201Winarni, Pengetahuan Perawatan tentang Bantuan Hidup Dasar...

201

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
BANTUAN HIDUP DASAR BERDASARKAN AHA

TAHUN 2015 DI UPTD PUSKESMAS KOTA BLITAR
(Nurse Knowledge About Basic Life Support

based on AHA 2015 at UPTD Puskesmas Kota Blitar)

Sri Winarni
Poltekkes Kemenkes Malang

email: swinkhamaisya@gmail.com

Abstract: Nurses should be able to perform emergency obedient actions with knowledge base, in Blitar
city nurses must have certificate of basic life support competence that is still valid, nurses must follow the
training if the certificate has expired, in Blitar city there are nurses who do not know the basic life
support procedure will affect a service quality. The purpose of this research was to know the nurse’s
knowledge about basic life support based on AHA 2015 at UPTD Puskesmas Kota Blitar. The research
method used descriptive research design, the population was 59 nurses of UPTD Puskesmas Kota Blitar,
the sample was 30 nurses taken by purposive sampling technique. The data were collected by question-
naire. The result of the research showed 26,7% good knowledge, 70% fair,and 3.3% less. Knowledge is
sufficient but needs to be upgraded to good in terms of indications of dismissal of basic life support,
basic life support arrangements, and an indication of the success of basic life support. Suggestions for
research were to conduct competence audits on nurses, and provide opportunities for training and
basic life support update information.

Keywords: Knowledge, nurse, basic life support

Abstrak: Perawat harus mampu melakukan tindakan kegawatdaruratan sesuai kompetensi dengan dasar
pengetahuan, di Kota Blitar perawat harus memiliki sertifikat kompetensi bantuan hidup dasar yang masih
berlaku, harus mengikuti pelatihan ketika masa berlaku habis, di Kota Blitar ada perawat yang tidak
mengetahui prosedur bantuan hidup dasar yang akan mempengaruhi suatu kualitas pelayanan.  Tujuan
penelitian ini mengetahui gambaran pengetahuan perawat tentang bantuan hidup dasar berdasarkan AHA
2015 di UPTD Puskesmas Kota Blitar. Metode penelitian menggunakan desain penelitian deskriptif, populasi
59 perawat yang ada di UPTD Puskesmas Kota Blitar, sampel 30 perawat dengan teknik purposive sam-
pling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner. Hasil penelitian 26,7% pengetahuan baik. 70%
cukup. 3,3% kurang. Sebagian besar perawat memiliki pengetahuan cukup namun perlu ditingkatkan menjadi
baik dalam hal yang berkaitan dengan indikasi pemberhentian bantuan hidup dasar, tata laksana bantuan
hidup dasar, dan indikasi keberhasilan bantuan hidup dasar. Saran untuk lahan penelitian untuk melakukan
audit kompetensi pada perawat dan memberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan serta update
informasi bantuan hidup dasar.

Kata Kunci: Pengetahuan, perawat, bantuan hidup dasar.

Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakan
dini yang dilakukan pada seseorang dengan keadaan
gawat darurat, apabila tidak dilakukan BHD dengan
segera dapat menyebabkan kematian biologis

(Bachtiar, 2016). Indikasi BHD menurut American
Heart Association (AHA) 2015 adalah henti jantung
dan sumbatan jalan nafas. Henti jantung adalah saat
dimana jantung kehilangan aktivitas mekanik dan

hp
Typewritten text
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 3, Desember 2017
DOI: 10.26699/jnk.v4i3.ART.p201-205

IT
Typewritten text
© 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan

IT
Typewritten text
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/


202 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 201–205

kelistrikanya dan di tandai dengan hilangnya tanda
sirkulasi. (Brady, Charlton, Lawner, Sutherland, &
Mattu, 2012). Menurut AHA 2015, dalam kejadian
henti jantung di luar rumah sakit keberhasilan resu-
sitasi membutuhkan koordinasi yang tepat atau
Chain of Survival yang berupa pengaktifan sistem
layanan darurat medis, RJP dini, Defibrilasi sece-
patnya, bantuan pendukung kehidupan, dan pera-
watan paska henti jantung (Bachtiar, 2016).

