E:\Tita\D\Tita\Feb 17\Jurnal Bl 272 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 272–277 272 UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA (MITIGASI) LETUSAN GUNUNG KELUD OLEH MASYARAKAT DI WILAYAH KAWASAN RAWAN BENCANA (KRB) III KABUPATEN BLITAR (Disaster Risk Reduction (Mitigation) Eruption of Kelud Mountain by the Society In The Area Of Disaster-Prone Areas (KRB) III Blitar Regency) Sri Winarni, Agus Khoirul Anam, Rizal An Akhiruna Poltekkes Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan email: winkhamaisya@gmail.com Abstract: Indonesia is a country that has great case of natural disasters. One of disasters that recently occurred are the volcanic eruptions. Based on the interview with volunteer of kelud anchor in Decem- ber 2015, there were communities that were less understand about disaster risk reduction efforts of the volcano. The purpose of the research was the efforts of disaster risk reduction (Mitigation) eruption of Kelud Mountain by the society in the area of Disaster-prone Areas (KRB) III Blitar Regency. This research used descriptive research design. The population of the research was all members of the community who live in area III KRB Kelud in Modangan. The sample was 60 people taken by quota sampling. The data collection was done by providing a closed-ended questionnaire multiple choice questions. Time data retrieval performed on 15-20 March 2016. The results showed that the public had the ability to either IE of 50% (30 people), enogh ability as 15% (10 people) and had less abilities i.e. as 35% (20 people). It was affected by the dissemination of prevention and disaster risk reduction. Recomendation for stakeholder of Modangan and Karangrejo village was to do socialitation in every or when there was sign of Kelud mountain activity. Keywords: effort, society, mitigasi. Abstrak: Indonesia adalah negara yang sering terjadi bencana alam. Dari berbagai bencana yang baru saja terjadi adalah letusan gunung berapi. Berdasarkan wawancara dengan relawan kelud anchor pada bulan Desember 2015, masih ada masyarakat yang kurang memahami tentang upaya pengurangan risiko bencana gunung berapi. Tujuan dari penelitian ini adalah upaya pengurangan risiko (Mitigasi) bencana letusan Gunung Kelud oleh masyarakat di wilayah Daerah Bencana rawan (KRB) III Blitar Kabupaten. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi penelitian ini adalah semua anggota masyarakat yang tinggal di daerah III KRB Gunung Kelud di Dusun Modangan dan sampel besar, sebanyak Karangrejo 60 orang dengan quota sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner pertanyaan pilihan ganda tertutup berakhir. Pengambilan data waktu dilakukan pada 15-20 Maret 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk baik IE dari 50% (30 masyarakat), kemampuan enogh 15% (10 masyarakat) dan memiliki kemampuan kurang yaitu sebsear 35% ( 20 masyarakat). Hal ini dipengaruhi oleh pernah mendapatkan dan mengikuti sosialisasi pengurangan risiko pencegahan dan bencana. Rekomendasi untuk Modangan pemangku kepentingan dan desa Karangrejo adalah melakukan socialitation di setiap atau ketika tanda-tanda aktivitas Gunung Kelud ‘. Kata Kunci: usaha, masyarakat, mitigasi Indonesia merupakan negara yang sering terjadi bencana alam. Bencana alam tersebut bermacam- macam seperti banjir,tanah longsor, kekeringan, letusan gunung api, tsunami, dan masih banyak lagi yang lainnya. Dari sekian macam-macam bencana tersebut yang baru saja terjadi adalah letusan gunung ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, No. 3, Desember 2016 DOI: 10.26699/jnk.v3i3.ART.p272-277 IT Typewritten text © 2016 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 273Winarni, Anam dan Akhiruna, Upaya Pengurangan Risiko ... api. Salah satu gunung api yang baru saja meletus pada bulan Februari tahun 2014 adalah gunung Kelud yang berada di Jawa Timur. Menurut BAKORNAS PB (2007:63) gunung api adalah bentuk timbunan (kerucut dan lainnya) di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah letusan, atau tempat munculnya batuan lelehan (magma)/rempah lepas/gas yang berasal dari bagian dalam bumi. Penyebab meletusnya adalah pancaran magma dari dalam