1Kusumaningroh, Susilowati, Wulandari, Hubungan Aktivitas Fisik dan ... 1 HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN FASE PENGOBATAN TB DENGAN STATUS GIZI PADA PASIEN TB PARU (The Correlation of Physical Activity and Treatment Phase with Nutritional Status on Patients Of Lungs Tuberculosis) Dina Kusumaningroh, Tri Susilowati, Riyani Wulandari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Surakarta email: kusumadyna8@gmail.com Abstract: Tuberculosis is an infection diseases caused by mycobacterium tuberculosis,the highest cases of tuberculosis in Surakarta is found in health lungs clinic Surakarta with 319 cases (62,35%).The infection of tuberculosis may affect the nutritional status, where the patients looks thin, the patients requiring a treatmet of tuberculosis (intensif and intermitten), sufficient activity to advance nutrition status. The aim of this study was to know the correlation of physical activity and treatment phase of lungs tuberculosis with nutrition status on lungs tuberculosis patient at health lung clinic Surakarta. The study used analytic-correlational design and cross-sectional appoarch, there were 92 lungs tuber- culosis patients as samples taken by purposive and quota sampling. The instrument used questionaries IPAQ and observation. Analytical techniqueused Spearman Rank correlation,chi square and regres- sion logistic(95%). The result of Spearman Rank correlation showed that there was a correlation between physical activity with nutritional status (= 0,029<0,05), and the result of chi-square test explained that there was a correlation between a treatment of lungs tuberculosis with nutrition status (= 0,009<0,05). The result of regression logistic test explained that risk of treatment phase of lungs tuberculosis was 0,382 bigger than physical activity to influence the nutritional status. There was a correlation between physical activity and a treatment phase of lung tuberculosis with nutritional status on lungs tuberculosis patients at health lung clinic Surakarta. Nurses are expected to provide educa- tion about diet and nutritional needs for lungs tuberculosis patients and patients maintain or regulate physical activity and adequate nutritional intake in order to improve nutritional status. Keywords: Physical activity, Treatment phase of lungs tuberculosis and Nutritional Status Abstrak: Tuberkulosis adalah penyakit yang menjadi perhatian global. Penyakit ini disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, kasus TB terbanyak di RS di Surakarta terdapat di BBKPM Surakarta. Infeksi TB ini akan mempengaruhi status gizi pada penderita, dimana penderita akan tampak kurus sehingga diperlukan pengobatan OAT (tahap awal dan lanjutan) dan aktivitas yang cukup untuk meningkatkan status gizi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan fase pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta. Jenis penelitian adalah analitik dengan rancangan cross sectional, sampel dalam penelitian ini sebanyak 92 pasien. Teknik sampling menggunakan purposive dan quota sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisa data menggunakan teknik analisa spearman rank correlation, chi-square dan regression logistic pada taraf signifikansi 95%. Hasil uji bivariat dengan spearman rank correlation menyatakan ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi (= 0,029 < 0,05), hasil uji bivariat chi-square membuktikan adanya hubungan fase pengobatan TB dengan status gizi (= 0,009 < 0,05). Sedangkan hasil uji regresi logistik menyatakan bahwa fase pengobatan TB berpeluang 0,382 kali lebih besar dibandingkan aktivitas fisik untuk mempengaruhi status gizi. Ada hubungan aktivitas fisik dan fase pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta. Diharapkan perawat dapat Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, No. 1, April 2018 DOI: 10.26699/jnk.v5i1.ART.p001–007 IT Typewritten text © 2018 