53Ulfa, Hasyim, Pengaruh Family Psikoedukasi terhadap Peningkatan... 53 PENGARUH FAMILY PSIKOEDUKASI TERHADAP PENINGKATAN SELF CARE DALAM MERAWAT ANAK THALASEMIA (The Effectiveness of Psycho-Educational Family Intervention to the Increase of the Family Self Care of Children with Thalasemia) Ana Farida Ulfa, Masruroh Hasyim Fakultas Ilmu Kesehatan, Unipdu Jombang email: anafaridaulfa@fik.unipdu.ac.id, maserha@gmail.com Abstract: Thalasemia is a chronic disease which leads on some problems, involving biological, psycho- logical, social and spiritual aspect. Carer plays an important role for advocating family. Meanwhile, family acts as a decision maker to maintain the health of the family member. In addition, they have to maintain their members, in term of self care. Furthermore, regarding the role of the family in maintaining the health of the members. This research applied pre-experimental design with one group pretest- posttest approach. The population was the families with thalassemic children at Regional hospital RSUD Jombang. The total number of sample was 14 families. Psycho-educational family intervention was given in five sessions. The first session was a meeting with the families who had children with thalassemia. Meanwhile, the fourth and fifth session was used to visit the families. Furthermore, the intervention was given in one or two weeks after the visiting. The result of research showed the signifi- cant influence of family self-care, measured by family APGAR. Therefore, it can be recommended that Psycho-educational family intervention is one of the intervention used to look for children with a chronic thalasemia. Keywords: Psycho-educational family intervention, family self-care Abstrak: Thalasemia adalah penyakit kronis yang mengarah pada beberapa masalah, yang melibatkan aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengasuh memainkan peran penting untuk mengadvokasi keluarga. Sementara itu, keluarga bertindak sebagai pengambil keputusan untuk menjaga kesehatan anggota keluarga. Selain itu, mereka harus mempertahankan anggota mereka, dalam hal perawatan diri. Selanjutnya mengenai peran keluarga dalam menjaga kesehatan para anggota. Penelitian ini menggunakan desain pre- eksperimental dan desain one group pretest-posttest. Populasinya adalah keluarga dengan anak thalas- semic di RSUD Daerah Jombang. Jumlah total sampling adalah 14 keluarga. Intervensi keluarga psiko- pendidikan diberikan dalam lima sesi. Sesi pertama adalah pertemuan dengan keluarga yang anaknya menderita thalassemia. Sementara itu, sesi keempat dan kelima digunakan untuk mengunjungi keluarga. Selanjutnya, intervensi diberikan dalam satu atau dua minggu setelah kunjungan. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh signifikan perawatan diri keluarga yang diukur oleh keluarga APGAR. Oleh karena itu, dapat direkomendasikan bahwa intervensi keluarga Psiko-pendidikan adalah salah satu intervensi yang digunakan untuk mencari anak-anak dengan thalasemia kronis. Kata kunci: Intervensi keluarga psiko-pendidikan, perawatan diri keluarga PENDAHULUAN Talasemia merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan masyarakat serius di dunia. Kompleksitas permasalahan pada penderita talasemia sepertinya tidak hanya menyangkut aspek biologis tetapi juga aspek psikologis, sosial, Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, No. 1, April 2018 DOI: 10.26699/jnk.v5i1.ART.p053–057 IT Typewritten text © 2018 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 54 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 53–57 dan spiritual. Karena itu penderita talasemia dituntut memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik agar mampu mempertahankan hidup dan melang- sungkan kehidupannya. Hasil wawancara peneliti dengan 5 keluarga dengan anak yang menderita talasemia menggam- barkan bahwa mereka mengalami proses berduka yang berulang terkait diagnosa yang talasemia yang dialami anaknya, sering kali keluarga kembali ke tahap penolakan atau denial saat harus membawa anaknya kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan transfusi. Selain itu meskipun sudah ada Jampertal untuk biaya pengobatan talasemia keluarga masih mengeluhkan biaya yang banyak untuk akomodasi setiap kali transfusi (100 %) . Dari aspek kognitif, 4 keluarga (80 %) dalam survey menyatakan belum mampu memberikan perawatan yang baik terhadap anak yang menderita thalasemia, sehingga kondisi anak mudah menurun dan frekwensi untuk transfusi semakin sering. Pada aspek sosial sebanyak 5 responden (100%) orang tua mengeluhkan kasian dengan