E:\Tita\D\Tita\Feb 17\Jurnal Bl 236 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 236–241 236 GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUARGATETAP MELAKUKAN BAB DI SUNGAI DI KOTA BLITAR (TheFactors Affecting Family Still Doing Defecationin the River in Blitar) Heni Novikasari DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang email: heninovikasari90@gmail.com Abstract: Factors affecting the family still doing defecation in rivers such as the factors of knowledge, customs, infrastructure, and social support. Methods: The research design was descriptive. The popula- tion in this study was the family who still do defecate in the river in the city of Blitar as many as 511 families. Total sample was 102 families taken with quota sampling technique. The research instrument was in the form of a questionnaire. Result: showed 51% (52 families) had a good level of knowledge. 67.6% (68 families) had a habit less. 94.1% (96 families) with less infrastructure. 87.3% (89 families) said that social support from health workers and government in good category. It was caused by the bad habits of the family. Suggestions for health employees to continue to provide counseling that aimed to change the behavior of families and for community leaders provided infrastructure facilities around the family environment which still doing defecation in the river. Keywords: behavior, family, defecation in the river Abstrak: Faktor yang mempengaruhi keluarga tetap melakukan BAB di sungai antara lain faktor penge- tahuan, kebiasaan, sarana prasarana, dan dukungan sosial. Metode penelitian menggunakan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang masih tetap melakukan BAB di sungai di Kota Blitar sebanyak 511 keluarga. Jumlah sampel penelitian sebesar 102 keluarga diambil dengan teknik quota sam- pling. Instrumen penelitian berupa kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan 51% (52 keluarga) tingkat pengetahuan baik. 67,6% (68 keluarga) memiliki kebiasaan kurang. 94,1% (96 keluarga) dengan sarana prasarana kurang. 87,3% (89 keluarga) mengatakan bahwa dukungan sosial dari petugas kesehatan maupun pemerintah dalam kategori baik. Hal ini diakibatkan oleh adanya kebiasaan yang kurang dari keluarga. Saran untuk tenaga kesehatan untuk tetap memberikan penyuluhan yang bertujuan untuk merubah perilaku keluarga dan untuk tokoh masyarakat mengupayakan penyediaan sarana prasarana disekitar lingkungan keluarga yang tetap melakukan BAB di sungai. Kata Kunci: perilaku, keluarga, BAB di sungai Masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat tim- bul diberbagai daerah, baik di perkotaan maupun di perdesaan, karena produk limbah cair yang tidak ditangan secara semestinya. Di berbagai daerah atau tempat terjadi pencemaran badan air, sungai atau telaga yang menimbulkan kematian ikan di dalamnya, atau yang menyebabkan air tidak dapat dikonsumsi secara layak oleh manusia. Hal ini dipengaruhi oleh perilaku masyarakat disekitar. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi ke- sehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974). Notoatmodjo (2012:137) mengungkapkan, perilaku mempunyai domain yaitu faktor internal dan ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, No. 3, Desember 2016 DOI: 10.26699/jnk.v3i3.ART.p236-241 IT Typewritten text © 2016 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 237Novikasari, Gambaran Faktor ... atau faktor eksternal. Faktor internal yang meliputi karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan. Sedangkan faktor eksternal yak- ni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lain-lain. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan. Perilaku dikata- kan wajar apabila ada penyesuaian diri yang harus diselaraskan peran manusia sebagai makhuk indi- vidu, sosial dan berketuhanan. Perilaku membuang tinja sembarangan sering dilakukan oleh masyarakat di desa maupun di kota yang tinggal di daerah yang kumuh. Menurut hasil riskesdas (2010) tentang masalah BABS di Indonesia tahun 2010, sebanyak 42 juta penduduk Indonesia masih melakukan BABS. Jumlah ini sudah turun dibandingkan tahun 2007 sebesar 71 juta.Berdasarkan tempat tinggal, di perkotaan cara buang air besar dengan kategori improved (sesuai atau baik) lebih tinggi (65,8%) daripada di perdesaan (35,3%). Sebaliknya open defecation (tidak sesuai) jauh lebih tinggi di perde- saan (27,6%) daripada di perkotaan (7,5%). Pembuangan tinja manusia yang tidak ditangani sebagaimana mestinya menimbulkan pencemaran permukaan tanah serta air tanah yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan penyakit saluran pencernaan. Menurut Soeparman dan Suparmin (2001) BAB sembarangan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan masyarakat yang ada di sekitarnya. Pencemaran lingkungan yang terjadi di daerah tersebut dan akan menyebab- kan timbulnya penyebaran berbagai penyakit pencernaan seperti typhus, kolera, disentri, diare pada anak-anak, penyakit cacing tambang, dan penyakit-penyakit infeksi serta infestasi parasit pada usus dapat diturunkan. Menurut Dainur (1995:35) Pembuangan kotoran manusia di perdesaan umum- nya dilakukan secara langsung di permukaan tanah maupun di sungai. Sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah kota maupun dinas kesehatan untuk mengubah perilaku masyarakat agar tidak melakukan BAB di sungai. Salah satunya program pemerintah Kota Blitar berupa sanimas yang bertujuan untuk mem- bantu masyarakat yang belum mempunyai sarana sanitasi yang layak dan sehat agar lebih baik. Selain itu program pemerintah PNPM yang bekerja sama dengan semua PKM (Puskesmas) menyelenggara- kan bantuan berupa pembangunan jamban bagi masyarakat yang belum memiliki jamban dengan biaya dari PNPM dan masyarakat itu sendiri. Pro- gram dari PKM sekota Blitar adalah melakukan pemicuan kepada masyarakat yang masih mela- kukan BAB di sungai. Pemicuan ini bertujuan untuk merubah perilaku masyarakat yang masih melaku- kan BAB di sungai. Tetapi dengan diadakannya pro- gram ini masyarakat masih banyak yang melakukan BAB di sungai (Dinkes Kota Blitar). Kebiasaan BAB di sungai masyarakat di kota tidak luput dari peran perilaku masyarakat itu sen- diri. Dari faktor perilaku tersebut dapat diketahui apa yang menyebabkan masyarakat tetap melaku- kan BAB di sungai dan sebagai pedoman kegiatan apa yang dapat dilakukan supaya masyarakat tidak lagi melakukan BAB di sungai agar masyarakat terhindar dari berbagai penyakit pencernaan yang terjadi. Perkembangan dan pertumbuhan di wilayah kota begitu pesat menjadikan munculnya bermacam permasalahan. Di Kota Blitar juga banyak masya- rakat yang melakukan buang air besar sembarangan (BABS). Dari data dari Dinas Kesehatan Kota Blitar pada tanggal 19 Januari 2015 keluarga yang memiliki jamban maupun yang tidak memiliki jamban yang tetap melakukan BAB di sungai didapatkan di Kecamatan Sukorejo terdapat 178 keluarga, Keca- matan Sananwetan 95 keluarga dan di Kecamatan Kepanjenkidul 238 keluarga yang memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan air besar. Dari data tersebut peneliti ingin mengetahui faktor yang menyebabkan keluarga tetap melakukan BAB di sungai. Tujuan umum penelitian adalah mengetahui faktor yang mempengaruhi keluargatetap melakukan BAB di sungai Kota Blitar. Tujuan khusus (1) Meng- identifikasi faktor pengetahuan keluarga yang tetap melakukan BAB di sungai tentang pengaruh melaku- kan BAB di sungai Kota Blitar. (2) Mengidentifikasi faktor kebiasaan yang mempengaruhi keluarga tetap melakukan BAB di sungai (3) Mengidentifikasi fak- tor sarana prasarana yang mempengaruhi keluarga tetap melakukan BAB di sungai (4) Mengidentifikasi faktor dukungan sosial yang mempengaruhi ke- luarga tetap melakukan BAB di sungai Kota Blitar. Manfaat bagi peneliti selanjutnya menambah wawasan dan pengetahuan serta wahana bagi pene- liti untuk mengaplikasikan teori yang sudah didapat sehingga bisa disosialisasikan kepada keluarga. BAHAN DAN METODE Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain “deskriptif”. Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi 238 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 236–241 keluarga tetap melakukan BAB di sungai di Kota Blitar. Sampel penelitian ini Sampel dalam penelitian ini mengambil 20% dari keseluruhan keluarga yang tetap melakukan BAB di sungai sebanyak 102 res- ponden, dengan menggunakan teknik quota sam- pling. Pengambilan data dengan cara melakukan kunjungan rumah (door to door) kepada keluarga yang telah ditentukan dan yang memenuhi kriteria yaitu keluarga yang mempunyai maupun tidak mempunyai jamban yang masih tetap melakukan BAB di sungai. Analisis menggunakan distribusi frekuensi. HASIL PENELITIAN Karakteristik keluarga yang tetap melakukan BAB di sungai, Kota Blitar, Agustus 2015 (n=102).. PEMBAHASAN Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian terhadap 102 keluarga mengenai pengetahuan keluarga tentang permasalahan keluarga yang masih tetap melakukan BAB di sungai didapatkan data sebesar 51% (52 keluarga) memiliki tingkat pengetahuan baik, 49% (50 keluarga) memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 0% (0 keluarga) memiliki tingkat pengetahuan kurang. Keluarga yang memiliki pengetahuan baik hampir seluruhnya mampu menjawab dengan benar pada pertanyaan mengenai permasalahan yang berkaitan dengan BAB di sungai. Sedangkan pada tingkat kategori pengetahuan cukup didapatkan sebagian besar keluarga 34,32% (36 keluarga) tidak mampu menjawab pertanyaan mengenai pencemar- an lingkungan, dan sebanyak 28,44% (29 keluarga) Tabel 1. Karakteristik Responden NO KARAKTERISTIK f % 1. Alamat Sananwetan 36 35 Sukorejo 36 35 Kepanjen kidul 30 30 2. Jenis Kelamin Laki – laki 57 56 Perempuan 45 44 3. Umur 18 – 40 tahun 53 52 41 – 65 tahun 38 37 >65 tahun 11 11 4. Pendidikan Tidak sekolah 3 3 SD 33 32 SMP 46 45 SMA 20 20 5 Pekerjaan IRT 16 16 Wiraswasta 36 35 Swasta 10 10 Buruh 40 39 Tabel 2. Kategori tingkat pengetahuan keluarga yang tetap melakukan BAB di sungai, Kota Blitar, Agustus 2015 (n=102) Kategori Pendidikan f % Baik 5 2 51 Cukup 5 0 49 Kurang 0 0 Jumlah 102 100 Tabel 3. Kategori tingkat kebiasaan keluarga yang tetap melakukan BAB di sungai, Kota Blitar, Agustus 2015 (n=102) Tingkat Kebiasaan f % Kurang 69 67,6 Cukup 23 22,5 Baik 10 9,9 Jumlah 102 100 Tabel 4. Kategori tingkat sarana prasarana yang tersedia disekitar lingkungan keluarga yang tetap melakukan BAB di sungai, Kota Blitar, Agustus 2015 (n=102) Kategori f % Baik 1 1,0 Cukup 5 4,9 Kurang 96 94,1 Jumlah 102 100 Tabel 5. Kategori tingkat dukungan sosial dari petugas ataupun pemerintah terhadap keluarga yang tetap melakukan BAB di sungai, Kota Blitar, Agustus 2015 (n=102) Kategori Dukungan Sosial f % Baik 89 87,3 Cukup 0 0 Kurang 13 12,7 Jumlah 102 100 239Novikasari, Gambaran Faktor ... tidak mampu menjawab pertanyaan mengenai tehnik pembuangan tinja yang benar. Peneliti berpendapat bahwa pengetahuan meru- pakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menjawab suatu pertanyaan yang diberikan menge- nai suatu hal. Menurut Notoatmodjo (2003) pengeta- huan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tau seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan seba- gian besar keluarga dengan pendidikan SMA memi- liki tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil tabulasi silang antara pendidikan dengan pengetahuan dan didapatkan datapendidikan SMA sebesar 13,7% (14 keluarga) memiliki tingkat pengetahuan baik dan 5,9% (6 keluarga) memiliki tingkat pengetahuan cukup. Pendidikan SMP 22,5% (23 keluarga) pengetahuan baik dan 22,5% (23 ke- luarga) pengetahuan cukup. Pendidikan SD 13,7% (14 keluarga) memiliki pengetahuan baik dan 18,6% (19 keluarga) berpengetahuan cukup. Sedangkan keluarga yang tidak bersekolah sebanyak 1% (1 keluarga) berpengetahuan baik dan 2% (2 keluarga) berpengetahuan