Fakta di masyarakat ketika terjadi henti jantung
atau lebih dikenal dengan angin duduk, masyarakat
cenderung bersikap panik daripada memberikan
BHD, mengaktifkan sistem layanan darurat medis,
atau segera merujuk ke pelayanan kesehatan terde-
kat, adapun ketika dirujuk ke pelayanan kesehatan
terdekat korban tiba dengan keadaan telah mening-
gal secara klinis. Tingkat penyelamatan korban lebih
tinggi ketika resusitasi dini dilakukan kurang dari 8
menit setelah kejadian, dan pengaktifan pelayanan
medis darurat dilakukan kurang dari 4 menit setelah
kejadian serta pemberian defribilasi kurang dari 6
sampai 11 menit pertama (Brady, Charlton, Lawner,
Sutherland, & Mattu, 2012). Perhitungan waktu ter-
sebut masuk kedalam rantai kelangsungan hidup
yang mempengaruhi pemulihan melalui tindakan dini
(Bachtiar, 2016). Rantai kelangsungan hidup ini
perlu dikuasai untuk tenaga medis khususnya pera-
wat. Menimbang perawat yang memiliki tugas
meningkatkan derajat kesehatan, paling mudah dica-
pai oleh masyarakat, dan dalam keadaan darurat
untuk memberikan pertolongan pertama sesuai ayat
1 pasal 35 dalam UU RI No. 38 tahun 2014 tentang
keperawatan.

Dengan acuan tersebut, perawat berperan pen-
ting dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah
sakit dan kematian di masyarakat, seperti studi
pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Sukorejo
dari 10 pasien yang memiliki diagnosa medis gagal
jantung 3 diantaranya telah meninggal karena henti
jantung, dan 1 korban tanpa diagnosa juga telah
meninggal karena henti jantung dalam kurun waktu
3 bulan terakir. Data lain yang di dapatkan dari hasil
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan Info Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
tahun 2014, Jawa Timur memiliki prevalensi 0,19%
atau sekitar 54.826 orang dari total penyakit gagal
jantung di Indonesia dan total di Indonesia sendiri
0,13% atau sekitar 229.696 orang dari seluruh
penyakit yang ada, dari Info Pusat Data dan Infor-
masi Kementrian Kesehatan RI tahun 2013 tersebut
juga mengungkapkan bahwa penyebab kematian

nomor satu di Indonesia adalah karena penyakit
jantung yang diantaranya adalah gagal jantung seki-
tar 17,3 juta dari seluruh penduduk Indonesia.
Sedangkan data dari Rumah Sakit Lokal di Kota
Blitar yang dirangkum di laporan Dinas Kesehatan
Kota Blitar tahun 2015 menunjukkan angka sakit
jantung sejumlah 50 pasien mengikuti rawat jalan,
224 pasien rawat inap dan 33 dari pasien rawat inap
dinyatakan meninggal, diantaranya meninggal karena
komplikasi dan henti jantung. Menurut AHA 2015,
Kejadian henti jantung tersebut ada yang terjadi di
dalam pelayanan kesehatan (IHCA) dan di luar
pelayanan kesehatan (OHCA).

Kejadian yang terjadi di luar pelayanan kese-
hatan bisa disebabkan karena keterlambatan dalam
pemberian BHD, tetapi kejadian di sekitar atau dida-
lam pelayanan kesehatan bisa disebabkan oleh tena-
ga medis termasuk perawat yang dalam pertolong-
annya tidak mengetahui prosedur dengan benar,
atau memang belum memiliki kompetensi BHD.
Hasil dari studi penelitian yang dilakukan, dari 10
perawat yang di berikan pertanyaan definisi dan
acuan BHD yang terbaru secara acak, didapatkan
3 perawat tidak tahu SOP BHD yang terbaru,  dan
1 perawat tidak mengetahui panduan terbaru BHD
yaitu AHA 2015. Kompetensi tersebut harus difaha-
mi dan diperbarui karena beberapa kejadian henti
jantung tidak dapat diprediksi oleh medis sehingga
bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa
saja, perawat harus siap dan tanggap dengan keja-
dian tesebut.

