90 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 90–96 90 PENGARUH KONSELING DENGAN PENDEKATAN THINKING, FEELING DAN ACTING (TFA) TERHADAP TEKANAN DARAH PASIEN PRE OPERASI KATARAK (The Effectiveness of Counseling of Thinking, Feeling and Acting (TFA) Approach to Blood Pressure in Patients with Pre Cataract Surgery) Abstract: Anxiety is a nursing problem that requires nursing intervention. The phenomenon that occurs, often found preoperative patients experience anxiety without specific intervention from nurses to re- duce anxiety, resulting in an increase in blood pressure which can lead to delayed operation plan. This study aimed to determine the effectiveness of counseling of thinking, feeling and acting (TFA) approach to blood pressure in patients with pre-cataract surgery at the Central Surgical Installation of Kanjuruhan Hospital Malang Regency The design in this study was experimental with one group pre-test and post- test design, the sample was 16 people taken by purposive sampling technique. The data analysis used a paired sample T-Test statistical test. The results showed that there was an effect of counseling of the thinking, feeling and acting (TFA) approach to the patient’s blood pressure of pre cataract surgery, with p value = 0.000 <  (0.05). The effect of counseling with the approach of thinking, feeling and acting (TFA) to the patient’s blood pressure pre cataract surgery, was due to the TFA approach counseling, the Client was able to express his feelings correctly, had more rational thoughts, and prioritized useful actions so that anxiety could be reduced or even eliminated. Decreased and even lno anxiety could keep the patient’s blood pressure stable. This research was evidence based practice, to make standard oper- ating procedures (SOP) of counseling Keywords: Counseling, blood pressure, pre cataract surgery. Abstrak:Kecemasan merupakan salah satu masalah keperawatan yang memerlukan intervensi keperawatan. Fenomena yang terjadi, sering ditemukan pasien preoperasi mengalami kecemasan tanpa intervensi spesifik dari perawat untuk mengurangi kecemasannya, sehingga berakibat pada peningkatan tekanan darah yang bias mengakibatkan ditundanya rencana operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling dengan pendekatan thinking, feeling dan acting (TFA) terhadap tekanan darah pasien pre operasi katarak di Instalasi Bedah Sentral RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang Desain dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan one group pre-test and post-test design, menggunakan teknik purposive sampling, diperoleh sampel sebanyak 16 orang. Analisais data menggunakan uji statistik paired sample T- Test. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh konseling dengan pendekatan thinking, feeling dan acting (TFA) terhadap tekanan darah pasien pre operasi katarak, dengan p value = 0, 000 <  (0,05). Adanya pengaruh konseling dengan pendekatan thinking, feeling dan acting (TFA) terhadap tekanan darah pasien pre operasi katarak, disebabkan karena Dalam konseling pendekatan TFA, Klien lebih mampu mengekspresikan perasaannya dengan benar, memiliki pemikiran yang lebih rasional, dan lebih mengutamakan tindakan yang bermanfaat sehingga kecemasan lebih dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Kecemasan yang menurun bahkan hilang dapat mempertahankan tekanan darah pasien tetap stabil. Pene- litian ini sebagai evidence based practice, untuk membuat standar prosedur operasional (SOP) konseling Kata kunci: Konseling, tekanan darah, pre operasi katarak Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, No. 2, Agustus 2018 DOI: 10.26699/jnk.v5i2.ART.p090–096 Yeni Kartika Sari, Ani Widayati, Bisepta Prayogi STIKes Patria Husada Blitar email: kartikasariyeni84@gmail.com IT Typewritten text © 2018 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 91Widayati, Sari, Prayogi, Pengaruh Konseling dengan Pendekatan Thinking,... PENDAHULUAN Tindakan operasi, bagi klien merupakan salah satu faktor penyebab kecemasan. Kecemasan atau ansietas merupakan salah satu masalah keperawat- an dalam dimensi psikis yang memerlukan intervensi keperawatan. Kecemasan pada klien pre operasi katarak, selain menimbulkan rasa tidak nyaman, juga dapat merugikan klien, salah satunya adalah terjadi- nya peningkatan tekanan darah yang dapat meng- akibatkan pembatalan operasi. Fenomena yang terjadi di masyarakat, masih sering ditemukan klien saat menjelang tindakan operasi, yang mengalami kecemasan, tanpa mendapatkan intervensi yang spe- sifikdari perawat untuk mengurangi kecemasannya. Sampai saat ini, jumlah penderita katarak di dunia masih sangat tinggi. Berdasarkan data WHO, diperkirakan jumlah penderita kebutaan katarak di dunia saat ini adalah sebesar 17 juta orang, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 40 juta pada tahun 2020 (Mo’otapu et al, 2015). Indonesia, menurut hasil survei kebutaan dengan menggunakan metode Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB), yang baru dilaku- kan di tiga provinsi (Nusa Tengggara Barat, Sulawesi Selatan Dan Jawa Barat) pada tahun 2013-2014, didapatkan prevalensi kebutaan pada masyarakat usia diatas 50 tahun,rata-rata di 3 provinsi tersebut adalah 3,2%, dengan penyebab utama adalah katarak (71%). Diperkirakan setiap tahun kasus baru buta katarak akan selalu bertambah, sebesar 0,1% dari jumlah penduduk atau kira-kira 250.000 orang setiap tahun (Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 di Provinsi Jawa Timur, prevalensi penduduk dengan katarak di provinsi Jawa Timur lebih rendah dari angka nasional. Angka tertinggi kejadian katarak berdasar diagnosis dan gejala terjadi di kabupaten Situbondo (17,3%) disusul Pasuruan (15,2%) dan Lumajang (13,5%) (Balitbang Depkes RI, 2007). Pada tahun 2013-2014 dilakukan penelitian di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Manado terha- dap 42 responden, mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan kecemasan, didapatkan bahwa responden yang tidak memiliki kecemasan dengan berpengetahuan baik ada 2 orang (4,8%), responden yang memiliki kecemasan ringan dengan pengeta- huan baik ada 15 orang (35,7%), responden yang memiliki kecemasan sedang dengan pengetahuan baik ada 10 orang (23,8%), dari hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang ber- makna antara pengetahuan dengan tingkat kece- masan klien pre operasi katarak (Rondonuwu, 2014). Menurut Heither, Susan tahun 2018, kecemasan tidak menyebabkan hipertensi, namun kecemasan dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah secara temporer. Jadi meskipun kecemasan tidak menye- babkan hipertensi kronis, namun dapat menyebab- kan masalah kesehatan yang hamper sama. Dari hasil studi pendahuluan pada bulan Juli 2017, di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Kan- juruhan Kabupaten Malang, dari hasil wawancara dengan 10 orang klien yang akan menjalani operasi katarak didapatkan data, 9 orang (90%) dari 10 orang tersebut mengatakan sedang dalam kondisi cemas karena menghadapi ruang dan peralatan operasi. 7 orang (70%) dari 10 orang tersebut me- ngatakan saat ini sedang cemas karena khawatir akan menjadi buta. 8 orang (80%) dari 10 orang tersebut mengatakan sedang cemas akibat takut akan kematian saat di anasthesia. 9 orang (90%) dari 10 orang tersebut mengatakan cemas bila ope- rasinya akan dilakukan mengalami kegagalan (operasi tidak berhasil). Berdasarkan sudut pandang teori interpersonal, kecemasan pada klien pre operasi katarak umumnya disebabkan adanya rasa khawatir menghadapi anasthesia, diagnosa penyakit yang belum pasti, keganasan, nyeri, ketidaktahuan tentang prosedur operasi, kondisi lingkungan kamar bedah yang ter- kesan menakutkan dalam pandangan masyarakat awam, serta ketakutan akan kegagalan dari tindakan pembedahan yang dapat menimbulkan kecacatan (Riadi, 2012). Menurut Ikhsan (2012) salah satu penyebab terhalangnya kegiatan operasi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah. Sedangkan menurut Yeremia (2011), Setidaknya ada tiga kerugian yang dialami klien