D:\set 2017\set nanik juni 2017 23Sumiatin, dkk., Efektifitas Pendidikan terhadap... 23 EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG HIDUP BERSIH DAN SEHAT DALAM PENCEGAHAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN MUKHTARIYAH SYAFI’IYAH 1 BEJI TUBAN (The Effectiveness of Health Education on Knowledge about Clean and Healthy Life in the Prevention of Scabiesat Pondok Pesantren Mukhtariyah Syafi’iyah 1 Beji Tuban) Titik Sumiatin, Binti Yunariyah, Wahyu Tri Ningsih Poltekkes Kemenkes Surabaya Prodi Keperawatan Tuban email : bojoneahsan@yahoo.com Abstract: Scabies is known in Indonesia as skin disease commonly known as a skin disease caused by infestation and sensitization to saccoptes scabiei. Scabies is also known as infectious disease worldwide with an estimated 300 million cases annually. This prevalence varies and fluctuates every time. The prevalence of scabies disease in Indonesia is around 6-27% of the general popula- tion. The purpose of this study was to determine changes in knowledge about clean and healthy life of students after being given health education. Methods: The research design was Pre Experimen- tal design. The population was all students in boarding school Mukhtariyah Shafi’ites 1 in Beji village, district. Jenu Kab. Tuban. The sample was 80 peopledetermined by random sampling. The data were collected using a questionnaire which is then analyzed by Spearman and Wilcoxon tests.The results showed knowledge of boarding school students about clean and healthy life in preventing the scabies disease before being given health education and after being given health education had increased. The test results analysis using the Wilcoxon Sign Rank Test showed pre- test and post-test data yield value of p = 0.000 (<0.05), which means it’s very significant. Health education was very effective in changing the knowledge of students, so it was advisable to further improve the implementation of health education at the boarding school in the district of Tuban. Keywords: Knowledge, Clean and Health , Scabies Abstrak: Scabies dikenal di Indonesia sebagai penyakit kulit. Lebih sering dikenal dengan penyakit gudik yaitu penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap saccoptes scabiei. Skabies juga dikenal sebagai penyakit menular yang mendunia dengan estimasi 300 juta kasus setiap tahunnya. Prevalensi ini bervariasi dan fluktuatif setiap waktunya. Prevalensi penyakit skabies di Indone- sia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perubahan pengetahuan tentang hidup bersih dan sehat santri setelah diberikan pendidikan kesehatan. Desain penelitian menggunakan Pre Experimental design.Populasinya adalah seluruh santri yang di pondok pesantren Mukhtariyah Syafi’iyah 1 di Desa Beji, Kec. Jenu Kab. Tuban. Sample ditentukan secara ran- dom sampling yaitu 80 orang. Data dikumpulkan menggunakan kuesioneryang selanjutnya dianalisis dengan uji statistik Spearman dan uji Wilcoxon.Hasil penelitian menunjukkan Pengetahuan Santri pondok pesantren tentang hidup bersih dan sehat dalam mencegah penyakit skabies sebelum diberikan pendidikan kesehatan dan setelah diberikan pendidikan kesehatan mengalami peningkatan. Sesuai hasil uji Analisis menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test pada data pretest dan post-test menghasilkan nilai p=0,000 (<0,05), yang berarti sangat signifikan. Pendidikan kesehatan sangat efektif dalam merubah pengetahuan ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 1, April 2017 DOI: 10.26699/jnk.v4i1.ART.p023-027 IT Typewritten text © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 24 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 1, April 2017, hlm. 23–27 Scabies dikenal di Indonesia sebagai penyakit kulit. Lebih sering dikenal dengan penyakit gudik yaitu penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap saccoptes scabiei. (Daili, Emmy S.S, dkk, 2005). Skabies juga dikenal sebagai penyakit menular yang mendunia dengan estimasi 300 juta kasus setiap tahunnya. Prevalensi ini bervariasi dan fluktuatif setiap waktunya (Farrar et al., 2014). Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum. Skabies menduduki peringkat ke-3 dari penyakit kulit tersering di Indonesia. Di suatu pesantren yang padat penghuninya, prevalensi skabies mencapai 78,7% dan lebih tinggi pada kelompok dengan higiene kurang baik (Sungkar, 1995). Insidensi dapat bersifat endemik yang mening- kat pada anak-anak, remaja, lansia, pasien tirah ba ring, da n tingkat pendidikan yang rendah (Kowalak, 2003; Zayyid et al., 2010; Nazari & Azizi, 2014). Namun hal ini tidak signifikan karena skabies menginfestasi semua individu tanpa memandang jenis kelamin, usia, maupun ras (Turkington & Ashby, 2007). Penyakit ini terjadi 2-6 minggu pada seseorang yang belum pernah terinfeksi sebelumnya dan 1-4 hari pada seseorang dengan riwayat penyakit skabies sebelumnya (Cameron et al., 2012). Menurut Kong (2009), cara pengobatan yang tepat sangat penting untuk mencegah kegagalan terapi. Kegagalan terapi ini juga dapat disebabkan kurangnya pengetahuan dan pendidikan yang rendah (Schaider et al., 2012). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren di Kabupaten Lamongan (Jawa Timur) diperoleh hasil 64,2% yang menderita scabies (Marufiisa, 2005). Kondisi lingkungan pesantren dan kepadatan hunian dapat mempengaruhi kesehatan santri, terutama diantaranya dalam penularan skabies. Salah satu faktor penularan skabies ini terjadi apabila santri tidak paham tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan maupun kebersihan pribadi. Para santri perlu mengetahui bagaimana cara penularan skabies sehingga dapat melakukan upaya preventif yang tepat. Sesuai dengan teori Lawrence Green yang menyatakan bahwa perilaku seseorang akan dipe- ngaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan didukung oleh lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas dan sarana kesehatan. Oleh karena itu petugas kesehatan perlu melakukan intervensi dalam pencegahan skabies dengan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang skabies terhadap santri di lingkungan pesantren.Bila masalah skabiesdalam pondok pesantren tidak segera ditangani maka akan timbul dampak pada santri yaitu karena tingkat penu- larannya yang tinggi akan sangat mudah menular- kannya pada santri lain, mengganggu konsentrasi pada saat santri sedang belajar dan mengganggu kete- nangan pada waktu istirahat, terutama pada waktu tidur dimalam hari(Marufiisa, dkk., 2005). BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan dalam pene- litian ini adalahPre Experimental design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua santri yang di pondok pesantren Mukhtariyah Syafi’iyah 1 di Desa Beji, Kec. Jenu Kab. Tuban. Besar populasi dalam penelitian ini yaitu 100 santri. Sampel dalam peneliti- an ini adalah sebagian santri pondok pesantren Mukhtariyah Syafi’iyah 1 Beji Tuban. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.Uji statistik yang digunakan adalah Spearman untuk mengetahui pe- ngaruh pengetahuan, sedangkan untuk membanding- kan pre dan post digunakan uji Wilcoxon. HASIL PENELITIAN Distribusi Karakteristik Santri Berdasarkan Umur di Pondok Pesantren Mukhtariyah Syafi’iyah 1 Beji Tuban tampak pada Tabel 1. santri, sehingga sangat disarankan untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pendidikan kesehatan di pondok- pondok yang ada di wilayah Kabupaten Tuban. Kata kunci: Pengetahuan, hidup bersih dan sehat, Skabies Umur (Tahun) f Prosentase 14 10 12.5 15 16 20 16 21 26.25 17 17 21.25 18 8 10 19 5 6.25 20 2 2.5 21 1 1.25 Total 80 100 Tabel 1 Karakteristik Responden 25Sumiatin, dkk., Efektifitas Pendidikan terhadap... Tabel 2 menunjukkan pengetahuan santri pon- dok pesantren Mukhtariyah Syafi’iyah 1 Beji Tuban tentang hidup bersih dan sehat dalam mencegah penyakit skabies sesudah diberikan pendidikan kesehatan mengalami peningkatan. Dari hampir sebagian mempunyai pengetahuan sedang meningkat menjadi lebih dari separuh mempunyai pengetahuan yang baik. Melalui Analisis dengan menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test pada data pretest dan post- test menghasilkan nilai p=0,000 (<0,05), menun- jukkan pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan secara signifikan lebih tinggi daripada sebelum diberikan pendidikan kesehatan PEMBAHASAN Pengetahuan Santri sebelum diberikan Pendi- dikan Kesehatan Pengetahuan Santri pondok pesantren Mukhta- riyah Syafi’iyah 1 Beji Tuban tentang hidup bersih dan sehat dalam mencegah penyakit skabies sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebagian besar adalah sedang (47,50%) dan positif (57,5%). Pembelajaran tentang hidup bersih dan sehat