46 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 46–52 46 PERKEMBANGAN MOTORIK BALITA OBESITAS USIA 3-5 TAHUN (Motoric Development of 3-5 Years Old Obesity Toddler) Sri Mugianti, Triana Setijaningsih, Karina Fransiska Poltekkes Kemenkes Malang Prodi Keperawatan Blitar email: sri.mugianti@gmail.com Abstract: Motoric development in toddler is the growth process of a child motoric skills. Every motion that are done by children are the result of a complex interaction patterns of the various parts and systems in the body that is controlled by brain.This study was done to determine the description devel- opment gross motor and fine motor skills of 3-5 years old obesity toddler in District Health Unit for Sukorejo.The method used descriptive design. The population in this study was 3-5 years old obesity toddler with BW / BH> 3 SD in the region of District Health Unit for Sukorejo. The sample was 35 respondents taken by total sampling technique. The data collected was observed by KPSP. The results revealed that 74.3% of respondents showed gross motor development according to age and 25.7% of respondents showed deviation development, then 77.1% of respondents showed that the development of fine motor according to age and 22.9% of respondents showed deviation development. Motoric devel- opment deviation was influenced by lack of stimulation. Recommendations of this study are health institutions expected to teach stimulation of the development of obesity toddler routinely at home. Keywords: Motoric development, Toddler obesity Abstrak: Perkembangan motorik balita adalah proses tumbuh kembangnya kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang komplek dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol dalam otak. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran perkembangan motorik kasar dan motorik halus pada balita obesitas usia 3-5 tahun di wilayah UPTD Kesehatan Kecamatan Sukorejo. Metode yang digunakan adalah rancangan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 3-5 tahun dengan BB/TB >3 SD di wilayah UPTD Kesehatan Kecamatan Sukorejo sebanyak 35 responden, menggunakan teknik Total Sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi menggunakan KPSP. Hasil penelitian ini diketahui 74,3% responden menunjukkan perkembangan motorik kasar sesuai umur dan 25,7% responden menunjukkan terjadi penyimpangan, kemudian 77,1% responden menunjukkan perkembangan motorik halus sesuai umur dan 22,9% responden menunjukkan terjadi penyimpangan. Penyimpangan pada perkembangan motorik dipengaruhi oleh kurangnya stimulasi, sehingga institusi kesehatan diharapkan mengajarkan orang tua untuk melatih stimulasi perkembangan balita obesitas di rumah. Kata kunci: perkembangan motorik, balita obesitas. PENDAHULUAN Usia balita adalah periode penting dalam proses tumbuh kembang anak yang merupakan masa per- tumbuhan dasar anak. Pada usia balita, perkem- bangan kemampuan berbahasa, berkreativitas, kesa- daran sosial, emosional, dan intelegensi anak berjalan sangat cepat yang merupakan landasan bagi per- kembangan anak selanjutnya (Ayu Bulan, 2008:10). Perkembangan (development) adalah bertambah- nya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih, 1995:1). Pada usia balita tumbuh kembang anak secara fisik sangat pesat Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, No. 1, April 2018 DOI: 10.26699/jnk.v5i1.ART.p046–052 IT Typewritten text © 2018 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 47Mugianti, Setijaningsih, Fransiska, Perkembangan Motorik Balita Obesitas... sehingga memerlukan asupan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan yang berpengaruh terhadap kesehatan pada masa mendatang. Pemberian nutrisi melebihi kapasitas yang dibu- tuhkan akan menyebabkan kegemukan. Anggapan masyarakat bahwa memiliki anak balita montok dan lucu tentu senang sebab menggemaskan, mudah diajak bercanda, dan dicubit. Namun, pandangan ini perlu diubah karena jika keadaan ini dibiarkan terus berlangsung, anak akan bertambah gemuk yang justru akan membawa sejumlah risiko bagi kese- hatannya. Menurut Dr. Winick, anak yang menderita obesitas saat berusia 4 tahun berpeluang 80% kembali mengalami obesitas saat dewasa (Tuti Soenardi, 2011:9). Obesitas pada anak memberikan tekanan dan regangan yang lebih besar terutama pada tulang kaki