E:\Tita\D\Tita\Sep 16\Jurnal bl 123Suwella, Mugianti, Setijaningsih dan Suprajitno, Upaya Prevensi Orang Tua ... 123 UPAYA PREVENSI ORANG TUA MENCEGAH KENAKALAN REMAJA (Preventive Efforts of Parents in Preventing Juvenile Delinquency) Danis Feny Suwella, Sri Mugianti, Triana Setijaningsih, Suprajitno Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang email: sri.mugianti@gmail.com Abstract: The research purpose was to describe the preventive efforts of parents in preventing juvenile delinquency. The research design was descriptive and the data was collected with a questionnaire. The population was 251 parents. The sample was 38 respondents taken by using quota sampling technique. The data collection was conducted in March-April 2015. The survey results revealed that the preventive efforts of the parents in preventing juvenile delinquency by 84.2% (32 people) in a good category, 13.2% (5 people) in a sufficient category and 2.6% (1 person) in a bad category. Preventive efforts in bad category were in a small percentage, but it would have a negative impact if not being handled. Based on the results of the research, it is expected that school provides socialization to the parents about the prevention of juvenile delinquency and make a good cooperation in preventing juvenile delinquency. Keywords: Preventive efforts, Parents, Juvenile Delinquency Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan upaya preventif orang tua dalam mencegah kenakalan remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 251 responden dan diambil sampel sebanyak 38 responden dengan menggunakan teknik quota sampling. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret- April 2015. Hasil penelitian diketahui bahwa upaya preventif orang tua dalam mencegah kenakalan remaja sebanyak 84,2% (32 orang) memiliki kategori baik, 13,2% (5 orang) memiliki kategori cukup dan 2,6% (1 orang) memiliki kategori kurang. Upaya preventif dalam kategori kurang memang persentasenya kecil, namun hal ini akan berdampak negatif apabila tidak ditindaklanjuti. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan pihak sekolah memberikan sosialisasi kepada orang tua siswa tentang pencegahan kenakalan remaja dan terjadi kerjasama yang baik dalam mencegah kenakalan remaja. Kata Kunci: Upaya Preventif, Orang Tua, Kenakalan Remaja Masalah kenakalan remaja dewasa ini semakin dirasakan meresahkan masyarakat, baik di negara- negara maju maupun negara-negara yang sedang berkembang. Dalam kaitan ini, masyarakat Indonesia telah mulai pula merasakan keresahan tersebut, terutama mereka yang berdomisili di kota besar. Akhir-akhir ini masalah tersebut cenderung menjadi masalah nasional yang dirasa sulit untuk dihindari, ditanggulangi, dan diperbaiki kembali (Sudarsono, 2004). Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang diawali dengan pubertas. Masa remaja disebut juga masa strum and drang, yaitu masa pancaroba atau transisi. Pada masa ini, sering kali timbul konflik batin, frustasi, dan penderitaan. Remaja juga sering kali mengalami krisis penyesuaian, mimpi, dan angan-angan tentang cinta, atau perasaan tersisih- kan dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Irianti, 2010). Kenakalan remaja yang terjadi di berbagai kota di Indonesia memang sangat memprihatinkan. Laporan Pemerintah Kota Blitar (dalam http:// bappeda.blitarkota.go.id, diakses tanggal 30 Oktober ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, No. 2, Agustus 2016 DOI: 10.26699/jnk.v3i2.ART.p123-126 IT Typewritten text © 2016 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 124 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 2, Agustus 2016, hlm. 123–126 2014) mengatakan bahwa kasus kenakalan remaja di Kota Blitar dalam 10 bulan di tahun 2013 menga- lami peningkatan 16 kasus jika dibandingkan dengan tahun 2012 kemarin. Kenaikan jumlah kasus remaja mengundang keprihatinan dan perlu untuk segera disikapi. Di sisi lain, Pemerintah