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 2 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 1–7 memberikan edukasi tentang pola makan dan kebutuhan nutrisi untuk pasien TB paru dan pasien menjaga atau mengatur aktivitas fisik serta mencukupi asupan nutrisi agar dapat meningkatkan status gizi. Kata kunci: Aktivitas fisik, Fase pengobatan TB dan Status gizi PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Menurut WHO (World Health Organization) (2015), Global Tuber- culosis Report melaporkan bahwa insiden dan kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. Indonesia adalah Negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak setelah India dan China. Prosentasi sebesar 23% (India), 10% (Indonesia) dan 10% (China) dari seluruh penderita di dunia. Pada tahun 2015, jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia sebanyak 330.910 kasus. Jumlah kasus tertinggi berada di provinsi yang berjumlah penduduk besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 38% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Depkes RI, 2015). Penemuan kasus baru BTA positif di Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 115,17/100.000 pendu- duk. Kota Surakarta menjadi urutan ke 3 untuk penemuan kasus TB BTA (+) tertinggi yaitu se- banyak 347,32/100.000 penduduk setelah Kota Magelang sebanyak 761,72/100.000 penduduk dan Kota Tegal sebanyak 478,7/100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2015). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Surakarta (2014), angka penemuan kasus penderita TB paru di Surakarta dengan BTA (+) pada tahun 2014 sebesar 319 kasus (62,3%). Jika dibandingkan angka penemuan pada tahun 2013 (53,74%) terjadi sedikit peningkatan namun belum mencapai target Renstra Kota Surakarta yang ditetapkan yaitu sebesar 80%. Pada semua penderita TB paru yang ditemukan, telah dilakukan pengobatan. Dari yang diobati, maka angka kesembuhan penyakit TB paru tahun 2013 sebesar 89,05%. Pada tahun 2014, me- ngalami penurunan menjadi 87,36%. Rumah sakit yang melayani pengobatan TB dengan jumlah penemuan kasus tuberkulosis BTA (+) tertinggi adalah di BBKPM Surakarta dengan jumlah 73 kasus, sedangkan yang terendah di RS DR. Oen sebanyak 3 kasus. Menurut Naga (2014) tuberkulosis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, pencegahan penyakit TB seperti melakukan desinfeksi (cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan/ludah anggota keluarga yang terjangkit TB, ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup) dan lingkungan. Dan faktor yang mempengaruhi status gizi menurut Supariasa, Bakri & Fajar (2008) adalah umur, jenis kelamin, lingkungan (fisik, biologi, sosial), ekonomi, budaya, aktivitas fisik serta keadaan imunologis (adanya penyakit infeksi). Pengobatan TB menurut Kemen- kes RI (2014), menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dengan melakukan PMO (Pengawas Minum Obat). Sedangkan untuk pengobatannya sendiri dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap awal (fase intensif) yang diberikan selama 2 bulan dan tahap lanjutan (fase intermitten) yang diberikan dalam jangka waktu yang lebih lama setelah tahap awal. Hasil penelitian Prayitami, Dewiyanti & Roh- mani (2011), menjelaskan bahwa dari 117 penderita tuberkulosis anak, fase pengobatan terbanyak pada fase lanjutan sebanyak 64 anak (54,7%), sedangkan fase awal yaitu sebanyak 53 anak (45,3%). Dan dari 117 penderita tuberkulosis anak, diperoleh bahwa dari 42 penderita memiliki gizi kurang/buruk, ada 15 (35,7%) penderita yang pengobatannya masuk dalam fase lanjutan dan 27 (64,3%) penderita pengobatannya masuk dalam fase awal. Dari 75 penderita yang memiliki gizi normal/lebih, ada 26 (34,7%) penderita yang pengobatannya masuk dalam fase awal dan 49 (65,3%) penderita yang pengobatanya masuk dalam fase lanjutan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa penderita dengan gizi buruk/kurang cenderung didapati pada pengobatan