HUBUNGAN FAKTOR RISIKO ASMA DAN PERILAKU PENCEGAHAN 83 ANALISIS FAKTOR TENTANG KESEDIAAN LANSIA TINGGAL DI PANTI WERDHA (Factors Analyze About Willingness of Elderly to Stay in Elderly Folk Home) I Ketut Sudiana*, Retno Indarwati*, Diana Rachmania* ABSTRACT Introduction : Moving to the new house is not easy for the elderly, especially moving to the elderly folk home. A lot of elderly refuse to stay in the elderly folk home. Some conditions which make the elderly give their willingness to stay in the elderly hostels such as economic status, family condition, and self desire. But that factors are unclear until now. The aim of this study was to analyze factors related to willingness for elderly living in the elderly hostels. Method : Design used in this study was cross sectional. The population were all of the elderly live in elderly folk home Hargo Dedali Surabaya. Samples were taken using purposive sampling and there were 20 respondents. Data were collected using structured questionnaire and then analyzed using Spearman’s rho test and logistic regression test with level of significance α≤ 0.05. Result : Result showed that the dominant factor of willingness of elderly living in the eladerly folk home was self desire with level of significance ρ=0.02, followed by economic status (ρ=0.031) and than family condition (ρ=0.032). Analysis : It can be concluded that self desire was the major factor related to willingness of elderly living in the elderly folk home. Discussion : Further studies should be appraising how far the motivation appear from the elderly until they decided to live in the elderly folk home. Keyword : willingness of elderly, elderly folk home. *Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya. Telp/Fax: (031) 5913257, E-mail : ik.sudiana@yahoo.com PENDAHULUAN Rumah memiliki peran yang lebih daripada sekedar tempat berteduh. Rumah menjadi bagian terbesar dari aktivitas sehari- hari orang-orang lanjut usia (Lansia) setelah masa pensiun serta saat terjadi penurunan fungsi tubuh. Pindah ke sebuah rumah yang lain bukan hal yang mudah bagi Lansia. Pertanyaan timbul karena suatu kondisi, Lansia harus meninggalkan rumah mereka dan tinggal dalam suatu rumah tinggal bersama (dalam penelitian ini disebut sebagai panti werdha) (Perwitasari, 2007). Faktor yang menjadi penyebab keberadaan Lansia di panti werdha masih belum jelas. Banyak Lansia lebih memilih untuk tinggal di rumah sendiri daripada di panti werdha (Horner dan Boldy, 2008). Tidak ada Lansia yang ingin tinggal di panti werdha, mereka lebih memilih untuk berada di rumah sendiri atau bersama keluarga (Adib, 2008). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti di panti werdha Hargo Dedali Surabaya, terdapat 36 Lansia yang tinggal dalam panti tersebut yang semuanya adalah Lansia perempuan. Sebanyak 7 dari 20 Lansia (35%) yang tinggal di panti werdha Hargo Dedali menyatakan tidak senang berada di panti dikarenakan ketidakcocokan dengan teman sekamar dan tidak pernah dijenguk keluarga. Sebanyak 6 dari 20 Lansia (30%) bersedia tinggal di panti Werdha Hargo Dedali Surabaya, bukan ke panti werdha yang lain karena panti werdha ini milik yayasan sehingga perawatannya lebih terjamin dan keadaan lingkungan yang bersih. Sedangkan 14 Lansia (60%) berada di panti werdha Hargo Dedali karena pasrah pada keputusan keluarga. Keseluruhan Lansia selalu mengikuti setiap kegiatan yang diadakan oleh panti werdha Hargo Dedali. Hurlock (1997) mengatakan bahwa beberapa kondisi yang mempengaruhi pilihan pola hidup bagi Lansia hingga akhirnya