260 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 260–267 260 SELF EFFICACY PASIEN DIABETES MELITUS DALAM PENGELOLAAN MAKAN DI UPTD PUSKESMAS KECAMATAN SANANWETANKOTA BLITAR (Self Efficacy in Patients with Diabetes Mellitus Management Healthy Eating In UPTD Sananwetan District of Blitar Town) Rizha Malayanita Praktisi Keperawatan email: rizhamalayanita@gmail.com Abstract: Self -efficacy in meal management of diabetic patients, which is one of the self- regulating ability of individuals in meal management of diabetic patients. The purpose of this research was to determine self efficacy in meal management of patients with diabetes mellitus such amount of food, type of food and eating schedules that consumed DM patients in Distict Health Sananwetan, Blitar. This research used a descriptive design. The population was all of DM patient who check their health at health centers Sananwetan, Blitar, and the sample was 30 people taken by accidental sampling tech- nique. The data collection was done by closed-ended multiple choice questions questionnaire. The data collection was done on the date June 6 until 18, 2016. The results showed that self efficacy in meal management of diabetic patients was 50 % (15 people) less, 33.3 % (10 people) fair and 16.7 % (5 people) good. Patients with diabetes mellitus in district health Sananwetan Blitar, needed motivation, guidance and health education to improve good and right self efficacy meal management. Keywords: Meal management, self-efficacy , patients with DM Abstrak: Self efficacy pasien DM dalam pengelolaan makan ,yaitu salah satu kemampuan pengaturan diri individu pasien DM dalam pengelolaan makan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui self efficacy pasien DM dalam pengelolaan makanan berupa jumlah makanan, jenis makanan dan jadwal makan yang dikonsumsi pasien DM di Puskesmas Sananwetan Kota Blitar. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Populasi penelitian adalah semuapasien DM yang memeriksakan diri di Puskesmas Sananwetan Kota Blitar, besar sampel sebanyak 30 orang dengan teknik accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner closed-ended multiple choice questions. Waktu pengambilan data dilakukan pada tangal 06–18 Juni 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self efficacy pasien DM dalam pengelolaan makan yaitu 50% (15 orang) kurang, 33,3% (10 orang) cukup dan 16,7% (5 orang) baik. Pasien diabetes mellitus di Puskesmas Sananwetan Kota Blitar membutuhkan bantuan motivasi, bimbingan dan KIE untuk meningkatkan self efficacy pengelolaan makan yang baik dan benar. Kata kunci: Pengelolaan makan, self efficacy, pasien DM Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus dibebe- rapa Negara berkembang, akibat peningkatan ke- makmuran dinegara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama dikota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi pe- nyakit degenerative, seperti penyakit jantung koro- ner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain. Tetapi data epidemiologi dinegara berkem- bang memang masih belum banyak. Hal ini dise- babkan penelitian epidemiologi sangat mahal biaya- nya. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal dari Negara maju (Su- yono, 2011). hp Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 3, Desember 2017 DOI: 10.26699/jnk.v4i3.ART.p260-267 IT Typewritten text © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 261Malayanita, Self Efficacy Pasien Diabetes Melitus... Menurut penelitian epidemiologi yang sampai tahun delapan puluhan telah dilaksanakan diberbagai kota di Indonesia, prevalensi diabetes berkisar antara 1,5 s/d 2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6%. Hasil penelitian epidemiologis