E:\Tita\D\Tita\Sep 16\Jurnal bl 164 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 2, Agustus 2016, hlm. 164–169 164 HUBUNGAN USIA PASIEN MUSLIM DENGAN HARAPAN MENDAPATKAN BIMBINGAN SPIRITUAL ISLAM (The Correlation of Moslem Patients’ Age and the Expectation of Getting Islamic Spiritual Guidance) Yeni Kartika Sari dan Husyam Arsyad Program Studi Pendidikan Ners, STIKes Patria Husada Blitar email: kartikasariyeni84@gmail.com Abstract: Nurses have the greatest opportunity to provide comprehensive health services including spiritual needs. In fact nurses give less attention on spiritual aspects of the patient. The purpose of this study was to explain the correlation of Muslim patients’ age and expectation of getting Islamic spiritual guidance. This study used cross sectional design with a population of patients treated in inpatient hospital of Ngudi Waluyo Wlingi. The Sample was 35 respondents selected by accidental sampling technique. The data were analyzed using the Wilcoxon signed rank test with a significance level of alpha <0.005. The results showed that there were no correlation between Muslim patients’ age and the expectation of getting Islamic spiritual guidance in the Inpatient Hospital Ngudi Waluyo Wlingi with Rho value of 0.4 and the number of respondents who expect spiritual guidance as much as 82%, so it is expected that Ngudi Waluyo Wlingi hospitals to develop Islamic spiritual guidance to Moslem patient Keywords: Age, spiritual guidance Abstrak: Perawat mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif termasuk kebutuhan spiritual. Kenyataannya perawat kurang memperhatikan aspek spiri- tual pasien. Tujuan penelirtian ini adalah untuk menjelaskan hubungan antara usia pasien muslim dengan harapan mendapatkan bimbingan spiritual islam. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sec- tional dengan populasi pasien yang dirawat di instakasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Sampel penelitian dipilih menggunakan teknik accidental sampling sampai diperoleh 35 responden. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan wilcoxon sign rank test dengan tingkat signifikansi alpha<0,005. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara usia pasien muslim dengan harapan mendapatkan bimbingan spiritual Islam di Instalasi Rawat Inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dengan nilai Rho 0,4 dan jumlah responden yang mengharapkan bimbingan spiritual sebanyak 82% , sehingga disarankan sebaiknya walaupun RSUD Ngudi Waluyo Wlingi merupakan rumah sakit pemerintah, namun perlu dikembangkan bimbingan rohani Islam. Kata Kunci: Usia, bimbingan spiritual Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mem- pertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan artinya adalah kebutuhan untuk mencari arti tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta untuk memberikan maaf (Watson, 2003). Perawat berperan untuk membantu memenuhi ke- butuhan spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut, walaupun perawat dan klien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama. Hal ini disebabkan karena perawat sebagai tenaga ke- sehatan yang professional mempunyai kesempatan ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, No. 2, Agustus 2016 DOI: 10.26699/jnk.v3i2.ART.p164-169 IT Typewritten text © 2016 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 165Sari dan Arsyad, Hubungan Usia Pasien ... paling besar untuk memberikan pelayanan kese- hatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosio- kultural dan spiritual yang berespon secara holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang diberikan perawat tidak bisa lepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari integrasi perawat dengan klien, (Hamid, 2008 ) Kenyataannya, perawat