Lansia tinggal di lembaga Jurnal Ners Vol.4 No.1 April 2009: 83-88 84 khusus orang-orang lanjut diantaranya status ekonomi, status perkawinan, kesehatan, kemudahan dalam perawatan, jenis kelamin, anak-anak, keinginan untuk mempunyai teman, dan iklim. Menurut peneliti, kemungkinan kondisi yang sesuai di Indonesia sehingga Lansia memutuskan bersedia tinggal di panti werdha adalah karena faktor status ekonomi, kondisi keluarga, dan keinginan pribadi. Sejauh ini faktor yang berhubungan dengan kesediaan Lansia tinggal di panti werdha masih belum diketahui dengan jelas sehingga perlu untuk diindentifikasi lebih lanjut. Jumlah penduduk Lansia di Indonesia dari tahun ke tahun dalam dua dekade terakhir semakin meningkat. Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah Lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk Lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk Lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Hamid, 2007). Menurut data dari Departemen Sosial 2008, jumlah Lansia (penduduk yang berusia 60 tahun ke atas) pada tahun 2004 mencapai 16,5 juta jiwa. Sedangkan pada tahun 2005 menjadi 17,6 juta jiwa. Mereka memerlukan perhatian dalam hal tata cara berkehidupan, pendapatan, kesehatan fisik dan mental. Penduduk Lansia umumnya memerlukan bantuan dari keluarga (seperti anak, keponakan, cucu atau anggota keluarga yang lain) dan sangat bergantung dalam hal perumahan dan pemenuhan kebutuhan standar hidup. Dari populasi Lansia yang tercatat sebanyak 16.522.311 jiwa, sekitar 3.092.910 (20%) diantaranya adalah Lansia terlantar (Departemen Sosial, 2008). Berdasarkan data kemiskinan yang ada di Indonesia, diduga banyak penduduk Lansia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagai gambaran, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk miskin hingga Maret 2007 sebanyak 37, 17 juta orang (Hamid, 2007). Peningkatan jumlah Lansia di Indonesia diikuti dengan peningkatan Lansia yang dititipkan ke panti werdha. Berdasarkan data dari Tim Yayasan Abiyoso (2002) dalam Perwitasari (2007) diketahui bahwa pada tahun 2001 jumlah panti werdha yang dikelola oleh pemerintah pusat sebanyak 2 panti dengan total jumlah penghuni sebanyak 182 Lansia. Sedangkan panti werdha yang dikelola pemerintah daerah sebanyak 69 panti dengan total jumlah penghuni sebanyak 4955 Lansia. Panti werdha yang dikelola oleh pihak swasta sebanyak 164 dengan total jumlah penghuni sebanyak 6260 Lansia. Tercatat pada Juni 2009, panti werdha Hargo Dedali dihuni oleh 36 Lansia. Pergeseran struktur keluarga dan kekerabatan dari keluarga besar (ekstended family) kearah keluarga kecil (nueclear family) berdampak pada pengurangan fungsi-fungsi tertentu dalam keluarga seperti fungsi perawatan baik kepada anak ataupun Lansia dan penurunan tanggung jawab moral keluarga untuk menyediakan tempat bagi anggota/kerabat yang lain. Kekerabatan dan sistem kekeluargaan yang ekstended senantiasa menyedikan tempat bagi semua anggota keluarga atau kerabat. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan pihak keluarga/kerabat lain yang akan memiliki rasa tanggung jawab untuk menampung, merawat atau memberikan perlindungan. Nilai kebersamaan dan tanggung jawab sosial semakin berkurang saat terjadi pergeseran akibat modernisasi dengan tuntutan materialisme yang semakin kuat. Seseorang cenderung menjadi individualis dan tidak lagi memiliki tanggung jawab sosial terhadap keadaan yang dialami oleh kerabat yang lain. Hubungan sosial baik masyarakat dan keluarga khususnya bagian terkecil adalah anak dan orang tua semakin