berikut- nya tahun 1993 di Jakarta (daerah urban) membuk- tikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, kemudian pada tahun 2001 di Depok, daerah sub- urban di selatan Jakarta menjadi 12,8%. Demikian pula prevalensi DM diujung pandang (daerah urban), meningkat dari 1,5% pada tahun 1981 menjadi 3,5 pada tahun 1998 dan terakhir pada tahun 2005 menjadi 12,5%. Di daerah rural yang dilakukan oleh Arifin disuatu kota kecil di Jawa Barat angka itu hanya 1,1%. Disuatu daerah terpencil di Tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8%. Disini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural, menunjukkan bahwa gaya hidup mempe- ngaruhi kejadian diabetes. Di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi (DMDT) yang sekarang dikategorikan sebagai diabetes tipe pancreas di Jawa Timur, sebe- sar 21,2% dari seluruh diabetes rural (Suyono, 2011). Permasalahan yang dihadapi dalam menangani penderita DM, perlu adanya kemampuan dalam mengorganisir pola makan,olahraga dan kontrol kesehatan. Secara keseluruhan, hanya sekitar 15% pasien yang telah melaksanakan rekomendasinya dengan benar. Hal yang khusus lagi pola kontrol keluarga yang masih rendah, karena keluarga ku- rang memperhatikan pola diit dan penderita DM masih menuruti seleranya sendiri. Menurut data dari dinas kesehatan Kota Blitar ada 328 penderita Diabetes mellitus dipuskesmas Sananwetan, ada 207 penderita diabetes mellitus dipuskesmas Sukorejo serta ada 134 penderita diabetes mellitus dipuskes- mas Kepanjen Kidul selama bulan Agustus 2015. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 11–12 September 2015 di puskesmas Sananwetan Kota Blitar, jumlah kunjungan selama bulan Agustus 2015 ada 30 klien penderita diabetes mellitus. Dari jumlah yang ada, 8 klien penderita diabetes mengatakan tidak mengetahui pengelolaan makanan yang benar, dan 15 klien penderita diabetes mengatakan sering melanggar diit. Sebagian besar penderita diabetes mellitus mengatakan bahwa makanan untuk pende- rita diabetes tidak sama pengelolaannya (memasak- nya) dengan anggota keluarga yang lain sehingga klien merasa bosan menjalankan diit diabetes. Seringkali penderita diabetes merasa sudah meng- atur makan dengan ketat, tapi tidak sembuh. Ini bisa berdampak dalam pengelolaan makan, banyak makanan yang dilanggar sehingga mengakibatkan kadar glukosa dalam darah tidak turun/normal. Dengan banyaknya penderita yang masih melang- gar diit, membuktikan bahwa penderita masih belum mampu mengorganisir self efficacy tentang pola diit DM dalam keluarga. Bandura (1986) dalam Winarni dan Mujito (2003) Self efficacy didefinsikan sebagai suatu per- timbangan pendapat seseorang mengenai kemam- puannya untuk mengatur dan melakukan serang- kaian tindakan yang diperlakukan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Hal ini berhubungan dengan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukannya dengan berbekal ketrampilan atau keahlian apapun yang dimiliknya. Efficacy sendiri diartikan sebagai kekuatan yang dimiliki untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Browson et al (2007) dalam Suragih (2012) mengemukakan berbagai upaya yang dapat dilaku- kan untuk mendorong penderita DM agar dapat mandiri dalam pengelolaan makanannya. Smeltzer & Bare dalam Suragih (2012) upaya tersebut antara lain dengan memberikan informasi kepada klien DM beserta keluarganya, bagaimana cara mengelola makanan DM, pengelolaan makanan yang baik sesuai dengan kalori, kepatuhan klien DM dalam melaksanakan pengelolaan makanan merupa- kan masalah yang dihadapi oleh klien DM dan keluarganya. Terjadinya masalah dalam keluarga tentang pengetahuan diit makanan pada penderita DM adalah kurang pedulinya keluarga untuk melakukan progam diit untuk