Kota Blitar akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat menjaga keharmonisan keluarga masing-masing. Mengingat, mayoritas kasus kenakalan remaja ber- akar dari kondisi keluarga mereka masing-masing yang tidak harmonis dengan berbagai faktor yang melatarbelakangi. Kenakalan remaja bisa saja dilakukan oleh re- maja yang masih berstatus sebagai pelajar maupun yang tidak berstatus sebagai pelajar dengan berbagai motif yang melatarbelakangi. Hasil wawancara dari seorang guru BK SMP di Kota Blitar terkait kena- kalan remaja bulan Januari–Desember 2014 siswa kelas VIII tercatat paling banyak melakukan berba- gai masalah. Berbagai masalah anak SMP yaitu 20% siswa sering membolos; 10% siswa sering mening- galkan pelajaran; 14% siswa pernah berkelahi baik dengan teman sekelas, antar kelas, dan antar seko- lah; 6% siswa terlibat kasus peredaran narkoba; 10% siswa pernah tergabung dalam geng “punk” anak jalanan hingga terkena razia Satuan Polisi Pamong Praja; 4% siswa terlibat pergaulan bebas hingga dikeluarkan dari sekolah; 16% siswa keta- huan merokok di area sekolah; dan 20% siswa memiliki handphone berisi video porno sehingga disita oleh guru. Pihak sekolah telah membentuk ruang BK yang sa la h sa tunya untuk pembina a n a na k-a na k bermasalah. Pemerintah Kota Blitar melalui Dinas Kesehatan dan BAPPEMAS KB telah membentuk poli PKPR di Puskesmas Sananwetan untuk pem- binaan remaja bermasalah. Pemerintah Kota Blitar juga menghimbau orang tua melalui media masa untuk lebih aktif dalam berupaya mencegah kena- kalan remaja. Upaya terpenting orang tua adalah upaya pre- ventif untuk mencegah para remaja agar tidak mela- kukan kenakalan, karena pada masa ini sangat rawan dengan berbagai masalah yang timbul. Tu- juan dari penelitian ini adalah menggambarkan upaya prevensi orang tua mencegah kenakalan remaja. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh orang tua siswa kelas VIII SMPN V Kota Blitar sebanyak 251 orang. Sampel penelitian ini sebanyak 38 orang yang dipilih dengan teknik sampling kuota. Kriteria inklusi sampel yaitu orang tua yang anaknya tidak pernah melanggar kenakalan anak sekolah. Variabel penelitian ini adalah upaya prevensi orang tua mencegah kenakalan remaja. Pengum- pulan data dilaksanakan pada tanggal 23 Maret–18 April 2015 menggunakan kuesioner tertutup yang kembangkan dari teori. Data dianalisis secara des- kriptif dengan kategori upaya baik jika skor 76– 100%, cukup jika skor 56-75%, dan kurang jika skor  55%. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Upaya prevensi orang tua mencegah kenakalan remaja di Kecamatan Sananwetan, Maret-April 2015 (n=38) Upaya f % Baik 32 84,2 Cukup 5 13,2 Kuran g 1 2,6 Total 38 100,0 Tabel 2. Upaya prevensi orang tua mencegah kenakalan remaja berdasarkan indikator di Kecamatan Sananwetan, Maret-April 2015 (n=38) Tabel 3. Tabulasi silang antara tingkat pendidikan dan upaya prevensi orang tua mencegah kenakalan remaja di Kecamatan Sananwetan, Maret-April 2015 (n=38) Indikator Upay a Preventif (f / %) Baik Cukup Kurang Pendidikan agama 19 (50,0) 16 (42,1) 3 (7,9) Kehidupan harmonis 26 (68,4) 6 (15,8) 6 (15,8) Kesamaan norma 31 (81,6) 6 (15,8) 1 (2,6) Kasih sayang 24 (63,2) 13 (34,2) 1 (2,6) Perhatian 26 (68,4) 11 (28,9) 1 (2,6) Pengawasan 29 (76,3) 6 (15,8) 3 (7,9) Tingkat Pendidikan Upay a Preventif (f / %) Baik Cukup Kurang SD 2 (5,3) 3 (7,9) 0 (0,0) SMP 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0) SMA 16 (42,1) 0 (0,0) 0 (0,0) PT 8 (21,1) 0 (0,0) 0 (0,0) 125Suwella, Mugianti, Setijaningsih dan Suprajitno, Upaya Prevensi Orang Tua ... PEMBAHASAN Pendidikan dan pengalaman orang tua mempe- ngaruhi persiapan pengasuhan. Kesiapan orang tua menjalankan peran pengasuhan antara lain terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati sega- la sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak- anak, dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak (http://repository.usu.ac.id, diakses