berjarak akibat tuntutan ekonomi. Tuntutan profesi atau pekerjaan menyita hampir semua waktu sehingga tidak lagi mempunyai kesempatan untuk memberikan perhatian dan perawatan kapada orang tua. Menurut Sari (2008), orang tua yang memasuki masa lanjut usia semakin terabaikan secara sosial, budaya dan psikologis. Mereka menjadi kesepian dan terlantar dalam rumah. Jika hal tersebut tidak segera ditangani maka bisa berdampak pada kesehatan fisik dan psikologis dari diri Lansia Berdasarkan pemikiran di atas perlu dilakukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kesediaan Lansia tinggal di panti werdha mengingat kondisi Lansia yang masih bisa produktif meskipun telah tinggal di panti werdha. Jumlah Lansia yang semakin Kesediaan Lansia Tinggal di Panti Werdha (I Ketut Sudiana) 85 bertambah menjadi tantangan tersendiri bagi perawat dan pengelola panti werdha guna meningkatkan kualitas pelayanan di bidang kesejahteraan Lansia. Ketika panti werdha menjadi pilihan keluarga untuk menitipkan Lansia, solusi yang dapat diberikan adalah dengan memberikan pengertian dan pemahaman kepada Lansia bahwa mereka bukanlah sekumpulan orang yang terbuang. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan yaitu cross sectional. Sampel sebanyak 20 Lansia yang inggal di panti werdha Hargo Dedali Surabaya didapat dengan menggunakan purposive sampling. Kriteria inklusi yang ditetapkan: 1) bersedia menjadi responden, 2) kooperatif, 3) dapat berkomunikasi dengan baik; dan kriteria eksklusi berupa Lansia yang mengalami gangguan daya ingat. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal bulan Juni sampai Juli 2009. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu faktor yang berhubungan dengan kesediaan Lansia tinggal di panti werdha meliputi faktor status ekonomi, kondisi keluarga dan keinginan pribadi. Variabel dependen berupa kesediaan Lansia tinggal di panti werdha. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner kemudian dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Spearmen’s rho (r) dan Regresi Logistik dengan derajat kemaknaan α≤0,05. HASIL PENELITIAN Analisis menggunakan uji statistik Spearman’s rho dengan tingkat kemaknaan α≤0,05, diperoleh nilai ρ=0,031 dengan koefisien korelasi negatif (r= -0,483), yang menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara status ekonomi dengan kesediaan Lansia tinggal di panti werdha Hargo Dedali Surabaya (tabel 1). Hubungan bermakna juga terlihat antara kondisi keluarga dengan kesediaan Lansia tinggal di panti werdha Hargo Dedali yang dibuktikan dengan nilai ρ=0,032 (tabel 2). Keinginan pribadi dengan kesediaan Lansia tinggal di panti werdha Hargo Dedali juga menunjukkan hubungan yang bermakna dengan perolehan nilai ρ=0,02 (Tabel 3). Berdasarkan perbandingan antara koefisien korelasi dari ketiga variable dan penghitungan dengan analisis uji Regresi Logistik didapatkan faktor dominan yang berhubungan dengan kesediaan Lansia tinggal di panti werdha adalah faktor keinginan pribadi. PEMBAHASAN Hurlock (1997) menyatakan bahwa status ekonomi Lansia yang semakin berkurang memungkinkan Lansia pindah ke kehidupan yang kurang diinginkan (yaitu kesediaan untuk tinggal di panti werdha). Pendapatan yang berkurang sering diartikan sebagai pindah ke dalam kehidupan yang lebih kecil dan kurang diinginkan, misal tinggal dengan anak yang sudah menikah atau hidup dalam lembaga penyantunan seperti panti werdha. Secara keseluruhan skala pendapatan bagi kebanyakan pekerja Lansia berada pada urutan paling bawah dan hanya sedikit sekali yang