penderita DM dan kurangnya informasi dalam keluarga tersebut mengenai diit yang benar untuk penderita DM. selain dari faktor keluarga ada faktor lain yaitu kesadaran diri pen- derita DM itu untuk melakukan progam diet. Banyak penderita DM yang sering melanggar aturan diit DM karena merasa bosan dan putus asa penyakit- nya tidak kunjung sembuh. Yang sering dilanggar penderita DM seperti ngemil gorengan, merokok, minum kopi, mengkonsumsi nasi berlebihan. Sehing- ga saat waktunya pengecekan gula darah, hasilnya masih tinggi kadar glukosa darah penderita tersebut. Dengan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana self efficacy pasien DM dalam penge- lolalan makanan di Puskesmas Sananwetan Kota Blitar. 262 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 260–267 BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi penelitian adalah adalah pasien diabtes mellitus yang sedang memeriksakan diri dioli umum UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, besar sampel sebanyak 30 orang diambil dengan teknik accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner. Wak- tu pengambilan data dilakukan pada 06–18 Juni 2016. HASIL PENELITIAN Data umum, self efficacy pasien diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di UPTD Pus- kesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar seperti dalam Tabel 1 di bawah. Self efficacy pasien diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di UPTD Puskesmas Keca- matan Sananwetan Kota Blitar berdasarkan para- meter jumlah makan ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 1 Data umum self efficacy pasien diabetes melli- tus dalam pengelolaan makan di UPTD Puskes- mas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, 06– 18 Juni 2016 (n=30) Data Umum f % Jenis kelamin: Laki-laki 13 43.3 Perempuan 17 56.7 Usia: 41-65 tahun 22 73.3 > 65 tahun 8 26.7 Pendidikan terakhir: SD 7 23,3 SMP 6 20,0 SMA 10 33,3 PT 7 23,3 Pekerjaan: Swasta 12 40,0 PNS 9 30,0 Tidak bekerja 9 30,0 Pernah terpapar informasi: Ya 21 70,0 Tidak 9 30,0 Banyaknya informasi: 3 Tidak ada 9 30 1 kali 7 23.3 2 Kali 5 16.7 3Kali 3 10 >3 Kali 6 20 Sumber Informasi: Tidak ada 9 30 Media Massa 1 33.3 Pelayanan kesehatan 17 56.7 Orang Lain 3 10 Self efficacy pasien diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di UPTD Puskesmas Keca- matan Sananwetan Kota Blitar ditunjukkan dalam Tabel 2. Self Efficacy Pengelolaan Makanan DM f % Baik 5 16.7 Cukup 10 33.3 Kurang 15 50 Tabel 2 Data self efficacy pasien diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, 06-18 Juni 2016 (n=30) Self Efficacy Jumlah Makanan f % Baik 4 13.3 Cukup 11 36.7 Kurang 15 50 Tabel 3 Data jumlah makanan yang dikonsumsi pasien diabetes mellitus di poli umum UPTD Kesehatan Sananwetan Kota Blitar, 6-18 Juni 2016 (n=30) Self efficacy pasien diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di UPTD Puskesmas Keca- matan Sananwetan Kota Blitar berdasarkan para- meter jenis makanan ditunjukkan dalam Tabel 4. Self Efficacy Jenis Makanan f % Baik 11 36.7 Cukup 16 53.3 Kurang 3 10 Tabel 4 Data jenis makanan yang dikonsumsi pasien diabetes mellitus di poli umum UPTD Kesehatan Sananwetan Kota Blitar, 6-18 Juni 2016 (n=30) Self efficacy pasien diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di UPTD Puskesmas Keca- matan Sananwetan Kota Blitar berdasarkan para- meter jadwal makan ditunjukkan dalam Tabel 5. 