tanggal 27 Juli 2015). Orang tua yang memi- liki anak lebih dari satu bisa saja lebih telaten dan mengerti tentang mendidik anak agar terhindar dari perilaku menyimpang. Willis (2005) membagi sebab-sebab kenakalan remaja menjadi empat faktor, yaitu faktor yang ada di dalam diri anak sendiri, faktor di rumah tangga, faktor di mayarakat, dan faktor yang berasal dari sekolah. Salah satu faktor di rumah tangga yaitu keadaan ekonomi orang tua (terutama di desa), menyebabkan tidak mencukupi kebutuhan anak- anaknya. Menurut Sumiati dkk (2009) ada kecen- derungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah privilege diperkirakan 50:1, disebabkan remaja dari kelas sosial rendah kurang kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan. Kenakalan remaja kota dan desa bukan hanya disebabkan tingkat sosial ekonomi rendah, namun jika orang tua mampu menanamkan nilai-nilai agama, memberikan perhatian dan pendidikan yang baik, dan mengembangkan ketrampilan dengan cara yang positif maka kenakalan remaja dapat dicegah. Seorang ibu bahkan memiliki kontribusi yang besar dalam melakukan upaya pencegahan kenakalan remaja, karena ibu memiliki waktu luang yang lebih banyak bersama anak sehingga dapat memberikan pengarahan, bimbingan dan contoh kepada anak dalam berperilaku. Kewajiban orang tua melihat dan mengawasi sikap dan perilaku remaja agar tidak terjerumus da- lam kenakalan remaja dan tindakan yang merugikan remaja, perlu dilakukan dengan bersahabat dan lemah lembut. Sikap orang tua yang penuh curiga, justru akan menciptakan jarak antara anak dan orang tua, serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan remaja (http://idai.or.id/public- articles, diakses tanggal 30 Oktober 2014). Hal ini dapat diasumsikan bahwa pengaruh te- man bergaul sangat berdampak bagi perkembangan remaja. Orang tua lebih baik berhati-hati dalam memberikan kebebasan anak dalam bergaul/memilih teman. Penting bagi orang tua untuk mengetahui dengan siapa anaknya bergaul, siapa saja yang menjadi teman dekatnya untuk mencegah agar anak tidak ikut berperilaku menyimpang akibat pengaruh dari teman. Remaja memiliki social cognition yaitu ke- mampuan untuk mengenal orang lain dan confor- mity yaitu kecenderungan untuk mengikuti opini, pendapat, nilai, dan hobi orang lain (teman sebaya) (Irianti, 2010). Respons orang tua saat anak menga- jak teman bergaul ke rumah adalah senang sebagai upaya prevensi lebih baik agar anak tumbuh menjadi pribadi yang baik. Hal yang perlu diawasi orang tua adalah teman bergaul, disiplin waktu, penggunaan uang, dan ke- taatan melakukan ibadah. Teman bergaul remaja berhubungan dengan berhasil tidaknya upaya orang tua mendidik anak. Jika teman bergaul anak baik maka upaya mendidik berhasil baik, sebaliknya jika teman bergaul adalah anak yang nakal maka upaya mendidik anak gagal karena pergaulan yang kurang sehat akan merusak upaya pendidikan (Willis, 2005: 132). Pola asuh dapat digunakan sebagai upaya pre- vensi mencegah kenakalan remaja. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis sebanyak 30 orang (78,9%) dengan cara memperhatikan kebu- tuhan anak. Pola asuh permisif atau tidak memaksa- kan peraturan dilakukan oleh 2 orang (5,3%) dan selebihnya pola asuh otoriter. Baumrind mengkate- gorikan pola asuh menjadi tiga jenis yaitu: pola asuh otoriter (authoritarian), pola asuh demokratis (authoritative) dan pola asuh permisif (permissive) (Fathi, 2011). Pola asuh juga berpengaruh terhadap keberhasilan keluarga dalam mentransfer dan menanamkan nilai-nilai agama, kebaikan, dan norma yang berlaku di masyarakat. Pola asuh anak meli- puti interaksi antara orang tua dan anak dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis. Berdasarkan pembahasan apabila diranking dari masing-masing indikator diperoleh hasil: 1) Upaya preventif baik dengan adanya kesamaan norma-norma yang dipegang antara ayah, ibu, dan keluarga lainnya di rumah tangga dalam mendidik