sebenarnya bukan hal yang baru bagi santri, sejak di sekolah dasar mereka sudah diajarkan tentang dasar-dasar hidup bersih dan sehat, sehingga tidak heran bila mereka masih mengingat. Namun karena hidup bersih dan sehat dalam penelitian ini khusus berhubungan dengan penyakit skabies, hal ini yang menyebabkan para santri kurang begitu memahami, sehingga hasil pre test sebagian besar memperoleh nilai sedang. Pengetahuan Santri setelah diberikan Pendidikan Kesehatan Pengetahuan santri pondok pesantren Mukhta- riyah Syafi’iyah 1 Beji Tuban tentang hidup bersih dan sehat dalam mencegah penyakit skabies setelah diberikan pendidikan kesehatan lebih dari separuhnya adalah baik (62,5%) dan sangat positif (53,75%). Pendidikan kesehatan merupakan tindakan man- diri keperawatan untuk membantu klien individu, kelompok, dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran. Pera- wat berperan sebagai perawat pendidik. Tujuan pen- didikan kesehatan dalam keperawatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakait dan bertambahnya masalah kesehatan, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran klien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan (Suliha,dkk, 2002). Perubahan pengetahuan pada santri tentang hidup bersih dan sehat dalam pencegahan skabies, sangat signifikan. Dari awal sebelum pre test sebagian besar mempunyai pengetahuan sedang, setelah diberi pendidikan kesehatan lebih dari separuh mempunyai pengetahuan baik. Artinya pendidikan kesehatan benar-benar mempengaruhi pengetahuan santri. Pengetahuan santri tentang hidup bersih dan sehat dalam pencegahan penyakit skabies sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan Pengetahuan santri pondok pesantren Mukhta- riyah Syafi’iyah 1 Beji Tuban tentang hidup bersih dan sehat dalam mencegah penyakit skabies sesudah diberikan pendidikan kesehatan mengalami pening- katan. Dari hampir sebagian mempunyai pengetahuan sedang meningkat menjadi lebih dari separuh mempunyai pengetahuan yang baik. Melalui Analisis dengan menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test pada data pretest dan post-test menghasilkan nilai p=0,000 (<0,05), menunjukkan pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan secara signifikan lebih tinggi daripada sebelum diberikan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien individu, kelompok, dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran. Green (1972), yang dikutip oleh Notoadmodjo (1997), pendidikan kesehatan adalah istilah yang diterapkan Santri yang dijadikan responden adalah semua perempuan dan sebagian besar berumur 16 tahun (26,25%). f % f % Kurang 12 15.00 1 1.25 Sedang 38 47.50 29 36.25 Baik 30 37.50 50 62.5 Total 80 100 80 100 Tabel 2 Pengetahuan santri pondok pesantren Muk htariyah Syafi’iyah 1 B eji Tuban tentang hidup bersih dan sehat dalam mencegah penyakit skabies sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan Kategori Pengetahuan Pengetahuan pretest Pengetahuan posttest 26 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 1, April 2017, hlm. 23–27 pada penggunaan proses pendidikan secara terencana untuk mencapai tujuan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi dan kesempatan pembelajaran. Tujuan pendidikan kesehatan dalam kepera- watan adalah untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakait dan bertambahnya masalah kesehatan, mempertahankan derajat kese- hatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran klien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan (Suliha, dkk., 2002). Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupa- kan kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya, pada umumnya semakin tinggi pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuanya (Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini setelah dilakukan pendidik- an kesehatan, tidak semua santri mengalami per- ubahan pengetahuan tentang hidup bersih dan sehat pada saat dilakukan post test, ada beberapa yang tidak mengalami perubahan pengetahuan. Hal ini disebabkan ada faktor-faktor lain yang mempe- ngaruhi perubahan pengetahuan seseorang diantara- nya: 1) umur, semakin cukup umur, tingkat kema- tangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kema- tangan jiwanya. 2) pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kea rah suatu cita- cita tertentu (Suwarno, 1992, dikutip oleh Nursalam dan Pariani, 2001). Menurut Y.B Mantra yang dikuti oleh Notoatmodjo (1985), pendidikan dapat mem- pengaruhi seseorang termasuk juga perilaku sese- orang akan pola terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan (Nursalam dan Pariani, 2001). Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997, dikutip oleh Nursalam dan Pariani, 2001). Jadi dapat dikatakan bahwa pendidik- an itu menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk menda- patkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. 3) Lingkungan. Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan adalah input ke dalam diri seseorang sebagai sistem adaftif yang melibatkan baik faktor internal maupun eksternal (Ann Mariner, 1986, dikutip oleh Nursalam dan Pariani, 2001).4) Media Massa. Yang dapat disebut media massa saat ini antara lain televise, radio, ma- jalah, surat kabar, film dan sebagainya. Media massa ini ternyata dapat menjadi media atau alat sosialisasi, karena dapat menyampaikan berbagai informasi yang bisa mempengaruhi kepribadian seseorang. Melalui media massa seseorang bisa menerima nilai, norma, sikap dan pola-pola, yang kemudian dia bisa menirunya (Nursalam dan Pariani, 2001). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pendidikan kesehatan efektif merubah pengeta- huan santri tentang hidup bersih dan sehat dalam pencegahan skabies Saran Sebaiknya pihak pondok pesantren menjalin kerjasama dengan dinas kesehatan atau pelayanan kesehatan terdekat, untuk memfasilitasi berbagai masalah yang berhubungan dengan kesehatan yang dialami oleh Pondok pesantren, dan Institusi kesehat- an dapat memperluas kegiatan penyuluhan di seluruh Pondok Pesantren di Wilayah Kabupaten Tuban, Santri lebih meningkatkan kebersihan diri setelah mendapat pengetahuan, agar bebas dari penyakit skabies DAFTAR RUJUKAN Andayani L. (2007). Perilaku Santri dalam Upaya Pe nce gahan Pe nyakit Skabies di Pondok Pesantren Ulumu Qur’an Stabat. Medan Aryani R. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. (2010) Salemba Medika:.Jakarta Bukhart C. Scabies: An Epidemiologic Reassessment. Majalah Kedokteran Indonesia 47 (1). 1997. hal: 117-123. Catmoki. (2007). Scabies. (Online), (http:/www. catmoki. id/ Scabies, diakses 1 oktober 2007) Daili, Emmy S.S, dkk. (2005). Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia. PT Medikal Multimedia Indonesia: Jakarta Pusat 27Sumiatin, dkk., Efektifitas Pendidikan terhadap... Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kela- min. Balai Penerbit FKUI: Jakarta Fernawan N (2008). Perbedaan Angka Kejadian Skabies Di Kamar Padat Dan Kamar Tidak Padat Di Pondok Pesantren Modern Islam PPMI Assalaam Surakarta. Fakultas Kedok- teran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Handajani S. Hubungan antara kebersihan diri dengan kejadian skabies di pondok pesantren nihayatul amal waled kabupaten cirebon. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2007. Harahap, Marwali. 2008. Ilmu Penyakit Kulit. PT Gramedia: Jakarta. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI: Jakarta McCarthy JS, Kemp DJ, Walton SF, Currie BJ. Scabies: More Than Just An Irritation. Postgrad Med J. Jul 2004;80 (945): 382-7. Muzakir. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Pesantren di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007. Medan. Ma’rifu. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang ber- peran terhadap Prevalensi penyakit Scabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 2. No 1 (11- 18) Notoadmodjo S. 2011. Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta: Jakarta Paramita N. 2010. Tingkat Pengetahuan Santri terha- dap Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Darularafah Raya. Medan. Perry dan Potter. 2002. Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta Rohmawati R. (2010). Hubungan antara faktor penge- tahuan dan perilaku dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Surakarta. Diunduh: URL:http://id.scribd.com/ doc/130310770/Skripsi-Skabies. Slamet, Juli Soemirat. 1996. KesehatanLingkungan. Gajah Mada University Press: Bandung Suara Merdeka. 2005. (Online), (http://. Suaramerdeka. co.id, diakses 14 maret 2005) Sungkar. 2000. Jurnal Kesehatan Lingkungan: 11-18 Wikipedia. 2005. Mandi dan Pakaian (online), (http:/ www.wikipedia.ac.id, diakses 17 Oktober 2007).