E:\Tita\D\Tita\Feb 17\Jurnal Bl 322 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 322–327 322 PEMBERDAYAAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA MENDERITA GANGGUAN JIWA DI UPTD KESEHATAN SUKOREJO KOTA BLITAR (Empowering Families That Have Mental Disorders Members of Life at UPTD Sukorejo City Blitar) Suprajitno dan Yuni Tanzilla April Liani Program Studi Diploma 3 Keperawatan Blitar Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Malang email: lyanchyzyla@yahoo.co.id Abstract: Mental illness in Indonesia has a prevalence of 6% for ages 15 and over, or about 14 million people. In order to prevent the continued development of health problems related to mental disorders, family members need to be empowered and increased the ability which includes 5 basic tasks in the field of family health. The purpose of this research was to describe the empowerment of families who had a mental disorder member in UPTD Health Sukorejo. The research method used descriptive design. The population in this study was families who had mental disorder member in the District Sukorejo as many as 33 families, the sample was 30 families. The sampling technique used purposive sampling and the instrument used FES (Family Empowerment Scale) from Koren, et. all. Family empowerment said to be optimal if the average of 56.66. The results showed an average of 36.25 ± 6.110 family empowerment means empowerment of the family had not been optimal. This was possible because most of the care for people with mental disorders was maternal age> 50 years, elementary education and did not work and care for people with mental disorders for> 10 years. The study was expected health workers could provide health services in cooperation with various related parties, socializing and management of mental disorders in the community could be optimized. Keywords: family, mental disorders, family empowerment Abstrak: Penyakit gangguan jiwa di Indonesia mempunyai prevalensi sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Untuk mencegah terus berkembangnya masalah kesehatan yang berkaitan dengan gangguan jiwa pada anggota keluarga perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan kemampuan keluarga yang meliputi 5 tugas pokok keluarga dalam bidang kesehatan. Tujuan dalam penelitian ini adalah menggambarkan pemberdayaan keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita gangguan jiwa di UPTD Kesehatan Sukorejo. Metode penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita gangguan jiwa di wilayah Kecamatan Sukorejo sebanyak 33 keluarga, dengan menggunakan sampel sebanyak 30 keluarga. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan instrumen FES (Family Empowerment Scale) dari Koren, et. al. Pemberdayaan keluarga dikatakan optimal jika rata-ratanya sebesar 56,66. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata pemberdayaan keluarga 36,25 ± 6,110 artinya pemberdayaan keluarga belum optimal. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar yang merawat penderita gangguan jiwa ibu berumur > 50 tahun, pendidikan SD dan tidak bekerja serta merawat penderita gangguan jiwa selama > 10 tahun. Penelitian ini diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk kerja sama dengan berbagai pihak terkait, sosialiasi dan penatalaksanaan gangguan jiwa di masyarakat dapat dioptimalkan. Kata Kunci: keluarga, gangguan jiwa, pemberdayaan keluarga ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, No. 3, Desember 2016 DOI: 10.26699/jnk.v3i3.ART.p322-327 IT Typewritten text © 2016 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 323Suprajitno dan Liani, Pemberdayaan Keluarga ... Masalah jiwa akan meningkat di era globalisasi (Yosep, 2009). Masalah kesehatan jiwa menimbul- kan beban besar terhadap ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaaan), keluarga, teman, masyarakat, maupun pemerintah, keluarga, dan anak sebagai in- vestasi (Suprianto, 2011). Untuk menyikapi masalah kesehatan jiwa di Indonesia, pemerintah dan masya- rakat telah melakukan upaya-upaya, antara lain: 