anaknya yang tidak bisa beraktivitas seperti teman sebayanya. Perawat anak memiliki peran yang penting dalam mendampingi keluarga, sebagai advokat keluarga. Memberikan edukasi kesehatan dan pen- cegahannya juga merupakan peran perawat sebagai advokat keluarga (Hockenberry & Wilson,2009). Keluarga dikatakan sebagai unit pelayanan yang dirawat, keluarga merupakan suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya (Freeman, 1981). Keluarga berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan para anggotanya. Keluarga memiliki peranan penting dalam perawatan keluarga dan anggotanya dalam bentuk self care keluarga. Ke- luarga dalam menjalankan tugas perawatan secara optimal dan berkualitas, maka harus memiliki self care yang baik (Freedman,1998). Secara konsep psikoedukasi merupakan salah satu elemen program perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi, edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Berdasarkan studi literatur review psikoedukasi efektif untuk proses penerimaan keluarga dalam menjalankan fungsinya pada pasien dengan penyakit kronis. Dalam penelitian yag dilakukan Othman dkk (2009) di Oncology clinic of Hospital Universiti Sains Malaysia terhadap keluarga dengan anak yang menderita cancer memberikan hasil bahwa setelah dilakukan psikoedukasi program orang tua meng- alami penurunan kecemasan dan peningkatan aktivitas dengan anak. Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa pskoedukasi memiliki peranan yang baik untuk meningkatkan self care dengan membantu keluarga mengembangkan life skills, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh family psikoedukasi terhadap peningkatan self care keluarga dalam merawat anak talasemia.” BAHAN DAN METODE Desain dalam penelitian ini adalah pre ekspe- rimental design dengan rancang bangun the one group pretest-posttest design. Kelompok atau group dilakukan pretest (01), setelah beberapa waktu dilakukan posttest (02) pada kelompok tersebut (Supriyanto, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak menderita Talasemia di RSUD Kabu- paten Jombang. Pada penelitian ini terdapat kriteria inklusi pemilihan sampel yaitu: Keluarga yang bersedia menjadi responden, keluarga yang memiliki anak menderita talasemia kurang dari 5 tahun, bisa membaca, menulis dan mengguna kan bahasa Indonesia. Sedangkan kriteria eksklusi pemilihan sampel adalah: keluarga yang memiliki anak menderita talasemia dalam kondisi kritis. Tehnik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling, dengan metode pengambilan sampel adalah purposive sampling (Supriyanto, 2011). Pada penelitian ini didapatkan 14 sampel keluarga dengan anak thalasemia yang memenuhi criteria inklusi. Instrument dalam penelitian adalah instrumen penilaian terhadap self care keluarga dalam mem- berikan perawatan pada anak dengan talasemia diukur dengan APGAR keluarga yang berisi tentang Adaptasi, Partnership (kemitraan), Growth (per- tumbuhan), Afektif (kasih sayang) dan Resolve (penyelesaian dan komitmen), dan sudah melalui uji validitas dan realibilitas Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 5 bulan atau 20 minggu yang dimulai dari koordinasi dengan LP3M Univesitas, RSUD Jombang, dan koordinator penderita thalasemia, penelitian dilaku- kan di Kabupten Jombang. Peneliti menggunakan forum pertemuan ke- luarga penderita thalasemia sebagai tahap awal (perkenalan) dengan keluarga penderita thalasemia. Dalam pertemuan ini peneliti sekaligus melakukan 55Ulfa, Hasyim, Pengaruh Family Psikoedukasi terhadap Peningkatan... tahap 1 dari family psikoedukasi, yaitu mengenal maslah keluarga. Selanjutnya peneliti melakukan kontrak dan memberikan informed consent kepada keluarga pasien dengan talasemia yang sesuai dengan kriteria inklusi atas ketersediaannya menjadi responden. Tahap selanjutnya responden menjalani pre test terkait self care keluarga dalam merawat anak talasemia dengan mengisi quisioner yang disediakan peneliti. Tahap selanjutnya (tahap 4 – 5) peneliti didampingi koordinator keluarga penderita tha- lasmeia Kabupaten Jombang memberikan family psikoedukasi dengan melakukan kunjungan ke rumah pasien. Kunjungan untuk masing-masing keluarga dengan jarak 1-2 minggu, dengan keten- tuan 2 minggu pertama untuk sesi 3 dan 4, selan- jutnya sesi 4–5 pada 2 minggu berikutnya. Kun- jungan keluarga diakhiri dengan post test tentang self care keluarga dalam merawat talasemia untuk melihat pengaruh dari pemberian family psikoedu- kasi dengan mengisi quisioner. HASIL PENELITIAN Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa self care keluarga dalam merawat anak