fase awal dan penderita dengan gizi normal/lebih cenderung didapati pada pengobatan fase lanjutan. Hasil penelitian Nadimin (2011), menyatakan bahwa dari 50 sampel pegawai yang beraktivitas fisik tinggi sebanyak 6 (27%) berstatus gizi normal dan 6 (22%) dengan status gizi gemuk. Pegawai yang beraktivitas fisik sedang, ada 11 (50%) ber- status gizi normal dan 11 (39%) berstatus gizi gemuk sedangkan pegawai yang beraktivitas fisik ringan, terdapat 5 (23%) yang berstatus gizi normal dan 11 (39%) dengan status gizi gemuk. Hal ini menunjuk- 3Kusumaningroh, Susilowati, Wulandari, Hubungan Aktivitas Fisik dan ... kan rata-rata pegawai yang beraktivitas sedang mempunyai status gizi normal. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di BBKPM Surakarta didapatkan hasil bahwa laporan kasus baru TB paru BTA (+) pada tahun 2015 sebesar 353 kasus dan TB paru BTA (-) pada tahun 2015 sebesar 189 kasus. Lalu pada triwulan 1 tahun 2016 (Jan-Mar) yaitu 73 kasus dan pada triwulan 1 tahun 2016 (Jan-Mar) yaitu 46 kasus. Untuk status gizi pada pasien TB paru tahun 2016, paling banyak brstatus gizi baik (365 pasien) dan yang berstatus gizi kurang (187 pasien). Dan untuk aktivitas fisik dari wawancara dengan 13 pasien di poli TB, didapatkan hasil bahwa 4 pasien dalam fase pengobatan awal (2 pasien beraktivitas fisik ringan dan 2 pasien beraktivitas sedang), kemudian 9 pasien dalam pengobatan lanjutan (2 pasien beraktivitas fisik ringan, 3 beraktivitas fisik sedang dan 4 pasien beraktivitas fisik berat). Untuk status gizi dari 13 pasien, 4 pasien di tahap awal (1 orang (gizi baik) dan 3 orang (gizi kurang/kurus) dan 9 pasien yang berada di tahap lanjutan (3 orang (gizi kurang/kurus), 5 orang (gizi baik) dan 1 orang (gemuk)). BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah analitik koreasional dengan rancangan ‘Cross Sectional’. Penelitian ini dilakukan di BBKPM Surakarta pada bulan Juni- Juli 2017. Populasi pada penelitian sebanyak 119 pasien TB BTA (+) dan (-) dan sampelnya sebanyak 92 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara ‘Purposive dan quota sampling’. Pengumpulan data menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari responden menggunakan kuisioner dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari data atau laporan di poli TB BBKPM Surakarta. Instrumen yang digu- nakan dalam mengumpulkan data yaitu kuisioner untuk pengukuran aktivitas fisik menurut IPAQ (Internatinal Physical Activity Quistionnare) dan lembar observasi untuk fase pengobatan TB dan pengukuran status gizi (dengan hasil perhitungan IMT). Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisa univariat, bivariat dan multivariat. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik pada Pasien TB Paru Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 92 pasien yang diteliti, sebagian besar pasien TB paru mem- punyai aktivitas fisik sedang sebanyak 50 pasien (54,3%). Distribusi Frekuensi Fase Pengobatan TB pada Pasien TB Paru No Aktivitas Fisik f % 1 Rendah 11 12,0 2 Sedang 50 54,3 3 Berat 31 33,7 Jumlah 92 100 Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Aktivitas Fisik pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Bulan Juni-Juli 2017 No Fase Pengobatan TB f % 1 Awal/Intensif 31 33,7 2 Lanjutan/Intermitten 61 66,3 Jumlah 92 100 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Fase Pengobatan TB pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Bulan Juni-Juli 2017 Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 92 pasien yang diteliti, sebagian besar pasien TB paru berada pada fase pengobatan TB lanjutan/intermitten sebanyak 61 pasien (66,3%). Distribusi Frekuensi Status Gizi pada Pasien TB Paru No Status Gizi Pasien TB f % 1 Sangat Kurus 22 23,9 2 Kurus 17 18,5 3 Normal 53 57,6 Jumlah 92 100 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Bulan Juni-Juli 2017 Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 92 pasien yang diteliti, sebagian besar pasien TB paru berada pada fase pengobatan TB lanjutan/intermitten sebanyak 61 pasien (66,3%). 