bumi yang berasosiasi dengan arus konveksipanas, proses tektonik dari pergerakan dan pembentukan lempeng atau kulit bumi, akumulasi tekanan dan temperatur dari fluida magma menimbulkanpelepasan energi. Bila suatu gunung api meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di pun- cak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke lem- bah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar. Maka dari itu, pemerintah berusaha berupaya melakukan penanggulangan bencana letusan gu- nung api. Salah satu upaya penanggulangan tersebut adalah upaya mitigasi. Menurut BAKORNAS PB (2007:68) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pemba- ngunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Stra- tegi mitigasi apabila terjadi letusan gunung api adalah merencanakan lokasi memanfaatkan lahan untuk aktivitas penting harus jauh atau diluar dari kawasan rawan bencana, menghindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan atau lahar, memperkenalkan struktur bangunan tahan api, menerapkan Dusunin bangunan yang tahan terha- dap tambahan beban akibat abu gunung api, mem- buat barak pengungsian yang permanen, terutama di sekitar gunung api yang sering meletus, membuat fasilitas jalan dari tempat pemukiman ke tempat pengungsian untuk memudahkan evakuasi, menye- diakan alat transportasi bagi penduduk bila ada perintah pengungsian, kewaspadaan terhadap risiko letusan gunung api di daerahnya, identifikasi daerah bahaya, meningkatkan kemampuan pemadaman api, membuat tempat penampungan yang kuat dan tahan api untuk kondisi kedaruratan, masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya pada Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung api, masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api hendaknya paham cara menghindar dan tindakan yang harus dilakukan ke- tika terjadi letusan gunung api, memahami arti dari peringatan dini yang diberikan oleh aparat/pengamat gunung api, bersedia melakukan koordinasi dengan aparat/pengamat gunung api. Pada 13 Februari 2014 Gunung Kelud menga- lami erupsi. Daerah Blitar yang dalam sejarah letusan Gunung Kelud selalu terdampak sangat parah. Dae- rah tersebut meliputi kecamatan Nglegok, Gandusari, Garum dan Ponggok yang masuk dalam Kawasan Rawan Bencana III (KRB III). Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010 yang dilakukan oleh BPS, penduduk yang berada di 4 kecamatan di Kabupaten Blitar tersebut dihuni oleh lebih dari 115 ribu pendu- duk. Warga yang terdampak erupsi gunung Kelud mengungsi ditempat yang telah ditentukan sebelum- nya yang tersebar di 63 titik evakuasi yang telah disepakati. Jumlah pengungsi di 63 lokasi peng- ungsian pada saat erupsi Gunung Kelud tersebar di 4 kecamatan mencapai 32.846 jiwa. Selain itu, pemerintah Kabupaten Blitar juga mempersiapkan tempat evakuasi di 4 kecamatan yang diprediksi menjadi daerah terdampak erupsi diantaranya Keca- matan Nglegok 24 tempat evakuasi dengan daya tampung 29.100 jiwa, Kecamatan Gandusari 12 tempat evakuasi dengan daya tampung 10.028 jiwa, Kecamatan Garum 15 tempat evakuasi, daya tampung 6.700 jiwa, Kecamatan Ponggok 12 tempat evakuasi dengan daya tampung 7.700 jiwa. Selain upaya tersebut diatas, pemerintah juga sudah melakukan upaya mitigasi yang ada di Dusun Modangan dan Karangrejo. Upaya tersebut berupa pembentukan Jangkar kelud. Jangkar kelud meru- pakan perkumpulan masyarakat yang peduli akan bencana gunung kelud. Kegiatan yang dilakukan berupa edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui wawancara pada Bulan Desember 2015, 2 dari 5 anggota relawan jangkar kelud me- ngatakan bahwa masih banyak masyarakat yang tinggal dan bermukim di area KRB III dan jalur utama lahar gunung kelud. Selain itu, 3 dari 4 tokoh masyarakat dan 4 dari 6 masyarakat di 2 Dusun tersebut mengatakan kurang memahami tentang upaya pengurangan risiko bencana gunung api sehingga peran serta masyarakat perlu di teliti lebih lanjut. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentangUpaya Pengurangan Risiko Bencana (Mitigasi) Letusan Gunung Kelud 274 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 272–277 Oleh Masyarakat Di Wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Kabupaten Blitar. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi penelitian adalah semua anggota masyarakat yang tinggal di daerah KRB III Gunung Kelud di Dusun Modangan dan Karangrejo, besar sampel sebanyak 60 orang dengan teknik quota sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner closed-ended multiple choice questions. Waktu pengambilan data dilaku- kan pada 15-20 Maret 2016. Analisa data secara deskriptif dengan tampilan prosentase. HASIL PENELITIAN Secara umum,masyarakat Dusun Modangan dan Karangrejo seperti dalam tabel 1 di bawah. Upaya pengurangan risiko bencana (mitigasi) letusan gunung kelud oleh masyarakat di wilayah kawasan rawan bencana (KRB) III kabupaten blitar ditunjukkan dalam tabel 2. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian upaya Pengu- rangan Risiko Bencana (Mitigasi) Letusan Gunung Kelud oleh Masyarakat di Wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) KabupatenBlitar, 53,3% (16 tokoh masyarakat) dan masyarakat 46.7% (14 masyara- kat) melakukan upaya yang baik. Hal itu karena Tabel 1. Karakteristik masyarakatDusun Modangan dan Karangrejo Kab.Blitar, tanggal 15-20 Maret 2016 (n=60) No Karakteristik f % 1 Jenis Kelamin:  Laki-laki:  Tomas  Masyarakat  Perempuan:  Tomas  Masyarakat 30 18 0 12 100 60 0 40 2 U mur:  Dewasa awal :  Tomas  Masyarakat  Dewasa madya:  Tomas  Masyarakat  Lansia:  Tomas  Masyarakat 1 13 24 14 5 3 3,3 4,3 80 46,7 16,7 10 3 P endidikan Terakhir:  SD :  Tomas  Masyarakat  SMP:  Tomas  Masyarakat  SMA:  Tomas  Masyarakat  PT:  Tomas  Masyarakat 7 8 10 12 10 9 3 1 23 27 33 40 33 30 10 3 No Karakteristik f % 4 Pekerjaan:  Tidak bekerja:  Tomas  Masyarakat  Pensiunan:  Tomas  Masyarakat  Petani:  Tomas  Masyarakat  Wiraswasta:  Tomas  Masyarakat  PNS:  Tomas  Masyarakat  IRT:  Masyarakat  Lain- lain:  Masyarakat 1 3 3 1 1 6 7 8 1 2 2 1 5 1 3 10 10 3 53 23 27 40 7 3 17 4 5 Peran di lingkungan:  Tomas  Masyarakat 3 0 3 0 100 100 6 Peran di Keluarga:  Ayah  Ib u  Anak  Lain- lain 15 10 4 1 50 33 13 3 7 Sosialisasi:  Ya:  Tomas  Masyarakat  Tidak:  Tomas  Masyarakat 2 6 1 1 4 1 9 87 37 13 63 8 Mengalami letu san:  Ya 6 0 100 275Winarni, Anam dan Akhiruna, Upaya Pengurangan Risiko ... masyarakat telah melakukan upaya pengurangan risiko bencana diantaranya memanfaatkan lahan jauh dari kawan bencana, menghindari tempat aliran lava dan tokoh masyarakat telah melakukan sosiali- sasi kepada masyarakat tentang aktivitas gunung api. Berdasarkan hasil penelitian, 90% (27 tokoh masyarakat) dan 97% (29 masyarakat) sudah me- ma nfaa tkan lahan jauh da ri kawasan r awan bencana. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang sudah bekerja atau beraktivitas di lahan yang berjarak lebih dari 10 km. Menurut Bakornas PB (2007), salah satu upaya mitigasi yaitu merencanakan lokasi pemanfaatan lahan untuk akti- vitas penting harus jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana. Peneliti berpendapat masyarakat sudah berupaya memanfaatkan lahan jauh dari ka- wan bencana yaitu lebih dari 10 km terbukti dengan hasil wawancara bahwa masyarakat sudah tidak melakukan pengairan menggunakan air dari sungai aliran lahar melainkan dari sumur bor. Masyarakat membuat sumur bor karena mereka takut apabila memanfaatkan sungai lahar untuk mengairi sawah saat hujan tiba, mereka akan terbawa arus. Sehingga masyarakat sudah banyak yang tidak melakukan aktivitas di sekitar aliran lahar. Hal itu dibuktikan dengan 93% (28 tokoh masyarakat) dan 67% (20 masyarakat) tidak melakukan aktivitas di sekitar aliran lahar. Menurut peneliti, hal itu tentunya tidak lepas dari peran serta tokoh masyarakat. Hasil penelitian sebesar 93% (28 tokoh masyarakat) telah melaku- kan sosialisasi tentang peringatan dini yitu dengan menginformasikan kepada masyarakat tentang akiti- vitas gunung api. Berdasarkan hasil wawancara ke- pada tokoh masyarakat, mereka mengatakan selalu megimbau kepada masyarakat untuk selalu waspada dan hati-hati apabila terlihat tanda-tanda akan ada- nya gunung meletus. Hal itu didukung oleh Bakornas PB (2007) bahwa salah satu prinsip mitigasi itu sangat kompleks, saling ketergantungan dan melibatkan banyak pihak. Selain itu menurut peneliti, upaya masyarakat baik