kurang memperhatikan tentang aspek spiritual. Hal ini didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Tanjung N & Salbiah (2011) di RSUD Deli Serdang Lubukpakam diperoleh bahwa belum sempurnanya perawat me- menuhi kebutuhan spiritual pasien. Untuk itu, disa- rankan agar perawat lebih memperhatikan kebu- tuhan spiritual pasien sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien. Ada berbagai macam cara pemberian bimbingan spiritual yang dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien, salah satunya yaitu terapi religius doa yang berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien. Seperti penelitian yang dilakukan Budianto (2009) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus diperoleh hasil bahwa gambaran sebelum dilakukan asuhan keperawatan spiritual berupa terapi religius doa pada pasien pre operasi: tidak ada kecemasan 0, kecemasan ringan 54,29%, kecemasan sedang 34, 29%, kecemasa n berat 11,42% dan panik 0%. Setelah dilakukan asuhan keperawatan spiritual berupa terapi religius doa tidak ada kecemasan 94,29 %, kecemasan sedang 0 %, dan panik 0%. Hasil yang sama juga diperoleh Luluk & Joko (2010) yang melakukan penelitian tentang pengaruh bimbingan do’a dan dzikir terhadap kece- masan pasien pre-operasi di RSUD Swadana Pare Kediri bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan kecemasan pasien pre-operasi antara pasien yang diberi bimbingan dzikir dan pasien yang tidak diberi bimbingan dzikir, dimana kecemasan pasien pre operasi pada pasien yang tidak diberi bimbingan dzikir lebih tinggi dibanding pasien yang diberi bimbingan dzikir. Bimbingan spiritual Islam juga efektif dalam penurunan kecemasan dan motivasi hidup pasien terminal. Terlihat dari penelitian dengan metode kua- litatif yang dilakukan oleh Ibrahim, dkk (2002) diper- oleh hasil bahwa pemberian bimbingan spiritual efektif untuk menur unka n kecema san segera setelah diberikan bimbingan kepada klien yang mengalami penyakit terminal tetapi setelah tidak dibimbing dua minggu kecemasan klien terminal berangsur-angsur meningkat lagi dan pemberian bimbingan spiritual efektif meningkatkan motivasi hidup bagi klien terminal, baik tentang kesungguhan mencari nafkah, keinginan untuk meningkatkan peningkatan kebutuhan-kebutuhan hidup maupun keajegan dalam bekerja. Menurut Arifin, 1982, bimbingan spiritual Islam dilakukan untuk meningkatkan iman dan taqwa. Dengan iman dan taqwanya manusia terlepas dari penyakit mental dalam segala bentuknya, sehingga semua persoalan yang dihadapi dipandang sebagai cobaan yang mengandung hikmah baginya. Hidup- nya selalu penuh dengan kesadaran dan harapan karena hubungan dengan Tuhannya, selalu mende- katkan diri pada-Nya dan timbul keyakinan bahwa pertolongan-Nya senantiasa siap untuk dianugerah- kan kepada siapa saja yang dekat kepada-Nya. Sa- lah satu materi di bidang syari’ah dalam bimbingan rohani adalah agar pasien beribadah (sholat), berdzikir dan berdoa memohon kesabaran serta kesembuhan. Sholat, berdzikir dan berdo’a dilakukan sebagai salah satu bentuk ikhtiar spiritual dalam penyembuhan, korelasinya dengan peningkatan kekebalan tubuh dapat dibuktikan sebagai berikut: sholat, berdzikir dan berdo’a merupakan ibadah sarat muatan psikologis yang mempengaruhi kognisi dengan memperbaiki persepsi; motivasi positif dan coping efektif. Pada teori gate control dikatakan bahwa stres dapat dikendalikan oleh biokimiawi juga motivasi-proses kognisi, sehingga dengan sikap optimis, orang akan terjaga dan tetap dalam kondisi homeostasis ( Yurisaldi, 2010). Dengan melakukan sholat, berdzikir dan berdo’a mendatangkan persepsi positif. Amigdala akan mengirimkan informasi kepada Locus Coeruleus (LC) yang mengaktifkan reaksi syaraf otonom, le- wat hipothalamus, mensekresikan neurotransmitter; endorpin dan enkefalin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit dan pengendali sekresi corticotrophine hipotalamus releasing hormone (CRH) secara berlebihan. Akibatnya hypotalamic - pituitary - adrenocortical axis (HPA axis) dalam mensekresi adrenocorticotropic hormone (ACTH) juga stabil terkendali, begitu juga kortisol; adrenalin dan nor adrenalin serta katekolamin yang mem- punyai reseptor alfa (Ra) dan beta (Rb), sehingga sistem imun menjadi positif (Mohamad Sholeh, 2009). 