4 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 1–7 Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi dengan diperoleh nilai signifikansi 0,026, dimana p value 0,026 < 0,05 serta didapatkan juga bahwa nilai Zhitung adalah 0,699 (Zhitung > Z tabel, dimana Ztabel untuk taraf signifikansi 5% = 0,475). Nilai korelasi Spearman sebesar 0,233 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah. Analisis Bivariat Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Pasien TB Paru p r (koefisien n (jumlah value korelasi) sampel) Aktivitas Fisik 0,026 0,233 92 Tabel 4 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Bulan Juni-Juli 2017 F % F % F % Awal/Intensif 19 61,3 12 38,7 31 100,0 0.009 3,246 1 6,838 1,321 7,975 Lanjutan/Inter-mitten 20 32,8 41 67,2 61 100,0 Total 39 42,4 53 57,6 92 100,0 Tabel 5 Hubungan Fase Pengobatan TB dengan Status Gizi pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Bulan Juni-Juli 2017 Fase Pengobatan TB Status Gizi Total Value dfOR X2 CI 95% Sangat Kurus/ Kurus Normal Lower Upper Hubungan Fase Pengobatan TB dengan Status Gizi pada Pasien TB Paru Tabel 5 Menunjukkan bahwa dari 92 responden yang diteliti, pasien dengan fase pengobatan TB yang mempunyai status gizi sangat kurus/kurus sebanyak 39 pasien (42,4%) da n selebihnya mempunyai status gizi normal 53 pasien (57,6%). Kemudian diperoleh hasil p value 0,009 dimana nilai signifikansi <0,05 sedangkan nilai c2 adalah 6,838 (c2 hitung >ctabel, dimana df 1=3.841) yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara fase pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta. Dan didapatkan nilai OR (Odd Ratio) sebesar 3,246 artinya pasien yang berada pada fase pengobatan TB awal/intensif berisiko 3,246 kali lebih besar untuk mempunyai status gizi sangat kurus/kurus. Analisis Multivariat Hubungan Aktivitas Fisik dan Fase Pengobatan TB dengan Status Gizi Pasien TB Paru Tabel 6 Hubungan Aktivitas Fisik dan Fase Pengobatan TB dengan Status Gizi pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Bulan Juni-Juli 2017 Variabel B  value Exp () / OR CI 95% Lower Upper Aktivitas Fisik -1,677 0,041 0,187 0,037 0,936 Fase Pengobatan TB -1,045 0,033 0,352 0,134 0,921 Tabel 6 Menunjukkan bahwa terdapat hubung- an yang signifikan antara aktivitas fisik dan fase pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta, dengan diperoleh p value 5Kusumaningroh, Susilowati, Wulandari, Hubungan Aktivitas Fisik dan ... <0,05, yakni aktivitas fisik (p value = 0,041<0,005), fase pengobatan TB (p value = 0,033<0,005). Dan diperoleh nilai OR (Exp (B)) paling besar adalah variabel fase pengobatan TB yaitu 0,352, yang artinya variabel fase pengobatan TB lebih berisiko 0,352 kali lebih besar dari variabel aktivitas fisik untuk mempengaruhi status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta. PEMBAHASAN Aktivitas Fisik pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Aktivitas fisik dalam penelitian ini diambil berdasarkan kuisioner menurut IPAQ (Internal Physical Activity Quistionnare) yang mengelom- pokkan aktivitas fisik menjadi 3 kategori, yaitu aktivitas fisik ringan (<600 METs menit/minggu), sedang (>600 METs menit/minggu) dan berat (>3000 METs menit/minggu). Pada penelitian ini aktivitas fisik sedang yang sering dilakukan oleh 50 pasien TB paru di BBKPM Surakarta disebabkan oleh jenis kegiatan mereka seperti melakukan kegiatan rumah tangga, berkebun, bersepeda santai, merawat ternak ayam, menjaga anak, jualan/jaga toko. Pekerjaan responden sebagai karyawan swasta, swasta dan mahasiswa/pelajar (yang peker- jaannya banyak duduk) juga membuat aktivitas responden banyak yang sedang. Selain itu, disebab- kan juga oleh gejala yang dialami pasien seperti batuk, sesak napas, nyeri dada dan lemah yang membuat pasien terbatasi aktivitasnya karena harus ber- istirahat. Hal