Perawat harus memperhatikan rantai kelang-
sungan hidup kejadian henti jantung di dalam rumah
sakit (IHCA) untuk kejadian di lingkup pelayanan
kesehatan, yaitu pengawasan dan pencegahan terja-
dinya henti jantung, pengenalan dan pengaktifan
sistem tanggap darurat atau kode biru, CPR berkua-
litas tinggi, pemberian defibrilasi secara cepat, serta
pemberian bantuan hidup lanjut dan perawatan
paska serangan jantung. Perawat yang memperhati-
kan rantai kelangsungan hidup tersebut seharusnya
sudah memiliki pengetahuan dan pemahaman sepu-
tar BHD dan mampu dalam aplikasinya pada suatu
kejadian serta mampu menganalisis situasi dan
tindakan yang harus diberikan, sehingga dengan
menggabungkan analisis yang ada perawat mampu
mengevaluasi keadaan yang terjadi, sehingga rantai
kelangsungan hidup dapat berjalan dengan sem-
purna.

Bedasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk
meneliti gambaran pengetahuan perawat tentang



    203Winarni, Pengetahuan Perawatan tentang Bantuan Hidup Dasar...

PEMBAHASAN
Sesuai tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui

gambaran pengetahuan perawat tentang bantuan
hidup dasar berdasarkan AHA 2015 di UPTD Pus-
kesmas Kota Blitar, telah dilakukan analisa data dan
menunjukan; gambaran pengetahuan yang baik
adalah 26,7% (8 perawat), gambaran pengetahuan
yang cukup, 70% (21 perawat), dan gambaran
pengetahuan yang kurang adalah 3,3% (1 perawat).
Dari Analisa tersebut, didapatkan informasi bahwa
gambaran pengetahuan perawat tentang bantuan
hidup dasar berdasarkan AHA 2015 di UPTD
Puskesmas Kota Blitar adalah cukup, hasil tersebut
dikategorikan menurut Setiadi (2007) yaitu; baik jika
76–100%, cukup jika 56–75%, kurang jika 40–55%
atau dibawahnya. Mengingat ayat 1 pasal 35 dalam
UU RI No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan
yang dalam keadaan darurat untuk memberikan
pertolongan pertama, seharusnya seluruh perawat
memiliki pengetahuan yang baik sehingga diakui

kompetensinya dan mampu memberikan pelayanan
dengan baik dalam keadaan darurat.

Par a meter  r a nta i keberha sila n 80% (24
perawat), hampir seluruh perawat telah mengetahui
rantai keberhasilan bantuan hidup dasar, perawat
mampu menanggapi pembahasan kuisioner. Pada
indikasi keberhasilan 66,67% (20 perawat), seba-
gian besar perawat mengetahui indikasi tindakan
bantuan hidup dasar telah berhasil dilakukan. Pada
indikasi pemberhentian 60% (18 perawat), perawat
kurang memahami kapan harus menghentikan tin-
dakan bantuan hidup dasar, tindakan yang dilaku-
kan tanpa dasar pengetahuan dan dilakukan terus
menerus tanpa tahu kapan harus berhenti dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain. Pada tata
laksana 46,67% (14 perawat), sebagian perawat
faham dengan tata laksana bantuan hidup dasar,
penting untuk difahami tentang tata laksana yang
benar karena sangat berpengaruh terhadap kelang-
sungan hidup korban. Sebagai perawat yang memi-
liki kompetensi, pengetahuan adalah dasar yang
harus dimiliki dimana di dalam pengetahuan terdapat
beberapa tingkatan salah satunya adalah mengerti
dan faham tentang suatu hal (Notoadmodjo, 2007)
seperti tata laksana bantuan hidup dasar, Parameter
yang tidak mampu ditanggapi oleh perawat, selu-
ruhnya disebabkan oleh pengetahuan perawat yang
mulai memudar karena kurang kesadaran untuk
memperbarui informasi.