1) Menerapkan sistem pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif, terintegrasi, dan berkesinambungan di masyarakat; 2) Menyediakan sarana, prasarana, dan sumberdaya yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan jiwa di seluruh wilayah Indonesia, terma- suk obat, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan dan non-kesehatan terlatih; 3) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan upaya preventif dan promotif serta deteksi dini gangguan jiwa dan melakukan upaya rehabilitasi serta reintegrasi OGDJ ke masyarakat. Di samping itu, upaya lain yang tidak kalah penting- nya adalah Pemberdayaan ODGJ, yang bertujuan agar dapat hidup mandiri, produktif, dan percaya diri di tengah masyarakat, bebas dari stigma, diskriminasi atau rasa takut, malu serta ragu-ragu. Upaya ini sangat ditentukan oleh kepedulian keluarga dan masyarakat di sekitarnya (http://www.depkes.go.id/ article/vie w/201410270011/ stop-stigma-dan- diskriminasi-terhadap-orang-dengan-gangguan- jiwa-odgj.html diakses 1 Desember 2014). Menurut WHO, masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang serius. WHO (2001) menyatakan, paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini yang mengalami gangguan kese- hatan jiwa (Yosep, 2009). Hasil studi yang dilakukan di 5 negara Eropa (Italia, Inggris, Jerman, Portugal, dan Yunani) melaporkan bahwa pengasuh anak dengan skizofrenia menghabiskan rata-rata 6-9 jam per hari menyediakan perawatan. Survei yang dilaku- kan Inggris menemukan: 95% dari keluarga adalah pengguna jasa, 29% memberikan dukungan dan perawatan selama lebih dari 50 jam per minggu, 90% yang dipengaruhi oleh peran peduli dalam hal kegiatan rekreasi, karir, kemajuan, keadaan ekonomi, dan hubungan keluarga; 60% memiliki kehidupan sosial secara signifikan atau sedang berkurang, 33% merasa bahwa hubungan keluarga yang terkena dampak serius, dan 41% memiliki kesehatan mental dan fisik yang signifikan atau cukup berkurang (WHO, 2010). Penyakit gangguan jiwa di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Daerah (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala- gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. (http://www.depkes.go. id/article/ligh ting-the-hope-for-schizoprenia.html diakses pada tanggal 28 Oktober 2014). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada hari Rabu, tanggal 22 Oktober 2014 di UPTD se- Kota Blitar, di UPTD Sananwetan terdapat 116 penderita gangguan jiwa, di UPTD Kepanjen Kidul terdapat 136 penderita gangguan jiwa dan di UPTD Sukorejo terdapat 176 penderita gangguan jiwa. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan keluarga dari seorang penderita gangguan jiwa di UPTD Kepanjen Kidul, setelah keluar dari Rumah Sakit Jiwa, keluarga selalu mengingatkan klien untuk minum obat teratur dari Puskesmas, keluarga diajari cara memberikan obat, dan jika tidak diawasi minum obat, klien biasanya tidak minum obat sehingga klien kambuh (mengamuk). Untuk mencegah terus berkembangnya masalah kesehatan yang berkaitan dengan gangguan mental psikiatri pada anggota keluarga perlu dilakukan pem- berdayaan dan peningkatan kemampuan keluarga yang meliputi 5 tugas pokok keluarga dalam bidang kesehatan (Rasmun, 2001). Pengertian kesehatan di sini sudah lebih diarahkan untuk hidup lebih pro- duktif, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang menyebutkan “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis” (Permenkes No. 220/ MENKES/SK/III/2002, 25 Maret 2002 diakses 29 Oktober 2014). Menurut Permenkes Nomor 220/2002 “Kebijakan kesehatan jiwa masyarakat terdapat 4 (empat) perubahan yaitu dari berbasis rumah sakit menjadi berbasis masyarakat, dapat ditangani di semua pela- yanan kesehatan yang ada, dahulu rawat inap sekarang mengandalkan pelayanan rawat jalan dan dahulu penderita gangguan jiwa perlu disantuni sekarang dapat diberdayakan”. “Pemberdayaan” adalah konsep inti dari visi promosi kesehatan WHO. Mental Health Declaration for Europe dan European 324 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 322–327 