dibandingkan anak dengan berat badan normal. Anak obesitas akan mengalami gangguan pada tulang dan sendi seperti kerusakan pada lempeng pertumbuhan (growth plate) tulang kaki, penyem- pitan sudut sendi, rasa nyeri di daerah lutut dan ping- gang (Genis, 2009: 50-52). Anak yang mengalami obesitas akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas fisik sehari-hari seperti kesulitan berdiri, berlari, dan melompat (Lia & Mardiah, 2006:24). Perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembangnya kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak (Zulaehah, 2010:61). Perkembangan motorik meliputi perkembangan motorik kasar dan per- kembangan motorik halus. Perkembangan motorik kasar adalah perkembangan yang melibatkan otot dan urat syaraf yang luas dan saling terkoordinasi seperti berdiri, berjalan, dan berlari. Sedangkan perkembangan motorik halus adalah perkembangan yang melibatkan otot dan urat syaraf yang lebih kecil dan saling terkoordinasi seperti menulis. Pada usia 4 atau 5 tahun pertama kehidupan, anak dapat mengendalikan gerakan yang kasar yang melibatkan bagian badan yang luas yang digunakan dalam berjalan, berlari, melompat, berenang (Elizabeth, 1995:150). Obesitas merupakan permasalahan yang akhir- akhir ini muncul di dunia. WHO menyatakan obesitas pada anak-anak di dunia menjadi epidemik global dan salah satu problem kesehatan di dunia yang harus ditangani serius. Prevalensi kelebihan berat dan obesitas anak-anak usia prasekolah di 42 negara mengalami peningkatan. Data WHO pada 2007 menyebutkan, 22 juta anak-anak di bawah 5 tahun mengalami kelebihan berat badan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menun- jukkan, prevalensi balita gemuk mencapai 11,9%. Berdasarkan hasil survey yang didapatkan di Dinas Kesehatan Kota Blitar, pada tahun 2014 dari 3 puskesmas yang berada di Kota Blitar meliputi Puskesmas Sukorejo 2,68% balita, Puskesmas Kepanjenkidul 1,88% balita, dan Puskesmas Sanan- wetan 1,24% balita mengalami gizi lebih. Dari ketiga puskesmas tersebut didapatkan rata-rata 1,9% dari 7757 balita mengalami gizi lebih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stewart Morriso dkk pada tahun 2006 yang melibatkan 44 anak dengan setengah dari jumlah sampel mengalami obesitas, didapatkan bahwa anak yang mengalami obesitas membutuhkan waktu yang lebih lama untuk me- nyeimbangkan kaki ketika berdiri, berjalan, maupun berlari dibandingkan anak dengan berat badan normal (Genis Ginanjar, 2009: 51). Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 26 Desember tahun 2014 di salah satu posyandu di Kelurahan Sananwetan, di dapatkan 4 balita gemuk, di dapatkan data sebagai berikut: 2 balita usia 49 bulan yang seharusnya sudah bisa memasang dan melepas kancing baju ternyata belum bisa memasang dan melepas kancing baju sendiri. Sedangkan 1 balita berusia 38 bulan yang seharus- nya sudah bisa mengayuh sepeda roda tiga ternyata belum bisa mengayuh sepeda roda tiga. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi Perkembangan Motorik Balita Obesitas di UPTD Kesehatan Kecamatan Sukorejo. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan deskriptif eksplo- ratif karena bertujuan mengetahui dan menggam- barkan perkembangan motorik balita obesitas usia 3-5 tahun di UPTD Kesehatan Kecamatan Suko- rejo.Populasi penelitian ini adalah semua balita usia 3-5 tahun dengan BB/TB >3 SD sejumlah 35 responden. Sampel dalam penelitian ini adalah balita usia 3-5 tahun dengan BB/TB >3 SD yang berada di Kecamatan Sukorejo sejumlah 35 responden dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Variabel bebas penelitian ini adalah Perkembangan Motorik danVariabel terikat penelitian ini perkem- bangan motorik kasar dan perkembangan motorik halus balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo. 48 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 46–52 Untuk mengidentifikasi efektifitas Perkem- bangan Motorik Kasar dan Perkembangan Motorik Halus Balita Obesitas Usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo dilakukan uji Wilcoxon dengan menggu- nakan program SPSS 17 for Window dengan tingkat kemaknaan (pd” 0,05). HASIL PENELITIAN Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan me- ngunjungi rumah-rumah responden pada tanggal 6- 25 April 2015. Pelaksanaan penelitian dengan meng- gunakan metode observasi menggunakan instrumen KPSP yang telah ditetapkan Kementerian Kese- hatan RI tahun 2012 sebagai alat deteksi dini tumbuh kembang anak khusus perkembangan gerak kasar dan gerak halus. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa, hampir semua jumlah ibu yang memiliki anak balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo bekerja sebagai non PNS yaitu sebanyak 94,3% (33 orang), sebagian besar jumlah ibu yang memiliki anak balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo memiliki tingkat pendidikan minimal SMA yaitu sebanyak 74,3% (26 orang), lebih dari separuh balita obesitas usia 3-5 di Kecamatan Sukorejo memiliki rata-rata usia minimal 48 bulan yaitu sebanyak 68,6% (24balita obesitas), lebih dari separuh balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 57,1% (20 balita obesitas), seluruh balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo memiliki status gizi >3 SD, sebagian besar balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo mengalami kelebihan kalori yaitu sebanyak 80% (28 balita obesitas), lebih dari separuh balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo tidak pernah dilakukan pemeriksaan perkembangan secara rutin yaitu sebanyak 51,4% (18 balita obesitas). No. Karakteristik f % 1. Pekerjaan Ibu PNS 2 5.7 Wiraswasta 3 8.6 Pedagang 5 14.3 IRT 20 57.11 Swasta 5 4.3 2. Pendidikan Ibu SMA 22 62.9 SMP 7 20 SD 2 5.7 PT 4 11.4 3. Umur Balita 36 bulan 7 20 42 bulan 4 11.4 48 bulan 8 28.6 54 bulan 10 22.9 60 bulan 6 17.1 4. Jenis Kelamin Laki laki 20 57.1 Perempuan 15 42.9 5 Status Gizi >3 SD 35 100 6 Kalori Berlebih 28 80 Tidak berlebih 7 20 7 Pemeriksaan perkembangan a. Rutin 18 51.4 b. Tidak rutin 17 48.6 Tabel 1 Karakteristik responden di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar, April 2015 (n=35) No. Interpretasi KPSP f % 1 Perkembangan sesuai umur 26 74,3 2 Perkembangan meragukan 0 0 3 Terjadi penyimpangan 9 25,7 Jumlah 35 100 Tabel 2 Perkembangan motorik kasar responden di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar, April 2015 (n=35) Berdasarkan Tabel 2 di atas sebagian besar balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo menunjukkan perkembangan motorik kasar sesuai umuryaitu sebanyak 74,3% (26 balita obesitas). Ditemukan masalah sebagian kecil balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo menunjukkan terjadi penyimpangan pada perkembangan motorik kasar yaitu sebanyak 25,7% (9 balita obesitas). No Interpretasi KPSP f % 1 Perkembangan sesuai umur 27 77,1 2 Perkembangan meragukan 0 0 3 Terjadi penyimpangan 8 22,9 Jumlah 35 100 Tabel 3 Perkembangan motorik halus responden di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar, April 2015 (n=35) 49Mugianti, Setijaningsih, Fransiska, Perkembangan Motorik Balita Obesitas... Berdasarkan tabel diatas sebagian besar balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo menunjukkan perkembangan motorik halus sesuai umur yaitu sebanyak 77,1% (27 balita obesitas). Ditemukan masalah sebagian kecil balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo menunjukkan terjadi penyimpangan pada perkembangan motorik halus yaitu sebanyak 22,9% (8 balita obesitas). PEMBAHASAN Perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembangnya kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak (Zulaehah, 2010:61). Perkembangan motorik meliputi perkembangan motorik kasar dan perkem- bangan motorik halus. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 25,7% atau 9 balita obesitas menunjukkan terjadi penyimpangan pada perkembangan motorik kasar dan 22,9% atau 8 balita obesitas menunjukkan terjadi penyimpangan pada perkembangan motorik halus. Menurut Kemenkes RI (2012) salah satu ciri- ciri perkembangan adalah perkembangan mem- punyai pola yang tepat.Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu ber- kembang ke daerah distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksi- modistal). Selama 4 atau 5 tahun pertama kehidupan pasca lahir, anak dapat mengendalikan gerakan yang kasar (Elizabeth: 1997). Menurut peneliti, tidak terdapat kesamaan an- tara teori dan fakta bahwa pada usia 4-5 tahun per- kembangan motorik kasar lebih pesat. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa perkembangan motorik kasar balita usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo menunjukkan lebih banyak terjadi penyimpangan. Bertambahnya usia yang tidak diimbangi dengan pemberian stimulasi secara rutin mengakibatkan anak mengalami keterlambatan perkembangan motorik. Perkembangan motorik kasar balita obesitas Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (42,9%) atau 15 balita obesitas berjenis kelamin laki-laki menunjukkan perkembangan motorik kasar sesuai umur dan lebih da ri sepa ruh (14,3%) atau 5 ba lita obesitas menunjukkan terjadi penyimpangan. Faktor jenis kelamin juga tidak dapat diabaikan pengaruhnya dalam perkembangan motorik kasar balita.Anak laki-laki cenderung senang melakukan aktivitas yang melibatkan keterampilan motorik kasarnya. Budaya yang patriarkhi menjadikan anak laki-laki bermain dengan anak laki-laki lainnya dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan budaya mereka, seperti bermain bola, bermain tembak-tembakan, dan lainnya (Ardy: 2014). Pada laki-laki terdapat hormon testosteron yang dapat membantu pembentukan jaringan otot yang baik (Wibowo: 2008). Menurut peneliti terdapat kesamaan antara teori dan fakta bahwa kemampuan motorik kasar anak laki-laki lebih cenderung menonjol.Budaya di Indonesia yang menyebutkan bahwa anak laki-laki harus bermain dengan anak laki-laki lainnya dan mengharuskan agar anak laki-laki melakukan per- mainan anak laki-laki saja mengakibatkan keteram- pilan motorik kasar anak laki-laki lebih dominan, oleh karena itu, orang tua sebagai orang terdekat bagi balitanya sebaiknya tidak membeda-bedakan main- an anak sesuai dengan prinsip dasar stimulasi yaitu berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bah- wa sebagian besar (20,1%) atau 7 balita obesitas berusia minimal 54 bulan menunjukkan terjadi penyimpangan pada perkembangan motorik kasar. Kemudian 5,7% atau 2 balita obesitas usia 60 bulan menunjukkan terjadi penyimpangan pada perkem- bangan motorik kasar. Keterlambatan keterampilan motorik kasar paling banyak pada poin anak tidak dapat berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan dan anak tidak dapat mengayuh sepeda roda tiga sejauh 3 meter.Keterampilan yang paling baik pada poin anak dapat melompati selembar kertas dengan mengangkat kedua kaki secara bersamaan. Menurut Laura E. Berk, semakin anak bertam- bah dewasa dan kuat tubuhnya, maka gaya geraknya semakin sempurna. Hal ini mengakibatkan tumbuh- kembang otot semakin membesar dan menguat. Dengan membesar dan menguatnya otot tersebut, keterampilan baru selalu bermunculan dan semakin bertambah kompleks. Selama 4 atau 5 tahun pertama kehidupan pascalahir, anak dapat mengendalikan gerakan yang kasar (Hurlock, 1997). Menurut peneliti, tidak terdapat kesamaan antara teori dan fakta bahwa keterampilan motorik kasar balita usia 4-5 tahun akan lebih pesat. Dalam penelitian ini masih terdapat balita yang mengalami keterlambatan pada perkembangan motorik kasar. 50 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 46–52 Hal ini dikarenakan balita yang obesitas akan meng- alami kesulitan dalam bergerak sehingga anak ter- kesan kurang lincah. Kurangnya stimulasi juga mengakibatkan keterampilan motorik kasar anak kurang terasah, sehingga mengakibatkan keterlam- batan pada perkembangan motorik kasar. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh (42,9%) atau 15 balita obesitas ibunya sebagai ibu rumah tangga menunjuk- kan perkembangan motorik kasar sesuai umur dan lebih dari separuh (14,2%) atau 5 balita obesitas menunjukkan terjadi penyimpangan. Faktor lingkungan post-natal yang meliputi fak- tor keluarga dan adat istiadat (pekerjaan keluarga) juga mempengaruhi perkembangan anak. Penda- patan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak, baik yang primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 1998). Sebagai orang terdekat anak ibu juga berperan se- bagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pen- didik anak-anak, pelindung keluarga dan juga pencari nafkah tambahan (Setiadi, 2008). Tidak semua balita obesitas yang ibunya tidak bekerja mengalami penyimpangan pada perkem- bangan motorik kasar. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak. Berda- sarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pekerjaan orang tua yang berpengasilan tinggi tidak berpe- ngaruh pada perkembangan motorik kasar.Hal ini dikarenakan ibu balita yang tidak bekerja memiliki waktu yang lebih banyak dengan balitanya. Sesuai dengan kebutuhan dasar anak akan emosi/kasih sayang (ASIH) yaitu kasih sayang dari orang tua (ayah-ibu) akan menciptakan ikatan yang erat (bonding) dan kepercayaan dasar (basic trust). Perkembangan motorik halus balita obesitas Berdasarkan hasil penelitian, dapat disirnpulkan bahwa sebagian kecil (20%) atau 7 balita obesitas berusia 48 bulan menunjukkan perkembangan motorik halus sesuai umur dan kurang dari separuh (8,6%) atau 3 balita obesitas menunjukkan terjadi penyimpangan pada perkembangan motorik halus. Keterlambatan perkembangan motorik halus paling banyak pada poin anak tidak dapat meletakkan 8 buah kubus satu persatu keatas tanpa menjatuh- kannya. Keterampilan motorik halus yang paling pada poin anak dapat menggambar lingkaran. Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus adalah kesiapan fisik. Pada usia 0-2 tahun perkembangan kemampuan motorik halus seorang anak terlihat dengan pesat dan luar biasa (Ardy, 2014). Pada tahun ketiga, anak sudah dapat mengoleskan mentega atau manisan pada roti dengan menggunakan pisau.Jika diberi bimbingan dan kesempatan berlatih, setahun kemudian seba- gian besar anak dapat dapat menyayat daging lunak dengan pisau.Setelah berumur 5 tahun, terjadi per- kembangan yang besar dalam pengendalian koor- dinasi yang lebih baik yang melibatkan kelompok otot yang lebih kecil yang digunakan untuk meng- genggam, melempar, menangkap bola, menulis, dan menggunakan alat. Pada usia 6 tahun sebagian besar anak sudah menguasai semua tugas yang digu- nakan dalam keterampilan makan sendiri (Elizabeth: 1995). Menurut peneliti, terdapat kesenjangan pada teori dan fakta bahwa perkembangan motorik halus akan lebih pesat setelah usia 5 tahun. Namun pada penelitian ini balita obesitas yang berusia 48 bulan sudah menunjukkan perkembangan motorik halus yang sesuai dan pada usia 60 bulan tidak terdapat balita obesitas yang mengalami penyimpangan. Hal ini sangat baik, sebab hampir separuh dari balita obesitas sudah rutin dilakukan pemeriksaan perkem- bangan secara rutin. Selain itu, sebagian besar balita obesitas sudah memiliki alat permainan yang menun- jang perkembangan motorik halus di rumah. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh (57,2%) atau 20 balita obesitas memiliki ibu dengan pendidikan minimal SMA/sederajat menunjukkan perkembangan moto- rik halus sesuai umur dan lebih dari separuh (17,2%) atau 6 balita obesitas menunjukkan terjadi penyim- pangan. Faktor lingkungan post-natal yang meliputi faktor keluarga dan adat istiadat (pendidikan orang tua) juga mempengaruhi perkembangan anak. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama ten- tang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih: 1998). Menurut peneliti, terdapat kesamaan antara teori dan fakta. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka ibu dapat menerima segala informasi ten- tang perkembangan anak, sehingga perkembangan 51Mugianti, Setijaningsih, Fransiska, Perkembangan Motorik Balita Obesitas... anak dapat terpantau dan berkembang sesuai dengan usianya. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa kurang dari separuh (34,3%) atau 12 balita obesitas tidak rutin dilakukan pemeriksaan perkem- bangan menunjukkan perkembangan motorik halus sesuai umur dan lebih dari separuh (17,1%) atau 6 balita obesitas menunjukkan terjadi penyimpangan. Faktor lingkungan post-natal yang meliputi faktor psikososial yang (pemberian stimulasi) juga mempengaruhi perkembangan anak. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang diban- dingkan dengan anak yang kurang/tidak mendapat stimulasi. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang menetap (Soetjiningsih: 1998). Tidak semua balita obesitas yang tidak dilaku- kan pemeriksaan perkembangan menunjukkan ter- jadi penyimpangan pada perkembangan. Hal ini dikarenakan sebagian dari balita obesitas sudah memiliki mainan yang dapat menunjang keterampilan motorik halus. Pemeriksaan perkembangan tidak harus dilakukan oleh petugas kesehatan, tetapi stimulasi dapat dilakukan dengan cara mengajak balita bermain, misalnya menggambar, menulis. Keterlambatan pada perkembangan motorik balita obesitas dikarenakan kurangnya stimulasi. Stimulasi tidak harus dilakukan oleh petugas kese- hatan. Stimulasi dapat dilakukan oleh orang tua dan dapat