Gambaran pengetahuan yang masuk dalam
kategori baik adalah 26,7% (8 perawat). Perawat
yang mampu menanggapi pernyataan, sebagian
mengatakan bahwa tetap aktif ­update informasi
melalui jurnal online dan sebagian yang lain selama
mengikuti pelatihan, perawat bersungguh sungguh
mengikuti dan memperhatikan materi yang disam-
paikan, ini membuktikan bahwa perawat memiliki
minat untuk mempertahankan dan meningkatkan
pengetahuan yang dimiliki.

Minat adalah suatu penunjang yang diperlukan
dalam pencapaian tujuan yang diperlukan oleh
seseorang agar dapat lebih memahami dan mene-
rapkan pengetahuan yang diperolehnya. Dari alasan
yang diberikan dan olahan data hasil tersebut menun-
jukan perawat mampu mengolah informasi menjadi
pengetahuan dengan baik, hal ini juga penting karena
tingkat perubahan suatu pengetahuan terjadi begitu
cepat dari apa yang dipelajari pada suatu masa,
sehingga bisa jadi di masa akan datang pengetahuan
tersebut sudah tidak akurat dan relevan (Hasugian,
2008).

Kategori f %

Baik 8 26,7
Cukup 21 70
Kurang 1 3,3
Jumlah 29 100

Tabel 1 Gambaran pengetahuan perawat tentang
bantuan hidup dasar berdasarkan AHA 2015 di
UPTD Puskesmas Kota Blitar, Maret 2017
(n=30)

BHD berdasarkan AHA 2015 di UPTD Puskesmas
Kota Blitar.

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan desain penelitian

deskriptif. Populasi penelitian adalah perawat yang
ada di UPTD Puskesmas Kota Blitar. Besar popu-
lasi sebanyak 59 peawat, besar sampel sebanyak
30 perawat dengan teknik purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan
kuisioner, waktu pengambilan data dilakukan pada
bulan maret 2017.

HASIL PENELITIAN
Secara umum, gambaran pengetahuan perawat

tentang bantuan hidup dasar berdasarkan AHA
tahun 2015 di UPTD Puskesmas Kota Blitar adalah
sebagai berikut.



204 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 201–205

Namun semasa mendapatkan informasi pera-
wat mampu mengolah dan menjadikan informasi
sebagai pengetahauan yang baik sehingga ketika di
lihat gambaran pengetahuanya akan menunjukan
hasil yang baik. Mengingat sedikitnya pelatihan
tentang bantuan hidup dasar, perawat harus memiliki
inisiatif, seperti update informasi melalui jurnal atau
yang lain, agar pengetahuan perawat yang tetap da-
pat dipertahankan. Pengetahuan perawat yang ma-
suk dalam kategori baik, dibuktikan dengan perawat
mampu menanggapi seluruh pernyataan tentang
parameter yang ada.

Hasil Analisa, gambaran pengetahuan yang
masuk dalam kategori cukup adalah 70% (21 pera-
wat). Ada parameter yang lepas dari pengetahuan
perawat sehingga mempengaruhi gambaran penge-
tahuan perawat tentang bantuan hidup dasar berda-
sarkan AHA di UPTD Puskesmas Kota Blitar.
Dalam hal kegawatdaruratan seharusnya perawat
memiliki pengetahuan yang baik, dimana dengan
pengetahuan yang baik akan menunjakan tindakan
yang baik pula.  tetapi ada parameter yang memiliki
prosentase rendah yang seharusnya dalam hal kega-
watdaruratan semua materi harus dikuasai perawat.

Dalam hasil analisa, parameter indikasi pember-
hentian BHD memiliki prosentasi 44,6%. Dalam
parameter tersebut membahas materi tentang kapan
saat menghentikan bantuan hidup dasar yang dida-
lamnya menyebutkan bahwa ketika muncul tanda
kematian (Medriasis maksimum) dan tetap mem-
berikan bantuan hidup dasar adalah hal yang percu-
ma, apabila tidak didasari pengetahuan yang cukup
dan tetap melanjutkan tindakan maka hal tersebut
akan membuang waktu dan tenaga yang tentusaja
memberikan dampak merugikan, materi lain seperti
menolong orang yang tidak dikenal yang dicurigai
henti jantung perlu diperhatikan gambaran kejadian,
pada kasusnya bisa saja setelah ditolong malah mem-
bahayakan penolong, hal ini juga harus didasarkan
pengetahauan yang cukup membedakan korban
karena henti jantung, korban tidak sadar diri (ping-
san), korban memang bertingkah seolah tidak sadar
(gangguan jiwa), sehingga menolong memang benar
untuk menyelamatkan jiwa dan tidak membahaya-
kan diri sendiri. Apabila melihat gambaran penge-
tahuan perawat tentang indikasi pemberhentian,
maka dapat disimpulkan gambaran pengetahuan
perawat adalah kurang. Meninjau perameter yang
lain; rantai keberhasilan, indikasi keberhasilan,
indikasi pemberhentian, dan tata laksana BHD seca-
ra keseluruhan, kefahaman atau gambaran penge-
tahuan perawat adalah cukup baik.

