103 HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS BEBAS (Relationship Between Parents Role With Teen’s Attitude About Free Sex) Dian Lutfianawati dan Intin Ananingsih STIKes Patria Husada Blitar e-mail: ananingsihintin@yahoo.co.id Abstract: Teenagers are the transition from children into adults whose duration varies depends on the social and cultural factors. Parents take an important role to improve the general knowledge of child and adolescent reproductive health in particular. Method: The research design was correlational design. The research sample was 30 student XI class in MAN Wlingi, Blitar Regency. It was choosen using purposive sampling. The data was collected using questionnaire. The data was analysed using Chi Square Test. Result: The results showed by Chi Square correlation (Rho) that the p value = 0,001. Discussion: Based on the results of the research, it was recommended that parents not fully apply the authoritarian role to the teenagers. Keywords : parents role, attitude, free sex Perilaku seks di kalangan remaja saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, sehingga berdampak pada persoalan KTD, aborsi dan kejadian HIV dan AIDS semakin tahun semakin meningkat. Hal ini juga dipengaruhi adanya pergeseran sikap yang lebih permisif pada hubungan seksual. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang sangat cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma- norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Remaja merupakan masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya. Cirinya adalah alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya dan belum menikah. Kondisi yang belum menikah menyebabkan remaja secara sosial budaya termasuk agama dianggap belum berhak atas informasi dan edukasi apalagi pelayanan medis untuk kesehatan reproduksi. Terjerumusnya remaja ke dalam dunia hubungan sosial yang luas maka mereka tidak saja harus mulai adaptasi dengan norma perilaku sosial tetapi juga sekaligus dihadapkan dengan munculnya perasaan dan keinginan seksual (Dianawati, 2003). Remaja yang dahulu terjaga secara kuat oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah mengalami pengikisan yang disebabkan oleh pengaruh globalisasi dan modernisasi. Menurut teori Ecological Model of Youtn Development, keluarga (orang tua) memiliki kekuatan yang paling besar di dalam mempengaruhi kehidupan remaja termasuk perilaku seksualnya. Orangtua memegang peranan penting untuk meningkatkan pengetahuan anak remaja secara umum dan khususnya kesehatan reproduksi. Karena orangtua merupakan lingkungan primer dalam hubungan antar manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Bilamana orang tua mampu mengkomunikasikan mengenai perilaku seks (pendidikan seks) kepada anak remajanya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Dan sebaliknya jika orang tua tidak mampu mengkomunikasikan mengenai pendidikan seks maka akan berdampak pada perilaku seksual yang berisiko. Sistem kekerabatan dalam keluarga yang berhubungan dengan orang tua sebagai pusat kekuasaan dalam mengawasi remaja. Komunikasi orang tua dengan anak memegang peranan penting dalam membina hubungan keduanya. Orang tua yang kurang bias berkomunikasi dengan anaknya akan menimbulkan konflik hubungan sehingga dapat berdampak pada ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 1, No. 2, Juli 2014 DOI: 10.26699/jnk.v1i2.ART.p098-103 IT Typewritten text © 2014 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ Lutfianingsing dan Ananingsih, Hubungan Peran.. 