263Malayanita, Self Efficacy Pasien Diabetes Melitus... Tabulasi silang antara pendidikan terakhir dengan self efficacy pengelolaan makan ditunjukkan dalam Tabel 8. Self Efficacy Jadwal Makanan f % Baik 7 23.3 Cukup 6 20 Kurang 17 56.7 Tabel 5 Data jadwal makanan pasien diabetes mellitus di poli umum UPTD Kesehatan Sananwetan Kota Blitar, 6-18 Juni 2016 (n=30) Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan self efficacy pengelolaan makan ditunjukkan dalam Tabel 6. f % f % f % Laki-laki 3 10 2 6.7 8 26.7 Perempuan 2 6.7 8 26.7 7 23.3 Total 5 16.7 10 33.3 15 50 Tabel 6 Data tabulasi silang antara jenis kelamin dengan self efficacy pengelolaan makan di UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, 6-18 Juni 2016 (n=30) Jenis Kelamin Self Efficacy Baik Cukup Kurang Tabulasi silang antara umur dengan self efficacy pengelolaan makan ditunjukkan dalam Tabel 7. Tabel 7 Data tabulasi silang antara umur dengan self efficacy pengelolaan makan di UPTD Puskes- mas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, 6– 18 Juni 2016 (n=30) f % f % f % 41-65 5 16.7 7 23.3 10 33.3 > 65 0 0 3 10 5 16.7 Total 5 16.7 10 33.3 15 50 Umur Self Efficacy Baik Cukup Kurang Tabel 8 Data tabulasi silang antara pendidikan ter- akhir dengan self efficacy pengelolaan makan di UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, 6-18 Juni 2016 (n=30) f % f % f % SD 1 3.3 2 6.7 4 13.3 SMP 0 0 2 6.7 4 13.3 SMA 3 10 3 10 4 13.3 PT 1 3.3 3 10 3 10 Total 5 16.6 10 33.3 15 50 Pendidikan Terakhir Self Efficacy Baik Cukup Kurang Tabulasi silang antara pekerjaan dengan self efficacy pengelolaan makan ditunjukkan dalam Tabel 9. Tabel 9 Data tabulasi silang antara pekerjaan dengan self efficacy pengelolaan makan di UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, 6–18 Juni 2016 (n=30) f % f % f % Swasta 2 6.7 4 13.3 6 20 PNS 2 6.7 3 10 4 13.3 Tidak Bekerja 1 3.3 3 10 5 16.7 Total 5 16.7 10 33.3 15 50 Pekerjaan Self Efficacy Baik Cukup Kurang Tabulasi silang antara banyaknya informasi dengan self efficacy pengelolaan makan ditunjuk- kan dalam Tabel 10. Tabel 10 Data tabulasi silang antara banyaknya infor- masi dengan self efficacy pengelolaan makan di UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, 6–18 Juni 2016 (n=30) f % f % f % Tidak ada 0 0 3 10 6 20 1 kali 1 3.3 3 10 3 10 2 kali 2 6.7 1 3.3 2 6.7 3 kali 2 6.7 1 3.3 0 0 > 3 kali 0 0 2 6.7 4 13.3 Total 5 16.7 10 33.3 15 50 Banyaknya Informasi Self Efficacy Baik Cukup Kurang 264 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 260–267 PEMBAHASAN Dari hasil penelitian self efficacy penderita diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di poli umum UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar yaitu sebanyak 50% (15 orang) hasilnya kurang. Terdapat parameter self efficacy kurang yaitu jadwal makan. Pada parameter jadwal makan kurang sebanyak 56,7% (17 orang). Jadwal Makan Berdasarkan jadwal makan penderita diabetes mellitus di poli umum UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar mempunyai pengelolaan jadwal makan kurang sebesar 56,7% (17 orang). Self efficacy tentang jadwal makan kurang dibuk- tikan dengan pasien diabetes mellitus makan lebih dari 3 kali sehari dan diselingi ngemil berlebihan setiap waktu. Jadwal makan meliputi pola makan 3x makan besar dan 3x makan kecil, jadwal makan jam 07.00, jam 13.00 dan 19.00, memberi jarak antara makan dengan ngemil lebih dari 3 jam, makan tidak lebih dari 3x sehari. Yang dimaksud dengan jadwal adalah waktu-waktu makan yang tetap, yaitu makan pagi, siang dan malam, serta makan selingan- nya. Biasanya jadwal itu, disusun sebagai berikut: Pukul 07:30 = makan pagi (sarapan) Pukul 10:00 = makan selingan (kudapan) Pukul 12:30 = makan siang Pukul 15:00 = kudapan Pukul 18:00 = makan malam Pukul 21:00 = kudapan Menurut ADA (2010) perlu pengaturan jadwal makan bagi penderita DM karena keterlambatan atau keseringan makan akan mempengaruhi kadar glukosa darah. Faktanya, berdasarkan hasil dari kuesioner pernyataan nomer 18 yaitu “saya tidak pernah membuat jadwal makan” masih ada 30% (21 orang) yang