memperoleh pendapatan tinggi (Stevens, 1999). Tuntutan ekonomi tidak akan pernah berakhir seperti kebutuhan anak-anak yang semakin meningkat seiring usia yang semakin dewasa (Biro Pusat Statistik, 1997). Tabel 1. Hubungan Status Ekonomi dengan Kesediaan Lansia Tinggal di Panti Wredha Hargo Dedali Surabaya Juli 2009 Kesediaan Tinggal di Panti Werdha Status ekonomi Total > Rp 1.000.000 Rp 805.500- 1.000.000 Rp 780.000- 805.500 < Rp 780.000 Sukarela 2 (10%) 0 0 10 (50%) 12 (60%) Terpaksa 2 (10%) 1 (5%) 3 (15%) 2 (10%) 8 (40%) Total 4 (20%) 1 (5%) 3 (15%) 12 (60%) 20 (100%) Korelasi Spearman’s rho p=0,031 r= -0.483 Jurnal Ners Vol.4 No.1 April 2009: 83-88 86 Tabel 2. Hubungan Kondisi Keluarga dengan Kesediaan Lansia Tinggal di Panti Wredha Hargo Dedali Surabaya Juli 2009 Kesediaan Tinggal di Panti Werdha Kondisi Keluarga Total Baik Cukup Kurang Sukarela 1 (5%) 3 (15%) 8 (40%) 12 (60%) Terpaksa 4 (20%) 2 (10%) 2 (10%) 8 (40%) Total 5 (10%) 5 (10%) 10 (50%) 20 (100%) Korelasi Spearman’s rho p=0,032 r= -0.481 Tabel 3. Hubungan Keinginan Pribadi dengan Kesediaan Lansia Tinggal di Panti Wredha Hargo Dedali Surabaya, Juli 2009 Kesediaan Tinggal di Panti Werdha Keinginan Pribadi Total Besar Sedang Rendah Sukarela 8 (40%) 3 (15%) 1 (5%) 12 (60%) Terpaksa 0 (0%) 4 (20%) 4 (20%) 8 (40%) Total 8 (40%) 7 (35%) 5 (25%) 20 (100%) korelasi Spearman’s rho p=0,02 r=0,662 Keterangan : p = signifikansi r = koefisien korelasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar Lansia yang tinggal di panti werdha Hargo Dedali berada pada status ekonomi rendah yaitu dengan penghasilan perbulan sebesar < Rp 780.000,00 dan berstatus sendiri tanpa suami yaitu janda sebanyak 15 orang dan tidak menikah 5 orang. Masalah ekonomi sering dihadapi wanita dengan status sendiri tanpa suami. Keberadaan anak dan pekerjaan memberikan dampak yang besar bagi kondisi perekonomian Lansia. Jika Lansia tidak memiliki perkerjaan atau uang pensiun yang bisa menjamin kebutuhan Lansia, maka sulit bagi Lansia untuk bisa merawat diri sendiri. Lansia menjadi bergantung pada bantuan anak/kerabat. Lansia yang tidak memiliki anak/kerabat tidak mampu mengatasi permasalahan ekonomi dan kemungkinan berada di panti werdha semakin besar. Fakta yang terdapat di lapangan menunjukkan ada keterkaitan antara kedua variabel tersebut. Keluarga adalah sistem atau unit (Setiawati dan Dermawan, 2005). Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh perkawinan, darah dan ikatan adopsi dimana para anggota keluarga hidup bersama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tanggga tersebut sebagai rumah mereka (Burgess dkk, 1963 dalam Friedman, 1998). Sebagian besar Lansia kurang memperhatikan anak mereka yang sudah dewasa sebagai teman yang bisa dimintai pertolongan seperti pada waktu masih kecil. Hal ini disebabkan oleh sifat individu generasi modern yang kurang mempunyai kewajiban terhadap orang tua dibandingkan dengan generasi masa silam. Sebagian kecil karena generasi sekarang sering berpindah tempat tinggal yang jauh dari orang tua sehingga sehingga menyebabkan hubungan antara Lansia dengan anak menjadi kurang baik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hubungan Lansia dengan anak/kerabat yang Kesediaan Lansia Tinggal di Panti Werdha (I Ketut Sudiana) 87 semakin berkurang dimana Lansia enggan menyesuaikan sikap mereka dengan perkembangan serta kebutuhan anak yang berubah dan perhatian keluarga berkurang terhadap Lansia (Hurlock, 1997). Sejalan dengan pembaruan dalam kehidupan berkeluarga, yang diperkuat dengan