104 perilaku seksual remaja. Orang tua mencegah terjadinya perilaku berisiko yaitu penggunaan alcohol, aktivitas seksual, kenakalan dan perbuatan yang amoral lainnya (Wilis, 2006) . Remaja mempunyai karakter khas yang penuh gejolak dengan perkembangan emosi yang belum stabil menjadikan remaja lebih rentan mengalami gejolak sosial. Fakta telah membuktikan bahwa keteledoran orang tua dalam mengawasi dan berkomunikasi dengan anaknya berkontribusi dalam peningkatan perilaku seksual berisiko, problem-problem sosial dan perbuatan kriminal. Peran orang tua mempengaruhi pergaulan bagi remaja. Peran orang tua meliputi peran demokratis, peran otoriter, dan peran permisif. Peran otoriter merupakan peran dengan cara mengasuh anak-anaknya dengan cara ketat dan disiplin. Peran otoriter meliputi dua konsep yaitu konsep positif dan konsep negative. Konsep positif dapat terjadi di pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin diri dan pengendalian diri. Sedangkan konsep negatif dijelaskan bahwa disiplin dalam diri berarti pengendalian dengan kekuatan dari luar diri, hal ini merupakan suatu bentuk pengekangan melalui cara yang tidak disukai dan menyakitkan (Wilis, 2006). WHO (World Healht Organation) memperkirakan dengan rata-rata 100% seluruh remaja yang ada di dunia, diperkirakan 47% nya telah terlibat dalam prilaku seks bebas. Angka ini juga sangat berkaitan dengan tingginya jumlah angka penderita HIV/AIDS (Human Irnmunodeviciency Virus/Aquared Immuno Deficiency Virus) yang terus menerus meningkat setiap tahunnya. Terbukti pada tahun 2002 jumlah penderita diperkirakan 90.000 hingga 160.000¬an kasus. Angka ini semakin meningkat ditahun 2006, antara 169.000 hingga 216.000, data akhir di bulan September menjukan angka 6.987 dengan kasus baru (Dianawati, 2003). Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini memang sangatlah memprihatinkan. Berdasarkan beberapa data, di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota- kota besar antara lain Jakarta, Surabaya, dan bandung pernah berhubungan seks. Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 persen di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi. Aborsi dilakukan sebagai jalan keluar dari akibat dari perilaku seks bebas. Bahkan penelitian LSM Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara) Bandung antara tahun 2000-2002, remaja yang melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% di antaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Data ini didukung beberapa hasil penelitian bahwa terdapat 98% mahasiswi Yogyakarta yang melakukan seks pra nikah mengaku pernah melakukan aborsi. Secara kumulatif, aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta kasus per tahun. Setengah dari jumlah itu dilakukan oleh wanita yang belum menikah, sekitar 10-30% adalah para remaja. Artinya, ada 230 ribu sampai 575 ribu remaja putri yang diperkirakan melakukan aborsi setiap tahunnya. Sumber lain juga menyebutkankan, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi dan jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun. Selain itu survei yang dilakukan BKKBN pada akhir 2008 menyatakan, 63 persen remaja di beberapa kota besar di Indonesia melakukan seks pranikah. Dan, para pelaku seks dini itu menyakini, berhubungan seksual satu kali tidak menyebabkan kehamilan. Hubungan perilaku seks bebas menunjukkan 41% responden remaja menyatakan alasan melakukan hubungan seksual karena cinta (suka sama suka) dan merupakan kebutuhan biologis, sedangkan 54% menyatakan bahwa aktivitas seksual tersebut terjadi karena kurangnya perhatian orang tua atau retaknya komunikasi antara orang tua dan anak khususnya remaja. Penelitian terhadap remaja usia 17-19 tahun yang melakukan hubungan seks pranikah di enam kota di Jawa Timur menempatkan kota Malang diurutan kedua (15%) setelah kota Banyuwangi (19%). Angka ini lebih besar diabandingkan dengan kejadian di kota Surabaya yang hanya 15%. Tingginya angka remaja melakukan hubungan seks pranikah di kota Malang yang melebihi kota Surabaya semestinya perilaku seks pranikah remaja juga lebih rendah (Mufida, 2008). Data dinas kesehatan kabupaten Blitar dapat dihasilkan 10% remaja pernah melakukan seks bebas seperti melakukan hubungan seks bebas diluar nikah. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada siswa kelas XI di MAN Wlingi Kabupaten Blitar sebanyak 272 siswa didapatkan hasil yaitu 74 % siswa mengetahui secara tepat 105 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 1, Nomor 2, Juli 2014, hlm. 103-109 tentang seks bebas, 16% siswa sudah mengerti tentang kesehatan reproduksi, 12 % siswa berpandangan bahwa berpacaran dengan berpegangan tangan, berciuman itu boleh-boleh saja dan 8% siswa tidak pernah berpacaran. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk membuat penelitian dengan judul: "Hubungan Peran Orang Tua dengan Sikap Remaja tentang Seks Bebas pada Siswa Kelas XI di MAN Wlingi Kabupaten Blitar.” Rumusan masalahnya adalah adakah hubungan peran orang tua dengan sikap remaja tentang seks bebas pada siswa kelas XI di MAN Wlingi Kabupaten Blitar. Tujuan umumnya adalah mengetahui tentang hubungan peran orang tua dengan sikap remaja tentang seks bebas. Sedangkan tujuan khususnya adalah (1) Mengidentifikasi peran orang tua pada remaja tentang seks bebas, (2) Mengidentifikasi sikap remaja tentang seks bebas, (3) Menganalisa hubungan peran orang tua dengan sikap remaja tentang seks bebas. Manfaat teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi dalam bidang pergaulan seks bebas. Menambah pengetahuan tentang peran orang tua dalam pendidikan remaja. Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah dapat meningkatkan pengetahuan dan peran orang tua dalam memberikan pendidikan remaja tentang perilaku seks bebas dan memberi masukan kepada institusi pendidikan tentang hubungan peran orang tua dengan sikap remaja tentang seks. BAHAN dan METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analitik korelasi dengan menggunkan pendekatan Cross Sectional. Subyek penelitian ini sebanyak 30 siswa yang diambil sesuai dengan tekhnik sampling yang telah ditentukan. Subyek penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Variabel bebasnya adalah peran orang tua. Variabel terikatnya adalah sikap remaja tentang seks bebas. Skor yang diperoleh diubah menjadi kategori peran orang tua dan kategori sikap remaja, dan untuk mengetahui hubungan variable independent dan dependen menggunakan analisis Uji Korelasi Chi Square. HASIL PENELITIAN Karakteristik remaja kelas XI di MAN Wlingi Kabupaten Blitar sebanyak 30 siswa seperti dalam table 1 dibawah ini. Tabel 1. Karakteristik Remaja Kelas XI di MAN Wlingi Kabupaten Blitar No Karakteristik f % 1 Umur - 16 tahun 5 16,7 - 17 tahun - 18 tahun 24 1 80,0 3,3 2 Pendidikan Ibu - SD 8 26,7 - SLTP 13 43,3 - SLTA - Sarjana 8 1 26,7 3,3 3 Pendidikan Ayah - SD 10 33,3 - SLTP 13 43,3 No Karakteristik f % - SLTA 7 23,3 4 Pekerjaan Ibu - Petani 2 6,7 - Pedagang 3 10 - Swasta 2 6,7 - Wiraswasta 5 16,7 - IRT 18 60 5 Pekerjaan Ayah - Petani 10 33,3 - Pedagang 5 16,7 - Swasta 7 23,3 - Wiraswasta 8 26,7 Berdasarkan tabel 4.1 dapat di ketahui bahwa dari jumlah 30 responden, orang tua, orang tua yang menerapkan peran otoriter sebanyak 17 responden (56,7%), 14 responden diantaranya memberika dampak sikap negatif, pada remaja (46,7%), sedangkan 3 responden lainnya memberikan dampak positif (10%). Orang tua yang menerapkan peran didik tidak otoriter sebanyak 13 responden (43,3%), 2 responden memiliki dampak sikap negatif (6,7%) dan pada 11 responden yang memiliki dampak sikap positif (36,7%). Jumlah responden yang bersikap negatif sebanyak 16 responden (53,3%) diantaranya 14 responden (46,7%) dengan peran didik otoriter, 2 responden (6,7%) dengan peran didik orang tua yang tidak otoriter dengan jumlah responden yang bersikap positif 14 responden (46,7%) diantaranya 3 responden (10%) dengan peran didik orang tua otoriter dan 11 responden (36,7%) dengan peran orang tua tidak otoriter. Lutfianingsing dan Ananingsih, Hubungan Peran.. 