thalasemia sebelum dilakukan kegiatan family psikoedukasi sebagian responden, yaitu 7 keluarga (50%) berada pada Partly compensatory system (sedang), 4 responden (28,6%) berada pada kemampuan Wolly compensatory system (r enda h). Ha nya 3 responden (21,4 % yang berada pada kemampuan Supportive Educative (baik). Sedangkan self care keluarga dalam merawat anak thalasemia setelah dilakukan family psikoeduaksi meningkat sangat signifikan, hampir seluruh responden, 13 keluarga (92,9%) berada pada kemampuan Supportive Educative. Hanya 1 responden (7,1%) yang berada pada kemampuan Partly compensatory system, dan tida k a da la gi r esponden yang bera da pada kemampuan Wolly compensatory system. PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 2 tentang distribusi respon- den berdasarkan Self Care keluarga dalam mera- wat anak thalasemia di RSUD Jombang bulan April – Juli tahun 2016, dapat terbaca bila ada perubahan self care keluarga dalam merawat pasien thalasemia sebelum dilakukan family psikoedukasi dan sesudah dilakukan family psikoedukasi. Dengan mengguna- kan independent t-test untuk melakukan analisis uji hasil penelitian, didapakan tingkat signifikasi adalah 0,00 (< 0,05) yang artinya H1 diterima bahwa ada pengaruh pemberikan family psikoedukasi dalam meningkatkan self care keluarga dalam merawat pasien thalasemia Berdasarkan Tabel tersebut tergambar bahwa self care keluarga dalam merawat anak thalasemia sebelum dilakukan family psikoedukasi sebagian besar berada pada wolly compensatory system atau kemampuan keluarga yang rendah dalam mera- wat thalasemia ) dan partly compensatory system (keluarga masih tergantung dengan bantuan orang lain/petugas kesehatan dalam perawatan anak thala- No Data Demografi f % 1 Pendidikan SD 5 35,7 SLTP 6 42,9 SLTA 3 21,4 Perguruan Tinggi 0 0,00 2 Pekerjaan Buruh 3 21,4 Ibu Rumah Tangga 1 7,20 Swasta 10 71,4 PNS 0 0,00 Tabel 1 Distribusi Responden berdasarkan Demografi di RSUD Jombang Bulan April-Juli Tahun 2016 Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga yang merawat anak dengan talasemia memiliki pendidikan setara dengan pendidikan dasar yaitu SD dan SLTP, sebanyak 11 responden atau 78,6. Sedangkan untuk jenis pekerjaan menunjukkan bahwa modus pekerjaan orang yang merawat anak ta lasemia adala h swasta, ya itu sebanyak 10 responden atau 71,4%. Jenis pekerjaan swasta disini misalnya tukang tambal ban atau petani, kemudian IRT sebanyak 1 responden atau 7,2% dan buruh sebanyak 3 responden (21,4%). No APGAR ( Self Care ) Pre tes Post tes 1 Supportive Educative 3 13 2 Partly compensatory system 7 1 3 Wolly compensatory system 4 0 Total 14 14 Tabel 2 Self care dalam merawat anak thalasemia 56 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 53–57 semia) sebanyak 10 keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena tingkat pengetahuan keluarga dengan anak thalasemia masuk dalam kategori rendah. Sesuai dengan tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga yang merawat anak dengan talasemia memiliki pendidikan setara dengan pendidikan dasar yaitu SD dan SLTP, sebanyak 11 responden (78,6 %). Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Keluarga yang memiliki pendidikan tinggi akan memiliki motivasi dan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuannya dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Setelah dilakukan family psikoedukasi, keluarga memiliki self care yang baik/meningkat, yaitu pada tingkat supportive educatif sebanyak 13 keluarga. Dalam tingkat ini keluarga mampu melakukan peran dan fungsi keluarga dalam perawatan anak sakit sesuai dengan APGAR keluarga dalam merawat anak, petugas kesehatan hanya sebagai motivator bagi keluarga. Family psikoedukasi merupakan program perawatan dengan cara pemberian informasi, edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Pada dasarnya konsep family psikoedukasi, awalnya dikembangkan keperawatan jiwa keluarga, yang bertujuan memberikan support kepada keluarga. (Stuart and Laraia, 2005). Dalam psikoedukasi terdapat kerjasama atau kolaborasi antara klinisi (perawat) dengan anggota keluarga pasien yang menderita penyakit. Hal inilah yang dilakukan peneliti pada keluarga dengan anak yang menderita thala- semia. Hasil survey yang dilakukan peneliti pada tahun 2014 didapatkan dari 5 keluarga dengan anak yang menderita talasemia menggambarkan bahwa mere- ka mengalami proses berduka yang berulang terkait diagnosa thalasemia yang dialami anaknya, se- banyak 5 responden (100 %) sering kali keluarga kembali ke tahap penolakan atau denial saat harus membawa anaknya kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan transfusi. Selain itu meskipun sudah ada Jampersal untuk biaya pengobatan talasemia keluarga masih mengeluhkan biaya yang banyak untuk akomodasi setiap kali transfusi (100 %). Ditinjau dari aspek kognitif, 4 keluarga (80 %) dalam survey menyatakan belum mampu membe- rikan perawatan yang baik terhadap anak yang menderita talasemia, sehingga kondisi anak mudah menurun dan frekuwensi untuk transfusi semakin sering. Dalam penelitian yang dilakukan Rahmawati tahun 2012, diperoleh gambaran bahwa family spikoedukasi akan menurunkan tingkat kecemasan orang tua dalam menghadapi anaknya yang sakit thalasemia. Keluarga merupakan faktor penting dalam melakukan perawatan, dengan dukungan petugas kesehatan melalui psikoedukasi diharapkan keluarga akan mampu menjalnkan tugas sebagai care giver yang baik bagi anak thalasemia. Family psikoedukasi memberikan kesempatan kepada keluarga untuk meningkatkan pengetahuan- nya tentang thalasemia, mengungkapkan masalah keluarga terkait perawatan pada anak thalasemia, mendapatkan dukungan langsung dari orang lain yang dianggap cukup berperan dalam hidup anak thalasemia (perawat). Selama proses psikoedukasi keluarga menunjukkan perilaku yang semakin baik dalam perawatan anak thalasemia, misalnya terkait diit dan aktifitas yang harus dijalani anak thalasemia di rumah. Dukungan yang diberikan tenaga kese- hatan dan peer group (sesama keluarga penderita thalasemia) efektif untuk menurunkan kecemasan keluarga. Proses family psikoedukasi tidak hanya meli- batkan orang tua, tetapi juga saudara anak thala- semia dan keluarga lain yang terlibat dalam pera- watan thalasemia di rumah, hal ini memberikan dampak dukungan untuk anak tlasemia semakin kuat dari anggota keluarga lainnya. Hasil family psikoedukasi yang dilakukan peneliti pada 14 keluarga, memberikan gambaran keluarga memiliki self care yang meningkat signi- fikan setelah dilakukan family psikoedukasi, 13 keluarga berada pada tingkat supportive educative, hal ini artinya keluarga sudah mampu untuk mem- berikan perawatan anak thalasemia di rumah dengan baik, keluarga ini hanya memerlukan du- kungan dari petugas kesehatan untuk dapat mem- pertahankan kemampuanya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ada pengaruh yang sangat signifikan pem- berian family psikoedukasi dengan peningkatan self care keluarga dalam merawat anak thalasemia. Dengan tingkat signifikansi 0.00 menggunakan independent t-test. 57Ulfa, Hasyim, Pengaruh Family Psikoedukasi terhadap Peningkatan... Saran Konseling dan pendampingan keluarga lebih ditingkatkan frekuensinya untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang berdampak pada kualitas hidup pasien thalasemia. DAFTAR RUJUKAN Azwar, S. 2012. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Belajar. Yogyakarta. Kluge,C.R., Michael,K., dan Werner, K., 2013. Frequency and Relevance of Psychoeducation in Psychiatric Diagnoses: Result of Two Survey Five Years Apart in German-Speakig European Countris. BMC Psychiatri 13 (170). Marilyn M. Friedman., Bowden, V.R., dan Jones. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset Teori dan Praktik. EGC. Jakarta. Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Kepera- watan Pendekatan Praktis. Salemba Medika. Jakarta. Orem, D.E. 2001. Nursing Concept of Practiced. St. Louis: the CV Mosby Company. Rahmawati, D. 2012. Pengaruh Psikoedukasi Terhadap Kecemasan Dan Koping Orang Tua Dalam Merawat Anak Dengan Talasemia Mayor Di RSU Kabupaten Tangerang Banten. Tesis. Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia. Jakarta. Rani, S., Rajagopal, N., dan Ankur, B. 2013. Effectiveness of Group Pychoeducation on Well-Being and Depression Among Breast Cancer Survivors of Malaka- Malasya. Indian Journal of Palliative Care Jan – April Vol 19. Sharif,F,. Maryam, S., and Arash, M. 2013. Effect of Psycho-Educational Intervention For Family Member on Caregiver Burdens and Psychiatric Symptom in Patien With Schizophrenia in Shiraz Iran. BMC Psychiatry 12:48. Struart, G.W., dan Laraia, M.T. 2005. The Principle And Practice of Psychiatric Nursing. Edisi 8. Elsevier Mosby, st Louis. Missouri. Supratiknya, A. 2011. Merancang Program dan Modul Psikoedukasi. Universitas Sanata Darma. Yogya- karta. Supriyanto,S., Djohan, A. 2011. Metodologi Riset Bisnis Dan Kesehatan. PT Grafika Wangi Kalimantan. Kalimantan. Tommey, A.M,. dan Alligood, M.R. 2006. Nursing Theory and Their Work. Missouri. Mosby. Wong, D. L., Marilyn, H.E., David, W., Marilyn, L W., dan Patricia, S. 2009. Buku Ajar Keperawaan Pediatrik. Volume 1. EGC. Jakarta