menjawab “tidak”. Padahal jadwal makan sangat dibutuhkan untuk mengelola makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Peneliti berpen- dapat jadwal makan sangat penting unuk mengontrol makanan yang dikonsumsi setiap harinya sehingga gula darah normal. Dalam usaha mencapai tujuan terkadang ba- nyak rintangan dan kesulitan yang harus dihadapi terlebih lagi tujuan tersebut sangat ideal sehingga memerlukan usaha yang cukup hebat dalam menca- painya, seseorang dengan self efficacy yang rendah maka akan sulit bertahan dan bahkan cenderung berhenti untuk terus mengusahakan apa yang men- jadi tujuannya. Dari hasil penelitian self efficacy penderita diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di poli umum UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar yaitu sebanyak 33,3% (10 orang) hasil- nya cukup. Terdapat parameter self efficacy cukup yaitu jenis makanan. Pada parameter jenis makanan cukup sebanyak 53,3% (16 orang). Jenis Makanan Berdasarkan jenis makan yang dikonsumsi penderita diabetes mellitus di poli umum UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar mempunyai pengelolaan jenis makan yang dikon- sumsi cukup sebesar 53.3% (16 orang). Self efficacy tentang jenis makanan cukup dibuktikan dengan pasien diabetes mellitus masih mengkon- sumsi karbohidrat lebih seperti nasi dan mie, makan sayur lodeh tapi membatasi makan ice cream dan cake. Jenis makanan meliputi tidak makanmakanan mengandung tinggi karbohidrat, berlemak, dan gula, banyak mengkonsumsi makanan mengandung pro- tein dan vitamin, mengkonsumsi makanan peng- ganti karbohidrat. Mengenai jenis makanan pada umumnya pe- nyusunan makanan akan menyangkut zat gizi sebagai berikut a) Protein b) Serat c) Vitamin dan mineral. Penyandang diabetes mempunyai risiko tinggi untuk mendapatkan penyakit jantung dan pembuluh darah. Lemak dan kolesterol dalam makanan perlu dibatasi.Kolesterol dalam jumlah yang banyak di dalam darah, dapat membentuk endapan dinding pembuluh darah sehingga menye- babkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis. Pengolahan makanan sebaiknya tidak terlalu banyak digoreng dan tidak lebih dari satu lauk saja pada tiap kali makan. Faktanya, berdasarkan hasil dari kuesioner pada pernyataan nomer 10 yaitu “saya setiap hari maih mengkonsumsi makanan gorengan dan sayur bersantan (lodeh)” masih ada 63% (19 orang) men- jawab “tidak”. Membuktikan bahwa pasien diabetes tersebut mampu menghindari makanan berlemak. Peneliti berpendapat bahwa makanan yang banyak mngandung lemak dan koestrol dapat menjadi faktor bertambahnya masalah baru yaitu penyempitan pembuluh darah. Dari hasil penelitian self efficacy penderita diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di poli umum UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar yaitu sebanyak 16,7% (5 orang) hasilnya baik. Terdapat parameter self efficacy baik yaitu jenis makanan. Pada parameter jenis makanan baik sebanyak 36,7% (11 orang). 265Malayanita, Self Efficacy Pasien Diabetes Melitus... Jenis Makanan Berdasarkan jenis makan yang dikonsumsi penderita diabetes mellitus di poli umum UPTD Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar mempunyai pengelolaan jenis makan yang dikon- sumsi baik sebesar 36,7% (11 orang). Self efficacy tentang jenis makanan baik dibuktikan dengan pasien diabetes mellitus maembatasi makanan yang tinggi gula seperti cake dan berlemak seperti go- rengan. Jenis makanan meliputi, tidak makan ma- kanan mengandung tinggi karbohidrat, berlemak, dan gula, banyak mengkonsumsi makanan mengandung protein dan vitamin, mengkonsumsi makanan peng- ganti karbohidrat. Buah dan susu sudah terbukti mempunyai res- pon glikemik yang lebih rendah dari pada sebagian besar tepung-tepungan. Walaupun