cukup. Peneliti berpendapat bahwa pendidikan dan pe- ngetahuan mempunyai hubungan yang sangat erat. Pendidikan SD termasuk tingkat pendidikan yang cukup rendah, sehingga keluarga belum bisa me- ngembangkan atau meningkatkan pengetahuannya karena keluarga hanya memperoleh pembelajaran yang masih dasar. Tetapi tingkat pengetahuan tidak ada kaitannya dengan kebiasaan. Kebiasaan sese- orang tidak dipengaruhi oleh tingkatan pendidikan yang dimiliki oleh orang tersebut. Kebiasaan Berdasarkan hasil penelitian tentang kebiasaan keluarga didapatkan hasil 67,6% (69 keluarga) mempunyai kebiasaan yang kurang. Keluarga yang sudah memiliki jamban tetap melakukan BAB di sungai. Sebagian besar keluarga tetap melakukan BAB di sungai karena beberapa alasan diantaranya alasan karena dekat dengan rumah, ataupun karena nyaman. Keluarga beralasan mereka tetap melaku- kan BAB di sungai karena mereka sudah terbiasa walaupun mereka sudah memiliki jamban pribadi di rumah. Kebiasaan dilakukan secara berulang-ulang yang menjadi respon dari suatu perilaku. Jika kebiasaan adalah respon dari perilaku maka respon yang didapatkan dari perbuatan yang sama tidak akan sama karena perbuatan manusia dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman hidupnya. Me- nurut Asih (2010:38) kebiasaan adalah perbuatan sehari-hari yang dilakukan secara berulang-ulang dalam hal yang sama, sehingga menjadi adat ke- biasaan dan ditaati oleh masyarakat. Manusia dapat menyimpulkan hal baru bahwa kebiasaan bisa ber- bentuk pribadi karena dilakukan hanya oleh individu tersebut. Menurut Joko (2008:24) kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang- ulang dalam hal yang sama. Sedangkan menurut Sayid (2006:347) kebiasaan adalah pengulangan sesuatu secara terus-menerus atau dalam sebagian besar waktu dengan cara yang sama dan tanpa hu- bungan akal, atau dia adalah sesuatu yang tertanam di dalam jiwa dari hal-hal yang berulang kali terjadi dan diterima tabiat. Manusia bisa menyimpulkan bahwa manusia melakukan kebiasaan tanpa berpikir karena hal tersebut telah tertanam dalam jiwa manusia dan menjadi tabiat manusia. Peneliti berpendapat bahwa kebiasaan-kebiasa- an yang dilakukan setiap hari akan membentuk perilaku. Apabila keluarga mempunyai kebiasaan yang buruk maka secara tidak langsung perilaku mereka juga akan buruk. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara sarana prasarana dan kebiasaan disapatkan 64.7% (66 keluarga) memiliki sarana prasarana yang kurang dan mempunyai kebiasaan yang kurang pula. Dengan demikian dapat disimpukan bahwa sarana prasarana dan kebiasaan mempunyai hubungan yang sangat erat. Apabila sarana prasarana tidak tersedia dengan baik maka kebiasaan seseorang tidak akan berubah menjadi lebih baik pula. Sarana Prasarana Berdasarkan hasil penelitian tentang sarana pra- sarana yang tersedia dilingkungan sekitar rumah keluarga yang masih melakukan BAB di sungai didapatkan data sebesar 94,1% (96 keluarga) me- ngatakan sarana prasarana disekitar lingkungan rumah kurang. Keluarga tidak memiliki jamban pribadi di rumah dan disekitar lingkungan masya- rakat tidak ada toilet umum. Hal ini dikarenakan tidak adanya lahan yang akan dibangun jamban maupun toilet umum. Sebagian besar rumah warga berada ditempat yang dekat dengan sumber air, sehingga pembangunan jamban menjadi terhambat. Menurut Notoatmodjo (2010) sarana prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, tempat pembuangan 240 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 236–241 air, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja dan seba ga inya . Menur ut Gr een dala m Notoadmodjo (2003) faktor pendukung (enabling factor) yang mempengaruhi seseorang dalam me- laksanakan sesuatu adalah sarana dan prasarana. Menurut Depkes (2009) jamban adalah suatu ruang- an yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia, yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung), yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersih- kannya. Soeparman