dikarenakan masyarakat pernah mengalami bencana letusan gunung api sehingga mereka sudah paham apa yang harus mereka lakukan apabila sewaktu-waktu terjadi bencana gunung meletus terbukti dengan hasil wawancara sebanyak 100% (60 masyarakat) pernah mengalami bencana gunung api. Peneliti juga berpendapat, bahwa pengalaman mempengaruhi sikap seseorang dalam bertindak. Hal itu didukung oleh Azwar (2012), bahwa penentu sikap individu yang pertama adalah pengalaman pribadi. Untuk menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan factor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Sedangkan tokoh masyarakat dan masyarakat memiliki upaya kurang dari 100% dikarenakan ma- syarakat kurang dapat mengidentifikasi daerah yang berisiko terkena bencana karena hanya ada 43% (13 tokoh) dan 47% (14 masyarakat) yang menjawab benar. Menurut peneliti apabila masyarakat dan tokoh masyarakat tidak dapat memahami serta meng- identifikasi daerah yang berisiko terkena bencana otomatis upaya masyarakat dan tokoh masyarakat akan kurang dari 100%. Hal itu didukung oleh Bakornas PB (2007:68) bahwa salah satu upaya mitigasi adalah mengidentifikasi daerah bahaya. Sehingga apabila masyarakat dan tokoh masyarakat sebagian besar tidak dapat mengidentifikasi dan memahami daerah yang berisiko bencana mereka tidak dapat melakukan tindakan upaya mitigasi secara optimal. Kemudian masyarakat juga kurang dapat mengidentifikasi peta kawasan rawan bencana (KRB) karena hanya ada 53% (16 tokoh) dan 27% (8 masyarakat) yang menjawab benar. Menurut pe- neliti Peta kawasan rawan bencana ( KRB ) meru- pakan hal penting dalam upaya mitigasi sehingga jika masyarakat kurang memahami keberadaan tempat tinggalnya pada peta kawasan rawan bencana otomatis upaya masyarakat tersebut kurang. Hal itu didukung oleh pendapat Bakornas PB (2007: 68) bahwa salah satu upaya mitigasi Tabel 2. Upaya Pengurangan Risiko Bencana (Mitigasi) Letusan Gunung Kelud Oleh Masyarakat Di Wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Kabupaten Blitar, tanggal 15-20 Maret 2016 (n=60) No Upaya Pengurangan Risiko Bencana (Mitigasi) Letusan Gunung Kelud Oleh Masyarakat Di Wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Kabupaten Blitar Kategori f % 1 Baik 30 50 2 Cukup 10 15 3 Kurang 20 35 276 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 272–277 adalah mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya pada peta kawasan rawan bencana gunung api. Masyarakat selain menyelamatkan keluarganya juga belum menyelamatkan barang yang berharga (surat dan serifikat penting dll)karena hanya ada 60% (18 tokoh) dan 57% (17 masyarakat) yang menjawab benar. Menurut peneliti, surat dan sertifi- kat itu juga penting diselamatkan. Tetapi karena budayanya di masyarakat ketika terjadi bencana ma- syarakat hanya akan menyelamatkan diri sehingga masyarakat tersebut lupa untuk menyelamatkan barang-barang berharga tersebut. Karena tindakan yang dilakukan masyarakat juga ada hubungannya dengan budaya yang terjadi di lingkungan tempat tinggal. Hal itu didukung dengan teori hubungan antara berbagai konsep realitas sosial dan budaya. Bahwa masyarakat tentu tak akan lepas dari konsep budaya, karena kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh masyarakat. Masyarakat kurang memberikan informasi ke tokoh masyarakat bila muncul tanda tanda aktivitas gunung apikarena hanya ada 57% ( 17 tokoh) yang menjawab benar. Menurut peneliti, apabila masya- rakat tidak memberikan informasi ke tokoh masya- rakat bila muncul tanda-tanda aktivitas gunung api maka masyarakat akan berisiko kesulitan dalam mencari bantuan apabila sewaktu-waktu gunung api tersebut meletus. Sehingga upaya untuk mengurangi risiko bencana tidak berhasil karena mitigasi itu tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja melainkan meli- batkan banyak pihak. Hal itu didukung oleh Bakornas PB (2007:16) bahwa salah satu prinsip mitigasi adalah upaya mitigasi itu sangat kompleks, saling ketergantungan dan melibatkan banyak pihak. Jadi apabila masyarakat tidak memberikan informasi kepada tokoh masyarakat berarti masyarakat ter- sebut tidak melibatkan pihak lain (tokoh masyarakat) ketika terjadi bencana. Dari tokoh dan