E:\Tita\D\Tita\Feb 17\Jurnal Bl 202 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 202–206 202 HUBUNGAN BERAT BADAN DAN KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) SETELAH DIBERIKAN DIET TINGGI LEMAK (The Correlation of Weight and Blood Cholesterol Levels of White Rat (Rattus Norvegicus) with High-Fat Diet) Thatit Nurmawati Program Studi Pendidikan Ners, STIKes Patria Husada Blitar email: Dhyas_tha@yahoo.com Abstract: Cholesterol is an essential substance for the body. The role of cholesterol as material hor- mones, cell membranare needed by the body. This conditionchanges into a distrubtion if the cholesterol levels in the blood increase. Weight becomes one of this trigger. The consumption of high-fat foods increase weight which resulting in the increase of cholesterol cases. The purpose of this study was to determine the level of correlations between weight and cholesterol levels after being given a high-fat diet.The study used rats (Rattus norvegicus) sex male, 16 rats with age between 1-2 months. Rats weight range between 100-150 gr and in healthy conditions. The giving of high-fat diet were in the form of chicken feed, duck eggs, goat oil, lard and flour for 8 weeks. The data measurement done by scales and measuringcholesterol levels through the end of the tail by means of easy touch. The data analysis were done to understand level of correlation between variables. The presentation of the data used tables. The results showed body weight of rats did not change after administration of a high-fat diet. The cholesterols levels of the subjects were high. Theadministration of high-fat diet from egg yolk dan goat oilcould increase the level of cholesterol. There was a correlation between weight and cholesterol levels after being given a high-fat diet (p <0.5). It was needed to repeatthe measurements to determine changes in cholesterol levels and other factors that affect thigh blood to cholesterol levels. Keywords: weight, cholesterol, high-fat diet, rats Abstrak: Kolesterol merupakan zat essensial bagi tubuh. Peran kolesterol sebagai bahan pembuat hormon, membran sel sangat dibutuhkan tubuh. Namun kondisi berubah menjadi gangguan bila kadar kolesterol dalam darah meningkat. Berat badan menjadi salat satu pemicunya. Konsumsi makanan tinggi lemak mencetuskan berat badan yang meningkat sehingga berakibat pada peningkatan kasus kolesterol. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat hubungan anatara berta badan dengan kadar kolesterol setelah diberikan diet tinggi lemak. Penelitian menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) berjenis kelamin jantan, sebanayak 16 ekor dengan usia antar 1-2 bulan. Kisaran berat tikus antara 100-150 gr dengn kondisi tikus yang sehat. Pemberian diet tinggi lemak berupa pakan ayam, telur bebek, minyak kambing, minyak babi dan terigu selama 8 minggu.Pengumpulan data dengan pengukuran berat badan dengan timbangan dan kadar kolesterol melalui ujung ekor dengan alat easy touch. Analisi data dengan korelasi untuk mngetahui tingkat hubungan antar variabel. Penyajian data menggunakan tabel. Hasil penelitian menunjukkan berat badan tikus tidak berubah setelah pemberian diet tinggi lemak. Kadar kolesterol pada masing-masing subyek perlakuan tinggi. Pemberian diet tinggi lemak mampu meningkatkan kadar kolesterol dari kuning telu dan minyak kambing. Terdapat hubungan antara berat badan dengan kadar kolesterol tiikus setelah diberikan diet tinggi lemak (p<0,5). Perlu dilakuan pengukuran berulang untuk mengetahui terjadinya perubahan