106 Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan nilai p value = 0,001 sehingga nilai 0,001 < 0,01. Nilai χ2 = 13,274, χ2 tabel = 6,635 sehingga χ2 hitung > χ2 tabel artinya signifikan yakni ada hubungan peran orang tua dengan sikap remaja tentang seks bebas. PEMBAHASAN Tabel 2. Peran Orang Tua No Peran Orang Tua f % 1 Otoriter 17 56,7 2 Tidak Otoriter 13 43,3 Tabel 3. Sikap remaja No Sikap remaja f % 1 Negatif 16 53,3 2 Positif 14 46,7 Peran Orang Tua Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden yang memiliki peran orang tua otoriter dengan jumlah responden sebesar 17 responden (56,7%) dan sebesar 13 responden (43,3%) mempunyai peran orang tua tidak otoriter. Peran orang tua meliputi: mengetahui aktifitas responden ketika keluar rumah, keberadaan responden tidak diketahui ketika keluar rumah, aktifitas setelah pulang sekolah, peran orang tua dalam hal tidak mengijinkan remaja tidak berpacaran dan memberitahukan kegiatan remaja diluar rumah, komunikasi orang tua dalam membicarakan kesehatan reproduksi atau pendidikan seksual, mengkonsumsikan hal- hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan mendiskusikan tentang program yang ditonton remaja. Peran otoriter adalah peranan orang tua dimana semua kekuasaan ada pada orang tua, semua keaktifan anak ditentukan olehnya. Anak sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat, anak dianggap sebagai anak kecil terus menerus, anak tidak pernah dapat perhatian yang layak sehingga semua keinginan dan cita-citanya tidak mendapatkan perhatian. Dilihat dari segi pendidikan sebagian besar (43,3%) pendidikan orang tua ayah dan ibu responden adalah SLTP. Dan dilihat dari segi pekerjaan orang tua responden yauitu ibu sebagian besar (60,0%) menunjukan pekerjaannya adlah ibu rumah tangga (IRT), sedangkan ayah responden sebagian besar (33,3%) menunjukan sebagai petani. Tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua sangat berpengaruh dalam mengasuh anak. Pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atau individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen di dalam tingkah laku, fikiran dan sikap. Informasi, pengetahuan dan pengalaman saseorang bisa didapatkan selain dari orang tua,media massa atau lembaga-lembaga lain juga dari teman sebaya dan lingkungan. Teman sebaya lebih dapat mengerti tentang isi hati dan masalah yang didalami. Lingkungan memberikan pengaruh sosial pertama bagi seseorang dimana seseorang dapat mmpelajari hal-hal yang baik dan juga hal- hal yang buruk tergantung pada sifat elompok dan lingkungannya. Sikap Responden Tentang Seks Bebas Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap responden dengan jumlah 30 responden yang memiliki sikap negatif tentang seks bebas sebesar 16 responden (53,3%) dan sebesar 14 responden (46,7%) menunjukkan sikap yang positif tentang seks bebas. Perubahan sikap dapat terjadi perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia responden, pengetahuan, peran orang tua yang otoriter dan irnformasi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Azwar (2009) bahwa pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh faktor yaitu pengalaman pribadi,kebudayaan,pengaruh orang lain yang dianggap penting,media massa ,institusi atau lembaga agama, serta faktor emosi yang membentuk sikap. Sikap negatif disini berarti adanya peran orng tua yang otoriter dan pergaulan didalam sekolah antara laki-laki dan perempuan tidak ada jarak untuk berteman. Peran orang tua dalam berkomunikasi dan juga pengetahuan responden sangat penting. Orang lain (teman sebaya,orang tua dan lingkungan) disekitar responden merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap responden. Responden memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan mendapat penguatan dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut bukan untuk sikap dan perilaku lain. Pengaruh media massa sangat besar bagi responden untuk 107 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 1, Nomor 2, Juli 2014, hlm. 103-109 mendapatkan diplomasi atau pengetahuan tentang seks bebas. Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidak mengherankan jika konsep tersebut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap suatu hal. Dari hasil penelitian didapatkan sikap responden yang mempunyai sikap negatif yang lebih besar tentang seks bebas dari pada sikap positif. Sikap negatif responden menunjukkan bahwa responden mendapatkan perlakuan dari orang lain dengan cara dimana keakttifan ditentukan oleh orang tuanya sehingga sikap responden menjadi negatif. Sedangkan yang mempunyai sikap positif menunjukkan bahwa responden segala keaktifannya dibebaskan tanpa ada paksaan dari orang tuanya. Komponen sikap yang utuh yakni kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek dan yang ke 3 adalah kecenderungan untuk bertindak. Ke 3 komponen sikap ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap utuh ini peran orang tua, pengetahuan,berfikir dan emosi memegang peranan penting. Oleh karena itu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan terutama bagi orang tua responden yang masih menerapkan peran yang otoriter. Dan bagi responden menambah informasi positif dalam menyikapi hal-hal yang negatif. Hubungan Peran Orang Tua Terhadap Sikap Tentang Seks Bebas Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 responden yang memiliki orang tua dengan peran otoriter memberikan dampak sikap negatif terhadap responden sebesar 14 responden (46,7%) dan sebesar 3 responden (10%) memberikan dampak sikap positif. Dan dari 13 responden yang memiliki orang tua dengan peran yang tidak otoriter memberikan dampak sikap negatif terhadap responden sebesar 2 responden (6,7%) dan sebesar 11 responden (36,7%) memberikan dampak sikap positif. Hasil uji Chi Square menunjukan nilai p value = 0,001 sehingga nilai 0,001 < 0,01. Nilai χ2 = 13,274 χ2 tabel = 6,635 sehingga χ2 hitung > χ2 tabel artinya signifikan yakni ada hubungan peran orang tua dengan sikap remaja tentang seks bebas. Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengantarkan anak-anaknya ke alam dewasa. Ayah dan ibu menjadi sumber utama, informasi mengenai pengetahuan tentang pubertas kepada ramaja secara benar dan terpercaya (Dianawati,2008). Masa remaja adalah masa perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental,emosional serta sosial. Proses pertumbuhan merupaka proses berkesinambungan yang dipengaruhi oleh faktor genetik (ras,keluarga) dan faktor lingkungan bio- psokososial mulai dari konsepsi sampai dewasa (Sugiyono, 2011). Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini menunjukan peran orang tua banyak yang otoriter, sehingga mengakibatkan sikap remaja menjadi negativ berupa pembangkangan seperti pembohongan pada orang tua, tidak diijinkan berpacaran tapi mereka diam-diam berpacaran, dan meraka saat berpacaran dengan selalu berciuman yang menyebabkan pola perilaku berpacaran yang bebas karena tidak adanya kontrol orang tua. Dan meraka mendapatkan informasi dari media yang paling banyak dan mudah didapat adalah dari internet yang sangat mudah mendapatkan situs yang berbau porno, mengakibatkan keinginan remaja untuk meniru. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan hormon seks yang mempengaruhi perempuan adala esterogen dan progesteron yang diproduksi di indung telur, edangkan laki-laki diproduksi oleh testis dan dinamakan testosterone. Hormon- hormon tersebut ada didalam darah dan mempengaruhi alat-alat dalam tubuh. Senam hamil harus dilakukan secara teratur dan disiplin dalam batas-batas kemampuan fisik ibu dan juga dibawah pimpinan instruktur senam hamil (Mufida, 2008). Apabila melakukan senam hamil dengan baik tentunya secara fisik dan mental seorang ibu hamil akan memiliki perasaan yang nyaman sehingga akan memberikan kelancaran pada saat persalinan. Bidan perlu melakukan penyuluhan kepada ibu hamil agar proaktif memeriksakan kesehatan mereka dan mencegah sekecil mungkin resiko sebelum melahirkan, dengan harapan dapat melakukan senam hamil secara teratur. Namun, hal ini juga bergantung dari banyak faktor, diantaranya (1) Tingkat pendidikan, hasil Lutfianingsing dan Ananingsih, Hubungan Peran.. 108 penelitian menunjukkan sebagian kecil ibu inpartu berpendidikan SD yaitu 30,8% atau 4 responden. Seseorang yang mempengaruhi penerimaan informasi pendidikan formal berfungsi untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengembangkan daya intelektual, dan memudahkan dalam menerima atau mengadopsi perilaku yang positif. Misalnya : ibu inpartu ketika merasakan ada kontraksi ibu tersebut menjerit-menjerit atau berbicara keras. (2) Dukungan sosial, dimana kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau buruk. Namun tata kelakuan yang kekal dan kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat mengikat menjadi adat istiadat yang terlalu mengikat. Ibu inpartu yang didampingi suami atau tanpa didampingi suami itu beda karena ibu tersebut dengan penuh kasih sayang merasakan betapa besarnya pengorbanan untuk melahirkan bayi sehingga hal itu akan menyebabkan para ibu akan cenderung mempunyai pandangan dan sikap yang lebih positif dalam melakukan senam hamil secara baik dan teratur untuk mengurangi nyeri kontraksi persalinan (Notoatmodjo,2005). SIMPULAN dan SARAN Simpulan Peran orang tua pada siswa kelas XI MAN Wlingi menunjukkan hampir sebagian besar (56,7%) mempunyai peranan yang otoriter pada responden. Sikap remaja tentang seks bebas pada siswa kelas XI MAN Wlingi menunjukkan sebagian besar responden (53,3%) memiliki sikap yang negatif tentang seks bebas. Ada hubungan peran orang tua dengan sikap remaja tentang seks bebas pada siswa kelas XI MAN Wlingi ditandai dengan hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p value = 0,001 dan χ2 =13,274. Saran Saran bagi orang tua, hasil penelitian didapatkan bahwa peran orang tua yang otoriter sebagian besar mempunyai dampak sikap yang negatif bagi remaja, sehingga diharapkan sekolah dapat memberikan penyuluhan tentang peran orang tua yang tidak otoriter bagi wali murid. Dan juga sebagai informasi tentang peran orang tua remaja dan sikap remajanya, bagi profesi kesehatan khususnya kebidanan hendaknya lebih giat dan aktif dalam memberikan konseling, informasi, dan edukasi tentang senam hamil di lingkungan pendidikan secara berkala setiap bulan dan berkesinambungan sesuai kebutuhan dan keadaan, bagi responden, diharapkan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang peran orang tua dengan sikap remaja tentang seks bebas. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa-mahasiswi lain yang berkaitan tentang peran orang tua yang otoriter atau tidak dengan sikap remaja tentang seks bebas. DAFTAR RUJUKAN Azwar, Syaifuddin. 2009. Sikap Manusia dan Teori Pengukurannya. Edisi ke-2. Jakarta: Pustaka Pelajar. Dianawati, Ajeng. 2003. Pendidikan Seks Untuk Remaja. Cetakan Ketiga. Jakarta: Kawan Pustaka. Marzuki. 2002. Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta: CV. Rajawali. Mufida, Alia. 2008. Peran Pola Asuh Orang Tua Dalam Memotivasi Belajar, PS Psikologi Fakultas Kedokteran universitas Sumatera Utara, diakses pada tanggal 17 Juli 2013. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Wilis, S. 2006. Problema Remaja dan Pemecahannnya. Bandung: Angkasa.