ketika mengalami kecemasan menje- lang operasi, secara psikis klien dirugikan dengan perasaan tidak nyaman akibat kecemasan yang tidak terkontrol, secara fisik terjadi peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, peningkatan tekanan darah, penurunan kerja otot polos pada kandung kemih dan usus, dan dalam segi waktu dan administratif ada kemungkinan terjadi penundaan jadwal operasi akibat peningkatan tekanan darah. Salah satu upaya perawat dalam mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah klien pre operasi katarak adalah dengan melakukan konseling dengan pendekatan thinking, feeling dan acting (TFA), yaitu suatu pendekatan integratik sistematik 92 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 90–96 yang mengintegrasikan berbagai macam pende- katan dan teknik-teknik konseling dalam suatu kerangka kerja. Kerangka kerja komperhensif-siste- matis ini jelas diperlukan oleh perawat untuk mem- bantu berbagai macam klien dengan efektif dan qualified. Konseling dengan pendekatan thinking, feeling dan acting (TFA) memiliki beberapa kele- bihan diantaranya, adanya ketulusan perawat dalam melakukan hubungan membantu klien untuk lebih meyakini dirinya, adanya pemahaman yang diberi- kan perawat terhadap klien dengan segala latar belakang dan masalah-masalahnya, dan klien lebih cepat belajar bagaimana membuat respon yang baru dan efektif dalam berinteraksi dengan lingkung- an (Mulawarman & Munawaroh, 2016). Dampak dari konseling dengan metode pendekatan TFA terhadap tekanan darah belum dapat dijelaskan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Konseling dengan Pendekatan Thinking, Feeling dan Acting (TFA ) terhadap tekanan darah Klien Pre Operasi Katarak di Instalasi Bedah Sentral RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan pre eksperimental dengan desain one group pre test post test karena bertujuan mengetahui pengaruh konseling dengan pendekatan thinking, feeling dan acting (TFA) terhadap tekanan darah pasien pre operasi katarak. Populasi pada penelitian ini adalah pasien pre operasi katarak di RSUD Kanjurahan Kepanjen dengan jumlah 30 orang. Sampel penelitian diambil dengan non random, dimana peneliti menentukan pengam- bilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehing- ga diharapkan dapat menjawab permasalahan pene- litian yaitu pasien pre operasi katarak yang meng- alami kecemasan dan pasien pre operasi katarak yang berusia 21 tahun ke atas. Berdasarkan metode tersebut didapatkan jumlah sampel 16 orang. Variabel dependen pada penelitian ini adalah tekanan darah pasien pre operasi katarak. Sedang- kan variabel independennya adalah konseling dengan pendekatan TFA. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Kuesioner Zung Self rating Anxiety Scale untuk menilai kecemasan pasien yang terdiri dari 20 item soal, 2) SOP konseling dengan pendekatan TFA. Tahap pertama penelitian adalah pemberian pre test untuk menilai tingkat kecemasan responden dan mengukur tekanan darahnya dan dilajutkan dengan melakukan konseling selama 10-20 menit, melalui beberapa tahapan: 1) membangun hubungan 2) iden- tifikasi dan penilaian masalah 3) memfasilitasi peru- ba ha n ter a peutis mengguna ka n pendeka ta n thinking, feeling dan acting (TFA). Pada pende- katan thinking, perawat membantu klien untuk mampu berpikir rasional, pendekatan feeling, perawat membantu klien mengekspresikan emosi yang ada pada dirinya, dan pada pendekatan acting, Perawat membantu klien dalam mengambil kepu- tusan, dan (4) evaluasi dan terminasi. Tahap akhir adalah melakukan post-test dengan mengukur kem- bali tekanan darah responden. Data yang terkumpul akan diuji normalitasnya dengan uji Shapiro Wilk. Apabila uji normalitas diperoleh data berdistribusi normal maka data akan dianalisis dengan paired sample T-test. Sedangkan apabila diperoleh data berdistribusi tidak normal makan akan diuji dengan Wilcoxon test. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian didapatka hasil sebagai berikut: Karakteristik responden No Data umum f % 1 Pendidikan : Tidak sekolah 4orang 25 SD 6 orang 37,5 SMP 3orang 18,75 SMA 2orang 12,5 Perguruan Tinggi 1orang 6,25 2 Jenis Kelamin Laki-laki 9 orang 56,25 Perempuan 7orang 43,75 3 Pekerjaan Karyawan swasta 3 orang 18,75 Pegawai negeri 3 orang 18,75 Tidak bekerja 6 orang 37,5 Wiraswasta 2 orang 12,5 Petani 2orang 12,5 4 Usia < 45 tahun 2 orang 12,5 46-65 tahun 4 orang 25 >65 tahun 10 orang 62,5 5 Riwayat Operasi Tidak pernah operasi 12orang 75 Pernah operasi 4orang 25 Tebel 1 Karakteristik responden di Ruang OK RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang, Desember 2017 93Widayati, Sari, Prayogi, Pengaruh Konseling dengan Pendekatan Thinking,... Lampung, menyimpulkan bahwa ada hubungan pen- didikan dengan kecemasan pada pasien pre operasi seksio sesaria (SC). Hasil penelitian Kuraeisin (2009), di RSUP Fatmawati, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengalam- an dengan tingkat kecemasan. Stresor psikologis yang menyebabkan cemas diantaranya adalah, pekerjaan, lingkungan, keuangan, hukum, perkem- bangan, penyakit fisik, faktor keluarga, dan trauma. Akan tetapi tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan mengalami gangguan cemas. Hal ini tergantung pada struktur perkem- bangan kepribadian diri seseorang tersebut, yaitu usia, tingkat pendidikan, pengalaman, dukungan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat. Ada berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan atau kecemasan pasien dalam menghadapi pembe- dahan antara lain yaitu takut nyeri setelah pembe- dahan, takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal gangguan body image, takut keganasan bila diagnosa yang ditegak- kan belum pasti, takut atau cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, takut atau ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, takut mati saat dibius atau tidak sadar lagi (Maryanti, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Muliana dkk tahun 2016 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan a ntar a tingka t kecema sa n dengan peningkatan tekanan darah pasien pre operasi BPH di RSUD Prof Dr Margono Soeharjo. Sehingga da- pat disimpulkan bahwa responden yang tekanan darahnya cenderung tinggi (rata rata 146/80 mmHg) pada saat menjelang operasi berkaitan dengan pengalaman operasi sebelumnya (75% belum pernah operasi) Tingkat pendidikan yang rendah dan penga- laman yang kurang mengenai operasi menyebab- kan timbulnya kecemasan dalam menghadapi operasi katarak. Sehingga tekanan darah juga ikut mening- kat. Tingkat pendidikan menentukan kemampuan seseorang menciptakan mekanisme koping yang efektif. Semakin rendah tingkat pendidikan sese- orang, semakin rendah kemampuannya dalam men- ciptakan koping. Hal ini didukung data bahwa seba- gian besar subjek penelitian yang mengalami cemas sedang, berpendidikan sekolah dasar (SD). Penga- laman juga menentukan kemampuan seseorang dalam menghadapi kecemasan. Semakin sedikit pengalaman seseorang, maka akan semakin me- ningkat rasa khawatir akan dampak yang akan Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui, mayo- ritas subjek penelitian berpendidikan SD, sejumlah 6 orang (37,5%), mayoritas berjenis kelamin laki- laki, sejumlah 9 orang (56,25%), mayoritas tidak bekerja, sejumlah 6 orang (37,5 %), mayoritas ber- usia > 65 tahun, sejumlah 10 orang (62,5%), dan mayoritas tidak pernah operasi, sejumlah 12 orang (75 %). Pengaruh konseling dengan pendekatan TFA terhadap tekanan darah pasien pre operasi katarak Tekanan Darah Min Max Rata rata Std Deviasi Sistolik Pre 120 150 146 9.639 Sistolik Post 120 140 138 5.774 Diastolik Pre 70 90 80 8.165 Diastolik Post 70 70 70 .000 Paired T Test 0.000 Tabel 2 Pengaruh konseling dengan pendekatan TFA terhadap tekanan darah pasien pre operasi katarak di Ruang OK RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang, Desember 2017 Berdasarkan hasil uji paired T-Test. diketahui p value = 0, 000. lebih kecil dari nilai alfa (=0,05), sehingga hipotesis penelitian diterima. Dapat disim- pulkan bahwa ada pengaruh konseling dengan pen- dekatan thinking, feeling dan acting (TFA) terha- dap tekanan darah pasien pre operasi katarakdi Instalasi Bedah sentral RSUD Kanjuruhan Kabu- paten Malang. PEMBAHASAN Tekanan darah pasien pre operasi katarak se- belum perlakuan konseling dengan pendekat- an thinking, feeling dan acting (TFA). Berdasarkan hasil penelitian tekanan darah pasien pre operasi katarak sebelum konseling dengan pendekatan TFA, didapatkan nilai minimum sistolik 120 mmHg, dan maximum sistoliknya 159 mmHg. Sedangkan minimum diastoliknya 70 mmHg dan maksimum diastoliknya 90 mmHg Sehingga rata rata tekanan darah adalah adalah 146/80 mmHg. Sedangkan karakteristik responden diketahui mayoritas (37,5%) berpendidikan SD, dan berda- sarkan riwayat operasi, mayoritas (75 %) tidak pernah operasi. Hasil penelitian Maryanti (2015), di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar 94 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 90–96 terjadi setelah operasi, sehingga berpeluang mening- katkan kecemasan yang berakibat meningkatnya tekanan darah. Kondisi ini didukung data bahwa sebagian besar subjek penelitian yang belum berpe- ngalaman menjalani operasi. Tekanan darah pasien pre operasi katarak sesudah perlakuan konseling dengan pende- katan thinking, feeling dan acting (TFA). Berdasarkan hasil penelitian, tekanan darah pasien pre operasi katarak sesudah konseling dengan pendekatan TFA, diketahui nilai minimal sistolik 120 mmHg, nilai maksimal sistolik 140 mmHg. Sedang- kan nilai minimal diastolic 70 mmHg dan nilai maksimal diastoliknya 70 mmHg. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas subjek penelitian berpendidikan SD, sejumlah 6 orang (37,5%), berdasarkan jenis kelamin, mayoritas berjenis kelamin laki-laki, sejumlah 9 orang (56,25%), berdasarkan pekerjaan, mayoritas tidak bekerja, sejumlah 6 orang (37,5 %), berdasarkan usia, mayo- ritas berusia > 65 tahun, sejumlah 10 orang (62,5%), dan berdasarkan riwayat operasi, mayoritas tidak pernah operasi, sejumlah 12 orang (75 %). Konse- ling berpengaruh terhadap tekanan darah. Kece- masan merupakan respon psikologis yang terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara fisik maupun psikologik, untuk meminimalkan kecemasan diperlukan suatu upaya pengendalian diri, yaitu proses mengubah tingkah laku dengan cara meng- arahkan diri dalam memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Salah satu respon fisik yang muncul ketika seseorang mengalami kecemasan adalah kenaikan tekanan darah. Konseling merupa- kan salah satu upaya membantu klien melakukan pengendalian diri. Konseling merupakan upaya merubah kognitif dan pemahaman, emosi dan perilaku. Konseling bertujuan menciptakan pengem- bangan dan pertumbuhan individu, dengan fokus utama mengubah perilaku yang maladaptif menjadi adaptif. Jadi pada hakekatnya, sasaran kegiatan konseling adalah membantu klien menyelesaikan masalah. Dalam hal ini,masalah utama yang dihadapi pada sebagian besar pasien pre operasi katarak ada- lah kecemasan menghadapi operasi (Mulawarman & Munawaroh, 2016). Sedangkan kecemasan menyebabkan kenaikan darah secara temporer, (Heitler, 2018) Konseling efektif dalam mempertahankan tekanan darah pasien tetap stabil karena dengan konseling dapat mengurangi tingkat kecemasan klien menghadapi operasi katarak. Melalui konseling, perawat mendengarkan keluhan klien, membangun hubungan dengan klien, membantu klien meng- identifikasi masalah, serta memfasilitasi perubahan terapeutis pada klien, sehingga masalah kecemasan klien menghadapi operasi katarak dapat dikurangi dan kenaikan tekanan darah tidak terjadi. Fenomena ini didukung data bahwa rata rata tekanan darah menurun dari 146/80 mmHg menjadi 138/70 mmHg. Pengaruh konseling dengan pendekatan think- ing, feeling dan acting (TFA) terhadap tekanan darah pasien pre operasi katarak Berdasarkan hasil uji statistik independent sample T-Test. didapatkan p value = 0, 000 < 0,05), sehingga disimpulkan ada pengaruh konseling dengan pendekatan thinking, feeling dan acting (TFA) terhadap tekanan darah pasien pre operasi katarak di Instalasi Brdah Sentral RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang. Hasil penelitian ini sesuai dengan Hasil pene- litian Rahmat (2010), mengenai pengaruh konseling terhadap kecemasan dan kualitas hidup pasien operasi katarak di Kecamatan Kebak Kramat, dengan kesimpulan bahwa konseling berpengaruh terhadap penurunan kecemasan, dan didukung oleh Heitler (2018) yang menyebukan bahwa kecemasan dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah secara temporer. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konseling dapat mencegah terjadinya kenaikan tekanan darah. Penelitian yang dilakukan oleh Tuncay, et all, (2008), menunjukkan adanya pengaruh positif pengelolaan masalah psikologis yang dilakukan dengan konseling pada pasien diabetes mellitus (DM), dimana hal ini akan menurunkan kecemasan pada pasien. Pada penelitian ini dilakukan konseling yang mencakup pemahaman tentang penyakit, seberapa besar mereka dapat menerima kondisi sakitnya, keyakinan atau kepercayaan spiritualnya, rencana yang disusun untuk menghadapi penyakit- nya, penggalian hal-hal positif yang dimiliki, meman- faatkan semua fasilitas yang tersedia, menggunakan dukungan psikologis, dan keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Nikibakht, et all, (2009), menunjukkan bahwa pengendalian kondisi psikologis utamanya kecemasan akan berpengaruh positif terhadap manajemen pasien Diabetes Mellitus. Dari penelitian yang dilakukan oleh Collins, et all (2008), juga menunjukkan bahwa manajemen kecemasan pada penderita Diabetes yang dilakukan dengan baik, yang 95Widayati, Sari, Prayogi, Pengaruh Konseling dengan Pendekatan Thinking,... salah satunya dengan konseling akan meningkatkan keberhasilan dalam mengontrol kadar gula darah (Rahmat, 2010). Kecemasan terjadi ketika sese- orang merasa terancam baik secara fisik maupun psikologik. Manifestasi kecemasan yang terjadi tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri dan mekanisme koping. Menurut Heitler (2018) kecemasan tidak menyebabkan hipertensi, namun kecemasan dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah secara temporer. Untuk membantu mencegah kenaikan tekanan dara h klien dapat dila kukan dengan mengurangi kecemasannya. Untuk mengurangi kecemasan, diperlukan suatu intervensi yang tepat. Konseling dengan pendekatan thinking, feeling dan acting (TFA) merupa ka n sala h sa tu piliha n intervensi perawat dalam mengurangi kecemasan pasien pre operasi katarak. Dalam perspektif TFA, proses mengurangi kecemasan pada diri individu berorientasi pada pemikiran, perasaan dan tindakan. Pendekatan yang berorientasi pada pemikiran memiliki anggapan dasar bahwa, jika individu memiliki pemikiran yang tak logis maka dia berma- salah (tidak sehat), dan akan menjadi pribadi yang sehat bila perawat dapat membantu klien mengubah pemikiran yang tak logis tersebut menjadi logis. Dalam pendekatan yang berorientasi pada pera- saan,terdapat anggapan dasar bahwa jika individu tidak dapat mengekpresikan perasaan yang dialami- nya maka dia bermasalah, dan akan menjadi sehat jika dapat mengekspresikan perasaan yang dialami- nya. Dalam hal ini perawat membantu klien meng- ekspresikanemosi yang muncul dari dalam dirinya, ser ta memba ntu memfa silita si memeca hka n masalah tersebut. Dalam pendekatan yang ber- orientasi pada tindakan, individu yang tidak dapat merubah dari tingkah laku yang tidak bermanfaat menjadi bermanfaat, maka dia dianggap mengalami masalah. Dalam hal ini perawat dapat membantu individu tersebut dengan melakukan sesuatu yang mendukung perubahan tindakan atau perilaku yang efektif, misalnya dengan memberikan contoh atau mengajarkan teknik nafas dalam saat individu menunjukkan tanda-tanda mengalami kecemasan (Mulawarman & Munawaroh, 2016). Konseling denga n pendeka tan thinking, feeling dan acting (TFA) berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien menghadapi operasi katarak. Konseling dengan pendekatan TFA memiliki kelebihan yang tidak dimiliki metode lain. Dalam konseling pendekatan TFA, perawat membantu mengata si ma sa lah kecema san klien melalui pendekatan yang lebih menyeluruh pada aspek psikologik, yaitu aspek pemikiran, perasaan, dan tindakan, sehingga secara holistik, klien lebih terbantu dalam mengatasi masalah kecemasannya. Klien lebih mampu mengekspresikan perasaannya dengan benar, memiliki pemikiran yang lebih rasional, dan lebih mengutamakan tindakan yang bermanfaa t sehingga kecemasan lebih dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Ketika kecemasan pasien pre operasi katarak dapat teratasi maka kenaikan tekanan darah tidak terjadi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap 16 subjek penelitian pasien pre operasi katarakdi Instalasi Bedah Sentral RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang, dapat disimpulkan bahwa: Sebelum dilakukan konseling dengan pende- katan thinking, feeling dan acting (TFA), rata rata tekanan darah pasien pre operasi katarak adalah 146/80 mmHg. Sesudah dilakukan konseling dengan pende- katan thinking, feeling dan acting (TFA), rata rata tekanan darahnya adalah 138/70 mmHg. Ada pengaruh konseling dengan pendekatan thinking, feeling da n acting (TFA) terhadap tekanan darah pasien pre operasi katarakdi RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen, dengan p value = 0,000. Saran Bagi Rumah Sakit Umum Kanjuruhan dapat meningkatkan kemampuan perawatnya dalam memberikan konseling pre operasi kepada pasien dengan cara memberikan pelatihan yang sesuai. Bagi Institusi Pendidikan kesahatan dapat menerapkan metode konseling ini untuk membantu mengata si per masa la ha n ma sya r a ka t da la m kegiatan pengabdian. DAFTAR RUJUKAN Heitler, Susan, Ph.D. 2018. Why Do Anxiety and High Blood Pressure Go Hand in Hand. (https:// www.psychologytoday.com/us/blog/resolution- not-conflict/201802/why-do-anxiety-and-high- blood-pressure-go-hand-in-hand. Kemenkes RI, 2016. Katarak Sebabkan 50% Kebutaan ( h t t p : / / ww w. d e p k e s . g o . i d / a r t i c l e / v i e w/ 1 6 0 1 1 1 0 0 0 0 3 / k a t a r a k - s e b a b k a n - 5 0 - kebutaan.html). 96 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 90–96 Kuraeisin, 2009, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pasien yang Akan Mengha- dapi Operasi di RSUP Fatmawati Tahun 2009. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Maryanti L Dkk. 2015. Hubungan Pendidikan Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi Seksio Sesaria (Sc) Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung Tahun 2015.Jurnal Asuhan Ibu&Anak. JAIA 2016;1(2) : hal 35-41. Mo’otapu et al, 2015.Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit katarak di poli mata rsup Prof. Dr. R.d kandou manado Astria.Manado: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedok- teran Universitas Sam Ratulangi. Mulawarman & Munawaroh, 2016, Psikologi Konseling: Sebuah Pengantar Bagi Konselor Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Muliana, et.al.,2016, Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Peningkatan Tekanan Darah Paisen Pre Operasi BPH di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo, Jurnal Viva Medika Vol 09 No 16 Februari 2016. Sitasi tanggal 12 Juli 2018. https://jurnal.shb.ac.id/ ojsindex.php?journal=VM&page=article&op= view&path%5B%5D=301&path%5B%5D=272 Rahmat W P, 2010, Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Di Kecamatan Kebakkramat. Tesis. Sura- karta: Program Studi Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Riadi M, 2012, Psikologi -Teori Kecemasan (http:// www. k a j i a n p u s t a k a . c o m / 2 0 1 2 / 1 0 / t e o r i - kecemasan.html). Rondonuwu, “Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Tingkat Pengetahuan Pada Klien Pre Operasi Katarak Dibalai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Manado” JUIPERDO, VOL 3, N0. 2 September 2014 Hubungan Pengetahuan dengan Rolly Rondonuwu, dkk, hal 4-7. Yeremia, 2011, Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif. (http://deloririasi.blogspot.co.id/).