Nilai Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera, maka jumlah anak dalam keluarga menjadi sedikit dan Total Fertiliy Rate kaum perempuan menurun. Bila jumlah anak dalam keluarga mengecil, maka secara otomatis rasio ketergantungan Lansia pada anak juga akan menurun. Secara lugas dapat dikatakan bahwa lebih sedikit anak yang dapat menampung orangtua mereka yang sudah Lansia. Nilai-nilai kemandirian, tidak ingin berada dalam ketergantungan pada anak-anak, yang merupakan nilai-nilai masyarakat modern, telah banyak yang menganut dalam masyarakat Lansia sendiri (Patmonodewo, 2001). Sebagian besar Lansia yang tinggal di panti werdha Hargo Dedali tidak memiliki anak. Kenyataan tersebut semakin menunjukkan bahwa kehadiran anak memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan Lansia khususnya bagi Lansia yang telah hidup sendiri karena kematian salah satu pasangan hidup. Bagi Lansia, anak akan menjadi dasar kekuatan yang menopang kesejahteraan Lansia. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh Lansia, diketahui bahwa sebagian besar Lansia kurang memiliki hubungan yang baik dengan anak/kerabatnya. Lansia juga kurang memperoleh perhatian dari anak/kerabat. Perubahan berbagai nilai keluarga juga menjadi salah satu penyebab makin berkurangnya tingkat kedekatan hubungan Lansia dengan keluarga. Di jaman yang serba modern terjadi perubahan struktur keluarga besar menjadi keluarga inti. Tuntutan profesi atau pekerjaan menyita hampir semua waktu bagi seorang anak/kerabat sehingga tidak lagi mempunyai kesempatan untuk memberikan perhatian dan perawatan kepada orang tua. Orang tua yang memasuki masa Lansia semakin terabaikan secara sosial, budaya dan psikologis. Lansia merasa terasing, kesepian dan terlantar dalam rumah. Hal ini menjadi salah satu bentuk pertimbangan yang membuat Lansia memutuskan bersedia untuk tinggal di panti werdha. Hurlock (1997) menyatakan, satu diantara penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh Lansia adalah penyesuaian karena kehilangan pasangan hidup. Menurut Sabri (2001), kemauan/keinginan merupakan kekuatan pikiran yang sadar dan hidup pada diri seseorang untuk berbuat atau menciptakan sesuatu berdasarkan perasaan dan pikiran. Hal ini diarahkan untuk mencapai berbagai tujuan hidup tertentu yang dikendalikan oleh pertimbangan akal budi dan kemudian ditetapkan dalam diri seseorang berdasarkan suatu keputusan kata hati, setelah diadakan berbagai pertimbangan/pemilihan. Hasil penelitian menunjukkan 8 orang Lansia memiliki keinginan yang besar untuk tinggal di panti werdha. Keinginan pribadi untuk tinggal di panti werdha ini di dasarkan pada kuesioner tentang kesepian yang dialami Lansia sebelum tinggal di panti werdha. Kesepian karena ditinggal oleh suami baik karena perceraian maupun kematian, kurangnya perhatian dari pihak keluarga, dan keinginan untuk tidak merepotkan keluarga. Penyesuaian pada masa Lansia makin sulit dilakukan, meliputi penyesuaian terhadap kematian pasangan atau terhadap perceraian. Pasangan hidup yang telah meninggal dan orang yang telah lama bersama memiliki pengaruh yang sangat besar. Lansia yang tinggal di panti werdha memilih hidup terpisah dari anak mereka dan tidak ingin merepotkan anak. Hal ini yang membuat Lansia menetapkan keinginan untuk tinggal sendiri atau di lembaga khusus Lansia yaitu di panti werdha. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Faktor yang mempengaruhi kesediaan Lansia tinggal di panti werdha antara lain: 1) status ekonomi dengan penghasilan rendah, 2) kondisi keluarga yang kurang baik dan 3) keinginan dari dalam diri yang kuat. Keinginan pribadi menjadi faktor dominan yang menyebabkan Lansia memutuskan bersedia tinggal di panti werdha Hargo Dedali. Saran Beberapa hal yang dapat disarankan dari penelitian ini: 1) panti werdha hendaknya berupaya untuk mengajak pihak keluarga agar tetap memberikan perhatian kepada Lansia Jurnal Ners Vol.4 No.1 April 2009: 83-88 88 meskipun Lansia telah dititipkan ke panti werdha sehingga para Lansia merasa masih masih mendapat perhatian dari keluarga, 2) perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang usaha untuk mempertahankan kondisi keluarga yang kondusif meskipun Lansia sudah berada di panti werdha, 3) penelitian selanjutnya diharapkan lebih mengulas tentang sejauh mana motivasi Lansia menetapkan keinginan pribadi untuk tinggal di panti werdha. KEPUSTAKAAN Adib, M., 2008. Penelitian Lansia di Perkotaan: Tinggal Bersama Keluarga Lebih Nyaman, (online), (http://madib.blog.unair.ac.id/files/200 8/11/penelitian-Lansia-di- perkotaan.pdf, diakses tanggal 26 April 2009, Jam 11.00 WIB). Biro Pusat Statistik, 1997. Laporan Sosial Indonesia 1997, Jakarta: Biro Pusat Statistik, hlm. 62-63. Departemen Sosial (Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial), 2008. Data Jumlah Lansia Terlantar di Indonesia, (online), (http://www.yanrehsos.depsos.go.id. /index.php?option=com_content&task =view&id=243&Itemid=1, diakses tanggal 4 April 2009, Jam 15.55 WIB). Friedman, M., 1998. Keperawatn Keluarga Teori dan Praktik, Alih Bahasa: Ina Debora R.L & Yoakim Asy, Jakarta: EGC, hlm. 11-12. Hamid, A., 2007. Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan Masalah Kesejahteraannya.(online) (http://www.depsos.go.id/modules.php ?name=News& file=article&sid=522, diakses tanggal 26 April 2009, Jam 11.00 WIB). Horner & Boldy, 2008. The Benefit and Burden of Ageing-in-Place in an Aged Care Community. Australian Health Review, 32, hlm. 356, (http://proquest.umi.com, diakses tanggal 28 April 2009, Jam 09.45 WIB). Hurlock, EB., 1997. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi.5, Jakarta: Erlangga, hlm. 380-400. Patmonodewo, dkk, 2001. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi: Dari Bayi Sampai Lanjut Usia. Jakarta: UI, hlm. 184-216. Perwitasari, AG., 2008. Well-Being Pada Lansia yang Tinggal di Panti Werdha, Skripsi, Universitas Airlangga, Tidak dipublisasikan. Sabri, M., 2001. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan: Bahan Kuliah dan Diskusi Mahasiswa. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, hlm.118-127. Sari, AC., 2008. Penguatan Eksistensi Panti Werdha di Tengah Pergeseran Budaya dan Keluarga, (online) (http://www.depsos.go.id/modules.php ? name=News&file=article&sid=704, diakses tanggal 26 April 2009, Jam 11.00 WIB). Setiawati & Dermawan, 2005. Tuntunan Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Bandung: Rizqi Press, hlm. 5. Stevens, et al, 1999. Ilmu Keperawatan. edisi. 2. Jakarta: EGC, hlm. 8-13. http://madib.blog.unair.ac.id/files/2008/11/penelitian-lansia-di-perkotaan.pdf http://madib.blog.unair.ac.id/files/2008/11/penelitian-lansia-di-perkotaan.pdf http://madib.blog.unair.ac.id/files/2008/11/penelitian-lansia-di-perkotaan.pdf http://www.yanrehsos.depsos.go.id/ http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&%20file=article&sid=522 http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&%20file=article&sid=522 http://proquest.umi.com/ http://www.depsos.go.id/modules.php?%20name=News&file=article&sid=704 http://www.depsos.go.id/modules.php?%20name=News&file=article&sid=704