dilakukan dengan bermain. Kurangnya moti- vasi pada ibu muda untuk mendampingi balitanya saat bermain mengakibatkan anak mengalami kurang kasih sayang. Sesuai dengan kebutuhan dasar anak akan emosi/kasih sayang (ASIH), keku- rangan kasih sayang ibu pada tahun pertama kehi- dupan mempunyai dampak negatif pada tumbuh kembang anak. Penyimpangan pada perkembangan motorik harus segera diatasi dengan terus melaku- kan stimulasi, jika setelah dilakukan stimulasi per- kembangan motorik anak tetap mengalami penyim- pangan maka segera rujuk ke rumah sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkem- bangan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian gambaran per- kembangan motorik balita obesitas usia 3-5 tahun di UPTD Kesehatan Kecamatan Sukorejo, dida- patkan data sebagai berikut: Sebanyak 74,3% balita obesitas usia 3-5 tahun di Kecamatan Sukorejo menunjukkan perkembang- an motorik kasar sesuai umur dan 25,7% balita obesitas menunjukkan terjadi penyimpangan pada perkembanga n motorik kasar. Keterlambatan keterampilan motorik kasar paling banyak pada anak tidak dapat berdiri dengan satu kaki tanpa berpe- gangan dan anak tidak dapat mengayuh sepeda roda tiga sejauh 3 meter. Keterampilan yang paling baik dilakukan adalah anak dapat melompati selembar kertas dengan mengangkat kedua kaki secara ber- samaan. Sebanyak 77,1% balita obesitas di Kecamatan Sukorejo menunjukkan perkembangan motorik halus sesuai umur dan 22,9% balita obesitas menunjukkan terjadi penyimpangan pada perkembangan motorik halus. Keterlambatan perkembangan motorik halus paling banyak terlihat pada anak tidak dapat mele- takkan 8 buah kubus satu persatu keatas tanpa menjatuhkannya. Keterampilan motorik halus yang paling baik pada poin anak dapat menggambar lingkaran. Keterlambatan pada perkembangan motorik dikarenakan kurangnya stimulasi. Stimulasi dapat dilakukan oleh orang tua dengan mengajak balitanya bermain. Oleh karena itu, orang tua harus diberikan motivasi untuk dapat mendampingi balitanya saat bermain hal ini sesuai dengan prinsip dasar stimulasi yaitu stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang, dan lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi, me- nyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman serta gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak. Saran Bagi dinas kesehatan, dinas kesehatan dapat memberikan pengarahan pada ibu muda tentang pentingnya stimulasi perkembangan secara rutin yang dapat dilakukan dengan mendampingi dan mengajarkan balitanya bermain dan memberikan penyuluhan tentang gizi pada balita. Bagi dinas pendidikan, bagi dinas pendidikan untuk mendirikan PAUD yang lebih banyak lagi di area pemukiman, setidaknya 8 km. Sebab perkem- bangan balita dapat terdeteksi saat mengikuti PAUD. Bagi peneliti selanjutnya, demi kesempurnaan penyusunan karya tulis ilmiah ini, diharapkan peneliti 52 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 1, April 2018, hlm. 46–52 selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang gambaran pola asuh keluarga dalam menstimulasi perkembangan balita obesitas. DAFTAR RUJUKAN Ardy Wiyani Novan.  2014. Psikologi PERKEM- BANGAN Anak Usia. Dini. Yogyakarta: GAVA MEDIA Bulan, A & Zulfito, M. 2008. Buku Pintar Menu Balita. Jakarta: WahyuMedia. Ginanjar Wahyu, Dr. Genis. 2009. Obesitas Pada Anak. Bandung : Mizan Media. Utama Hidayati, Z. 2010. Anak saya tidak nakal, kok. Yogyakarta: B First. Hurlock, Elizabeth. 1995. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan. Sepanjang Rentang Kehi- dupan. Terjemahan. Jakarta: Erlangga. Hurlock, Elizabeth . 1997. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Lia dan Mardiah. 2006. Makanan Tepat untuk Balita. Jakarta:Kawan Pustaka. Nirwana. 2012. Obesitas Anak & Pencegahannya Dilengkapi Nutrisi untuk Anak. Yogyakarta: Nuha Medika. Riskesdas. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. http:// www.depkes.go.id/resources/download/general/ Hasil%20Riskesdas%202013.pdf Setiadi. 2008.  Konsep Dan Proses Keperawatan Ke- luarga /Setiadi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Soenardi, Tuti. 2011. 100 Resep Makanan Sehat Untuk Anak Agar Terhindar Penyakit Degenerative Saat Dewasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Wibowo, Daniel S.  2008.  Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo.