168 STATUS GIZI MEMPENGARUHI USIA MENARCHE (Nutritional Status Effects The Age of Menarche) Esti Yunitasari*, Retno Indarwati*, Devi Rahma Sofia* ABSTRACT Introduction: The improved nutritional status, which shown by increasing BMI and body fat percentage associated to a decrease in menarche's. This study was aimed to analyse correlation between the nutritional status with the age of menarche. Method:. Design used in this study was cross-sectional. Samples in this study were student at traditional muslim school and were taken using purposive sampling, that was based from inclusion and exclusion criteria. Data were analyzed using Spearman Rank Correlation with significance level α ≤ 0.05. Result: The result showed that most (73%) of the students at traditional muslim boarding school had normal nutritional status. The majority of samples got menarche at age > 13 years old. The result showed that there was correlation between nutritional status and age of menarche (p: 0.001). Analysis: It can be concluded that the girl’s muslim boarding school with better nutritional status got earlier the age of menarche. Discussion: It is recommended to do routine evaluation about nutritional status in muslim boarding school and to pay attention about consumption since early ages so the students at traditional muslim school would not get menarche in later time. Keywords: nutritional status, age of menarche, girl’s muslim boarding school * Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya. Telp/Fax: (031) 5913257, E-mail: esty.yun_ners@unair.ac.id PENDAHULUAN Remaja masa kini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih cepat, termasuk percepatan maturasi dalam hal ini yaitu menarche (Soetjiningsih, 2004). Rerata pencapaian usia menarche di Indonesia diperkirakan pada usia 10-13 tahun (remaja awal) (Santrock, JW, 2008). Fenomena ini diperkirakan terjadi karena peningkatan variasi makanan yang berpengaruh pada pola konsumsi remaja sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Opini di masyarakat remaja putri yang gemuk cenderung mengalami menstruasi pertama lebih awal dan remaja putri yang kurus cenderung mengalami menstruasi pertama lebih lambat (Nita, 2009). Pencapaian usia menarche santri di pondok pesantren putri Al-Mawaddah Kabupaten Ponorogo mayoritas terjadi pada saat santri berada di kelas 2 Tsanawiyah yang diperkirakan berusia 13-14 tahun. Status gizi merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab pencapaian usia menarche yang berbeda-beda. Keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan makanan diartikan sebagai status gizi (Supariasa, 2002). Pencapaian usia menarche dalam hubungannya dengan status gizi pada santri Pondok Pesantren putri Al- Mawaddah Kabupaten Ponorogo belum diketahui dengan pasti. Penelitian status gizi di pondok pesantren yang dilakukan oleh Pangastutik (1999), menyatakan bahwa 21,4% santri putri di pondok pesantren Islam As salam Surakarta berada dalam status gizi kurang. Didukung pula oleh Aisyah (2006), pada penelitiannya di Pondok Pesantren At-Tauhid Sidosermo Surabaya didapatkan 57,5% santri putri dalam kondisi kurus yang berarti status gizi dinyatakan kurang. Kondisi ini berkaitan dengan gizi yang didapatkan tubuh untuk menstimulasi hormon-hormon yang diperlukan remaja dalam pertumbuhan dan perkembangan, termasuk dalam hal perkembangan maturitas. Data awal pada santri ditemukan 210 santri (87,5%) sudah mengalami menarche dan 30 santri (13.5%) belum mengalami menarche. Penelitian di Jogjakarta ditemukan rerata pencapaian usia Jurnal Ners Vol. 4 No. 2: 168-175 169 menarche 12,9% (Widodo, 2002) dengan presentase status gizi terbesar normal. Hendrawati (1993) menyatakan dalam penelitiannya didapatkan hasil pencapaian usia menarche 12,81 tahun dengan asupan gizi cukup. Makanan yang didapat santri berasal dari pondok pesantren sendiri. Kondisi ini menyebabkan variasi makanan pada santri menjadi kurang bervariasi. Kadar asupan energi yang berbeda pada santri mengakibatkan keadaan gizi yang berbeda pula bagi santri. Hal ini terlihat dari kondisi fisik santri yang berbeda. Bentuk tubuh gemuk atau kurus diindikasikan berdasarkan penimbunan lemak dalam tubuhnya. Nutrisi dalam makanan dan minuman akan mempengaruhi pembentukan lemak tubuh, secara tidak langsung akan mempengaruhi metabolisme lemak oleh beberapa hormon, di antaranya hormon estrogen (Burhanuddin, 2002). Hormon estrogen akan terbentuk secara alamiah dan akan merangsang perkembangan ciri kelamin sekunder, antara lain pertumbuhan rambut, pembesaran payudara dan penimbunan jaringan lemak (Manuaba, 1998). Helm (1997) menjelaskan, terdapat korelasi positif antara usia menarche dengan kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan mempengaruhi derajat atau status gizi seseorang, sehingga dapat menjadi status gizi lebih serta mengakibatkan bentuk tubuh menjadi lebih gemuk. Semakin berat status kekurangan gizi akan semakin nyata kelainan bentuk tubuh yang mengarah kepada bentuk tubuh badan kurus dan hal ini akan memperlambat pembentukan dan perkembangan hormon dalam masa remaja. Demikian pula yang terjadi pada beberapa santri putri di Pondok Pesantren Putri Al- Mawaddah Kabupaten Ponorogo. Hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa usia menarche dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak satu sama lain berbeda. Umur yang normal saat tercapainya suatu perubahan dalam pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat ditentukan dengan pasti melainkan hanya dapat dikatakan pada umur rata-rata anak (Soetjiningsih, 2004). Penelitian dilakukan untuk mengungkap hubungan antara status gizi dengan usia menarche di Pondok Pesantren Putri Al-Mawaddah Kabupaten Ponorogo, sehingga akan diperoleh kesimpulan tentang hubungan status gizi dengan pencapaian usia menarche pada santri Pondok Pesantren Putri Al-Mawaddah Kabupaten Ponorogo. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini yaitu santri putri MTs Pondok Pesantren Putri Al-Mawaddah Kabupaten Ponorogo yang sudah menarche. Sampel penelitian ini yaitu Santri putri MTs. Pondok Pesantren Putri Al-Mawaddah Kabupaten Ponorogo yang baru menarche dalam 3 bulan terakhir. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini antara lain: 1) santri putri yang sudah berada di pondok lebih dari 1 tahun, 2) santri putri kelas 2 dan 3 Madrasah Tsanawiyah dan 3) santri putri yang bersedia diteliti. Kriteria Eksklusi dalam penelitian antara lain :1) santri putri yang mempunyai penyakit yang menyertai dan 2) santri putri yang sedang sakit saat penelitian. Penelitian dilaksanakan di Pondok Pesantren Putri Al- Mawaddah Kabupaten Ponorogo bulan Juli 2009 (selama 2 minggu). Variabel dependen penelitian ini yaitu tingkat usia menarche dan variabel independen yaitu status gizi. Instrumen yang digunakan untuk variabel independen yaitu kuesioner dan pengukuran antropometri, sedangkan untuk variabel dependen yaitu kuesioner. Pengumpulan data dilakukan dalam 3 pertemuan. Pertemuan pertama bertujuan untuk tahap awal mengidentifikasi status gizi responden dengan metode pengukuran antropometri. Responden yang menjadi sampel diminta menandatangani informed consent yang disediakan. Responden mengisi kuesioner yang terdiri dari data demografi, usia reponden, usia menarche. Peneliti melakukan kontrak dengan responden untuk pertemuan berikutnya yang meliputi waktu, tempat dan maksud dari pertemuan yang kedua yaitu untuk mengetahui pola konsumsi responden. Pertemuan kedua, responden mengisi food frequency dan food recall 2x24 jam. Peneliti meminta bantuan bagian pengasuhan santri untuk memanggil responden yang akan diteliti pada hari itu dengan target 1 hari 6 responden. Akhir pertemuan, peneliti melakukan kontrak untuk pertemuan berikutnya. Peneliti melakukan pertemuan ketiga seminggu berikutnya dan Status Gizi Mempengaruhi Status Menarche (Esti Yunitasari) 170 responden diminta mengisi kembali formulir food recall 2x 24 jam. Prosedur kerja dalam pengukuran antropometri pada responden antara lain: 1) berat badan responden ditimbang dengan menggunakan timbangan injak, ketelitian 0,1 kg. Pakaian yang digunakan seminimal mungkin ( seperti sepatu atau sandal dilepas dan tidak memakai jaket), harus tenang dan berdiri ditengah-tengah timbangan tanpa menggenggam atau menyentuh sesuatu. Satuan ukuran berat badan adalah kilogram (Kg), 2) tinggi badan santri diukur menggunakan alat mikrotoise dengan ketelitian 0,1 cm. Cara pelaksanaan pengukuran antara lain: (1) pastikan dinding dan lantai rata dan (2) tempelkan dengan paku mikrotoa tersebut pada dinding tepat 2 meter. Angka 0 (Nol) pada lantai. Responden yang diukur berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke depan. Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas. Siku-siku harus lurus menempel di dinding. Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa. Angka tersebut menunjukkan tinggi responden yang diukur. Kemudian hasil pengukuran dicatat ke dalam kuesioner masing-masing responden. Peneliti melakukan kontrak dan menjelaskan secara singkat maksud dari pertemuan berikutnya sebelum pertemuan pertama selesai. Lima hari kemudian, dilakukan pertemuan yang kedua. Pertemuan yang kedua, peneliti hanya menyebarkan formulir food recall 2x24 jam saja. Hasil studi awal terdapat 46 responden dari kelas 1,2, dan 3 Madrasah Tsanawiyah. Pertengahan bulan Juni merupakan tahun ajaran baru sehingga responden di tingkat pendidikan kelas 3 naik kelas menjadi siswi Madrasah Aliyah, sehingga diperoleh jumlah sebanyak 41 responden. Penelitian menggunakan korelasi bivariat untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua variabel (Arikunto, 2006). Penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik, korelasi Spearman’s Rho dengan tingkat kemaknaan  ≤ 0,05 HASIL PENELITIAN Data menunjukkan dari 41 responden sebagian yaitu (44%) yang mengalami menarche pada usia < 13 tahun, 2 orang (5%) memiliki status gizi gemuk dan 16 orang (39%) memiliki status gizi normal. Sebanyak 23 orang (56%) yang memiliki usia menarche >13 tahun, 1 orang (2%) sangat kurus, 8 orang (20%) kurus, dan 14 orang (34%) memiliki status gizi normal. Hasil uji statistik non parametrik, korelasi Spearman Rank Correlation nilai r=0,509 dan nilai p=0,001. Hasil statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan usia menarche pada santri pondok pesantren putri Al-Mawaddah kabupaten Ponorogo. Hal ini berarti semakin baik status gizi yang dimiliki, semakin awal juga seseorang mengalami menarche (tabel 1). Tabel 1. Tabulasi Silang Hubungan antara status gizi dengan usia Menarche pada santri MTs.di Pondok Pesantren Putri Al-Mawaddah Kabupaten Ponorogo 14-21 Juli 2009 .Usia Menarche Status Gizi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Total ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % <13 Tahun - - - - 16 39 2 5 - - 18 44 >13 Tahun 1 2 8 20 14 34 - - - - 23 56 Total 1 2 8 20 30 73 2 5 - - 41 100 Uji statistik Spearman Rank Correlation ; p= 0,001; r= -0,509 Keterangan: r = tingkat korelasi p = signifikansi % = prosentase ∑= jumlah PEMBAHASAN Pengidentifikasian status gizi pada santri menunjukkan 30 responden berada pada status gizi normal. Faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu pola konsumsi. Pola konsumsi responden dipengaruhi langsung oleh faktor eksternal Jurnal Ners Vol. 4 No. 2: 168-175 171 yaitu ekonomi keluarga (pekerjaan, pendapatan, dan pengeluaran keluarga). Konsumsi keluarga merupakan kegiatan ekonomi keluarga untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Konsumsi seringkali dijadikan salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Makin besar pengeluaran untuk konsumsi keluarga, makin tinggi tahap kesejahteraan keluarga tersebut (Haris & Andika, 2002). Berdasarkan data penunjang yakni food frequency, selain nasi yang menjadi makanan utama, sebagian besar mengatakan mengkonsumsi mie instan 1-3 kali/minggu yang merupakan sumber dukungan kedua bagi pemenuhan karbohidrat. Sebagian besar responden mengungkapkan keseringan dalam mengkonsumsi ayam, telur ayam dan ikan sebagai sumber protein hewani masing- masing dalam 1-3 kali/minggu, dalam 1-3 kali/ minggu tahu dan tempe sebagai sumber protein nabati juga selalu dikonsumsi. Sayuran yang sering disajikan antara lain bayam, buncis, kacang panjang, nangka muda, wortel, kangkung, dan terong (1-3 kali/ minggu) dalam bentuk masakan yang sudah dijadwalkan. Lauk yang sering di konsumsi kerupuk. Jadwal pergantian menu sangat jarang dilakukan. Data food frequency menunjukkan responden juga mengkonsumsi roti tawar/ biskuit sebagai sumber karbohidrat ketiga setelah mie instan dalam frekuensi 4-6 kali/minggu. Buah sebagai penambah gizi bagi santri paling sering dikonsumsi dalam 1- 3 kali/ minggu, yaitu buah pisang, dan semangka. Konsumsi dari menu utama tidak maksimal tetapi gizi santri terpenuhi dari konsumsi makanan selingan. Status gizi merupakan keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu (Soekirman, 2000). Bahan makanan tersebut mempunyai kandungan dari zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) yang berkaitan erat dengan keadaan fisik seseorang. Kecukupan gizi masing- masing zat gizi di atas dapat dinilai dari food recall 2x24 jam yang kemudian di bandingkan dengan AKG (angka kecukupan gizi) standar bagi orang Indonesia. Hasil penghitungan food recall 2x24 jam untuk pemenuhan energi yaitu sebagian besar tingkat pemenuhan baik. Data demografi menunjukkan hasil distribusi dari suku asal responden yang sebagian besar berasal dari suku Jawa. Suku asal merupakan salah satu faktor dari adat kebiasaan. Adat kebiasaan dalam masyarakat mempengaruhi pola konsumsi pada masyarakat dalam hal ini adalah responden. Terbentuknya rasa suka terhadap makanan tertentu merupakan hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat mereka makan untuk memenuhi rasa laparnya serta dari hubungan emosional antara anak-anak dengan yang memberi makan mereka (Khumaidi, 1994). Pengaruh sosial budaya kuat terhadap makanan, tetapi penerima makan dan kebiasaan makan tidak menghalangi perbaikan status gizi melalui pengenalan pangan yang baru dan berbeda dalam wacana konsumsi makanan (Khumaidi, 1994). Data penelitian menyatakan responden mengalami status gizi sangat kurus, status gizi kurus dan status gizi gemuk. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi. Energi tubuh didapatkan dari sumber karbohidrat, protein dan lemak tubuh. Jumlah karbohidrat dalam tubuh tidak selalu seimbang dengan jumlah karbohidrat yang diperlukan. Konsumsi karbohidrat yang berlebih, maka akan terjadi kelebihan karbohidrat. Kelebihan karbohidrat tidak dibuang begitu saja oleh tubuh, tetapi dapat disimpan. Kelebihan ini dapat digunakan sewaktu-waktu jika tubuh memerlukan. Konsumsi karbohidrat yang kurang sedangkan aktivitas meningkat, maka kebutuhan tubuh akan karbohidrat dapat dipenuhi dari cadangan. Hal ini apabila terjadi dalam jangka waktu lama, maka akan terjadi defisiensi zat gizi yang berdampak pada munculnya penyakit tertentu. Kekurangan karbohidrat dalam waktu yang lama memaksa tubuh untuk mengambil cadangan energi yang berasal dari lemak dan protein. Hal ini menyebabkan cadangan protein dan lemak semakin berkurang. Cadangan karbohidrat yang berlebih akan tersimpan dalam bentuk lemak di bawah jaringan kulit. Hal ini menyebabkan terjadinya kelebihan berat badan yang menimbulkan obesitas (Burhanuddin, 2003). Aktivitas yang dimaksud terkait dengan kepadatan jadwal kegiatan di dalam pondok. Responden yang berasal dari kelas 2 dan kelas 3 Tsanawiyah memiliki jadwal akademik yang berbeda. Persiapan ujian, banyaknya jumlah pelajaran dengan tingkat Status Gizi Mempengaruhi Status Menarche (Esti Yunitasari) 172 yang lebih sulit pada responden kelas 3 dan kegiatan belajar-mengajar khusus keagamaan serta keaktifan di kegiatan ekstrakurikuler, menuntut responden untuk selalu menjaga kondisi tubuhnya. Kondisi tubuh yang kurang terjaga akan menjadi stressor tersendiri bagi tubuh. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi status gizi kurus lebih banyak terjadi pada responden di kelas 3 Tsanawiyah. Deborah Stewart, M.D., profesor ilmu kesehatan anak di University of California Davis School of Medicine, menyatakan perkembangan fisik pada tahap remaja memang ditandai oleh ketidakpastian tampilan fisik. Hal Ini membuat remaja sering membandingkan tubuhnya dengan tubuh teman-temannya atau disebut dengan masalah body image yang bisa muncul pada tahap ini. Hal ini umumnya berkembang di akhir masa kanak-kanak dan selama pubertas yang mendasari gangguan makan, yakni anoreksia nervosa (takut makan karena takut gemuk) dan bulimia nervosa (rakus makan, tapi berusaha memuntahkannya). Psikologis seperti ini dapat mengganggu kondisi tubuh yang dapat mempengaruhi keseimbangan gizi. Hasil penelitian pengidentifiksian usia menarche menunjukkan sebagian besar responden mengalami menarche pada usia > 13 tahun. Usia menarche normal adalah 10- 16 tahun, dan akan dialami oleh remaja pada masa remaja awal yaitu usia 10-13 tahun (Santrock, JW, 2008). Remaja adalah tahapan perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Psikolog membagi tahap ini menjadi tiga, yaitu masa remaja awal (10-13 tahun), masa remaja pertengahan (14-18 tahun), dan masa remaja akhir (19-23 tahun). Siswi yang duduk di bangku SD akhir serta SMP awal berada pada tahap remaja awal. Siswa yang duduk di bangku SMP pertengahan sampai SMA akhir berada di tahap remaja pertengahan (Syamsu, 2007). Pada usia 10-13 tahun, kelenjar susu mulai berkembang dan bagian luar dari alat-alat reproduksi mulai sempurna. Fase ini juga ditandai dengan bertambahnya lemak di bawah kulit pada bagian-bagian tertentu dari tubuh, bertambahnya tinggi badan, dan bertambahnya berat badan 4-6 kg pertahun. Munculnya menstruasi merupakan tanda berakhirnya fase awal ini. Pada remaja pertengahan pertumbuhan badan berlangsung lebih lambat. Tanda-tanda seksualitas bisa mencapai dua kali lipat, seperti tumbuhnya rambut di bawah ketiak dan membesarnya payudara. Pada akhir fase ini seorang remaja putri siap menjadi seorang ibu (Samadi, 2008). Perbedaan usia menarche di pondok ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain genetik (keturunan), hormon, konsumsi makanan, dan budaya. Perubahan keadaan faktor genetik dapat berakibat timbulnya gangguan. Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil proses tumbuh kembang seorang anak yang disebut potensi biologis. Lingkungan sangat berpengaruh pada lebih awal atau lebih akhirnya pencapaian usia menarche, tetapi faktor genetik tetap memegang peranan cukup besar (Supariasa, 2001). Faktor lain yang berpengaruh yaitu makanan. Makanan merupakan faktor utama dalam kehidupan yang dibutuhkan untuk menjamin berbagai proses fisiologis tubuh. Hal ini terkait dengan data demografi yaitu suku asal responden. Setiap suku mempunyai kepercayaan dan kebiasaan makan yang berbeda-beda. Suku Minang cenderung untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein dan lemak, berbeda dengan suku Sunda yang lebih suka mengkonsumsi sayur-sayuran. Kebiasaan makan yang didasarkan pada kebiasaan memasak, kepercayaan, dan pantangan-pantangan sering berkembang menjadi sebuah produk budaya. Ahli antropologi budaya sepakat menempatkan peranan dalam kebudayaan sebagai kegiatan ekspresif yang memperkuat hubungan sosial. Kebiasaan makan memainkan peranan sosial dasar yang jauh dalam mengatasi soal makanan untuk tubuh manusia. Nutrisi yang terkandung dalam makanan dan minuman akan mempengaruhi pembentukan lemak tubuh, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi metabolisme lemak oleh beberapa hormon, di antaranya hormon estrogen (Burhanuddin, 