228 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 228–234 228 PERILAKU KELUARGA DALAM PENGASUHAN ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA DI KECAMATAN KANIGORO KABUPATEN BLITAR (Family Behavior of Nurture Mental Disorders in Kanigoro Blitar) Naura Nabina Fairuzahida Praktisi Keperawatan email: nauheng@gmail.com Abstract: Family behavior of nurture mental disorders is the act of family who nurture mental disorders. The purpose of this study is to describe the behavior of family in nurture mental disorders in Kanigoro Blitar town which include medical treatment, fulfill activity daily living and psychosocial control mental disorders. The design uses a descriptive quantitative. The population in this study is family who has mental disorders amounting to 99. The sample is 33 family taken using purposive sampling tech- nique. Instrument in this study is using a questionnaire made by the researcher. Time data collection was done on February 2–28, 2016. The result showed that 49% family behavior of nurture is lack, 61% family behavior of medical treatment is lack, 64% family behavior of fulfill activity daily living is good and 46% family behavior of psychosocial control is good. Family behavior of nurture in particular medical treatment is lack cause of low economic and education factors. Recommendation to puskesmas Kanigoro is doing socialiszation medical treatment of mental disorders and doing early detection of mental disorders with making cadre of soul. Keywords: behavior, family, nurture, mental disorders Abstrak: Perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa adalah tindakan dari keluarga dalam mengasuh orang dengan gangguan jiwa.Tujuan penelitian adalah menggambarkan perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa di Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar meliputi pengobatan, pemenuhan activity daily living dan pengontrolan kondisi psikososial orang dengan gangguan jiwa.Desain penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif.Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anggota keluarga orang dengan gangguan jiwa berjumlah 99.Besar sampel penelitian adalah 33 dengan teknik purposive sampling.Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti.Waktu pengumpulan data dilakukan pada 2–28 Februari 2016.Hasil penelitian sebesar 49% perilaku pengasuhan kurang, 61% perilaku pengobatan kurang, 64% perilaku pemenuhan activity daily living baik dan 46% perilaku pengontrolan kondisi psikososial baik.Perilaku keluarga dalam pengasuhan khusunya untuk pengobatan kurang karena faktor ekonomi dan pendidikan yang rendah.Rekomendasi penelitian ini diharapkan puskesmas Kanigoro mensosialisasikan mekanisme pengobatan orang dengan gangguan jiwadan melakukan penjaringan serta deteksi dini penderita dengan membentuk kader kesehatan jiwa. Kata kunci: perilaku, keluarga, pengasuhan, orang dengan gangguan jiwa Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spi- ritual, dan sosial sehingga individu tersebut menya- dari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu membe- rikan kontribusi untuk komunitasnya (UU RI Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa). Orang yang mengalami gangguan pada kese- hatan jiwanya dibagi menjadi dua yaitu orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan orang dengan hp Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 3, Desember 2017 DOI 10.26699jnk.v4i3.ART.p228-234 IT Typewritten text © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 229Fairuzahida, Perilaku Keluarga dalam Pengasuhan Orang... gangguan jiwa (ODGJ). Menurut UU RI Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, orang dengan masalah kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembang- an, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Sedangkan orang dengan gangguan jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubah- an perilaku yang bermakna, serta dapat menimbul- kan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maramis, 2010 dalam Yusuf, 2015). Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihu- bungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga (Duval, 1972 dalam Setiadi, 2008). Tugas- tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu me- ngenal masalah kesehatan, mengambil keputusan, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivi- tas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mem- punyai bentangan yang sangat luas, mencakup: ber- jalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2007). Perilaku keluarga dalam pengasuhan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa antara lain dalam hal pengobatan seperti mengantarkan ke pelayanan kesehatan (klinik kesehatan, puskesmas, rumah sakit) atau ke yayasan pengobatan jiwa (kyai, pesantren, pengobatan penyakit mental); meng- ambilkan obat rutin ke pelayanan kesehatan; mem- berikan dan mengawasi konsumsi obat rutin, pemenuhan Activity Daily Living (ADL) seperti memerhatikan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari (makan, minum, kebersihan diri), mengontrol kondisi psikososial dengan memberikan kegiatan atau keterampilan di rumah; ikutsertakan orang dengan gangguan jiwa dalam kegiatan rumah tangga; mengajak komunikasi orang dengan gang- guan jiwa. Akan tetapi beberapa keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa masih kurang baik dalam pengasuhan di rumah. Ini dise- babkan karena orang dengan gangguan jiwa masih mendapat stigma dan diskriminasi dari masyarakat sehingga banyak keluarga merasa malu, takut dan berusaha untuk menutupi atau menyembunyikan kondisi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan cara mengucilkan, mengusir, tidak menganggap, menelantarkan bahkan melakukan tindakan pemasungan kepada orang dengan gang- guan jiwa. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Ris- kesdas) 2013 menyatakan bahwa penduduk Indone- sia yang mengalami gangguan mental berat (skizo- frenia) 0,17% atau secara absolute terdapat 400.000 jiwa lebih penduduk Indonesia. Berdasarkan jumlah tersebut, ternyata 14,3% diantaranya atau sekitar 57.000 orang pernah atau sedang dipasung. Angka pemasungan di pedesaan adalah 18.2%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka di perkotaan, yaitu sebesar 10,7%. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Jogjakarta dan Aceh sedangkan terendah di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Jawa Timur jumlah absolute penduduk yang meng- alami gangguan jiwa berat sebanyak 63.483 orang (Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI, 2014). Di Kabupaten Blitar jumlah penderita gangguan jiwa pada tahun 2014 sebesar 747 jiwa. Dari 22 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Blitar, Kecamatan Kani- goro memiliki jumlah orang dengan gangguan jiwa terbesar yaitu 99 jiwa. Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2015 di 10 keluarga orang dengan gangguan jiwa wilayah kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar, didapatkan bahwa 60% keluarga kurang dalam pengobatan orang dengan gangguan jiwa, 40% keluarga kurang dalam pemenuhan Activity Daily Living (ADL) orang dengan gang- guan jiwa, 60% keluarga kurang mampu mengontrol kondisi psikososial orang dengan gangguan jiwa. Ini dibuktikan dengan kondisi orang dengan gangguan 230 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 228–234 jiwa (ODGJ) yaitu kurus, memakai baju yang kotor, rambut kusam, kuku panjang, tubuh tampak kotor, makan dan minum meminta orang lain, suka mela- mun, pandangan mata kosong, berbicara sendiri, sebagian orang dengan gangguan jiwa berkeliaran dijalan tanpa memakai alas kaki dan sebagian hanya di dalam rumah saja. Dari 99 orang dengan ganggu- an jiwa di kecamatan Kanigoro yang melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan sebanyak 33 jiwa dan 1 orang dengan gangguan jiwa dipasung. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku keluarga dalam perawatan orang dengan gangguan jiwa masih kurang. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa di Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi penelitian adalah semua keluarga dengan anggota keluarga orang dengan gangguan jiwa di Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar, besar sampel sebanyak 33 orang diambil dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner. Waktu pengambilan data dilakukan pada 1–28 Februari 2016. HASIL PENELITIAN Secara umum, perilaku keluarga dalam peng- asuhan orang dengan gangguan jiwa di Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar sebagai berikut. No. Perilaku f % 1. Baik 13 39 2. Cukup 4 12 3. Kurang 16 49 Jumlah 33 100 Tabel 1 Distribusi frekuensi perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa di Kecamatan Kanigoro Februari 2016 (n=33) Dengan hasil dari masing-masing sub variabel yaitu sebagai berikut. No. Perilaku Pengobatan f % 1. Baik 12 36 2. Cukup 1 3 3. Kurang 20 61 Jumlah 33 100 Tabel 2 Distribusi frekuensi perilaku keluarga dalam pengasuhan tentang pengobatan orang dengan gangguan jiwa di Kecamatan Kanigoro Februari 2016 (n=33) No. Perilaku Pemenuhan ADL f % 1. Baik 21 64 2. Cukup 11 33 3. Kurang 1 3 Jumlah 33 100 Tabel 3 Distribusi frekuensi perilaku keluarga dalam pengasuhan tentang pemenuhan Activity Daily Living (ADL) orang dengan gangguan jiwa di Kecamatan Kanigoro Februari 2016 (n=33) PEMBAHASAN Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang ber- sangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentang- an yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2007). Menurut Green (dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni: faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin No. Perilaku Pengontrolan f %Psikososial 1. Baik 15 46 2. Cukup 11 33 3. Kurang 7 21 Jumlah 33 100 Tabel 4 Distribusi frekuensi perilaku keluarga dalam pengasuhan tentang pengontrolan kondisi psikososial orang dengan gangguan jiwa di Kecamatan Kanigoro Februari 2016 (n=33) 231Fairuzahida, Perilaku Keluarga dalam Pengasuhan Orang... (enambling factors) dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors). Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan dasar langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien, keluarga juga merupakan suatu unit pelayanan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dan masya- rakat. Berdasarkan hasil penelitian perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa sebanyak 16 keluarga (49%) berperilaku kurang dalam pengasuhan orang dengan gangguan iiwa, 13 keluarga (39%) berperilaku baik dan sisanya 4 keluarga (12%) berperilaku cukup. Menurut peneliti, perilaku keluarga yang baik cukup banyak akan tetapi perilaku dalam masing- masing tindakan khusus tidak memiliki hasil yang sama. Ada tindakan yang keluarga mampu penuhi dengan baik akan tetapi tindakan lainnya tidak mam- pu mereka lakukan. Sehingga perilaku dalam peng- asuhan orang dengan gangguan jiwa menjadi kurang baik. Ini dilihat dari indikator yaitu hasil pengobatan orang dengan gangguan jiwa (61%) kurang, tetapi untuk pemenuhan Activity Daily Living/ADL (64%) baik dan pengontrolan kondisi psikososial orang dengan gangguan jiwa (46%) baik. Dari hasil tabu- lasi silang antara pengobatan dan perilaku pengasuh- an didapatkan bahwa 48.5% pengobatan yang kurang maka perilaku keluarga dalam pengasuhan juga kurang. Ini terjadi karena banyak hal yang me- mengaruhi seperti tingkat pendidikan dan pengalam- an keluarga dalam pengobatan orang dengan gang- guan jiwa. Selain itu juga faktor sosial ekonomi dari keluarga dalam pembiayaan pengobatan juga kurang, pemahaman dari keluarga untuk berobat ke pelayanan kesehatan masih kurang baik. Pihak pemberi pelayanan juga kurang dalam sosialisasi ke masyarakat untuk mekanisme pengobatan dan pembiayaan pengobatan. Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pemenuhan Activity Daily Living dengan perilaku keluarga dalam pengasuhan dida- patkan bahwa 33.3% pemenuhan activity daily living baik memiliki perilaku pengasuhan yang baik pula, namun 27.3% cukup dalam pemenuhan activity daily living memiliki perilaku pengasuhan yang kurang. Ini terjadi karena keluarga pengasuh paling banyak perempuan sehingga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat lebih sabar, merawat dengan penuh kasih saying dan telaten. Namun, saat orang dengan gangguan jiwa sedang tidak stabil emosionalnya seperti menolak untuk melakukan kegiatan sehari- hari maka keluarga hanya menyiapkan dan meng- ingatkan saja karena perempuan juga takut apabila penderita mengamuk. Ini yang menyebabkan peri- laku sebagian keluarga kurang. Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pengontrolan kondisi psiko- sosial dengan perilaku keluarga dalam pengasuhan didapatkan bahwa 33.3% pengontrolan kondisi psikososial baik maka perilaku keluarga dalam peng- asuhan baik namun 24.2% pengontrolan kondisi psikososial cukup memiliki perilaku pengasuhan yang kurang. Ini terjadi karena dari data umum perempuan dan tidak bekerja yang paling banyak mengasuh orang dengan gangguan jiwa. Dalam mengasuh maka perempuan memiliki perhatian yang lebih, telaten, mengajak berkomunikasi dengan baik, mau mengajak penderita untuk bercerita-cerita dan memiliki banyak waktu luang untuk bisa bersama dengan penderita gangguan jiwa. Akan tetapi saat emosional tidak stabil maka perempuan menjadi kurang berani untuk mengajak berkomunikasi pen- derita. Sehingga inilah yang menyebabkan perilaku dalam pengontrolan kondisi psikososial kurang. Perilaku Keluarga Dalam Pengasuhan Orang Dengan Gangguan Jiwa Tentang Pengobatan Orang Dengan Gangguan Jiwa Dalam pengobatan orang dengan gangguan jiwa menurut Keliat (2011) keluarga berperan dalam mengawasi dan memerhatikan terapi obat orang dengan gangguan jiwa yang meliputi mengecek nama pasien ditempat obat, menyebutkan nama obat pasien, menyebutkan dosis obat pasien, menye- butkan cara minum obat pasien, menyebutkan waktu minum obat pasien, menyebutkan efek obat pasien, menyebutkan akibat bila tidak minum obat dan kontrol ke puskesmas jika obat habis. Hasil penelitian menunjukkan masih banyak keluarga yang berperilaku kurang dalam pengobatan ora ng denga n ga ngguan jiwa . Denga n ha sil sebanyak 20 keluarga (61%) kurang untuk peng- obatan orang dengan gangguan jiwa, 12 keluarga (36%) baik dan sisanya 1 keluarga (3%) cukup. Menurut peneliti, perilaku keluarga tentang pengobatan orang dengan gangguan jiwa ini ke- luarga kurang baik. Berdasarkan teori, perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi seperti tingkat pendidikan, sosial ekonomi, tradisi dan kepercayaan masyarakat dan sebagainya. Dilihat dari tingkat pendidikan yaitu 79% pendidikan SD sehingga ber- pengaruh dalam perilaku pengobatan orang dengan gangguan jiwa. Dan hasil tabulasi silang antara 232 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 228–234 pendidikan dengan pengobatan 48.5% pendidikan SD dengan perilaku pengobatan kurang, akan tetapi 27.3 % pendidikan SD dengan perilaku pengobatan baik. Dengan tingkat pendidikan yang rendah maka dapat menjadi faktor yang menyebabkan perilaku kurang baik karena kurangnya pemahaman dan kepatuhan dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk pengobatan orang dengan gangguan jiwa, tingkat pengalaman keluarga dalam pengobatan. Selain itu, sosial perekonomian menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku keluarga dalam pengobatan yaitu untuk biaya dalam pengobatan menjadi kendala keluarga. Dilihat dari pekerjaan keluarga 33% petani dan untuk tabulasi silang antara pekerjaan dan perilaku pengobatan 24.2% keluarga tidak bekerja dengan perilaku pengobatan kurang. Karena tidak bekerja maka untuk perekonomian rendah, membuat keluarga merasa tidak mampu meng- obatkan orang dengan gangguan jiwa. Sehingga bantuan untuk pengobatan bagi warga tidak mampu dalam pengobatan bisa lebih disosialisasikan. Na- mun, pada sebagian keluarga yang sudah pernah mengantar anggota keluarga yang sakit jiwa berobat ke pelayanan kesehatan merasa apabila sudah lelah untuk mengantar berobat lagi, karena biaya yang dikeluarkan juga besar dan perkembangannya mem- baik saat berobat saja tetapi setelah itu cepat kam- buh kembali. Sehingga banyak keluarga yang membiarkan anggota keluarga yang sakit untuk tidak diajak