kadar kolesterol dan faktor lain yang mentukan tingginya kadar kolesterol darah. Kata Kunci: berat badan, kolesterol, diet tinggi lemak, tikus ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, No. 3, Desember 2016 DOI: 10.26699/jnk.v3i3.ART.p202-206 IT Typewritten text © 2016 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 203Nurmawati, Hubungan Berat Badan dan ... Kolesterol merupakan suatu zat lemak yang beredar dalam darah, diproduksi di hati dari lemak makanan. Kolesterol berperan sebagai zat esseensial untuk membran sel, bahan pembentuk garam empedu, sebagai produk pembuat hormon steroid. Kolesterol juga sebagai komponen gizi untuk sumber energi paling tinggi (Nurwahyuni, 2006). Kolesterol dalam tubuh harus berada dalam keadaan seimbangs antara sintesa dengan metabolismenya. Peningkatan kolesterol dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor makanan. Namun kolesterol berlebihan (hiperko- lesterolemia) menimbulkan berbagai gangguan. Prevalensi tertinggi kasus kolesterol berada di wilayah Eropa, diikuti Amerika untuk semua jenis kelamin (WHO, 2008). Kasus kolesterol di Indonesia sebesar 13,4% untuk wanita dan 11,4% untuk pria. Namun meningkat menjadi 16,2% untuk wanita dan 14% untuk pria (Linawati, 2011). Kadar kolesterol darah dipengaruhi konsumsi dan latihan fisik. Kadar kolesterol dipengaruhi asupan lemak, karbohidrat dan protein (Davison, 2012). Perkembangan budaya manusia semakin pesat. Hal ini berdampak kepada gaya hidup dan pola hidup. Manusia cenderung memilih gaya hidup yang praktis, dan cepat. Dalam mengkonsumsi makanan, pemilihan makanan cepat saji sering menjadi pilihan dengan alasan menghemat waktu. Pemilihan makan yang salah seperti makan melebihi kebutuhan, makan tidak seimbang akan berdampak terhadap kesehatan, salah satunya berat badan. Berat badan menjadi tolak ukur utama untuk meng- gambarkan kondisi seseorang. Berat badan meng- gambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral. Berat badan berlebih (obesitas) dianggap sebagai faktor resiko terjadinya hiperkolesterolemia (Kumar, et al., 2007). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pe- ningkatan asupan protein dan lemak mengakibatkan peningkatan kadar kolesterol darah di negara Jepang (Adachi, et al., 2011). Namun ada protein bersifat hipokolesterolemik atau tidak berpengaruh terhadap kolesterol (Hosomi, et al., 2011). Karbohidrat sederhana memiliki pengaruh lebih tinggi terhadap kolesterol darah daripada karbohidrat komplek BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus, alkohol 70%, kapas, Alat yang dibutuh- kan timbangan, silet steril, easy Touch, gelas ukur, kandang tikus, wadah pakan dan minum. Tikus pada penelitian ini jenis wistar (Rattus norvegicus) sebanyak 16 ekor. Umur tikus 2-3 bulan dengan berat 100-250gr, berjenis kelamin jantan. Kondisi tikus sehat ditandai dengan gerak aktif, bulu tebal dan putih. Kriteria eksklusi pada tikus yang tidak mau makan dan tikus yang mengalami penu- runan fisik atau mati. Tehnik sampling dengan purposive sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti. Peneliti memilah tikus sebanyak 16 ekor secara random. Kandang dibersihkan setiap 2 hari sekali. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berat badan tikus, sedangkan variabel terikatnya kadar kolesterol. Hewan coba terlebih dahulu diaklimatisasi selama 7 hari untuk memberikan kesempatan bagi hewan coba beradaptasi dengan lingkungan baru. Tikus diberikan diit tinggi lemak berupa pakan ayam jenis 511, tepung terigu, telur bebek, minyak babi dan minyak kambing selama 60 hari (Wilde, 2009). Perbandingan jumlah makan yang berikan adalah pakan ayam: terigu: telur bebek: minyak babi: minyak kambing adalah 200gr:100gr1 butir: 20 ml: 20 ml. Minuman tikus hanya diberikan air putih tanpa penambahan bahan. Pengumpulan data untuk berat badan tikus diperoleh dengan menimbang berat badan menggu- nakan timbangan. Data kolesterol diperoleh dari mengambil sampel darah tikus melalui ujung ekor. Ujung ekor terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% untuk mengurangi kotoran yang masuk. Kemudian darah ditampung langsung ke alat easy touch/GCU. Analisis data menggunakan korelasipada pro- gram SPSS versi 16.0. Penyajian data berat badan dan kadar kolesterol dalam bentuk tabel. Untuk menyatakan hubungan berat badan dengan kadar kolesterol dengan uji korelasi bivarial (p<5%). HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) jantan berumur 2-3 bulan. Penggunaan hewan coba tikus didasarkan kesa- maan fisiologi, anatomi, nutrisi, patologi, metabolisme dengan manusia, selain itu tikus sering digunakan untuk mengetahui kadar kolesterol darah. Sebelum diberikan diet tinggi kolesterol tikus dilakukan aklimatisasi untuk adaptasi terhadap lingkungan baru selama 7 hari. Pada saat aklimati- sasi tikus hanya diberikan diit ad-libitum dan air 204 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 202–206 minum. Selama penelitian berat badan tikus mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan tikus dalam kondisi sehat. Karakteristik Berat Badan Tikussetelah diberikan diit tinggi lemak deviasi 33,45. Berat tikus pada usia 1-2 bulan dalam rentan 100-150 gr. Maka terlihat diit tinggi lemak tidak berpengaruh terhadap berat badan. Sedangkan kadar kolesterol rata-rata 164 dengan standart deviasi 30,1. Rata-rata kadar kolesterol cukup tinggi. Bahkan ditemukan juga tikus dengan kadar kolesterol melebihi 200 mg/dl. Nilai terendah dari pengukuran sebesar 117mg/dl. Sedangkan nilai tertinggi mencapai 218 mg/dl. Namun ada beberapa hewan coba memiliki berat badan dan kadar koles- terol yang linear, nilai berat badan sama dengan nilai kadar kolesterol. Maka berdarkan tabel diatas berat badan tidak selalu berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol. Namun hasil uji statistik pada penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara berat badan dengan kadar kolesterol tikus setelah diberikan diet tinggi lemak yang singnificant (p<0,5). Pada saat perlakuan tikus diberikan diet tinggi lemak selama 60. Pada saat dilakukan tes kadar kolesterol terlihat nilai kolesterol tikus cukup tinggi. Tikus memiliki kadar kolesterol total normal dengan nilai 10-54mg/dl (Harini, 2009). Hasil perlakuan menunjukkan semua kadar kolesterol berada di atas 10-54 mg/dl. Hubungan berat badan dengan kadar kolesterol tikus putih (Rattus Norvegicus) setelah diberikan diet tinggi lemak Hasil analisis dengan menggunakan Pearson menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan nilai p=0,03. PEMBAHASAN Pemilihan tikus sebagai subyek penelitian dila- kukan secara random dengan tingkat homogenitas yang tinggi. Keadaan ini sesuai dengan syarat pene- litian untuk upaya memiliki kesempatan yang sama menjadi hewan coba. Sebelum diberikan diit tinggi lemak, tikus diberi- kan diit normal. Pengukuran berat badan dilakukan sebelum perlakuan dan setiap seminggu sekali. Salah satu pengaruh dari pemberian diet tinggi lemak adalah peningkatan berat badan. Hasil pengukuran berat badan tikus setelah diberikan diit tinggi lemak menunjukkan bahwa sebanyak 60% berat tikus tidak