166 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 2, Agustus 2016, hlm. 164–169 Menurut Rahmad, 2010, Kebutuhan Spiritual dimulai sejak bayi sampai dengan lansia. Pada bayi dan toddler kebutuhan spiritual dapat berupa rasa percaya kepada yang mengasuh, termasuk perawat yang merawat. Sedangkan pada lansia kebutuhan spiritual dapat berupa menerima sakit dan kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak. Dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien , perawat dapat melakukan tindakan antara lain dengan memfasilitasi pasien terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual; sentuhan terapeutik, bimbingan rohani (Kusnanto, 2004). Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo Wlingi adalah rumah sakit tipe B non pendidikan milik Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 250 tempat tidur. Pasien rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi mayoritas adalah muslim terbukti dari 146 pasien dewasa yang sedang dirawat pada tanggal 28 September 2014 sebanyak 138 (94,5%) muslim. Dari studi pendahuluan didapatkan bahwa dari 7 pasien muslim, 2 pasien sangat mengharapkan bimbingan spiritual Islam, 4 pasien cukup mengharapkan bim- bingan spiritual Islam dan 1 orang kurang meng- harapkan bimbingan spiritual Islam Korelasi antara usia pasien muslim dengan harapan untuk mendapatkan bimbingan spiritual Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi belum dapat dijelaskan sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan usia pasien muslim dengan harapan untuk mendapatkan bimbingan spiritual Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Sedangkan tujuan umum pada penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan usia pasien mus- lim dengan harapan untuk mendapatkan bimbingan spiritual Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Adapun tujuan khususnya adalah 1) Mengidentifikasi usia pasien muslim di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, 2) Meng- identifikasi harapan pasien muslim untuk mendapat- kan bimbingan spiritual Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, 3) Menganalisis hubungan usia pasien muslim dengan harapan untuk mendapatkan bimbingan spiritual Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah se- bagai tambahan dalam bidang ilmu keperawatan dasar manusia sehubungan dengan pentingnya kebu- tuhan spiritual pasien untuk menunjang kesembuhannya. Sedangan manfaat praktisnya adalah sebagai bahan acuan pemberian asuhan keperawatan kepada pa- sien khususnya dalam pemberian bimbingan spiritual pada pasien. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Dengan cara mengidentifikasi me- lalui questioner pada pasien muslim tentang usianya dan harapan untuk mendapatkan bimbingan spiritual Islam, dilakukan pada waktu yang bersamaan pada setiap responden kemudian dianalisis untuk mencari hubungan keduanya. Subyek penelitian ini berjumlah 35 orang pasien dewasa yang dirawat di ruang rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi yang dipilih dengan menggunakan teknik convinience sampling (accidental sampling) yang beragama Islam. Variabel dependen pada penelitian ini adalah usia pasien muslim, sedangkan variabel bebasnya adalah harapan mendapatkan bimbingan spiritual Islam. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk menidentifikasi usia responden dan menkaji harapan untuk mendapatkan bimbingan spiritual Islam yang terdiri dari 10 pertanyataan yang berisi tentang: bimbingan aqidah Islam 4 pertanyaan, bimbingan syari’ah (ibadah) 6 pertanyaan. Pengum- pulan data dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2014. Analisa data menggunakan uji” Wilcoxon Sign Rank Test” dengan menggunakan program SPSS for windows, dengan level signifikan  = 0,05. HASIL PENELITIAN Data Umum Karakteristik responden di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Tabel 1. Karakteristik responden di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi No Karakte ristik Frekuensi % 1 2 3 4 Umur - < 21 tahun - 22 – 45 tahun - 46 – 55 tahun - > 55 tahun Jenis K elamin - Laki-laki - Perempuan Pendidikan - Tidak Seko lah - SD - SMP - SMA - Sarjana Pekerjaa n - Tidak bekerja - Swasta - PNS - PNS 1 1 4 7 1 3 1 7 1 8 1 4 9 1 6 5 1 2 5 9 2,9 40 20 37,1 49,9 50,1 2,9 11,4 25,7 45,7 14,3 2,9 71,4 25,7 167Sari dan Arsyad, Hubungan Usia Pasien ... Data Khusus Tingkat religiusitas responden di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi 46-55 tahun dan >55 tahun. Dari mayoritas respon- den yang berusia 22-45 tahun, 13 responden dianta- ranya mengharapkan adanya bimbingan spiritual. Hal ini disebabkan karena dukungan spiritual sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut me- merlukan proses penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum pasti, Disamping itu pada kondisi stress termasuk akibat sakit, maka individu akan mencari dukungan dari agamanya. Karena dengan sembahyang atau berdoa akan membantu meme- nuhi kebutuhan spiritual yang juga merupakan suatu perlindungan terhadap tubuh, (Burkhardt, dalam Hamid, 2008). Berdasarkan hasil penelitian, hanya doa orang responden yang tidak mengharapkan bimbingan spiritual yaitu responden yang berusia, 22 tahun dan >55 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mereka telah mendapatkan dukungan dari keluarga sehingga tidak terlalu mengharapkan bimbingan spiritual. Dukungan yang diberikan keluarga terlihat dari didampinginya responden selama sakit dan dira- wat. Hal ini sesuai dengan teori yang mengungkap- kan bahwa kelurga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi spiritualitas seseorang, (Burkhardt, dalam Hamid, 2008). Harapan Responden untuk Mendapatkan Bimbingan Spiritual di Instalasi Rawat Inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Bimbingan rohani Islam adalah pelayanan yang memberikan santunan rohani kepada pasien dan keluarganya dalam bentuk pemberian motivasi agar tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan, dengan memberikan tuntunan do’a (dzikir), cara bersuci, shalat, dan amalan ibadah lainya yang dilakukan dalam keadaan sakit, (Bukhori, 2005). Dari tabel 2 didapatkan responden mayoritas sangat mengharapkan mendapat bimbingan rohani Islam yaitu sebanyak 29 responden (82,8%), sedang- kan yang kurang mengharapkan bimbingan rohani sebanyak 1 responden (2,9%) dan lainnya yaitu se- banyak 5 responden (14,3%) mengharapkan menda- patkan bimbingan rohani pada tingkat sedang. Res- ponden yang kurang mengharapkan bimbingan rohani adalah seorang pria berumur 18 tahun, pendidikan SMP dengan nilai rata-rata 2,7 dari rentang nilai 1 sampai 5. Hal ini mungkin karena responden merasa masih muda sehingga kurang memerlukan bimbing- an rohani dan juga karena emosi yang belum stabil. Maka bimbingan rohani yang akan diberikan kepada Tabel 2. Tingkat religiusitas responden di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi No Ting kat Religiusitas Frekuensi % 1 2 3 Tinggi Sedang Rendah 32 2 1 91,5 5,7 2,8 Harapan responden untuk mendapatkan bim- bingan rohani Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Tabel 3. Harapan responden untuk mendapatkan bim- bingan