berobat, dan putus obat bagi sebagian pende- rita. Selain itu, dari pihak pelayanan kesehatan juga masih kurang dalam melaksanakan penanganan kesehatan jiwa seperti belum adanya dokter spe- sialis jiwa, perawat yang berkompeten di bidang kejiwaan dan kader kesehatan jiwa. Sehingga dalam penanganan kesehatan jiwa belum bisa dilakukan dengan maksimal. Inilah yang membuat perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa yang kurang baik. Perilaku Keluarga Dalam Pengasuhan Orang Dengan Gangguan Jiwa Tentang Pemenuhan Activity Daily Living (ADL) Orang Dengan Gangguan Jiwa Dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari maka orang dengan gangguan jiwa memerlukan bantuan orang lai. Bantuan ini bisa secara total,sebagian dan mandiri yang dapat diberikan dengan memerhatikan, mengingatkan, bahkan membantu dalam pelaksana- annya. Menurut Keliat (2011) cara keluarga mera- wat pasien dengan defisit perawatan diri adalah 1. Melatih pasien tentang cara merawat kebersihan diri. 2. Melatih pasien tentang cara berhias/berdan- dan. 3. Melatih pasien tentang cara makan. 4. Mengajarkan pasien untuk melakuakan BAB/BAK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku keluarga dalam pemenuhan activity daily living (ADL) orang dengan gangguan jiwa sudah baik yaitu sejumlah 21 keluarga (64%) baik, 11 keluarga (33%) cukup dan sisanya 1 keluarga (3%) kurang. Menurut peneliti, perilaku keluarga dalam pemenuhan activity daily living (ADL) orang dengan ganguan jiwa sudah baik. Berdasarkan teori pemenuhan kebutuhan sehari-hari maka sebagian keluarga sudah melakukannya seperti menyiapkan peralatan mandi, berhias, makan/minum, meng- ingatkan anggota keluarga yang sakit. Dilihat dari data umum, keluarga yang mengasuh 61% perem- puan, dan dari hasil tabulasi silang 39.4% perempuan dengan perilaku pemenuhan ADL orang dengan gangguan jiwa baik akan tetapi masih 3% yang kurang. Dalam proses mengasuh perempuan lebih sabar, penuh kasih sayang, perhatian dan telaten. Selain itu, dari tingkat pekerjaan juga berpengaruh dalam pemenuhan ADL orang dengan gangguan jiwa. Dilihat dari tabulasi silang pekerjaan dan perilaku pemenuhan ADL orang dengan ganggun jiwa 24.2% petani, 18.2% tidak bekerja dengan perilaku pemenuhan ADL baik. Karena petani yang tidak setiap saat ke sawah dan tidak bekerja maka keluarga memiliki banyak waktu untuk mengasuh orang dengan gangguan jiwa. Sehingga untuk ke- giatan sehari-hari lebih bisa untuk memperhatikan, menyiapkan dan membantu orang dengan gangguan jiwa. Akan tetapi, sebagian orang dengan gangguan jiwa ada yang menolak untuk mandi, berpakaian dan mereka tidak menganggap juga memarahi keluarga yang mengingatkan atau membantu dalam meme- nuhi aktivitas sehari-hari. Sehingga sebagian ke- luarga memilih untuk membiarkan dan hanya menyiapkan semua kebutuhan anggota keluarga yang sakit berharap jika mereka mau maka akan melakukannya sendiri. Perilaku Keluarga Dalam Pengasuhan Orang Dengan Gangguan Jiwa Tentang Pengontrolan Kondisi Psikososial Orang Dengan Gangguan Jiwa Dalam upaya mengontrol kondisi psikososial orang dengan gangguan jiwa dapat dilakukan dengan membantu memulihkan perasaan sedih dan kehilangan penderita, peka terhadap kemungkinan 233Fairuzahida, Perilaku Keluarga dalam Pengasuhan Orang... rea ksi emosional penderita, mengembangkan harapan realistis, memberi pujian terhadap semua perila ku pasien yang baik, tidak membantah halusinasi pasien (pada pasien halusinasi), mengajak komunikasi penderita, melibatkan penderita dalam berhubungan sosial, menurut Keliat (2011) cara keluarga merawat pasien dengan halusinasi dan isolasi sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku keluarga dalam pengontrolan kondisi psikososial orang dengan gangguan jiwa sudah baik yaitu sejumlah 15 keluarga (46%) baik, 11 keluarga (33%) cukup dan sisanya 7 keluarga (21%) kurang. Menurut peneliti, perilaku keluarga dalam pengontrolan kondisi psikososial orang dengan gangguan jiwa sebagian besar baik namun ini masih perlu ditingkatkan. Kesadaran keluarga untuk mengajak komunikasi orang dengan