Ketika pembahasan kuisioner bersama pera-
wat, beberapa hal atau materi yang dimiliki perawat
tidak sesuai dengan teori yang ada, alasan terbanyak
adalah perawat telah lupa, pada dasarnya perawat
mengerti dengan teori yang benar, namun karena
kurang penerapan di lingkungan, pengetahuan pera-
wat tersebut perlahan memudar, ini adalah salah
satu faktor eksternal yang diungkapkan Nursalam
(2003) dimana kejadian atau kondisi lingkungan yang
ada disekitar manusia dapat mempengaruhi perkem-
bangan dan perilaku, faktor ini adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengeta-
huan, meskipun telah mengikuti pelatihan dan mem-
peroleh pengetahuan, tanpa adanya penerapan pe-
ngetahuan tersebut akan memudar dan hilang. Selain
dari penerapan pada lingkungan seharusnya penge-
tahuan tetap bisa dipertahankan dengan update
informasi melalui jurnal, namun kurangnya minat
menghambat perawat untuk mempertahankan pe-
ngetahuan. Tidak hanya minat melakukan update
informasi atau materi, minat saat mengikuti pelatihan
juga penting untuk mempertahankan pengetahuan,
karena saat mengikuti pelatihan dengan cukup minat
informasi yang di sampakan saat pelatihan akan
mampu diserap dan diingat, namun apabila minat
perawat dalam mengikuti pelatihan kurang maka
informasi yang didapatkan tidak akan diserap
dengan baik, minat adalah suatu penunjang yang
diperlukan dalam pencapaian tujuan yang diperlukan
oleh seseorang agar dapat lebih memahami dan
menerapkan pengetahuan yang diperolehnya.

Hasil analisa, gambaran pengetahuan yang ma-
suk dalam kategori kurang adalah 3,3% (1 perawat),
saat pembahasan kuisioner bersama perawat, dida-
patkan informasi bahwa pengetahuan yang dimiliki
perawat tidak sesuai dengan teori yang ada.

Informasi yang dimiliki perawat telah kadaluar-
sa dan tidak diperbarui, alasan lain adalah perawat
telah lupa materi yang pernah disampaikan saat
mengikuti pelatihan. Selama pengisian kuisioner
perawat juga tidak teliti dan tidak memahami, penge-
tahuan yang kurang menunjukan pengetahuan tidak
dapat dipertahankan, karena pengetahuan adalah
bukti seseorang memiliki kompetensi yang didalam-
nya terdapat komponen pengetahuaan terhadap
fakta-fakta yang ada di sekitar, prosedur yang paten
dan pengalaman, (Febriani dalam Nizarul, 2006:6).

Seharusnya pengetahuan tersebut harus diper-
tahankan, karena pengetahuan tersebut adalah bukti
seorang perawat berkompeten, pada suatu instansi
tentunya dengan kompetensi yang baik akan menun-
jang pelayanan menjadi baik pula, sehingga ini



    205Winarni, Pengetahuan Perawatan tentang Bantuan Hidup Dasar...

adalah penting untuk memulai memperbaiki dan
meningkatkan pengetahuan. Pengetahuan perawat
yang masuk dalam kategori kurang dibuktikan
dengan ketidakmampuan perawat menanggapi
pernyataan di parameter indikasi pembehentian dan
tata laksana bantuan hidup dasar, diantaranya
tentang; pemberian tindakan pertama kali ketika
bertemu korban di suatu tempat, kapan dan ba-
gaimana harus menghentikan tindakan apabila
korban tetap tidak sadar atau pulih, dan runtutan
tindakan yang harus diberikan dengan benar sesuatu
standar prosedur operasional.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