masyarakat memiliki perbedaan dalam melakukan upaya mitigasi. Tokoh cenderung memiliki upaya yang lebih baik dibandingkan masya- rakat. Hal tersebut karena tokoh mendapat penga- ruh dari pernah tidaknya mengikuti sosialisasi tentang pencegahan dan pengurangan risiko bencana. Ter- bukti dengan hasil penelitian sebesar 50% (15 tokoh) yang pernah mendapat sosialisasi memiliki upaya yang baik sedangkan masyarakat yang memiliki upaya baik setelah mendapat sosialisasi hanya sebesar 26,7% (8 masyarakat). Hal itu juga didukung oleh hasil penelitian bahwa 100% (30 tokoh masyara- kat) dan (30 masyarakat) pernah mengalami letusan gunung api. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya pengurangan risiko bencana (mitigasi) letusan Gunung Kelud oleh masyarakat di wilayah kawasan rawan bencana (KRB) kabupaten Blitar adalah 50% Baik. Pelaksanaan upaya pengurangan risiko ben- cana (mitigasi) pada penelitian ini baik dalam hal pemanfaatan lahan jauh dari kawasan rawan ben- cana, menghindari tempat aliran lava atau lahar, mensosialisasikan tentang peringatan dini, mensosia- lisasikan tentang tindakan jika terjadi letusan gunung api, dan upaya cukup melalui upaya mensosialisasi- kan pentingnya koordinasi dengan aparat atau peng- amat gunung api, serta masyarakat kurang melaku- kan upaya pengurangan risiko bencana (mitigasi) dalam mengidentifikasi daerah bahaya dan men- sosialisasikan peta KRB (kawasan rawan bencana). Saran Saran bagi (1) Perangkat Dusun Karangrejo dan Modangan melakukan sosialisasi setiap atau ke- tika ada tanda-tanda terkait aktivitas Gunung Kelud (2) Bagi Institusi Pendidikan. Institusi pendidikan memiliki peran penting untuk memberikan materi tentang pentingnya tindakan pengurangan risiko bencana (mitigasi) pada semua masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana. Ketua Program studi dan jajarannya disarankan untuk melakukan pengabdian masyarakat yaitu melakukan sosialisasi Peta Rawan Bencana (PRB) menggunakan peta simulasi yang telah dibuat oleh Prodi D3 keperawatan Blitar serta melakukan penyuluhan kesehatan terkait risiko bencana setiap semester (3) Bagi Peneliti SelanjutnyaMeneliti dan menggali jenis upaya lain, berdasarkan kearifan lokal yang bisa digunakan yang lebih baik dalam pengu- rangan risiko bencana (4) Bagi Dinas ( BPBD, PMI, DINKES, DINSOS) memberikan sosialisasi atau pelatihan terkait empat item upaya yang kurang baik diantaranya masyarakat kurang memahami daerah yang berisiko terkena bencana, Masyarakat kurang memahami peta kawasan rawan bencana (KRB), Masyarakat selain menyelamatkan keluarganya juga 277Winarni, Anam dan Akhiruna, Upaya Pengurangan Risiko ... belum menyelamatkan barang yang berharga (surat dan serifikat penting dll), masyarakat kurang mem- berikan informasi ke tokoh masyarakat bila muncul tanda tanda aktivitas gunung api, Serta pelatihan tindakan mitigasi terkait bencana Gunung Kelud secara optimal. DAFTAR RUJUKAN Ali, Z. 2010. Dasar-Dasar Pendidikan Masyarakat dan Promosi Kesehatan. Trans Jakarta: Info Media. Ari kun to, S. 2006. Prosedur Pene li t ian Suat u Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Azwar. 2012. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Belajar. BNPB. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia. Edisi II. Jakarta. Gema BNPB “Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana”. Vol.5 No.1. Mei 2014. Hidayat, A.A.A. 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Mustofa, Fadri. 2014. Mitigasi Bencana Di Kawasan Rawan Bencana (Krb) III Gunung Merapi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kese- hatan. Jakarta: PT. Renika Cipta. Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Kepera- watan: Pendekatan Praktis Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Peraturan Menteri Dalam Negeri. 2006. Pedoman Umum Mitigasi Bencana. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral No.15 tahun 2011 tentang Pedoman Mitigasi Bencana Gunung api, Gerakan Tanah, Gempabumi, dan Tsunami. Sutomo. 2011. Teknik Menyusun KTI-Skripsi-Tesis- Tulisan Dalam Jurnal Bidang Kebidanan, Keperawatan dan Kesehatan. Yogyakarta: Fitramaya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta: BAKORNAS PB, 2007.