mengalami perubahan. Berat tikus dalam kisaran 100- 150 gr. Menurut Baraas (2003) mengatakan bahwa diet tinggi lemak akan menyebabkan peningkatan jumlah lemak yang terdeposit dalam jaringan adiposa. Setiap lemak yang tersimpan tidak langsung digunakan sebagai sumber energi tetapi disimpan dalam bentuk trigliserida. Pada saat akan dibutuhkan Tabel 1. Karakteristik berat badan tikus setelah diberikan diit tinggi lemak Berat Badan (g r) f % 100-150 10 60 151-200 3 20 201-250 3 20 Total 16 100 Berdasarkan tabel diatas sebagian besar berat badan tikus tidak bertambah sebanyak 60% meski- pun sudah diberikan diit tinggi lemak. Berdasarkan perhitungan rata-rata berat badan tikus sebelum diberikan diit tinggi lemak sebesar 157,6 gr. Sedang- kan pertambahan berat paling tinggi pada kisaran 201-250 gr sebanyak 20%. Karakteristik Kolesteroltikus putih (Rattus norvegicus) setelah diberikan diet tinggi lemak Tabel 2. Berat badan dan kadar kolesterol tikus putih (Rattus norvegicus) setelah diberikan diet tinggi lemak Berat Badan (gr) Kolesterol (mg/dl) 150 159 160 139 150 169 200 144 140 176 120 161 120 127 125 199 162 162 150 150 218 218 150 150 117 117 145 145 209 209 207 207 157± 33,458 164±30.082 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa berat rata-rata tikus adalah 157 gr dengan standart 205Nurmawati, Hubungan Berat Badan dan ... trigliserida baru akan dihidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas yang akan menjadi energi. Pemberian diet tinggi lemak pada penelitian ini dapat memicu penurunan nafsu makan pada tikus karema masih adanya ketersedian energi sehingga tidak terjadi peningkatan berat badan tikus. Aktifitas tikus yang tinggi juga diduga sebagai salah satu faktor tidak bertambahnya berat badan. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marwati dan Retty, 2011 yang menunjukkan bahwa pemberian diet tinggi lemak tidak meningkatkan pertambahan berat badan. Asupan makanan tinggi lemak tidak selalu me- ningkatkan berat badan dikarena lemak yang disim- pan tidak selalu langsung digunakan sebgai sumber energi. Cadangan energi yang banyak akan mengurangi nafsu makan. Kolesterol menjadi dampak sang sangat terlihat pada saat tubuh menerima asupan makanan diet tinggi lemak. Kebutuhan kolesterol sangat penting bagi tubuh.Kolesterol berada pada semua jaringan dan lipoprotein plasma, terdapat sebagai kolesterol bebas maupun gabungan. Berdasarkan tabel di atas (tabel 2) menunjuk- kan bahwa kadar kolesterol pada penelitian ini cukup tinggi, masih diatas nilai normal kadar kolesterol untuk tikus. Hasil penelitina ini juga sejalan dengan hasil penelitian Tubagus (2015) pada pemberian pakan anterogenik bagi tikus selama 2 minggu. Kadar kolesterol darah selalu berubah-ubah, banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya stress, perubahan pola makan (Masrufi, 2009). Peningkatan kadar kolesterol dapat disebabkan asupan makanan diet tinggi lemak oleh hewan coba. Kuning telur dan minyak kambing menjadi sumber kolesterol hewan dan lemak yang dapat mening- katkan kadar kolesterolkarena tinggi kolesterol dan asam lemak jenuh (Murray, et al., 200). Kuning telur memiliki kandungan lemak tertinggi (Sirait, 1986). Kadar kolesterol pada penelitian ini cukup tinggi dengan nilai tertinggi 218 mg/dl. Menurut Murray 2003 mengatakan bahwa setiap konsumsi lemak jenuh sebanyak 1% dari total energi sehari diduga dapat meningkatkan kadar kolesterol sampai 2,7mg/ dl. Pemberian diet tinggi lemak pada penelitian ini sampai 8 minggu sehingga tingginya kadar kolesterol karena asupan diiet lemak yang lama. Stres merupakan respon yang tidak spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang diterima. Stres bisa juga dialami oleh tikus terutama stres dari ling- kungan seperti kapasitas kandang dan kompetisi antar tikus. Pada penelitian ini kompetisi antar tikus terjadi pada saat aklimatisasi sedangkan saat perlakuan tikus sudah menempati kandang masing- masing. Stress mampu mengaktifkan sekresi hormon adrecocorticotropik (ACTH) dan sekresi kortisol. Kortisol mampu menstimulasi glukoneogenesis dan metabolisme lipid dan protein. Adanya stress akan meningkatkan pelepasan asam lemak menuju darah kemudian asam lemak di esterifikasi menjadi triasil- gliserol (TG). Tg diangkut kilomikron dan VLDL (very low density lipoprotein). VLDL sendiri merupakan prekusor IDL (intermediet density lipoprotein). Sedangkan IDL menjadi prekusor LDL (low density lipoprotein). Gabungan antara HDL, LDL dan TG berupa kolesterol. Peningkatan sintesis ketiga produk asam lemak tersebut menun- jukkan peningkatan produk kolesterol dalam darah (Soeharto, 2004; Tjahjono, 2000). Kadar kolesterol yang tinggi dipengaruhi oleh pola asupan tinggi lemak terutama dari kuning telur, minyak kambing, minyak babi. Kondisi stres ling- kungan juga mampu menjadi pemicu tingginya kadar kolesterol dalam darah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang significant antara berat badan dan kadar kolesterol tikus setelah diberikan diet tinggi lemak(p<0,5). Saran Perlu dilakukan pengulangan pengukuran berat badan dan kadar kolesterol secara teratur untuk mengetahui dinamika perubahannya. Pada penelitian ini tidak mengukur sisa asupan makanan sehingga jumlah makanan yang telah dikonsumsi tidak bisa terukur. DAFTAR RUJUKAN Adachi, H., Hirai, Y., Satoshi, S., Enomoto, M., Fukami, A., Kumaga, E., Esaki, E., & Imaizumi, T. 2011. Trends in dietary intakes and serum cholesterol levels over 50 Years in Tanushimaru in Japanese Men. J Food Nutr Sci, 2, 476–481. Faisal Baraas. 2003. Mencegah Serangan Penyakit Jantung dengan menekan kolesterol. Jakarta: Kardia Iqratama. 206 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 202–206 Davison, K.M., & Kaplan, B.J. 2012. Food intake and blood cholesterol levels of community-based adult with mood disorders. BMC psychiatry, 12, 10. Ecol , J. 2008. A Study of Correlation between Lipid Profile and Body Mass Index (BMI) in Patients with Diabetes Mellitus. http://www.krepublishers. com/02-Journals/ Harini, M., D.A., Okid. 2009. Blood Cholesterol Level of Hypercholesterolemia Rat (Rattus norvegicus) After VCO Treatment. Journal Bioscience Vol 1 No 2 : 53-58. Hosomi, R., Fukunaga, K., Arai, H., Kanda, S., Nishiyama, T., & Yoshida, M. 2011. Effect of simultaneous intake of fish protein and fish oil on cholesterol metabolism in rats fed high-cholesterol diets. Open Nutraceuticals J, 4, 12–19. Kumar, V., Cottran, Ramzi, S., Robins, Stanley, L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, diterjemahkan oleh Brahm U. Jakarta: Pendit, EGC. Linawati, Sienny. 2011. Perbandingan Marker Inflamasi Antara Sindroma Koroner Akut dan Non Sindroma Koroner Akut. etd.ugm.ac.id/- index. php?mod=download&sub.act. Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan, Bogor. Soeharto, I. 2004. Penyakit Jantung Koroner dan serangan Jantung, Edisi kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Tjah jono, K. 2000. Li pi d di ge st i absorbsi dan metabolisme, FK UNDIP. World Health Organisation (WHO). 2008. Global Health Observatory. http:// www.who.int/gho/ncd/risk_ factors/cholesterol_text/en/