UPTD Puskesmas (Puskesmas) Kota Blitar
berada dibawah naungan Dinas Kesehatan Kota
Blitar dan memberikan pelayanan setiap hari Senin
sampai Sabtu kecuali libur nasional dan hari Minggu,
UGD dan Instalasi Rawat Inap tetap memberikan
pelayanan selama 24 jam. Setiap pegawai khusus-
nya di UGD wajib memiliki kompetensi bantuan
hidup dasar masih berlaku.

Mekanisme pengadaan pelatihan bantuan hidup
dasar berasal dari Dinas Kesehatan atau instansi
lain mengirimkan undangan pelatiahan melalui Unit
Tata Usaha di setiap UPTD Puskesmas dan dise-
barkan melalui apel dan papan pengumuman.

Ga mbar an umum pera wa t ya ng menja di
responden penelitian 57% (17perawat) adalah
perempuan, 73% (22 perawat) dengan rentan umum
20–40 tahun, 47% (14 perawat) bekerja di UGD,
100% (30 perawat) mendapatkan informasi dari
pelatihan resmi, 50% (15 perawat) berpendidikan
tera kir  D3 Kepera watan,  93% (28 pera wa t)
menerapkan prosedur AHA 2015.

Gambaran pengetahuan perawat di UPTD
Puskesmas Kota Blitar 70% (21 perawat) adalah
cukup, dengan kategori setiap parameter adalah baik
pada rantai keberhasilan (80,67%), baik pada
indikasi keberhasilan(78%), kurang pada indikasi
pembehentian(44,67%), dan cukup pada tata
laksana bantuan hidup dasar (75,11%).

Saran
Bagi Program Studi D3 Keperawatan Blitar,

Program Studi D3 Keperawatan Blitar berdasarkan
Tridharma perguruan tinggi diharapkan mampu
memberikan pendidikan pengajaran dan pengabdian
masyarakat berupa pelatihan bantuan hidup dasar
kepada perawat di UPTD Puskesmas Kota Blitar
setiap satu tahun sekali; Bagi Peneliti Selanjutnya,
melakukan pengembangan penelitian berupa faktor
yang mempengaruhi minat perawat dalam mengikuti
pelatihan atau sikap perawat dalam memperta-
hankan pengetahuan tentang bantuan hidup dasar
berdasarkan AHA 2015 di UPTD Puskesmas Kota
Blitar; Bagi UPTD Puskesmas Kota Blitar, masing-
masing lahan melakukan audit kompetensi rutin
setiap 3 bulan untuk menjaga kualitas perawat di
masing-masing UPTD Puskesmas di Kota Blitar,
Menganjurkan dan memfasilitasi perawat untuk
tetap update materi keperawatan setiap kali ada
kesempatan melalui media terpercaya seperti jurnal,
memberikan kesempatan dan fasilitas untuk meng-
ikuti pelatihan kepada perawat yang belum meng-
ikuti pelatihan agar kompetensi perawat di masing-
masing UPTD dapat merata.

DAFTAR RUJUKAN
Bachtiar, A. 2016. Modul Basic Cardiac Life Support.

Malang: Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Kota Malang.

Brady, W. J., Charlton, N. P., Lawner, B. J., Sutherland, S.
F., & Mattu, A. 2012. Emergency Medicine Clin-
ics of North America. New York: Elsevier.

Febriani. 2013. Pengaruh Pengetahuan Audit, Akun-
tabilitas, dan Independensi Terhadap Kualitas
Hasil Kerja Auditor. Studi Empiris pada Audi-
tor BPK-RI Perwakilan Wilayah SUmbar, 23.

Hasugian, J. 2008. Urgensi Literasi Informasi dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan
Tinggi. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi,
Vol. 4, No. 2, 34–44.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2014. Metodologi Penelitan Ilmu Kepera-
watan Pendekatan Praktis. Jakarta: Salemba
Medika.