ini sesuai dengan faktor-faktor yang mem- pengaruhi aktivitas fisik, yaitu sosial ekonomi, kebiasaan berolahraga, adanya pengaruh dukungan masyarakat, umur, jenis kelamin, kondisi suhu dan geografis serta pengetahuan (Welis dan Rifki, 2013). Fase Pengobatan TB pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Dalam penelitian ini pasien yang menjalani pengobatan TB paling banyak berada pada fase lanjutan/intermitten, hal ini disebabkan pada saat pelaksanaan penelitian, banyak pasien yang datang berobat di BBKPM Surakarta berada dalam fase pengobatan lanjutan yaitu pada bulan ke 3/lebih, Selain itu sesuai dengan program strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) yang salah satu komponennya adalah panduan peng- obatan jangka pendek dengan pengawasan langsung dalam bentuk PMO (Pengawas Minum Obat), PMO ini mengingatkan dan mengawasi pasien TB untuk menelan obat dan memotivasi pasien agar tidak berputus asa dalam pengobatan yang jangka waktunya lama, sehingga pasien bisa rutin datang berobat. Hal inilah yang menyebabkan pasien di BBKPM Surakarta banyak yang berada pada tahap lanjutan, dimana mereka sudah melewati tahap awal/ intensif yang berjalan selama 2 bulan pertama masa pengobatan. Hal ini sesuai dengan pengobatan TB menurut Kemenkes RI (2014), dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap awal (fase intensif) yang diberikan selama 2 bulan pertama dan tahap lanjutan (fase intermitten) diberikan dalam jangka waktu yang lebih lama setelah tahap awal. Menurut Widiyanto dan Triwi- bowo (2013), menjelaskan bahwa pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan, memperbaiki kualitas hidup, meningkatka n produktivita s, mencegah resistensi kuman terhadap OAT, men- cegah kekambuhan dan kematian serta memutus rantai penularan kuman TB. Status Gizi pada Pasien TB Paru di BBKPM Surakarta Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pasien TB paru di BBKPM Surakarta banyak yang status gizinya normal, hal ini dikarenakan adanya progam PMT (Pember ia n Ma ka na n Ta mba han) da n konseling gizi yang wajib diikuti oleh pasien selama masa pengobatan yaitu 3x konseling gizi pada tahap awal (2x) dan lanjutan (1x pada bulan ke 5), kemu- dian PMT diberikan 10x selama masa pengobatan (baik tahap awal/lanjutan), diberikan saat pasien datang ke poli konseling gizi dan dimakan ketika masih berada di RS, biasanya dimakan saat pasien menunggu untuk diperiksa di poli TB. PMT ini ditu- jukan untuk perbaikan gizi pasien. Adanya anjuran dokter untuk banyak beristirahat, dan adanya adaptasi dari pasien dengan penyakit TB yang diderita dan obat-obat OAT yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama dan berlangsung secara bertahap membuat pasien menjadi harus terbiasa dengan kondisinya, pendapat ini sesuai dengan teori adaptasi yang dikemukakan oleh Sister Callista Roy, dimana manusia sebagai sistem, beinteraksi dengan ling- kungan melalui mekanisme adaptasi bio-psiko-sosial harus mampu mempertahankan homeostasis, inte- gritas dirinya dan selalu beradaptasi secara menye- luruh. Seperti pada pasien yang menderita TB, maka dia harus mampu beradaptasi dengan kondisi fisiologisnya yang sakit, harus menerima pengobatan 6 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 1–7 dan berusaha untuk meningkatkan status kesehatan- nya, sehingga pasien mampu membiasakan diri untuk mengkonsumsi obat OAT dan makanan yang ber- nutrisi guna meningkatkan status gizinya. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Pasien TB Paru Berdasarka n teori menurut Ibdioversitas (2016), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal meliputi usia, kondisi fisik, adanya infeksi. Untuk faktor eksternal meliputi pendapatan, pendidikan, pekerjaan dan budaya. Berat badan berkaitan erat dengan pengeluaran energi oleh tubuh, Pada saat berolahraga kalori akan terbakar, semakin banyak berolahraga makan semakin banyak kalori yang hilang. Apabila aktivitas fisik kurang maka akan terjadi penurunan pemba- karan energi dalam tubuh, sehingga energi akan disimpan tubuh sebagai cadangan makanan yang akan menyebabkan peningkatan berat badan dan mempengaruhi status gizi seseorang. Pada pene- litian ini aktifitas fisik yang sedang mampu menye- babkan status gizi normal disebabkan oleh jenis pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan responden banyak beraktivitas sedang dan diimbangi dengan asupan makanan/nutrisi (adanya progam PMT) yang cukup perbaikan status gizi pasien sehingga status gizi pasien banyak yang normal. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dila- kukan Nadimin (2011), menunjukkan bahwa aktivitas fisik mempengaruhi status gizi. Dimana dijelaskan bahwa sebagian besar sampel yang mempunyai aktivitas fisik sedang atau tinggi mempunyai status gizi normal dan pada responden yang gemuk, mem- punyai aktivitas fisik yang rendah. Selain itu sepen- dapat juga dengan penelitian Inggrid (2012), yang menjelaskan terdapat hubungan yang bermakna antara intensitas aktivitas fisik dengan status gizi, dimana semakin ringan intensitas aktivitas fisik yang dilakukan maka berpengaruh terhadap status gizi lebih bahkan obesitas. Penelitian ini juga sependapat dengan penelitian Suharsa dan Sahnaz (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi lebih. Hubungan Fase Pengobatan TB dengan Sta- tus Gizi pada Pasien TB Paru Dengan adanya infeksi TB ini, menyebabkan energi didalam tubuh akan digunakan untuk mela- wan infeksi, sehingga energi cadangan dalam tubuh terkuras, dan jika tidak diimbangi dengan asupan nutrisi yang cukup maka pasien akan tampak kurus dan lemah. Pengobatan TB disini berkaitan dengan status gizi disebabkan oleh Obat yang diberikan pada tahap awal/intensif yaitu tablet 4FDC (Fixed Dose Combination) yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan 4FDC diberikan harian untuk tahap intensif. Sedangkan pada fase lanjutan/intermitten obat yang diberikan adalah tablet 2FDC (Fixed Dose Combination) yang terdiri dari Isoniasid dan Rifampisin, dan 2FDC diberikan untuk pengobatan 3 kali seminggu selama tahap lanjutan. Obat-obat ini juga menimbulkan efek samping yaitu gangguan gastrointestinal seperti rasa mual, muntah sehingga berakibat pada penurunan nafsu makan. Selain itu obat-obat yang diberikan bersifat bakteriostatik dan bakterisidal yang berfungi untuk membunuh bakteri tuberkulosis, sehingga dengan diberikannya pengobatan TB ini, kebutuhan nutrisi yang digunakan untuk melawan kuman bisa digunakan untuk proses pemulihan dan peningkatan status gizi. Penelitian ini juga sependapat dengan penelitian Prayitami, Dewiyanti & Rohmani (2011), yang men- jelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara fase pengobatan dengan status gizi tuberkulosis anak. Dimana penderita dengan status gizi kurang/ buruk cenderung didapati pada pengobatan fase awal dan penderita dengan gizi normal/lebih cen- derung didapati pengobatan pada fase lanjutan. Selain itu sependapat dengan penelitian Oktaviani dan Kartini (2011), yang menyatakan bahwa subyek yang sudah berada pada fase lanjutan memiliki status gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan subyek yang masih berada pada fase intensif. Hubungan Aktivitas Fisik dan Fase Pengobatan TB dengan Status Gizi Pasien TB Paru Pada penelitian ini aktivitas fisik dan fase peng- obatan TB sama-sama berpengaruh dengan status gizi pasien TB paru, dikarenakan untuk mening- katkan status gizi pada pasien TB paru diperlukan istirahat yang cukup, asupan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan dan menjaga status gizi tubuh agar tetap baik. Untuk variabel yang lebih berpe- ngaruh terhadap status gizi pada pasien TB paru adalah fase pengobatan TB, karena responden di BBKPM Surakarta banyak yang berada pada fase lanjutan/intermitten dimana pasien banyak yang datang berobat pada bulan ke 3/lebih dan status 7Kusumaningroh, Susilowati, Wulandari, Hubungan