anak-anak (indikator 3) sebanyak 81,6% (31 orang); 2) Upaya preventif baik dengan memberikan penga- wasan secara wajar terhadap pergaulan anak rema- ja di lingkungan masyarakat (indikator 6) sebanyak 76,3% (29 orang); 3) Upaya preventif baik dengan 126 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 2, Agustus 2016, hlm. 123–126 menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis (indikator 2) dan upaya preventif baik dengan mem- berikan perhatian yang memadai terhadap kebu- tuhan anak-anak (indikator 5) sebanyak 68,4% (26 orang); 4). Upaya preventif baik dengan memberi- kan kasih sayang secara wajar kepada anak-anak (indikator 4) sebanyak 63,2% (24 orang); dan 5) Upaya preventif baik dengan menciptakan kehi- dupan rumah tangga yang beragama (indikator 1), sebanyak 50% (19 orang). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Upaya prevensi orang tua mencegah kenakalan remaja secara keseluruhan dalam kategori baik 84,2% (32 orang), kategori cukup 13,2% (5 orang) dan kategori kurang 2,6% (1 orang). Saran Saran untuk guru BK (Bimbingan Konseling) memberikan sosialisasi tentang kasus kenakalan remaja dan cara pencegahan kenakalan remaja me- lalui upaya prevensi, karena usia remaja merupakan rawan terjadi perilaku menyimpang, bagi orang tua dan remaja agar menjaga hubungan dan komunikasi saling terbuka dengan orang tua, ada kerjasama an- tara pihak sekolah, orang tua, dan siswa untuk mencegah kenakalan remaja. DAFTAR RUJUKAN Astuti, E. S. 2004. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Gejala Kenakalan Anak/Remaja dan Penanggulangannya. Tesis. Semarang: Universi- tas Diponegoro. Bahiyatun. 2010. Psikologi Ibu & Anak: Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC. Bappeda. 10 Bulan Naik 16 Kasus Kenakalan Remaja, (online) (http://bappeda.blitarkota.go.id, diakses tanggal 30 Oktober 2014). Cristensen & Kenney. 2009. Proses Keperawatan: Aplikasi Model Konseptual. Jakarta: EGC. Effendy, N. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Fathi, B. 2011. Mendidik Anak dengan Al-Qur’an: Sejak Janin. Bandung: Istana Oasis. http://health.liputan6.com/read/687598/usia-remaja- anak-biasanya-rentanmenjadi-nakal, (online) diakses tanggal 05 Maret 2015. http://health.liputan6.com/read/2185660/kenapa-anak- bisa-jadi-begal, (online) diakses tanggal 05 Maret 2015. http://kamusbahasaindonesia.org/upaya/mirip#ixzz3 Ot62ZHNu, (online) diakses tanggal 28 Desember 2014. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24525/4/ Chapter%20II.pdf, (online) diakses tanggal 27 Desember 2014. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34210/3/ Chapter II.pdf, (online) diakses tanggal 27 Juli 2015. IDAI. 2013. Overview Adolescent Health Problems And Services, (online) (http://idai.or.id/public-articles/ seputar-kesehatan-anak/overview-adolescent- health-problems-and-services.html, diakses tanggal 30 Oktober 2014). Irianti, I. 2010. Buku Ajar Psikologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC. Jahja, Y. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mayangkararadio. 2013. Kenakalan remaja bukan hany a tanggung jawab pemerintah te tapi pengawasan orang tua lebih utama, (online) (http://mayangkararadio.com, diakses tanggal 31 Oktober 2014). Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Rifai, M.S.S. 1987. Psikologi Perkembangan Remaja Dari Segi Kehidupan Sosial. Jakarta: PT Bina Aksara. Soekanto, S. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soeroso, A. 2008. Sosiologi 1. Jakarta: Yudhistira. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Sudarsono. 2004. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta. Sumiati, dkk. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta: TIM. Wahyuning, dkk. 2003. Mengkomunikasikan Moral ke- pada Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Willis, S.S. 2005. Remaja & Masalahnya: Mengupas Berbagai Kenakalan Remaja Seperti Narkoba, Free Sex dan Pemecahannya. Jawa Barat: Alfabeta.