi daripada pasien dengan kemoterapi, hampir 100% pasien dengan kemoterapi dengan dosis yang tinggi mengalami mukositis oral, dan 40% bagi pasien yang menerima kemoterapi dosis standar (www.qualityhealth.com, 2009). Angka kejadian mukositis pada perempuan 60% sedangkan pada laki-laki 40% (Vokurka, 2005). Dari penelitian yang dilakukan oleh Donelly (2006) diketahui 75-90% mukositis terjadi pada pasien yang mengalami HSCT (Hematopoietic Stem Cell Transplantation), dengan paling banyak pada pasien yang menerima TBI (Total Body Irradition) dan dikombinasi dengan kemoterapi. Mukositis bisa menjadi efek samping yang paling bermasalah dari terapi radiasi dan kemoterapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anne W (2004) menunjukkan dari 40 sampel yang diteliti (20 sampel berkumur dengan normal salin dan 20 sampel berkumur dengan hydrogen peroxida) sampel yang berkumur dengan normal salin tingkat kebersihan mulutnya lebih baik daripada sampel yang tidak menggunakan normal salin. Juga angka mukositis pada sampel yang berkumur dengan normal salin lebih rendah. Nagatake (2002) dalam penelitiannya, 19 sampel yang berkumur menggunakan povidon iodin, hanya 2% (3 sampel) yang mengalami mukositis jika dibandingkan dengan sampel yang berkumur tidak menggunakan povidon iodin. Penelitian lain dilakukan oleh Vokurka (2005) menunjukkan bahwa normal salin dan povidon iodin mampu mencegah dan mempercepat proses penyembuhan mukositis oral pada pasien kemoterapi. Normal salin adalah cairan fisiologis (sesuai dengan cairan tubuh) yang dapat membersihkan debris, tidak mengiritasi, juga tidak mengubah pH saliva. Karena tidak mengubah pH saliva, buffer alami mulut tidak akan terganggu. Fisiologis mulut akan terjaga karena tidak terjadi iritasi. Berkurangnya jumlah debris akan mengakibatkan berkurangnya bakteri yang ada dalam mulut. Bila pasien berkumur dengan normal salin maka diharapkan ketahanan (oral) pasien akan meningkat (Kramer, 2004). Larutan povidon iodin 1% mampu membunuh dan mencegah kolonisasi bakteri dalam mulut, karena povidon iodin ini bersifat anti bakteri. Dengan berkumur menggunakan normal salin dan povidon iodin mampu mengurangi risiko kejadian mukositis oral pada pasien anak dengan kemoterapi (Vokurka, 2005). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pre- experiment static group comparison. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling, sebanyak 18 responden, dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan (diberikan intervensi berkumur dengan povidon iodin 1% dan http://www.kompas.com/ http://www.qualityhealth.com/ Pencegahan Mukositis Oral (Nursalam) 105 normal salin sebanyak 4 kali sehari dan setelah makan atau minum selama 30”-60” selama 5 hari) dan kelompok kontrol (berkumur dengan air biasa) dengan jumlah sampel masing-masing 6 orang. Penelitian dilakukan pada tangal 10-25 Juli 2009. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu berkumur dengan menggunakan larutan Normal salin dan Povidon iodin, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian mukositis oral. Bahan yang digunakan oleh peneliti adalah: 1) larutan povidon iodin 1% dimana peneliti menggunakan betadine obat kumur, 2) larutan normal salin, 3) gelas, 4) baskom kecil, 5) handuk kecil atau tisu. Pengumpulan data pada penelitian ini dengan melakukan observasi pada responden. Instrumen yang digunakan adalah Multiple Variable Mucositis Rating Scales yang diadopsi dari Napenas (2007). Isi dari Multiple Variable Mucositis Rating Scales adalah 1) saliva tipis berair, mulut merah, 2) saliva bertambah, mulut agak pucat, 3) saliva jumlahnya sedikit, mulut kering, 4) saliva tebal dan kental, mulut sangat kering. Nilai diperoleh bedasarkan skala pada Multiple Variable Mucositis Rating Scales. Data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney U Test, dengan derajat kemaknaan α<0,05. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok povidon iodin 1% diketahui bahwa terdapat satu sampel yang mengalami saliva tebal kental dan mulut sangat kering, 3 sampel mengalami saliva bertambah dan mulut agak pucat, dan 2 sampel mengalami saliva yang tipis berair dan mulut berwarna merah. Pada kelompok normal salin diketahui 1 sampel mengalami saliva jumlahnya sedikit dan mulut kering, 3 sampel mengalami saliva bertambah dan mulut agak pucat, dan 2 sampel yang mengalami saliva tipis berair dan mulut merah. Sementara pada kelompok kontrol terdapat 4 sampel yang mengalami saliva tebal kental dan mulut sangat kering, 1 sampel mengalami saliva jumlahnya sedikit dan mulut kering, dan 1 sampel yang mengalami saliva bertambah dan mulutnya agak pucat (tabel 1). Hasil analisis uji Mann Whitney U Test untuk kedua kelompok perlakuan setelah diobservasi pada hari kelima perlakuan. Pada kelompok povidon iodin 1% dan kelompok kontrol didapatkan nilai p=0,034, hasil ini menunjukkan bahwa povidon iodin 1% efektif mencegah mukositis oral. Pada kelompok normal salin dan kelompok kontrol didapatkan nilai p=0,012, hasil ini menujukkan bahwa normal salin efektif mencegah mukositis oral. Hasil uji statistik pada kelompok povidon iodin 1% dan normal salin didapatkan nilai p=0, 930. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan efektifitas penggunaan normal salin dan povidon iodin 1% sebagai obat kumur untuk mencegah mukositis oral (tabel 2). PEMBAHASAN Hasil data demografi dapat diketahui sampel pada kelompok povidon iodin 1% yang menderita leukemia berjumlah 4 sampel, pada kelompok normal salin berjumlah 3 sampel dan pada kelompok kontrol semua sampel menderita leukemia. Pada pasien leukemia akan mengalami kegagalan sumsum tulang (anemia, leukositopenia, trombositopenia) dapat disertai dengan pendarahan atau infeksi. Pada pasien yang mengalami leukemia akan mengalami leukositopenia (Van De Velde, et al.,1999). Jumlah leukosit yang berkurang akan mengakibatkan pertahanan tubuh melemah (Silbernagl & Lang, 2007). Apabila ada benda asing (bakteri, virus, atau jamur) dalam tubuh (mis. : rongga mulut) maka akan sangat mudah terjadi infeksi (mis. : mukositis oral). Sistem imunologik pasien yang menderita leukemia juga menurun sehingga sangat rentan terhadap infeksi. Seringkali infeksi terjadi dalam rongga mulut dan tenggorokan (Van De Velde et al., 1999). Jurnal Ners Vol. 4 No. 2: 103-109 106 Tabel 1. Keadaan saliva dan mulut sampel setelah observasi pada hari ke-5 Kategori saliva Kelompok Povidon iodin 1% (jumlah) Normal Salin (jumlah) Kontrol (jumlah) Tipis berair&mulut merah 2 2 - Bertambah&mulut agak pucat 3 3 1 Sedikit dan mulut kering - 1 1 Tebal kental dan mulut sangat kering 1 - 4 Total 6 6 6 Tabel 2. Hasil saliva dan mulut pada hari ke-5 kelompok povidon iodin 1%, normal salin dan kelompok kontrol No. Kelompok PI 1% - Kontrol (jumlah) NS – Kontrol (jumlah) PI 1% - NS (jumlah) Tipis berair&mulut merah 2 2 4 Bertambah&mulut agak pucat 4 4 6 Sedikit dan mulut kering 1 2 1 Tebal kental dan mulut sangat kering 5 4 1 Total 12 12 12 Rerata 2.75 2.67 1.92 SD 1.215 1.155 0.900 Mann Whitney U Test