83Yuliawati, Astutik, Hubungan Faktor Perinatal dan Neonatal... 83 HUBUNGAN FAKTOR PERINATAL DAN NEONATAL TERHADAP KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM (The Relationship Between Perinatal And Neonatal Factors on The Neonatal Jaundice) Dwi Yuliawati, Reni Yuli Astutik Program Studi D3 Kebidanan STIKES Karya Husada Kediri email: reniyuliastutik@ymail.com Abstract: Neonatal jaundice is the cause of 6.6% of newborns aged 0-8 days in Indonesia. Jaundice can be physiological and pathological which can cause persistent or death disorders. The aim of the study is to determine the relationship between perinatal and neonatal factors with the incidence of neonatal jaundice in the District Hospital of Kediri. The research design is a correlation with a retrospective cohort approach. The research sample consisted of 54 respondents using simple random sampling. Data collection with medical record in October 2017. Data analysis using Chi-Square test and Fisher Exact test. Test results showed that there was a relationship between birth weight (p = 0.018; POR 0.085 95% CI 0.10-0.713), gestational age (p = 0.044; POR = 0.202 95% CI 0.049-0.836), perinatal complications (p = 0,031; POR = 4,714 95% CI 1,250-17,784) with the incidence of neonatal jaundice and there was no correlation between gender (p = 0,441; POR = 0,503 95% CI 0,143-1,767) with the incidence of neonatal jaundice in RSUD Kediri. The absence of sex relations with the incidence of neonatal jaundice is probably due to other factors that are more influential. Conditions of low birth weight, prematurity, male sex, perinatal complications (asphyxia / sepsis / cephalhematom) lead to the occurrence of patho- logical jaundice in infants.. Keywords: Birth weight, gestational age, perinatal complications, gender, neonatal jaundice Abstrak: Ikterus neonatorum adalah penyebab 6,6% bayi baru lahir usia 0-8 hari di Indonesia. Ikterus dapat bersifat fisiologis dan patologis yang dapat menimbulkan gangguan menetap atau kematian Tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan faktor perinatal dan neonatal dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. Desain penelitian yaitu korelasi dengan pendekatan kohort retrospektif. Sampel penelitian sebanyak 54 responden menggunakan simple random sampling. Pengumpulan data dengan rekam medik pada bulan Oktober 2017. Analisa data menggunakan uji Chi-Square dan Fisher Exact test. Hasil uji didapatkan terdapat hubungan antara berat lahir (p= 0,018; POR 0,085 95% CI 0,10-0,713), usia gestasi (p= 0,044; POR= 0,202 95% CI 0,049-0,836), komplikasi perinatal (p= 0,031; POR= 4,714 95% CI 1,250-17,784) dengan kejadian ikterus neonatorum dan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin (p=0,441; POR=0,503 95% CI 0,143-1,767) dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. Tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian ikterus neonatorum kemungkinan disebabkan adanya faktor lain yang lebih berpengaruh. Kondisi BBLR, prematuritas, jenis kelamin laki-laki, komplikasi perinatal (asfiksia/sepsis/sefalhematom) mengarah pada terjadinya ikterus patologis pada bayi. Kata kunci: Berat lahir, usia gestasi, komplikasi perinatal, jenis kelamin, ikterus neonatorum Jurn http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ al Ners dan Kebidanan, Volume 5, No. 2, Agustus 2018 © 2018 Jurnal Ners dan Kebidanan DOI: 10.26699/jnk.v5i2.ART.p083–089 This is an Open Access article under the CC BY-SA license ( ) 84 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 83–89 PENDAHULUAN Ikterus pada sebagian bayi dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi dengan kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dl. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direct > 1 mg/dl, juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkin- an adanya ikterus patologis (Manuaba, 2010). Hiperbilirubin adalah salah satu fenomena klinis paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Penyebab kematian bayi baru lahir usia 0-8 hari di Indonesia adalah gangguan pernafasan (36,9%), prematuritas (32,4%), sepsis (12%), hipotermi (6,8%), ikterus (6,6%) dan lain-lain. Sedangkan penyebab kematian bayi usia 7-28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (18,1%), pneumonia (15, 4%), pr ema tur ita s da n BBLR (12, 8%) (Riskerdas, 2010). Di Kabupaten Kediri, jumlah kematian bayi pada tahun 2015 mencapai 188 bayi, dimana 85,11% kematian bayi terjadi pada masa neonatus yaitu 0-28 hari. Sedangkan di RSUD Ka bupa ten Kedir i, a ngka keja dia n ikter us neonatorum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dikarenakan semakin banyak pula bayi yang mengalami BBLR yaitu 44%. (Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri, 2016). Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebab- kan oleh banyak faktor. Menurut Zaben B dkk (2010), faktor risiko yang merupakan penyebab tersering ikterus neonatorum di wilayah Asia dan Asia Tenggara antara lain, inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD, BBLR, sepsis neonato- rum,dan prematuritas. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram atau < 37 minggu) yang mengalami ikterus pada minggu- minggu pertama kehidupan- nya. Terjadinya hiperbillirubin pada bayi baru lahir yaitu 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. (Wiknjosastro, 2009). Sefalhematoma merupakan faktor risiko mayor dan jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko minor terjadinya hiperbilirubin berat pada bayi usia kehamilan  35 minggu (Kosim dkk, 2014). Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan faktor perinatal dan neonatal dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis hubungan berat lahir bayi dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri, 2) menganalisis hubungan usia gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri, 3) menganalisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri, 4) menganalisis hubungan komplikasi perinatal (asfiksia/ sepsis/ sefalhematom) dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasional dengan pendekatan kohort retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi dengan ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri pada bulan Januari – Desember 2016 berjumlah 61 bayi. Sampel dalam penelitian adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan simple random sampling ya itu 54 sa mpel. Ada pun variabel penelitian yaitu berat lahir, usia gestasi, jenis kelamin, komplikasi perinatal (asfiksia/ sepsis/ sefalhematom) dan ikterus neonatorum. Data dikumpulkan dengan menggunakan rekam medis untuk mendapatkan data faktor perinatal (komplikasi perinatal), neonatal (berat lahir, usia gestasi, jenis kelamin) dan kadar bilirubin bayi. Waktu penelitian adalah bulan Oktober 2017 di RSUD Kabupaten Kediri. Analisis hubung- an antara faktor neonatal (berat lahir, usia gestasi, jenis kelamin) dengan kejadian ikterus neonatorum dilakukan dengan menggunakan uji Chi Kuadrat, sedangkan analisis hubungan antara faktor perinatal (komplikasi perinatal) dengan kejadian ikterus neonatorum menggunakan Fisher’s Exact Test . HASIL PENELITIAN Karakteristik responden tertera pada tabel dibawah No Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Dasar 32 59,26 2 Menengah 19 35,19 3 Tinggi 3 5,55 Total 54 100,00 Tabel 1 Di str i busi Fr e kue nsi Pe ndi dik an Ibu Responden 85Yuliawati, Astutik, Hubungan Faktor Perinatal dan Neonatal... Berdasarkan Tabel 3 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden lahir dengan berat lahir normal yaitu sebanyak 62,96%. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu responden berpendidikan dasar (SD,MI,SMP,MTS) yaitu 59,26 %. No Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%) 1. IRT 41 75,93 2. Petani 1 1,85 3. Karyawan swasta 7 12,96 4. Wiraswasta 4 7,41 5. PNS 1 1,85 Total 54 100,00 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Responden No Berat Lahir Frekuensi (f ) Persentase (%) 1 BBLR 20 37,04 2 Normal 34 62,96 Total 54 100,00 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berat Lahir Bayi Berdasarkan Tabel 2 di atas diketahui bahwa sebagian besar ibu responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 75,93%. No Usia Gestasi Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Prematur 26 48,15 2 Aterm 28 51,85 Total 54 100,00 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Usia Gestasi Berdasarkan Tabel 4 di atas diketahui bahwa seba gia n besa r r esponden lahir a ter m ya itu sebanyak 51,85%. No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Laki-laki 26 48,15 2 Perempuan 28 51,85 Total 54 100,00 Tabel 5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui bahwa seba gian besa r r esponden per empuan ya itu sebanyak 51,85%. No Komplikasi Frekuensi Persentase Perinatal (f ) (%) 1 Tidak ada komplikasi 14 25,93 2 Ada komplikasi 40 74,07 Total 54 100,00 Tabel 6 Distribusi Frekuensi Komplikasi Perinatal Berdasarkan Tabel 6 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden ada komplikasi perinatal yaitu sebanyak 74,07%. No Ikterus Frekuensi (f ) Persentase (%) 1 Ikterus fisiologis 14 25,93 2 Ikterus patologis 40 74,07 Total 54 100,00 Tabel 7 Distribusi Frekuensi Ikterus Neonatorum Berdasarkan Tabel 7 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden ikterus patologis yaitu sebanyak 74,07%. Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa respon- den dengan BBLR, hampir seluruh responden me- ngalami ikterus patologis yaitu sebanyak 95,0%. (f) (%) (f) (%) (f) (%) 1 BBLR 1 5,0 19 95,0 20 100,0 2 Normal 13 8,2 21 61,8 34 100,0 Total 14 5,9 40 74,1 54 100,0 Tabel 8 Hubungan Berat Lahir Bayi dengan Kejadian Ikterus Neonatorum No Berat Lahir Kejadian Ikterus Neonatorum Total Ikterus Fisiologis Ikterus Patologis 86 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 83–89 Berdasarkan Tabel 9 diatas diketahui bahwa responden yang lahir prematur, hampir seluruh responden mengalami ikterus patologis yaitu sebanyak 88,5%. Sedangkan responden yang lahir aterm, sebagian besar responden mengalami ikterus patologis yaitu sebanyak 60,7% Dari uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan ( = 0,05) didapatkan p= 0,04; POR= 0,202 95% CI: 0,049-0,836 menunjukkan p= 0,04 kurang dari tingkat signifikasi  = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara usia gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. Sedangkan responden dengan berat lahir normal, sebagian besar responden mengalami ikterus patologis yaitu sebanyak 61,8%. Dari uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan ( = 0,05) didapatkan p= 0,018; POR= 0,085 95% CI: 0,10-0,713 menunjukkan p= 0,018 kurang dari tingkat signifikasi  = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara berat lahir bayi dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. Tabel 9 Hubungan Usia Gestasi dengan Kejadian Ikterus Neonatorum (f) (%) (f) (%) (f) (%) 1 Prematur 3 11,5 23 88,5 26 100,0 2 Aterm 11 39,3 17 60,7 28 100,0 Total 14 25,9 40 74,1 54 100,0 No Usia Gestasi Kejadian Ikterus Neonatorum Total Ikterus Fisiologis Ikterus Patologis Tabel 10 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Ikterus Neonatorum (f) (%) (f) (%) (f) (%) 1 Laki-laki 5 19,2 21 80,8 26 100,0 2 Perempuan 9 32,1 19 67,9 28 100,0 Total 14 25,9 40 74,1 54 100,0 No Jenis Kelamin Kejadian Ikterus Neonatorum Total Ikterus Fisiologis Ikterus Patologis Berdasarkan Tabel 10 diatas diketahui bahwa responden laki-laki, hampir seluruh responden mengalami ikterus patologis yaitu sebanyak 80,8%. Sedangkan responden perempuan, sebagian besar responden yaitu mengalami ikterus patologis yaitu sebanyak 67,9%. Dari uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan ( = 0,05) didapatkan p= 0,44; POR= 0,503 95% CI 0,143-1,767 menunjukkan bahwa p= 0,44 lebih dari tingkat signifikasi  = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ikterus neona- torum di RSUD Kabupaten Kediri, meskipun demi- kian nilai POR= 0,503 95% CI 0,143-1,767, artinya neonatus jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko 0,503 kali mengalami ikterus neonatorum dibanding- kan dengan neonatus jenis kelamin perempuan. Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa respon- den tanpa komplikasi (asfiksia/sepsis/sefalhema- tom), setengahnya mengalami ikterus patologis yaitu sebanyak 50,0%. Sedangkan responden dengan komplikasi (asfiksia/ sepsis/ sefalhematom), hampir seluruh responden mengalami ikterus patologis yaitu sebanyak 82,5%. Dari uji statistik Fisher’s Exact Test dengan tingkat signifikan ( = 0,05) didapatkan p= 0,031; POR 4,714 95% CI 1,250-17,784 menunjukkan p= 0,031 kurang dari tingkat signifikasi  = 0,05, maka 87Yuliawati, Astutik, Hubungan Faktor Perinatal dan Neonatal... dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara komplikasi perinatal (asfiksia/sepsis/ sefalhematom) dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. PEMBAHASAN Hubungan Berat Lahir dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Dari uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan ( = 0,05) didapatkan p = 0,018; POR = 0,085 95% CI: 0,10-0,713 menunjukkan p = 0,018 kurang dari tingkat signifikasi  = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara berat lahir bayi dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. Pada penelitian ini, dari 20 responden dengan BBLR, sebagian kecil responden yaitu 1 responden (5,0%) mengalami ikterus fisiologis dan hampir seluruh responden yaitu 19 responden (95,0%) mengalami ikterus patologis. Kondisi BBLR menye- babkan pembentukan hepar belum sempurna (imatu- ritas hepar) sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna (Sukadi, 2008). Proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna ini menyebabkan terjadinya gangguan dalam uptake bilirubin yang menyebabkan bayi mengalami ikterus. Hasil penelitian Rohani dan Rini (2017) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara berat badan lahir bayi dengan kejadian ikterus neonatorum. Hal ini mendukung hasil penelitian bahwa kondisi BBLR mengarah pada terjadinya ikterus patologis pada bayi. Hubungan Usia Gestasi dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Dari uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan ( = 0,05) didapatkan p= 0,04; POR= 0,202 95% CI: 0,049-0,836 menunjukkan p= 0,04 kurang dari tingkat signifikasi  = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara usia gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. Pada penelitian ini, dari 26 responden lahir pre- matur, sebagian kecil responden yaitu 3 responden (11,5%) mengalami ikterus fisiologis dan hampir seluruh responden yaitu 23 responden (88,5%) mengalami ikterus patologis. Kondisi prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus. Hal ini dapat ditinjau dari aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase hepatik yang jelas menurun pada bayi prematur, sehingga konjugasi bilirubin tak terkonjugasi menurun. Selain itu juga terjadi pening- katan hemolisis karena umur sel darah merah yang pendek pada bayi prematur yang menyebabkan bilirubin indirek yang banyak dalam darah (Martiza, 2010; Aina, 2012). Hasil penelitian Tazami dkk (2013) menunjukkan bahwa ikterus neonatorum terjadi pada sebagian besar neonatus preterm yaitu sebanyak 51,2%. Hal ini didukung oleh penelitian Rohani dan Rini (2017) yang menunjukkan bahwa usia gestasi paling dominan berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum. Penelitian Olusanya dkk (2015) juga menunjukkan hasil bahwa kehamilan preterm meningkatkan resiko hiperbilirubin berat atau disfungsi neorologis. Hal ini mendukung hasil penelitian bahwa prematuritas mengarah pada terjadinya ikterus patologis pada bayi. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Dari uji statistik Chi-Square dengan tingkat sig- nifikan ( = 0,05) didapatkan = 0,44 lebih dari tingkat signifikasi  = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Ka- bupaten Kediri. Hasil penelitian Tazami dkk (2013) menunjuk- kan bahwa ikterus neonatorum terjadi pada sebagian besar neonatus berjenis kelamin laki-laki yaitu se- banyak 69,8%. Hal ini dikarenakan neonatus laki- Tabel 11 Hubungan Komplikasi Perinatal dengan Kejadian Ikterus Neonatorum (f) (%) (f) (%) (f) (%) 1 Tidak ada komplikasi 7 50,0 7 50,0 14 100,0 2 Ada komplikasi 7 17,5 33 82,5 40 100,0 Total 14 25,9 40 74,1 54 100,0 No Komplikasi Kejadian Ikterus Neonatorum Total Ikterus Fisiologis Ikterus Patologis 88 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 83–89 laki memiliki risiko ikterus lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus perempuan karena dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : 1) Prevalensi Sindrom Gilbert (kelainan genetik konjugasi bilirubin) dilaporkan lebih dari dua kali lipat ditemukan pada laki-laki (12,4%) dibandingkan pada perempuan (4,8%), 2) Defisiensi G6PD yang merupakan suatu kelainan enzim tersering pada manusia dan berkaitan dengan kromosom sex (x-linked) yang umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki. Berdasarkan data penelitian, dari 26 responden laki-laki, sebagian kecil responden yaitu 5 responden (19,2%) mengalami ikterus fisiologis dan hampir seluruh responden yaitu 21 responden (80,8%) mengalami ikterus patologis, meskipun demikian tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ikterus neonatorum. Tidak adanya hubung- an tersebut, kemungkinan bisa disebabkan karena faktor lain yang lebih berpengaruh. Menurut Kosim dkk, 2014, jenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor risiko minor hiperbilirubin berat pada bayi usia kehamilan  35 minggu. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat faktor risiko mayor yang lebih berpengaruh terhadap terjadinya ikterus neonatorum. Hubungan Komplikasi Perinatal (asfiksia/sep- sis/sefalhematom) dengan Ikterus Neona- torum Dari uji statistik Fisher’s Exact Test dengan tingkat signifikan ( = 0,05) didapatkan p= 0,031 kurang dari tingkat signifikasi á = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara komplikasi perinatal (asfiksia/sepsis/sefalhematom) dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri. Pada penelitian ini, dari 40 responden dengan komplikasi (asfiksia/sepsis/ sefalhematoma), sebagian kecil responden yaitu 7 responden (17,5%) mengalami ikterus fisiologis dan hampir seluruh responden yaitu 40 responden (82,5%) mengalami ikterus patologis. Terdapat dua pr oses ya ng melibatkan komplikasi perinatal (asfiksia / sepsis / sefalhematom) dengan risiko terjadinya ikterus neonatorum, yaitu: 1) gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar yang dapat disebabkan oleh hipoksia dan infeksi. Sedangkan asfiksia sendiri dapat menyebabkan hipoperfusi hati, yang kemudian akan mengganggu uptake dan metabolisme bilirubin hepatosit 1) produksi yang berlebihan, dalam hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada perdarahan tertutup dan sepsis (Martiza, 2010). Hasil penetian Tazami dkk (2013), menunjukkan bahwa ikerus neonatorum terjadi pada hampir setengah responden dengan komplikasi perinatal (asfiksia/ sepsis/ sefalhematom) yaitu sebanyak 37,2%. Hal ini didukung oleh penelitian Rohani dan Rini (2017) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asfiksia dengan kejadian ikterus neonatorum. Penelitian Olusanya dkk (2015) juga menunjukkan hasil bahwa sepsis pada neonatus meningkatkan resiko hiperbilirubin berat atau disfungsi neorologis. Hal ini mendukung hasil pene- litian bahwa komplikasi perinatal (asfiksia/sepsis/ sefalhemato) mengarah pada terjadinya ikterus patologis pada bayi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat hubungan antara berat lahir bayi, usia gestasi, komplikasi perinatal (asfiksia/sepsis/ sefalhematom) dengan kejadian ikterus neonatorum dan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri, namun neonatus jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko 0,503 kali mengalami ikterus neonatorum dibandingkan dengan neonatus jenis kelamin perempuan. Saran Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan penyusunan strategi promosi kesehatan bagi petugas kesehatan RSUD Kabupaten Kediri untuk mensosialisasikan faktor-faktor penyebab terjadinya ikterus dan langkah-langkah pencegahan ikterus dengan cara bimbingan konseling menggu- nakan media promosi lembar balik dan pembagian leaflet. Selain itu bagi peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian lanjutan dan melakukan analisis yang lebih mendalam tentang faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum pada neonatus. DAFTAR RUJUKAN Aina YT, Omoigberale AI. 2012. Risk factors for neonatal jaundice in babies presenting at the university of benin teaching hospital, benin city. Niger J Paed. 39(4):159-163 Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri. 2016. Profil Kese- hatan Kabupaten Kediri Tahun 2016. Kemenkes, RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemen- 89Yuliawati, Astutik, Hubungan Faktor Perinatal dan Neonatal... trian Kesehatan RI. http://lontar.ui.ac.id/opac/ themes/gr een/dataIdentifier.jsp?id=20298098 diakses pada tanggal 7 Agustus 2018 Kosim, MS, Ari Y, Rizalya D, Gatot IS, Ali U. 2014. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. Manuaba, IBG . 2010. Pengantar Kuliah Obtetri. Jakarta: EGC. Martiza L.2010. Ikterus. Jakarta: Badan Penerbit IDAI Olusanya, BO., Osibanjo FB, Slusher TM. 2015. Risk Factors for Severe Neonatal Hyperbilirubinemia in Low and Middle Income Countries: A Systematic Review and Meta-Analysis. PLOS ONE DOI: 10. 1371/ journal.phone. 0117229 Rohani, S & Rini W. 2017. Faktor-faktor yang Berhu- bungan dengan Kejadian Ikterus pada Neonatus. Aisyah:Jurnal Ilmu Kesehatan. 2 (1): 75-80. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008. 147-69 Tazami, RM, Mustarim, Shalahudden S. 2013. Gambaran Faktor Resiko Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2013 https://media.neliti.com/.../70853-ID- gambaran-faktor-risiko-ikterus-neonatoru.pdf diakses pada tanggal 7 Agustus 2018 Wiknjosastro. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayas- an Bina Sarwono Prawirohardjo. Zabeen B, Nahar J, Nabi N, Baki A, Tayyeb S, Azad K, et al. 2010. Risk Factors and Outcome of Neonatal Jaundice in a Tertiary Hospital. Ibrahim Med Coll J. 4(2):70-73