rohani Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi No Harapan pasien mendapat bimbingan spiritual Islam Frekuensi % 1 2 3 Sangat Mengharapkan Mengharapkan Kurang mengharapkan 29 5 1 82,8 14,4 2,8 Hubungan tingkat religiusitas pasien muslim dengan harapan mendapatkan bimbingan Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Tabel 4. Analisa hubungan tingkat religiusitas pasien muslim dengan harapan mendapatkan bimbingan Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Harapan menda patkan bimbingan rohani Tot al Usia Sangat mengharap Mengharap Tidak mengharap f % f % f % f % <21 0 0 0 0 1 3 1 3 22-45 13 37 1 3 0 0 14 40 46-55 >55 6 10 17 28 1 3 3 9 0 0 0 0 7 13 20 37 Total 29 82 5 15 1 3 35 10 0 P value = 0,4 PEMBAHASAN Usia Responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa usia responden paling banyak berada pada rentang umur 22-45 tahun yaitu 14 responden (40%), hanya 1 res- ponden yang berumur <21 tahun dan sisanya berumur 168 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 2, Agustus 2016, hlm. 164–169 pasien yang masih muda perlu dipertimbangkan dengan matang dan dengan metode pendekatan yang tepat sebelumnya. Dari jawaban responden pada kuesioner harapan mendapatkan bimbingan rohani Islam didapatkan pada pertanyaan nomer 6 yaitu perawat membatasi pengujung ketika waktu sholat adalah nilai terendah, dengan nilai rata-rata 3,9 dari rentang nilai 1 sampai 5. Namun demikian ada 13 responden (37%) yang sangat setuju dan 12 responden (34%) yang setuju bila perawat membatasi pengunjung bila waktu sholat. Maka walaupun mendapatkan nilai rata-rata paling rendah namun perlu dilakukan pembatasan pengunjung bila waktu sholat karena lebih dari 71% responden setuju dengan pembatasan tersebut. Ada- pun nilai paling tinggi ada pada pertanyaan no 4 yaitu ada yang menjelaskan sekaligus memotifasi saya untuk meyakini bahwa hanya dengan pertolongan Allah saya bisa sembuh dengan nilai 4,48 dari ren- tang nilai 1 sampai 5, hal ini menunjukkan bimbingan rohani dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang aqidah Islam sangat diharapkan oleh pasien. Sebagaimana firman Allah dalam surat Surat Asyu’araa’ ayat 80 yang artinya “dan ketika aku sakit, Dia lah (Allah) yang menyembuhkan aku”. Dengan iman yang kuat diharapkan pasien dapat menerima cobaan sakit sehingga mengurangi stress. Hubungan Usia Responden dengan Harapan mendapatkan Bimbingan Spiritual di Instalasi Rawat Inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Pada tabel 4 dengan menggunakan Wilcoxon Sign Rank menunjukkan tingkat kemaknaan p (0,4) >  (0,05) yang berarti H1 ditolak artinya tidak ada hubungan umur pasien muslim dengan harapan mendapatkan bimbingan Islam di instalasi rawat inap RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Meskipun menurut Burkhardt, dalam Hamid, 2008 perkembangan dalam hal ini adalah umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi spiritualitas pasien, namun dalam penelitian ini didapatkan bahwa umur tidak berhubungan dengan harapan pasien untuk menda- patkan bimbingan spiritual. Hal ini mungkin disebab- kan karena responden yang mengharapkan bim- bingan spiritual islam mayoritas berada pada rentang 22-45 tahun. Yaitu sebanyak 37% (13 responden). Sedangkan pada usia >55 Tahun hanya 10 orang yang mengharapkan bimbingan spiritual. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin dewasa idealnya semakin matang tingkat spiritualitasnya. Keadaan ini dimungkinkan karena responden yang berusia antara 22-45 tahun jumlah- nya lebih banyak dari pada responden yang berusia lebih dari 45 tahun, sehingga tampak bahwa pada rentang usia tersebut lebih banyak mengharapkan bimbingan spiritual daripada yang berusia lebih dari 45 tahun. Disamping itu hampir semua responden menda- patkan dukungan dari keluarga. Hal ini tampak dari adanya keluarga yang mendampingi pasien selama penelitian berlangsung. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Allah berfirman dalam QS Al-A’la ayat 9 yang artinya “oleh sebab itu berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat”. Dengan peringatan berupa bimbingan rohani Islam kepada pasien mus- lim maka pasien diharapkan akan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Bila dihubungkan dengan komunikasi, salah satu faktor komunikasi adalah persepsi, persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Perbedaan persepsi a ka n menga kiba tka n ha mba ta n komunika si (Musliha, 2010). Komunikasi perawat dengan klien akan efektif bila ada persamaan persepsi, termasuk dalam bimbingan rohani Islam. Pasien yang dengan tingkat religiusitas tinggi disinyalir akan mempunyai pandangan yang sama tentang bimbingan rohani Islam. Bagi seorang muslim, sesungguhnya rasa sakit yang dirasakannya itu adalah sarana yang disedia- kan oleh Allah untuk mendulang pahala yang sebesar-besarnya (Ahmad Zacky, 2013). Dalam sebuah hadits Rosulullah bersabda: “Tidak menimpa seorang mukmin sakit parah, kelelahan, rasa sakit, sedih dan gelisah yang mengganggunya, kecuali karena itu kesalahannya dilebur” (HR. Muttafaq ‘Alaih). Meskipun tidak terdapat hubungan antara usia dengan pasien, banyaknya pasien yang mengharap- kan bimbingan spiritual dapat dipakai sebagai dasar untuk memprediksi harapan pasien untuk mendapat- kan bimbingan rohani. Maka walaupun RSUD Ngudi Waluyo Wlingi merupakan rumah sakit pemerintah perlu dikembangkan bimbingan rohani Islam dalam rangka pemenuhan kebutuhan spiritual pasien muslim serta kepuasan mereka. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian didapatkan: 1) sebagian besar pasien muslim berusia 22-45 tahun yaitu 169Sari dan Arsyad, Hubungan Usia Pasien ... sebanyak 40%, dimana dari jumlah tersebut 13 orang diantaranya mengharapkan bimbingan spiritual, 2) mayoritas pasien muslim sangat mengharapkan untuk mendapat bimbingan rohani Islam yaitu sebanyak 82,8%, 3) Tidak ada hubungan usia pasien muslim dengan harapan mendapatkan bimbingan Islam tingkat kemaknaan 0,4  0,05. Saran Bagi RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dapat dijadi- kan pendorong untuk meningkatkan bimbingan spiri- tual Islam kepada pasien dan memberikan pelatihan kepada perawat terkait dengan bimbingan spiritual kepada pasien. Bagi perawat agar lebih memperhatikan kebu- tuhan rohani pasien dalam bentuk pemberian bim- bingan spiritual. Bagi penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian yang sama dengan subyek yang lebih besar atau dapat meneliti pengaruh bimbingan rohani terhadap tingkat kecemasan atau kepuasan pasien. DAFTAR RUJUKAN Al-Qur’an dan Terjemahnya. 2005. Jakarta: J-ART Arifin, H.M. 1982. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama. Jakarta: Golden Tayaran Press. Budianto M. 2009. Pengaruh terapi religious do’a ke se mbuhan terhadap penurunan t ingk at kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RS Mardi Rahayu Kudus.Universitas Diponegoro, Skripsi. Bukhori, B. 2005. Upaya Optimalisasi Sistem Pelayanan Kerohanian bagi Pasien RawatInap, Semarang: Walisongo. Ibrahim Rahmat, Risanto, S., dan Ike Surem. 2002. Keefektifan Pemberian bimbingan spiritual Is- lam pada klien terminal terhadap kecemasan dan motivasi hidup di RSU PKU Muhadiyah Yogyakarta, Skripsi. Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC. Luluk Masluchah dan Djoko Sutrisno. 2010. Pengaruh bimbingan Do’a dan Dzikir terhadapkecemasan pasien pre operasi. Skripsi. Sholeh, M. 2009. Terapi Salat Tahajjud: Menyembuhkan berbagai Penyakit. Cetakan XXI. November 2009. Bandung: Mizan media Utama. Tanjung, N., dan Salbiah. 2011. Harapan pasien dalam kepuasan perilaku caring perawat di RSUD Deli Serdang Lubuh Pakau. Skripsi.