berbagai tepung- tepungan mempunyai respon glikemik berbeda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah total karbo- hidrat yang dikonsumsi dari pada sumber karbo- hidrat. Faktanya, berdasarkan hasil dari kuesioner pada pernyataan nomer 14 yaitu “saya suka meng- konsumsi buah-buahan” ada 97% (29 orang) men- jawab “ya”. Membuktikan bahwa pasien diabetes tersbut sering mengkonsumsi buah yang mengan- dung vitamin yang mampu mengganti kebutuhan gula. Peneliti berpendapat bahwa makanan yang banyak mengandung vitamin dapat memperbaiki metabolism tubuh dan mengkonsumsi buah dapat juga sebagai pengganti gula alami. Setelah proses evaluasi yang dilakukan oleh seseorang menghasilkan suatu keyakinan untuk dapat mencapai tujuannya, maka selanjutnya sese- orang tersebut akan membuat perencanaan tindakan yang akan dilakukanuntuk mencapai tujuannya tersebut. Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi tidak akan merasa ragu untuk membuat perencanaan dan serangkaian tindakan-tindakan yang akan menguntungkan dalam mencapai tujuan yang dikehendakinya Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Self Ef- ficacy Berdasarkan tabulasi silang antara umur pasien diabetes militus dengan self efficacy pengelolaan makan didapatkan hasil umur 41–65 tahun lebih rendah 73,3% (22 orang) dari pada umur >65 tahun 26,7% (8 orang). Pada umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara dratis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah sesorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun dan pada mereka yang berat badannya berlebih sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin. Sebab pada usia ini biasanya sesorang akan mengalami kesuksesn duniawi. Peneliti berpendapat bahwa usia mempengaruhi self efficacy pengelolaan makan karena diusia tersebut menganggap bahwa tidak penting me- ngelola makan dan mereka dapat membeli makan apa saja karena kecuupan materi. Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Self Efficacy Berdasarkan tabulasi silang antara jenis kelamin pasien diabetes militus dengan self efficacy pengelolaan makan didapatkan hasil perempuan dalam kategori kurang 56,7% (17 orang) dari pada laki-laki 43,3% (13 orang). Penyakit Diabetes Mellitus ini sebagian besar dapat dijumpai pada perempuan dibandingkan laki- laki. Hal ini disebabkan karena pada perempuan memiliki LDL atau kolesterol jahat tingkat trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, dan juga terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatupenyakit, dan hal tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadi- nya penyakit Diabetes Mellitus. Jumlah lemak pada laki-laki dewasa rata-rata berkisar antara 15–20% dari berat badan total, dan pada perempuan sekitar 20–25 %. Jadi peningkatan kadar lipid (lemak darah) pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki- laki, sehingga faktor risiko terjadinya Diabetes Mellitus pada perempuan 3–7 kali lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki yaitu 2–3 kali. Peneliti berpendapat bahwa jenis kelamin mempengaruhi self efficacy pengelolaan makan karena perempuan sering mengelola makanan dalam rumah tangganya serta nafsu ngemil perempuan lebih besar daripada laki-laki. Tabulasi Silang Antara Pendidikan Terakhir Dengan Self Efficacy Berdasarkan tabulasi silang antara pendidikan terakhir pasien diabetes militus dengan self efficacy pengelolaan makan didapatkan hasil lulusan SMA dalam kategori kurang 33,3% (10 orang) dari pada lulusan SD, SMP dan Perguruan Tinggi. 