Pact for Mental Health mengidentifikasi kesejah- teraan pemberdayaan orang dengan masalah kese- hatan mental dan peduli kepada mereka sebagai prioritas untuk dekade selanjutnya (WHO Regional Office for Europe, 2010). Dari uraian diatas pemberdayaan keluarga pada ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas dan kemandirian penderita gangguan jiwa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemberdayaan keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita gangguan jiwa di UPTD Sukorejo, Kota Blitar BAHAN DAN METODE Dalam penelitian ini, desain penelitian yang dipergunakan adalah desain penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa sebanyak 83 di UPTD Sukorejo, Kota Blitar. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa di UPTD Sukorejo sebanyak 33 keluarga. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Purposive sampling. Peneliti melaksanakan kegiatan penelitian secara door to door di rumah keluarga penderita gangguan jiwa yang ada di UPTD Sukorejo pada bulan Maret-April 2015. Variabel dalam penelitian ini adalah pemberda- yaan keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita gangguan jiwa. HASIL PENELITIAN Data Umum Karakteristik berdasarkan umur orang tua penderita gangguan jiwa Karakteristik berdasarkan jenis kelamin orang tua Tabel 1. Karakteristik berdasarkan umur orang tua penderita gangguan jiwa Um ur f % 50- 60 tahun 6 20,0 61- 70 tahun 16 53,3 71- 80 tahun 8 26,7 Total 30 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa lebih dari separo umur orang tua yang merawat penderita gangguan jiwa adalah 61-70 tahun. Tabel 2. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin orang tua Jen is Kelamin f % Perempuan 23 76,7 Laki-laki 7 23,3 total 30 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar orang tua yang merawat penderita gangguan jiwa berjenis kelamin perem- puan. Karakteristik berdasarkan pekerjaan orang tua Tabel 3. Karakteristik berdasarkan pekerjaan orang tua Pek er jaan F % Tidak Bekerja/irt 16 53,3 TANI 1 3,3 SWASTA 13 43,3 Total 30 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa lebih dari separo orang tua yang merawat penderita gangguan jiwa tidak bekerja/IRT. Karakteristik berdasarkan pendidikan terakhir orang tua Tabel 4. Karakteristik berdasarkan pendidikan terakhir orang tua Pendidikan f % SD 27 90,0 SMP 3 10,0 Total 30 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bah- wa hampir semua orang tua yang merawat penderita gangguan jiwa berpendidikan terakhir SD. Karakteristik berdasarkan hubungan orang tua dengan penderita Sebagian besar hubungan orang tua yang mera- wat penderita gangguan jiwa adalah ibu. 325Suprajitno dan Liani, Pemberdayaan Keluarga ... Karakteristik berdasarkan jenis kelamin pen- derita gangguan jiwa Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bah- wa sebagian besar penderita menderita gangguan jiwa selama lebih dari 10 tahun sebanyak 66% (20 orang). Kunjungan Puskesmas Tabel 5. Karakteristik berdasarkan hubungan orang tua dengan penderita Hubungan f % AYAH 7 23,3 IBU 23 76,7 To tal 30 100,0 Tabel 6. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin penderta gangguan jiwa Jenis Kela min f % PE REMPUAN 9 30,0 LAKI-LAKI 21 70,0 Total 30 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bah- wa sebagian besar penderita gangguan jiwa berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik berdasarkan umur penderita gangguan jiwa Tabel 7. Karakteristik berdasarkan umur penderita gangguan jiwa Umur penderita F % 20- 30 tahun 5 16,7 31- 40 tahun 12 40,0 41- 50 tahun 9 30,0 51- 60 tahun 4 13,3 Total 30 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bah- wa sebagian besar penderita gangguan jiwa berusia produktif dengan prosentase 70% (21 penderita). Karakteristik berdasarkan lama menderita gangguan jiwa Tabel 8. Karakteristik berdasarkan lama menderita gangguan jiwa Lama menderit a F Percent 1-10 tahun 10 33,3 11-20 tahun 14 46,7 21-30 tahun 4 13,3 31-40 tahun 1 3,3 41-50 tahun 1 3,3 Total 30 100,0 Tabel 9. Kunjungan puskesmas Kunjungan F Percent YA 22 73,3 TIDAK 8 26,7 T otal 30 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bah- wa sebagian besar ada kunjungan dari puskesmas ke rumah keluarga penderita gangguan jiwa. Data Khusus Pemberdayaan keluarga yang mempunyai ang- gota keluarga menderita gangguan jiwa di UPTD Kesehatan Sukorejo 20 Maret 2015. Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan nilai sub item pemberdayaan keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita gangguan jiwa pada item Sosial/politik mempunyai rata-rata lebih rendah dan rata-rata pemberdayaan keluarga lebih dari se- paro dari rata-rata maksimal pemberdayaan keluarga. PEMBAHASAN Pemberdayaan keluarga yang mempunyai ang- gota keluarga menderita gangguan jiwa di wilayah UPTD Kesehatan Sukorejo mempunyai rata-rata 36,25 ± 6,110. Rata-rata tersebut hanya lebih dari separo rata-rata maksimal pemberdayaan yaitu 56,66, dengan rata-rata pada masing-masing level pemberdayaan keluarga yaitu (i) keluarga: 39,43 ± 6,157, (ii) pelayanan kesehatan: 38,83 ± 5,867, (iii) sosial/politik: 30,50 ± 6,307 Sehingga pemberdayaan keluarga tidak optimal. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar yang merawat penderita gangguan jiwa adalah ibu yang berumur lebih dari 50 tahun yang berpendidikan SD dan tidak bekerja sehingga membuat keluarga tidak berdaya dalam merawat penderita yang sebagian besar menderita gangguan jiwa selama lebih dari 10 tahun. Menurut Gunarsa (2001:37) bahwa makin tua umur seseorang maka proses perkembangan mental akan makin baik sehingga pada usia tersebut sudah matang menerima 326 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 3, Nomor 3, Desember 2016, hlm. 322–327 informasi dan menerapkannya. Dengan demikian orang tua yang berusia > 20 tahun dan < 80 tahun seharusnya sudah matang dan mampu mengoptimal- kan pemberdayaan keluarga pada penderita gangguan jiwa. Menurut Caplan lingkungan sosial akan meme- ngaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menye- babkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku (Yosep, 2009:257). Dari hasil penelitian nilai terendah rata-rata dari level pemberdayaan adalah level sosial/politik dimungkinkan karena sebanyak 57% (17 keluarga) membiarkan/tidak mengajak penderita gangguan jiwa bersosialisasi di lingkungan masyarakat. Hal ini membuat penderita merasa di- kucilkan dan akan menyebabkan stress yang meng- hambat proses penyembuhan penderita gangguan jiwa. Ditinjau dari item pernyataan dari masing- masing domain pemberdayaan Keluarga kurang mendapatkan informasi untuk memahami kondisi penderita ditunjukkan pada item pernyataan dengan nilai terendah pada domain keluarga sebesar 87, pada domain pelayanan kesehatan dimungkinkan pelayanan kesehatan kurang profesional dalam me- nentukan layanan yang tepat bagi penderita sehingga nilai terendah sebesar 85, dan pada domain sosial nilai terendah yaitu sebesar 80 dimungkinkan karena keluarga belum tahu akan hak orang tua dan anak yang sesuai dengan undang-undang terkait dengan orang dengan gangguan jiwa sehingga rata-rata pemberdayaan keluarga di wilayah sukorejo belum maksimal. Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkung- annya. Keluarga merupakan “institusi” pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembang- kan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku (Clement dan Buchanan, 1982:171 dalam Yosep, 2009:319) Kunjungan rumah oleh perawat membantu pen- derita dan keluarga menyesuaikan diri di lingkungan keluarga, dalam hal sosialisasi, perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah (Yosep, 2009:321). Sebanyak 72% (22 keluarga) mendapat- kan kunjungan dari pelayanan kesehatan sehingga membantu keluarga dalam perawatan dan peme- cahan masalah penderita gangguan jiwa dengan ditunjukkan sebanyak 60% (16 keluarga) memberi kesibukan atau aktivitas penderita untuk meningkat- kan kemandirian penderita di rumah. Keluarga berfungsi untuk mempertahankan ke- adaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memi- liki produktivitas tinggi (Suprajitno, 2004). Dari hasil penelitian