2003). Hormon ini merupakan salah satu hormon yang membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja, termasuk menarche. Adanya aktivitas fisik yang teratur akan meningkatkan hormon prolaktin serum, salah satu hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis. Peningkatan prolaktin akan menghambat hormon lain yang berguna untuk pematangan ovarium, yaitu follicle- Jurnal Ners Vol. 4 No. 2: 168-175 173 stimulating hormone (FSH). Penghambatan pematangan ovarium akan menghambat terjadinya menarche. Hal ini mengingat kepadatan jadwal kegiatan baik intra maupun ekstrakurikuler, dan sebagian besar dari responden yang mengalami menarche > 13 tahun yaitu santri yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Data demografi menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Tsanawiyah. Hal ini untuk mengetahui seberapa jauh distribusi responden yang telah menarche baik di kelas 2 maupun di kelas 3. Perbedaan usia menarche terjadi di tingkat pendidikan yang berbeda berhubungan dengan tingkat stress responden. Pertama stressor biologik yang disebabkan karena mikroba, bakteri, virus dan jasad renik lainnya, hewan, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan. Kedua stressor fisik yang disebabkan karena perubahan iklim, alam, cuaca, suhu, geografi; yang meliputi letak tempat tinggal, domisili, demografi; berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan, dll. Ketiga stressor kimia yang disebabkan oleh serum darah glukosa (dari dalam tubuh), obat, pengobatan, pemakaian alkohol, nikotin, kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan-bahan kosmetika, bahan-bahan pengawet, dll. Keempat stressor sosial psikologik yang disebabkan karena prasangka, ketidakpuasan terhadap diri sendiri, konflik peran, percaya diri rendah, perubahan ekonomi, dan emosi yang negatif. Tuntutan peningkatan taraf aktivitas akademik, kegiatan rutin didalam pondok, serta aktivitas penunjang lain seperti kegiatan ekstrakurikuler, apabila tidak dilakukan manajemen yang baik, bisa menjadi stressor fisik dan psikologik bagi responden. Stres akan menyebabkan hipothalamus menghambat kerja GnRH (Gonadotrophins Releasing Hormone). Hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan korelasi Spearman rho didapatkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan usia menarche. Perbedaan BB akan menimbulkan perbedaan ukuran tubuh. Pencapaian usia menarche yang lebih akhir, dapat terjadi karena BB sangat rendah yang mengakibatkan jumlah absolut lemak tubuh rendah, sehingga ukuran tubuh kelihatan kurus. BB yang berlebih dapat mempercepat pencapaian usia menarche (secara dini). Hal ini lebih dikaitkan dengan jumlah absolut lemak tubuh yang tinggi, sehingga menjadi pencetus dan penstimulasi sekresi hormon pengatur menstruasi (Helm, 1997). Penyebab perbedaan status gizi pada santri berbeda-beda. Hal ini terjadi karena pengaruh pola konsumsi pada santri. Konsumsi yang berpengaruh dengan absolut lemak yaitu konsumsi karbohidrat, protein dan lemak (Bole, et al., 1996). Hasil distribusi silang membuktikan santri dengan status gizi gemuk mengalami menarche sebelum 13 tahun. Santri dengan status gizi sangat kurus dan kurus mengalami menarche di atas usia 13 tahun. Hal ini terkait dengan pembentukan hormon estrogen yang merupakan salah satu pemicu pertumbuhan dan perkembangan pada remaja. Pada data distribusi silang, terdapat santri dengan status gizi normal tapi ada yang pencapaian usia menarche nya < 13 tahun dan ada pula yang > 13 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pencapaian menarche yang lainnya, seperti genetik, aktivitas fisik, dan faktor budaya. Status gizi senantiasa dikaitkan dengan postur tubuh. Semakin ideal postur tubuh seseorang akan semakin baik status gizinya. Hal ini sesuai dengan tata cara pengukuran status gizi, yang umumnya mengukur perbandingan BB dan TB, lingkar lengan atas, dan ketebalan lemak tubuh pada beberapa bagian tubuh. Banyak ahli yang menggunakan indikator BB dan TB untuk menetapkan proporsi tubuh yang normal dan untuk pengklasifikasian anak yang kurus dan gemuk (Almatsier, 2001). Status gizi gemuk ditentukan oleh perbandingan BB dan TB. Peningkatan BB pada periode pra pubertas baik laki-laki maupun perempuan lebih banyak disebabkan karena: (a) bertambahnya kepadatan dan kematangan tulang, (b) massa otot dan jaringan lemak, (c) pertumbuhan organ. Usia kanak-kanak sampai usia pubertas memiliki lebih besar BMI (Body Mass Index). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: pada masa kanak-kanak, berbagai parameter fisiobiologik dan psikologik mulai tumbuh- kembang menuju masa percepatan pertumbuhan dan perkembangan. Masa tersebut terus berlanjut sampai ke masa puncak percepatan pertumbuhan dan perkembangan pubertas. Faktor internal Status Gizi Mempengaruhi Status Menarche (Esti Yunitasari) 174 dipengaruhi oleh sistem hormonal dan bekerja sama dengan sistem saraf pusat, dalam mewujudkan karakteristik biofisiologik-psikologik. Pada masa pubertas, peningkatan masa lemak dan masa tubuh sangat pesat, sehingga BMI menjadi lebih besar (Muchtadi, 1993). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Semakin baik status gizi anak maka semakin muda pula usia menache. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberi saran antara lain :1) perlu upaya sosialisasi tentang status gizi ke lapisan masyarakat terutama remaja mengenai pentingnya status gizi yang dimiliki terhadap fungsi reproduksi wanita, 2) bagi pengurus podok perlu meningkatkan fungsi pemantauan status gizi terutama di daerah pondok pesantren setempat, 3) perlu meningkatkan fungsi bagian kesehatan di pondok pesantren putri Al-Mawaddah kabupaten Ponorogo dengan memfasilitasi konsultasi tentang masalah menstruasi dan melakukan evaluasi rutin untuk mengetahui status gizi santri, dan evaluasi rutin juga untuk bagian dapur umum mengenai menu dan variasi menu yang mampu mencukupi kebutuhan gizi santri dan 4) sosialisasi kepada santri MTs. di pondok pesantren putri Al-Mawaddah kabupaten Ponorogo tentang status gizi dan pengaruhnya agar wawasan santri bisa bertambah dan bisa menjaga kondisi masing-masing karena gizi dapat mempengaruhi sistem reproduksi tentang menstruasi. KEPUSTAKAAN Almatsier, S,. 2001. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta, hlm. 6-50. Bole, et al., 1996. Gymnastts, Distance Runners, Anorexiscs Body Composition and Menstrual Status. J Sports Med Phys Fitness, 1, pp. 49-53. Burhanuddin, 2002. Analisis faktor yang berhubungan dengan Perbedaan pencapaian usia menarche di Bugis, Sulawesi Selatan. Disertasi Tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga. Helm PM., 1997. Menarche in Relation to Infertility and Adult Hight and Weight. Ugeskr Laeger 18, p. 158. Khumaidi, M., 1994. Gizi Masyarakat. Jakarta: Gunung Mulia. Manuaba, 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan. Muchtadi, dkk., 1993. Metabolisme Zat Gizi, Sumber Fungsi dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Hal.: 24- 29. Nita, 2009. Remaja Putri dan Siklus Menstruasi, (online), (Medicastore.com/index.php?mod =artikel&id=249, diakses tanggal 27 Mei 2009, jam 19.15 WIB). Samadi, F., 2008. Besahabat Dengan Putri Anda: Panduan Islami dalam Memahami Remaja Putri Masa Kini, Zahra.. Santrock, J.W., 2008. Adolescence, edisi 6, Jakarta: Erlangga Supariasa, 2002. Penilaian Status Gizi, Buku Kedokteran. Jakarta: EGC, hlm. 18-23,27,28,69-295. Soetjiningsih, 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagoeng Seto, hlm. 63. Syamsu, Y,. 2007. Kesehatan Reproduksi remaja, (online), seksologi.infogue.com/kesehatan_r eproduksi_remaja, diakses tanggal 21 Agustus 2009, jam 09.30 WIB). Widodo, Joko, 2002. Hubungan Beberapa Karakteristik Orang Tua Siswi Dengan Umur Menarche Pada Siswi SLTP Negeri 2 Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Skripsi tidak dipublikasikan, Semarang: FKM UNDIP.