dan Suparmin (2001) menge- mukakan syarat jamban sehat antara lain jarak antara sumber air minum dengan resapan jamban lebih dari 10 meter, tidak berbau, tidak mencemari tanah disekitarnya, saluran pembuangan tidak bocor. Peneliti berpendapat bahwa sarana prasarana sangat berpengaruh dengan perilaku keluarga. Tidak adanya sarana prasarana yang mendukung seperti jamban pribadi ataupun toilet umum yang menye- babkan keluarga-keluarga tetap melakukan BAB di sungai. Pembangunan sarana prasarana tidak akan tercapi jika tidak ada lahan yang mendukung. Dukungan Sosial Berdasarkan hasil penelitian tingkat dukungan sosial baik didapatkan data sebesar 87,3% (89 ke- luarga) dan sebesar 12,7% (13 keluarga) berpen- dapat dukungan sosial dari petugas kesehatan maupun pemerintah. Menurut responden petugas kesehatan sudah memberikan penyuluhan kepada keluarga-keluarga yaang masih tetap melakukan BAB di sungai di Kota Blitar. Dinas kesehatan Kota Blitar secara bergantian melakukan program penyu- luhan atau pemicuan terhadap keluarga-keluarga di kota Blitar untuk tidak melakukan BAB di sungai lagi. Menurut House dan Khan (1985), Thoits (1982) dalam Friedman (1998) dukungan instru- mental, mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-orang memberi pinjaman kepada orang atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stress dan memberi bantuan untuk pembangunan bangunan bagi keluarga yang kurang mampu. Du- kungan informative, mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran, atau umpan balik. Peneliti berpendapat bahwa dukungan dari petugas kesehatan ataupun dari pemerintah sangat membantu bagi keluarga-keluarga yang masih mela- kukan BAB di sungai di Kota Blitar. Dukungan dari petugas kesehatan agar keluarga-keluarga dapat merubah perilakunya pada saat ini, kemudian dukungan dari pemerintah yang dapat membantu keluarga-keluarga supaya mempunyai tempat untuk melakukan buang air besar secara saniter. Hal ini akan sangat mengurangi jumlah keluarga yang masih melakukan BAB di sungai di Kota Blitar. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam as- pek sarana prasarana sebesar 94,1% (96 keluarga) dengan sarana prasarana kurang. Sarana prasarana kurang meliputi keluarga tidak memiliki jamban pri- badi di rumah dan tidak tersedianya toilet umum di sekitar lingkungan rumah. Aspek kebiasaan sebesar 67,6% (68 keluarga) memiliki kebiasaan kurang. Kebiasaan kurang karena keluarga sudah terbiasa untuk BAB di sungai dengan berbagai alasan, salah satunya karena dekat rumah dan melakukan BAB di sungai lebih nyaman. Dalam aspek tingkat penge- tahuan didapatkan hasil sebesar 51% (52 keluarga) memiliki tingkat pengetahuan baik. Dan petugas kesehatan telah melakukan penyuluhan kepada semua keluarga yang masih tetap melakukan BAB di sungai. Sebesar 87,3% (89 keluarga) mengatakan bahwa dukungan sosial dari petugas kesehatan mau- pun pemerintah dalam kategori baik. Saran Bagi pemerintah kota Blitar, diharapkan mela- kukan pendekatan pada keluarga yang tetap mela- kukan BAB di sungai. Salah satu upaya yaitu mem- beri bantuan jamban di setiap rumah yang belum memiliki atau membangun toilet umum di tempat yang strategis di lahan milik pemerintah (bukan milik warga). Dengan demikian akan merubah perilaku keluarga yang masih tetap melakukan BAB di sungai menjadi lebih baik. DAFTAR RUJUKAN Kementerian Kesehatan. 2009. Buku Saku Seri Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga: Menggunakan Jamban Sehat. Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010.Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 241Novikasari, Gambaran Faktor ... Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Soeparman dan Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja & Limbah Cair. Jakarta: EGC. Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC. Setiadi, 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Jakarta: Graha Ilmu.