E:\Tita\D\Tita\Mei 17\Jurnal Bl 1Pujianto dan Agustin, Peran Keluarga dan Masyarakat ... 1 Tutut Pujianto, Retno Ardanari Agustin STIKES Karya Husada Kediri email: noanpujianto@gmail.com Keywords: role, family, society, nursing, patient mental disorders Abstrak: Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, dan merupakan kondisi yang mempengaruhi perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition, emosi (affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Ketidaknormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu: gangguan jiwa (neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Gangguan jiwa disebabkan oleh beberapa penyebab di atas secara bersamaan mempengaruhi atau kebetulan terjadi. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan peran keluarga dan masyarakat dalam perawatan pasien gangguan jiwa, sehingga dapat mengurangi jumlah pasien gangguan jiwa. Penelitian ini menggunakan desain obsevasional dengan analisis deskriptif. Subyek peneli- tian adalah anggota keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa sebanyak 16 responden. Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober tahun 2012, data peran keluarga dikelompokkan menjadi sesuai dan tidak sesuai. Hasil penelitian didapatkan bahwa peran keluarga dalam kategori tidak sesuai sebanyak 11 orang (68,75%), sesuai 5 orang (31,25%), dengan rata-rata peran keluarga sebesar 63.19%. Tingginya peran keluarga yang tidak sesuai karena 9 orang responden (56,25%) berusia lansia (>50 tahun). Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk P The Role of Family and Community in The Treatment of Mental Disorder Patients ERAN KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM PERAWATAN PASIEN GANGGUAN JIWA ( ) Abstract: Mental health is an integral part of health, and a condition that affects the physical, mental, and social development of the individual optimally. Mental disorder is disturbances in: cognitive, volition, emotion (affective), and actions (psychomotor). Mental disorder is a collection of abnormal circumstances, whether physically related, or mentally. It is divided into two groups, namely: mental disorder (neurosis) and mental illness (psychosis). Mental disorder is caused by some of the above causes affected simultaneously or coincidence occurs. The purpose of this study was to increase the role of family and society in the treatment of mental disorder patients which was consequently could reduce the number of mental disorders patients This research used obsevational design with descriptive analy- sis. The subjects were family members who treat mental disorder patients as much as 16 respondents. The data collection was done in October 2012. The family role data grouped into appropriate and inappro- priate category. The research found that 11 people (68.75%) in the category of inappropriate, and appropriate by 5 people (31.25%), with average family role of 63.19%. The higher of inappropriate category was because 9 respondents (56.25%) in the age of elderly (> 50 years). This condition caused a decrease in the ability to perform daily activities, including health treatment. There were 4 patients who have been treated for 7-14 years, so the family feels accustomed to the condition of the patient. There were 8 people (50%) in productive age treated the patients, so it could not be done continuously. Based on these conditions, there should be efforts to increase knowledge and willingness of the patients and families, in caring for patients with mental disorders. The examples of such activities were to consult with the nearest health employees, and report to the health worker if there is a risky condition immedi- ately. ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 1, April 2017 DOI: 10.26699/jnk.v4i1.ART.p001-005 IT Typewritten text © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 2 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 1, April 2017, hlm. 1–5 tindakan kesehatan. Ada 4 pasien yang telah berobat selama 7-14 tahun, sehingga keluarga merasa sudah terbiasa dengan kondisi pasien. Terdapat 8 orang (50%) keluarga yang merawat pasien berusia produktif, sehingga waktu untuk merawat/mengawasi pasien tidak terus menerus. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu adanya upaya peningkatkan pengetahuan dan kemauan pasien dan keluarga, dalam merawat pasien dengan gangguan jiwa. Contoh kegiatan tersebut adalah berkonsultasi kepada tenaga kesehatan terdekat, dan segera melaporkan ke petugas kesehatan jika terdapat kejadian yang berisiko. Kata Kunci: peran, keluarga, masyarakat, perawatan, pasien gangguan jiwa Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari ke- sehatan dan merupakan kondisi yang dapat mempe- ngaruhi perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Ketidaknormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Ketidaknormal- an dapat terlihat dalam berbagai macam gejala diantaranya adalah: ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan- perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran-pikiran buruk dan sebagainya. Banyak sekali jenis gangguan dalam cara berpikir (cognitive). Untuk memudahkan memaha- minya para ahli mengelompokan kognisi menjadi 6 bagian seperti sensasi persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi pikiran kesadaran. Masing-masing memiliki kelainan yang beraneka ragam. Manusia bereaksi secara keseluruhan (holis- tic), dengan melibatkan unsur organobioliologis, psychoeducative, sosiocultural. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Yang mengalami sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, umur, jenis kelamin, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan, kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar amanusia, dan sebagainya. Walaupun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya dapat berasal dari badan (organobiologis), di lingkungan sosial (sociokultural) ataupun psikologis dan pendidikan (psychoedu- cative). Penyebab diatas secara bersama-sama. mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan dalam mengakibatkan gangguan jiwa. Data dari Dusun Darungan Desa Punjul wila- yah Puskesmas Pranggang Kecamatan Plosoklaten pada bulan Oktober 2012, diketahui bahwa terdapat 12 keluarga mengalami isolasi sosial/hubungan sosial dengan lingkungan sekitar, karena ada salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa. Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian, karena sudah banyak upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam upaya mendapatkan kesembuhan, seperti berkonsultasi ke puskesmas maupun berobat ke rumah sakit jiwa. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat dalam perawatan pasien gangguan jiwa, yang akhirnya dapat menekan dan mengurangi jumlah pasien gangguan jiwa. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain Observa- sional dengan analisis deskriptif. Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien isolasi sosial/hubungan sosial dengan lingkungan sekitar, karena salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa. Besar sampelnya adala 16 orang, yaitu anggota keluarga yang mengasuh pasien gang- guan jiwa. Dalam pengolahan data, peran keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu sesuai dan tidak sesuai. HASIL PENELITIAN Karakteristik responden tertera pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa, usia pasien 51-60 tahun sejumlah 6 orang (37,5%), Lama berobat 1-2 tahun sejumlah 10 orang (62,5%), keterarturan berobat sejumlah 7 orang (43,75%) berobat tidak teratur, tempat berobat di puskesmas dan yang merawat pasien adalah keluarga masing- 3Pujianto dan Agustin, Peran Keluarga dan Masyarakat ... masing 100%, serta keluarga sebagai pemantau minum obat sejumlah 15 orang (93,75%). dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Perilaku sakit (Illness behavior) adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan/atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari pe- nyembuhan atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. Pada saat orang sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, yaitu didiamkan, melakukan tindakan ataupun mencari penyembuhan. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan dan tetap menjalankan kegiatan sehari- hari. Mengambil tindakan dapat dilakukan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication). Mencari penyembuhan atau pe- ngobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan. Perilaku peran orang sakit (The sick role beha- vior). Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup hak- haknya (rights) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Menurut Becker, hak dan kewajiban orang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran orang sakit ini antara lain: tindakan untuk mem- peroleh kesembuhan. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan. Melakukan kewajiban sebagai pasien antara lain mematuhi nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk mempercepat kesem- buhannya. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya. Sikap terhadap kesehatan (health attitude) merupakan faktor yang juga harus diperhatikan yang dapat mempengaruhi keadaan sakit. Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang-kurangnya 4 variabel, yaitu: Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular. Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan. Sikap tentang fasilitas kesehatan yang profesional maupun tradisional. Si- kap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan lalu lintas, rumah tangga maupun tempat-tempat umum. Menurut Snehandu B. Karr, terdapat 5 determi- nan perilaku, yaitu: adanya niat (intention) sese- orang untuk bertindak sehubungan dengan obyek atau stimulus di luar dirinya. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support) di dalam kehidupan seseorang di masyarakat perilaku orang Tabel 1. Karakteristik responden Karakteristik f P rosentase Usia Pasien <30 Th 30-40 T h 41-50th 51-60th 61-70th >70th 1 4 2 6 2 1 6,25 25 12,5 37,5 12,5 6,25 Lama Berobat <1 Th 1-2th >2th 2 10 4 12,5 62,5 25 Keteraturan Berobat Tidak T eratur Kuran g Teratur Teratur 7 2 7 43,75 12,5 43,75 Tempat Berobat Puskesmas 16 100 Pemantau Minum Obat Keluarga Petugas Kesh 15 1 93,75 6,25 Perawat Pasien Keluarga 16 100 Tabel 2. Peran Keluarga dalam Merawat Pasien dengan Gangguan Jiwa Peran Keluarga Dalam Peraw atan Pasien f Prosentase Sesuai Tidak Sesuai 5 11 31,25 68,75 PEMBAHASAN Peran keluarga dalam perawatan pasien dengan gangguan jiwa lebih dari setengah tidak sesuai seba- nyak 11 orang (68,75%) dengan mean sebesar 63.19 dan standart deviasi 4,183. Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (obser- vable) maupun yang tidak dapat diamati (unobser- vable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoadmodjo, 2005:46). Perilaku kesehatan menurut Becker (1979) yang dikutip Notoadmojo (2005:47), dibagi menjadi 3 yaitu: Perilaku sehat (Healthy behavior) yaitu perilaku- perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan 4 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 1, April 2017, hlm. 1–5 tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak “nyaman”. Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya informasi- informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk mengambil keputusan. Adanya kondisi dan situasi yang me- mungkinkan (action situation). Untuk bertindak apapun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi mempunyai penger- tian yang luas termasuk, ketersediaan fasilitas dan kemampuan yang ada. Tim kerja pendidikan kese- hatan dari WHO (2000) merumuskan determinan perilaku anta ra lain pemikiran dan per asaan (thoughts and feeling). Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap obyek atau stimulus, merupa kan modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercaya (personal references), serta sumber daya (resources) yang tersedia, merupakan pendukung untuk ter- jadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Dalam teori Lawgreen keadaan ini sama dengan enabling factors. (Notoadmodjo, 2005:59). Pera n kelua rga da lam per awata n pa sien dengan gangguan jiwa lebih dari setengah tidak sesuai 11 orang (69%) dengan mean sebesar 63.19 dengan standart deviasi 4,183. Data tersebut diper- oleh dari orang tua pasien 10 orang (62,5%), saudara pasien 5 orang (31,3%) dan pasien sendiri 1 orang (6,2%). Peran keluarga dalam perawatan pasien termasuk dalam kategori tidak sesuai lebih dari setengahnya, keadaan ini dapat dilihat dari keluarga yang menjadi responden 9 orang (56,25%) berusia lansia >50 tahun. Seorang lansia secara teori banyak menga la mi penur una n kema mpua n da la m melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan sehari- hari termasuk tindakan kesehatan, khususnya peran dalam perawatan pasien dengan gangguan jiwa. Sehingga peran keluarga dalam perawatan salah satu anggotanya yang menderita gangguan kurang maksimal. Selain itu 4 pasien yang berobat lebih dari 5 tahun (7-14 tahun). pasien yang terdiagnosa lebih dari 5 tahun menyebabkan keluarga merasa suda h ter bia sa dengan kondisi pasien, tidak memahami jika peran yang dilakukan ada yang kurang tepat, misalnya membiarkan pasien dengan aktivitas sesuai kemampuan dan kemauan pasien, termasuk membatasi sosialisasi dan kegiatan pasien sehari-hari dengan masyarakat sekitar rumahnya, selama aktivitas pasien tidak merugikan orang lain. Terdapat satu or ang ter diagnosa menga la mi gangguan jiwa baru 3 bulan yang lalu, keluarga belum terbiasa dengan kondisi pasien dan memerlukan bimbingan dan arahan dari petugas kesehatan. Sebagian keluarga yang merawat pasien berusia produktif 8 orang (50%), kegiatan sebagai pencari nafkah (utama maupun membantu), sehingga waktu untuk merawat/mengawasi pasien tidak terus menerus. Stressor yang ada di sekitar pasien dapat terjadi secara tiba-tiba sehingga perlu adanya pengawasan yang lebih dari seluruh anggota untuk mencegah perilaku yang tidak tepat. Keluarga berpendapat sudah menjalankan perawatan dengan benar selama perilaku pasien tidak merugikan orang lain, teratur minum obat serta masyarakat tidak melaporkan keluhan sehubungan dengan adanya pasien gangguan jiwa di sekitar tempat tinggal mereka. Hasil lainnya adalah peran keluarga dalam pera- watan pasien dengan gangguan jiwa sesuai dilaku- kan oleh 5 orang responden (31,25%). Keadaan ini karena ada 4 pasien pernah dirawat di rumah sakit jiwa (RSJ), sehingga keluarga pernah mendapat contoh perlakuan perawatan pada pasien gangguan jiwa di rumah sakit yang dapat dilakukan di rumah. Terdapat tiga orang responden yang merupakan kader kesehatan, sehingga lebih sering melakukan konsultasi dengan petugas kesehatan, tentang peran yang sesuai dalam perawatan pasien dengan gang- guan jiwa. Beberapa faktor yang dapat mendukung dalam peningkatan peran keluarga dalam perawatan pasien dengan gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Pranggang adalah sikap dan nilai-nilai tradisi yang baik dari lingkungan sekitar, dukungan dari masya- rakat sekitarnya (social support), terjangkaunya informasi (accessibility of information), melalui kegiatan kunjungan keluarga oleh petugas puskes- mas (dokter dan perawat) dan aparat desa. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation) untuk bertindak pada suatu kondisi dan situasi yang tepat, misalnya akses yang mudah menghubungi petugas atau fasilitas pelayanan kesehatan. 5Pujianto dan Agustin, Peran Keluarga dan Masyarakat ... SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil pembahasan dapat disimpulan bahwa peran serta keluarga dan masyarakat dalam pera- watan pasien dengan gangguan jiwa lebih dari setengahnya tidak sesuai. Keluarga dan masyarakat hendaknya mau meningkatkan pengetahuan tentang gangguan jiwa dan perawatannya dengan cara sering berkonsultasi dengan petugas kesehatan. Saran Peran keluarga dalam perawatan pasien dengan gangguan jiwa bukan hanya memberikan dan mengawasi menelan obat yang diberikan. Peran keluarga juga perlu melatih pasien dengan kegiatan sehari-hari/activity daily living, keterampilan yang bisa dilakukan pasien untuk memberikan aktivitas sehingga pasien menjadi terbiasa dengan kegiatan tersebut. Melatih dan membiasakan pasien berakti- vitas, dapat menjadi suatu stimulus munculnya kegiatan yang kurang tepat dan dapat menghambat proses terapi. Pemahaman keluarga dan kemauan untuk belajar merawat pasien dengan benar perlu ditingkatkan. Peran petugas juga sangat diperlukan dalam mencapai tujuan tersebut. DAFTAR RUJUKAN Notoadmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Alikasi. Jakarta: Rineka Cipta. World Health Organization.2000. ‘Definition, diagnosis and clasification of diabetus mellitus and its complications.’ Report a WHO Consultation. WHO, Geneva.