266 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 260–267 Hal tersebut dapat terjadi karena pola pikir dan pengetahuan pasien diabetes mellitus yang berpen- didikan terakhir SMA rendah. Ketika seseorang memiliki tujuan, langkah pertama yang harus dimiliki adalah pemikiran positif terhadap kemampuan yang dimiliki. Pemikiran positif tersebut akan membuat seseorang berani untuk bertindak. Tinggi rendahnya self efficacy yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi pola pikir seseorang tersebut dalam usaha mencapai tujuan. Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Dengan Self Efficacy Berdasarkan tabulasi silang antara pekerjaan pasien diabetes militus dengan self efficacy penge- lolaan makan didapatkan hasil pekerja swasta dalam kategori kurang 40% (12 orang) dari pada pekerja PNS dan tidak bekerja 30% (9 orang). Hal tersebut dapat terjadi pada pekerja swasta karena waktu mereka lebih santai dan banyak waktu luang, berkaitan dengan penguasaan individu terha- dap bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan self efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas. Tabulasi Silang Antara Banyaknya Informasi Dengan Self Efficacy Berdasarkan tabulasi silang antara banyaknya informasi pasien diabetes militus dengan self efficacy pengelolaan makan didapatkan hasil belum pernah mendapat informasi sebanyak 20% (6 orang) dalam kategori kurang. Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber self efficacy nya. Self efficacy juga dipe- ngaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan self efficacy individu tersebut pada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukanya dengan baik. Peng- amatan individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemam- puannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan self efficacy individu mudah dipe- ngaruhi oleh pengalaman individu lain. Yaitu kurng- nya pemahaman individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di poli umum UPTD kesehatan kecamatan sanan- wetan Kota Blitar, dapat disimpulkan bahwa self efficacy pasien diabetes mellitus dalam pengelolaan makan berdasarkan jumlah, jenis dan jadwal sebanyak 16,7% dalam kategori baik, sebanyak 33,3% dalam kategori cukup dan sebanyak 50% dalam kategori kurang. Self efficacy pasien diabetes mellitus dalam pengelolan makan pada penelitian ini yang memiliki hasil baik yaitu pasien diabetes mellitus mampu mengurangi asupan gula yang dikonsumsi setiap harinya. Untuk kategori cukup yaitu pasien diabetes mellitus mampu memilih jenis makanan yang tidak boleh dan boleh dikonsumsi seperti sayuran, ikan, dan buah. Untuk hasil kategori kurang yaitu pasien diabetes mellitus masih belum bisa mengendalikan jumlah makanan yang dia konsumsi, seperti makan nasi 1 porsi piring penuh ditambah mie instan goreng serta pengaturan jadwal makan yang sering diabai- kan, seperti sehari makan lebih dari 3 kali dan ngemil setiap hari. Saran Bagi Kepala UPTD Puskesmas, membantu memotivasi, membimbing, dan memberikan KIE tentang pengelolaan makan yang baik dan benar pada pasien diabetes mellitus agar pasien diabetes mellitus dapat mempertahankan atau meningkatkan self efficacy yang baik dan merubah self efficacy yang kurang menjadi baik terutama pada pengelolaan makan Bagi Peneliti Lain, bagi peneliti lanjutan untuk memperkuat kuesioner agar lebih sempurna dan lebih terfokus untuk memunculkan self efficacy pasien diabetes mellitus dalam pengelolaan makan di UPTD Kesehatan Kecamatan Sananwetan Kota Blitar. 267Malayanita, Self Efficacy Pasien Diabetes Melitus... DAFTAR RUJUKAN American Diabetes Association, 2010. Suragih. 2012. Pengetahuan Dan Sikap Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dalam Pengelolaan Makan. Suyono, S. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: PT Badan Penerbit FKUI. Winarni, S., & Mujito 2003. Pengaruh Kominikasi Terapiutik Dalam Meningkatkan Self Efficacy Terhadap Diet Dan Kontrol Kedokter Penderita DM Vol.1 No.1.