sebagian besar keluarga menyatakan bah- wa mereka adalah orang tua yang baik dengan ditunjukkan pada item pernyataan ketika ada masa- lah kesehatan keluarga minta bantuan dari orang lain untuk mengupayakan kesembuhan penderita. Pentingnya perawatan di lingkungan keluarga dapat dipandang dari berbagai segi yaitu: keluarga merupakan suatu konteks di mana individu memulai hubungan interpersonal (Yosep, 2009:316). Salah satu tugas keluarga di bidang kesehatan adalah memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga (Suprajitno, 2004). Sebagian besar keluarga menyatakan bahwa keluarga mampu bekerja sama dengan lembaga pelayanan kesehatan dan petugas Tabel 10. Pemberdayaan keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita gangguan jiwa di UPTD Kesehatan Sukorejo 20 Maret 2015 No Pemberdayaan M in Mak s Rata Simpangan Baku 1 Keluarga 25 53 39,4 6,157 3 2 Pelayanan 28 51 38,8 5,867 Kesehatan 3 3 Sosial/Politik 19 45 30,5 6,307 0 Pemberdayaan keluarga 36,2 6,110 5 327Suprajitno dan Liani, Pemberdayaan Keluarga ... kesehatan untuk memutuskan pelayanan apa yang dibutuhkan anak saya. Hal ini merupakan upaya keluarga dalam memberikan perawatan kesehatan pada penderita di lingkungan keluarga. Kebijakan dari pemerintah tentang program peningkatan partisipasi masyarakat dan kemitraan swasta diharapkan mampu mendorong kemandirian masyar akat untuk mencapai jiwa yang sehat khususnya dalam hal membantu identifikasi masalah kesehatan jiwa dalam masyarakat dan sumber daya yang ada dalam masyarakat (Kepmenkes, 2002). Sebagian besar keluarga menyatakan bahwa keluarga berpartisipasi dalam meningkatkan pelayanan bagi penderita di lingkungan masyarakat. Hal ini menun- jukkan bahwa di wilayah UPTD Kesehatan Keca- matan Sukorejo keluarga dan masyarakat dapat mandiri dalam mengidentifikasi masalah kesehatan jiwa penderita gangguan jiwa sesuai dengan program pemerintah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian tentang pemberdayaan keluarga yang mempunyai anggota keluarga gang- guan jiwa yang telah dilaksanakan 9–17 Maret 2015 di UPTD Kesehatan Sukorejo Kota Blitar dapat diambil kesimpulan rata-rata pemberdayaan keluar- ga yaitu 36,25 ± 6,110. Rata-rata tersebut hanya lebih dari separo rata-rata maksimal pemberdayaan yaitu 56,66, dengan rata-rata pada masing-masing level pemberdayaan keluarga yaitu (i) keluarga: 39,43 ± 6,157, (ii) pelayanan kesehatan: 38,83 ± 5,867, (iii) sosial/politik: 30,50 ± 6,307 Sehingga pemberdayaan keluarga tidak optimal. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar yang merawat penderita gangguan jiwa adalah ibu yang berumur lebih dari 50 tahun yang berpendidikan terakhir SD dan tidak bekerja sehingga membuat keluarga tidak berdaya dalam merawat penderita yang sebagian besar menderita gangguan jiwa selama lebih dari 10 tahun. Saran Bagi pelayanan kesehatan, hasil penelitian ini, dapat diberikan kepada petugas kesehatan sebagai masukan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dalam bentuk kerja sama dengan pihak rt/rw setempat untuk memberikan pengarahan kepada keluarga tentang pentingnya peran lingkungan dan sosialisasi klien dimasyarakat, untuk mendukung kesembuhan klien dan mengurangi stigma pada pen- derita gangguan jiwa. Sehingga keluarga dan masya- rakat ikut serta dalam proses penyembuhan klien. Bagi Peneliti Selanjutnya, dapat mengembang- kan penelitian ini dengan memperluas pembahasan penelitian tidak hanya mengenai pemberdayaan ke- luarga yang mempunyai anggota keluarga menderita gangguan jiwa secara umum saja tetapi dapat dikem- bangkan dengan melihat dari masing-masing pem- berdayaan keluarga pada klasifikasi jenis gangguan jiwa, seperti Skizofrenia, Retardasi Mental, dan sebagainya. DAFTAR RUJUKAN Permenkes Nomor 220 RI tentang Pedoman Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana, Kesehatan Jiwa Masyarakat (TP-KJM), (Online) (http://www. hukor.depkes.go.i d/up_prod_kepmenkes/KMKN o.220 diakses 02 Oktober 2014) Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC. Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.