gangguan jiwa sudah ada namun terkadang pembicaraan kurang jelas, keluarga juga tidak mengikuti halusinasi yang ditunjukkan oleh orang dengan gangguan jiwa. Itu sudah sesuai dengan teori perawatan orang dengan gangguan jiwa. Walaupun orang dengan gangguan jiwa sering marah-mara h dan bicara sendiri, sebagian keluarga tetap merawatnya dengan sabar, mengikuti kemauan orang dengan gangguan jiwa dan ada sebagian keluarga yang memarahi dan melarang mereka berbuat kerusakan dirumah. Dilihat dari data umum, keluarga yang meng- asuh 61% perempuan, dan dari hasil tabulasi silang 27.3% perempuan dengan perilaku pengontrolan kondisi psikososial orang dengan gangguan jiwa baik akan tetapi masih 12.1% yang kurang. Dalam proses mengasuh perempuan lebih sabar, penuh kasih sayang, perhatian, telaten, mampu mengajak berko- munikasi dengan lembut sehingga orang dengan gangguan jiwa merasa lebih nyaman apabila berce- rita dengan perempuan. Dilihat dari tabulasi silang pekerjaan dan perilaku pengontrolan kondisi psiko- sosial orang dengan ganggun jiwa 21.2% petani, 12.1% tidak bekerja dengan perilaku pengontrolan kondisi psikososial baik. Karena petani yang tidak setiap saat ke sawah dan tidak bekerja maka keluarga memiliki banyak waktu untuk mengasuh orang dengan gangguan jiwa. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dalam penelitian ini 1) Perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa secara umum dalam kategori kurang sebesar 49% keluarga 2) Perilaku keluarga dalam peng- asuhan orang dengan gangguan jiwa tentang peng- obatan orang dengan gangguan jiwa sebagian besar dalam kategori kurang sebesar 61% keluarga 3) Perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa tentang pemenuhan activity daily living (ADL) orang dengan gangguan jiwa sebagian besar dalam kategori baik sebesar 64% keluarga 4) Perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa tentang pengontrolan kondisi psikososial orang dengan gangguan jiwa sebagian besar dalam kategori baik sebesar 46% keluarga. Saran Peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan perilaku keluarga dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa dengan judul antara lain faktor-faktor yang mempengaruhi pendampingan pengobatan orang dengan gangguan jiwa, upaya-upaya petugas kese- hatan dalam menghilangkan stigma masyarakat terhadap kondisi orang dengan gangguan jiwa dan fa ktor -faktor yang mempengar uhi pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat; Institusi pendidikan kesehatan, diharapkan institusi pendidikan kesehatan dapat ikut bekerjasama dengan pihak terkait dalam pengasuhan orang dengan gangguan jiwa melalui pembentukan kader kesehatan jiwa dan pelatihan kepada kader kesehatan jiwa; Institusi pelayanan kesehatan Puskesmas Kanigoro, diharapkan petu- gas kesehatan di Puskesmas Kanigoro meningkat- kan penjaringan penderita gangguan jiwa dan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa dengan membentuk kader kesehatan jiwa, menambah tenaga kesehatan dalam penanganan kesehatan jiwa yang memiliki kompetensi di bidang jiwa seperti dokter spesialis jiwa, perawat spesialis jiwa dan mensosialisasikan mekanisme pengobatan orang dengan gangguan jiwa di pelayanan kesehatan serta mensosialisasikan biaya kesehatan atau program asuransi yang bisa digunakan untuk pengobatan. DAFTAR RUJUKAN Keliat, B,. Akemat,. Helena, C.D & Nurhaeni, H. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC Keliat, B,. Helena, N & Farida, P. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa: CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC 234 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 3, Desember 2017, hlm. 228–234 Keliat, B,. Wiyono, A.P & Susanti, H. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kese- hatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013. Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Ke- luarga. Yogyakarta: Graha Ilmu. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa. Yusuf, Ah., Fitryasari, R & Nihayati, H. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.