p=0,034 p=0,012 p=0,930 Keterangan : p= Signifikansi SD= Standar Deviasi Pasien yang menerima kemoterapi maka lapisan mukosa dalam tubuhnya akan terganggu, demikian pula dengan mukosa oral (Gipsland Oncology Nurses Group, 2007). Semakin sering pasien menerima kemoterapi, semakin mukosa oral akan mengalami pengikisan, sehingga semakin tipis. Mukosa mulut sendiri merupakan salah satu sistem pertahanan mulut (Keshav, 2004). Apabila mukosa terganggu maka akan sangat rentan terkena infeksi, sehingga jika terdapat bakteri, virus, atau jamur meskipun dalam jumlah yang sedikit maka kemungkinan untuk terjadinya infeksi sangatlah besar (Pavlatos et al., 2008). Jumlah sampel yang pernah mengalami mukositis oral sebelumnya pada kelompok povidon iodin 1% adalah 6 sampel, pada kelompok normal salin berjumlah 5 sampel, sementara itu pada kelompok kontrol 4 sampel. Penyebab terjadinya mukositis oral adalah terdapatnya bakteri, virus, atau jamur di dalam mulut. Pasien yang mempunyai riwayat pernah mengalami mukositis oral sebelumnya juga akan lebih rentan untuk mengalami mukositis oral lagi, karena meskipun secara klinis mukosa mulutnya telah terbentuk kembali, mukosa ini telah berubah secara permanen dengan adanya sisa angiogenesis, kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya mukositis ulang pada pasien (Napenas dkk, 2007). Distribusi sampel berdasar jenis obat kemoterapi yang diterima pada dua kelompok perlakuan diketahui berjumlah sama, yaitu 4 sampel menerima jenis obat pertama dan 2 sampel menerima obat jenis kedua. Pada jenis obat kemoterapi tertentu mukositis oral memang merupakan efek samping yang pasti muncul. Obat kemoterapi yang mempunyai efek samping mukositis oral yaitu Methotrexate (Antimetabolites). Hasil observasi menunjukkan pada kelompok povidon iodin 1% terdapat 1 sampel yang mengalami mukositis oral, sedangkan pada kelompok normal salin tidak ada. Dengan demikian dapat dilihat bahwa untuk jenis obat kemoterapi yang mempunyai efek samping mukositis oral normal salin lebih efektif sebagai obat kumur. Salah satu tanda awal dari mukositis oral adalah cairan ludah yang mengental Pencegahan Mukositis Oral (Nursalam) 107 (Napenas, 2007). Selain mukosa mulut, cairan ludah merupakan salah satu yang berfungsi untuk menjaga keadaan fisiologis mulut (Keshav, 2004). Ludah mengandung sejumlah enzim yang membantu proses pencernaan dan mampu membunuh bakteri karena mengandung antibakteri (Silbernagl & Lang, 2007). Apabila terdapat bakteri, virus, atau jamur dalam rongga mulut maka kelenjar ludah akan meningkatkan ekskresinya. Kelenjar ludah meningkatkan ekskresi karena ludah mengenali baktei, virus, dan jamur sebagai benda asing dalam rongga mulut. Selain meningkatkan ekskresi, ludah juga akan meningkatkan kandungan dalam ludah itu sendiri. Sehingga ludah akan terlihat lengket dan terasa kental. Kelenjar ludah akan melakukannya dengan tujuan untuk menghilangkan benda asing yang ada dalam rongga mulut, dengan begitu fisiologis mulut akan terjaga (Keshav, 2004). Sampel pada masing-masing kelompok dalam penelitian ini diminta untuk berkumur sebanyak 4 kali sehari selama 30”- 60” dan setiap selesai makan dan minum. Pada akhir observasi menunjukkan bahwa terdapat 1 sampel pada kelompok povidon iodin 1% yang mengalami pengentalan salivasi, sementara pada kelompok normal salin tidak ada yang mengalami pengentalan salivasi. Dari segi kenyamanan kelompok povidon iodin 1% merasa kurang nyaman. Hal ini dikarenakan rasa dari povidon iodin yang masam. Pada