Aktivitas Fisik dan ... gizinya banyak yang normal. Hal ini dikarenakan dengan adanya infeksi dan gejala yang dirasakan akibat penyakit tuberkulosis, tubuh akan menggu- nakan energi untuk pertahanan guna melawan infeksi, namun jika energi tidak tercukupi maka cadangan energi didalam tubuh pun akan digunakan sehingga status gizi menurun. Untuk itu diperlukan banyak asupan energi untuk tubuh agar kebutuhan tercukupi sehingga status gizi meningkat, selain itu di BBKPM Surakarta terdapat program pemberian makanan tambahan (PMT) sebanyak 10x dan konseling gizi sebanyak 3x diberikan pada pasien TB yang sedang menjalani pengobatan baik pada tahap awal dan lanjutan. Sehingga pada pasien yang berada pada tahap lanjutan, banyak dijumpai pasien berstatus gizi normal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta paling banyak beraktivitas sedang, berada pada fase peng- obatan lanjutan dan berstatus gizi normal. Terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan fase pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta. Serta didapatkan hasil bahwa variabel fase pengobatan TB lebih berisiko untuk mempengaruhi status gizi. Saran Saran yang dapat diberikan peneliti dengan hasil penelitian ini untuk pasien yaitu agar pasien menjaga atau mengatur aktivitas fisik serta mencukupi asupan nutrisi agar dapat meningkatkan status gizi, bagi perawat yakni agar perawat membantu pasien untuk mengingatkan pasien menjaga pola makan dan kebutuhan nutrisi agar tercukupi. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian ini, misalnya dengan menambah atau menggunakan variabel lain yang dapat mempengaruhi status gizi seperti ekomoni, lingkungan dan gaya hidup. Bagi BBKPM Surakarta yaitu agar BBKPM dapat meningkatkan pelayanan kesehatannya terhadap pasien, terutama pasien TB paru dalam hal pening- katan status gizi. DAFTAR RUJUKAN Departemen Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Semarang. Dinas Kesehatan Kota Surakarta. 2014. Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2014. Surakarta. Idbiodiversitas (Dunia Biologi dan Ilmu Kesehatan). 2016. Penilaian Status Gizi Secara Langsung. http:// www.idbiodiversitas.com/2016/04/penilaian-status- gizi-secara-langsung.html. Diakses pada tanggal 15 Juli 2017 (11.20). Inggrid, C. 2012. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Pelajar SMP Frater Don Bosco Manado. Jurnal Kesehatan Masyarakat vol. 2 no. 2 hh 1-5. IPAQ. 2016. The International Physical Activity Quistionnare. http://www.ipaq.ki.se/. Diakses pada tanggal 18 Maret 2017 (09.16). Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pen genda l ia n Pen yaki t da n Pen yeh a ta n Lingkungan. Jakarta. Nadimin. 2011. Pola Makan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Pegawai Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. Jurnal Media Gizi Pangan vol. XI no. 1 hh 1-6. Naga, S. S. 2014. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Diva Press (Angota IKAPI). Jogyakarta. Oktaviani, D. dan A. Kartini. 2011. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis dengan Status Gizi Anak Penderita Tuberkulosis Paru. Jurnal Gizi vol. 2 no. 1 hh 1-11. Prayitami, S. P., L. Dewiyanti dan A. Rohmani. 2012. Hubungan Fase Pengobatan dengan Status Gizi Tuberkulosis Anak Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal Periode Januari 2011- September 2011. Jurnal Kedokteran vol. 1 no. 1 hh. 20-24. Suharsa, H. dan Sahnaz. 2014. Status Gizi Lebih dan Faktor-Faktor Lain yang Berhubungan pada Siswa Sekolah Dasar Islam Tirtayasa Kelas IV dan V di Kot a Ser a ng Tah un 2014. J urnal Li ngk ar Widyaiswara vol. 3 no. 1 hh 53-76. Supariasa, I. D. N., B. Bakri dan I. Fajar. 2008. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta. Welis, W. dan M. S. Rifki. 2013. Gizi Untuk Aktivitas Fisik dan Kebugaran. Sukabina Press. Padang. Widyanto, F.S. dan C. Triwibowo. 2013. Trend Disease ‘Trend Penyakit Saat Ini’. CV. Trans Info Media. Jakarta.