kelompok povidon iodin 1% juga terdapat sampel yang merasakan nyeri dalam rongga mulutnya. Sedangkan dalam kelompok normal salin tidak ada sampel yang mengeluhkan mengenai kenyamanan. Kelompok perlakuan yang berkumur dengan normal salin tidak ada yang mengalami pengentalan salivasi. Normal salin tidak mengubah pH dan komposisinya sesuai dengan cairan tubuh (Wohlschlaeger, 2004), sehingga apabila sampel berkumur dengan normal salin dan dalam keadaan status kesehatan yang kurang hal ini tidak akan terlalu berpengaruh terhadap status mukosa oral sampel. Berkumur dengan povidon iodin 1% dan normal salin sama-sama efektif untuk mencegah mukositis oral pada pasien anak dengan kemoterapi. Tidak ada sampel yang mengalami pengentalan salivasi pada kelompok perlakuan yang berkumur dengan normal salin akan tetapi pada kelompok perlakuan berkumur dengan povidon iodin 1% terdapat satu sampel yang mengalami pengentalan salivasi (1 anak), sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 4 sampel yang mengalami salivasi tebal kental dan mulut sangat kering. Berkumur untuk pasien dengan kemoterapi sendiri sebenarnya berfungsi untuk mengurangi atau membunuh bakteri, virus, atau jamur yang terdapat dalam mulut pasien (Joanna Bridge Institute, 1998). Berkumur dengan povidon iodin 1% akan membunuh bakteri dalam mulut, karena povidon iodin merupakan bakterisida dengan spektrum luas. Penggunaan povidon iodin ini akan mencegah kolonisasi bakteri, dan juga akan mengurangi jumlah bakteri jahat (Ogatha, 2004). Akan tetapi povidon iodin sendiri juga mampu menghambat proliferasi sel. Povidon iodin juga akan menyebabkan iritasi, toksisitas dan noda pada daerah yang terkena povidon iodin apabila digunakan dalam bentuk terlarut dengan air yang berlebih (Kwong, 2004). Kolonisasi mikroflora bisa menghasilkan endotoksin, sebuah substan yang sangat mampu menimbulkan inflamasi, sehingga meningkatkan proses inflamasi dan kerusakan mukosa yang lebih parah (Shuin dkk, 2008). Normal salin merupakan cairan fisiologis yang sesuai dengan cairan tubuh (Hartanto, 2007). Oleh karena itu banyak digunakan untuk resusuitassi cairan (Oreopoulus et al., 2006). Normal salin bisa digunakan sebagai obat kumur karena tidak mengubah pH saliva, sehingga buffer alami mulut akan terjaga (Wohlschlaeger, 2004). Penumpukan debris dalam mulut tidak akan terjadi. Bakteri di dalam rongga mulut juga akan berkurang karena tidak adanya penumpukan debris. Selain itu larutan normal salin ini juga tidak bersifat iritatif sehingga fisiologi mulut akan tetap terjaga. Dengan demikian pertahanan mulut akan meningkat dan risiko terkena infeksi mulut akan berkurang bahkan mungkin tidak akan terjadi (Kramer, 2004). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Samuel Vokurka (2005) dimana ternyata terbukti normal salin dan povidon iodin 1% efektif Jurnal Ners Vol. 4 No. 2: 103-109 108 untuk mencegah mukositis oral pada pasien anak dengan kemoterapi. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nagatake (2002). Bahwa povidon iodin 1% lebih efektif untuk mencegah mukositis oral pada pasien anak dengan kemoterapi bila dibandingkan dengan air biasa. Dari 19 sampel penelitian Nagatake yang berkumur dengan povidon iodin 1% hanya 2 sampel yang mengalami mukositis oral. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Povidon iodin 1% dan larutan normal salin efektif digunakan untuk berkumur sebagai pencegah terjadinya mukositis oral pada pasien yang mendapatkan kemoterapi. Saran Peneliti menyarankan agar: 1) tenaga kesehatan di ruangan sebaiknya menggunakan normal salin atau povidon iodin 1% sebagai bahan untuk melakukan oral hygiene, 2) perawat dalam memberikan intervensi keperawatan dapat menggunakan normal salin atau povidon iodin 1%, 3) sebaiknya digunakan larutan normal salin sebagai obat kumur karena lebih nyaman, aman dan ekonomis KEPUSTAKAAN Gipsland Oncology Nurses Group, 2007. Cancer Care Guidelines. Gippsland: GONG Publishing, pp.1-4. Hartanto, W., 2007. Terapi Cairan Dan Elektrolit Perioperatif. Thesis tidak untuk dipublikasikan. Bogor: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, hlm. 28-29. Japardi, I., 2009. Gejala Kanker Pada Anak- anak., (online), (http://rumahkanker.com/content/ view/64/62/, diakses tanggal 21 Mei 2009, jam 13.00 WIB). Joanna Bridge Intitute, 1998. Prevention and Treatment of Oral Mucositis in Cancer Patients. Journal of Best Practice, 2 (3) , pp. 1-6. Keshav, S., 2004. The Gastro Intestinal System At A Glance. Massachussets: Black Well Publishing, pp.12-17. Kramer, S., 2004. Effect Of Povidon iodin On Wound Healing: A Review. Journal of Vascular Nursing, 17 (1), pp.17-21. Kwong, 2004. Prevention And Treatment Of Oropharyngeal Mucositis Following Cancer Therapy. Journal of Cancer Nursing. 27 (3), pp.183-205. Nagatake, T., 2002. Prevention Of Respiratory Infetions By Povidon iodin Gargle. Journal Of Dermatololgy, 204 (1), pp.32-36. Napenas, et al., 2007. Mucositis: Review Of Pathogenesis, Diagnosis, Prevention, And Management. Journal of General Dentistry. July-August Edition, pp. 335-344. Ogatha, J., et al., 2004. Gargling With Povidon iodin Reduces The Transport of Bacteria During Oral Intubation. Journal of Canadian Journal of Anasthesia. 51 (59), pp. 932-936. Oreopoulos, et al., 2005. Is Normal salin Harmful for The Peritoneum?. Journal of Peritoneal Dialysis International, 25, pp. 67-70. Popa, et al., 2008. Cancer Therapy Induced Oral Mucositis A Review of Epidemiology, Pathophysiology, and Treatment. Journal of TMJ. 58 (1-2), pp. 104-107. Silbernagl & Lang, 2007. Teks dan Atlas Berwana Patofisiologi. Jakarta: EGC, hlm.: 134. Sutaryo, 2009. Jumlah Penderita Kanker Anak Makin Meningkat, (online), (http://kompas.com, diakses tanggal 01 Mei 2009, Jam 09.00 WIB). Treister, NS., 2008. Chemotherapy Induced Oral Mucositis, (online) http://emedicine.com, diakses tanggal 25 Mei 2009, Jam 16.00 WIB). Ugrasena, 2008. Leukemia Makin Belia (online), (http://www.lintasberita.com/Sains /Leukemia_Makin_Belia, diakses tanggal 01 Mei 2009, jam 09.00 WIB). Van De Velde, dkk., 1999). Onkologi Edisi Kelima Revisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm..657-667. http://rumahkanker.com/content/%20view/64/62/ http://rumahkanker.com/content/%20view/64/62/ http://kompas.com/ http://emedicine.com/ http://www.lintasberita.com/Sains%20/Leukemia_Makin_Belia http://www.lintasberita.com/Sains%20/Leukemia_Makin_Belia Pencegahan Mukositis Oral (Nursalam) 109 Vokurka, S., et al., 2005. The Comparative Effects oF Povidon iodin and Normal salin Mouthwashes on Oral Mucositis in Patients After High Dose Chemotherapy and APBSCT Result of A Randomized Multicentre Study. Journal of support care cancer, 13, pp. 554-558. Weill, A., 2005. Efek Kemoterapi dan Pencegahannya, (online), (http://nirmala.com/april, diakses tanggal 12 Mei 2009, Jam 15.00 WIB). Wohlschleager, A., et al.,2004. Prevention and Treatment of Mucositis: A Guide For Nurses. Journal of Pediatric Oncology Nursing. 21 (5), pp. 281-287. http://nirmala.com/april