270 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2020, hlm. 270–275 History Article: Received, 03/02/2020 Accepted, 08/07/2020 Published, 05/08/2020 Article Information Abstract Menstruation is sometimes accompanied by discomfort called pre-men- strual syndrome such as physical, psychological and emotional symptoms associated with hormonal changes. Pre menstrual syndrome can be pre- vented by various therapies, one of which is complementary therapy, one of The Effect of Complementary Therapy “Meditation” on Decreasing the Intensity of Premenstrual Syndrome Pain in Young Women Ages 16-18 Years in the Youth Group of Jatinom Village Blitar 270 Pengaruh Terapi Komplementer “Meditasi” terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Premenstrual Syndrom pada Remaja Putri Usia 16-18 Tahun di Kelompok Remaja Desa Jatinom Blitar Levi Tina Sari1, Ervi Suminar2 1Prodi Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Patria Husada Blitar, Indonesia 2Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Gresik, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima, 03/02/2020 Disetujui, 08/07/2020 Dipublikasi, 05/08/2020 Kata Kunci: Meditasi, Nyeri Premenstrual Sindrom, Remaja Putri Abstrak Menstruasi adakalanya disertai dengan ketidaknyamanan yang disebut dengan sindrom pre menstruasi seperti gejala fisik, psikologi dan emosional yang terkait dengan perubahan hormonal yang dapat menyebabkan seorang remaja tidak masuk sekolah bahkan stress. Sindrom pre menstruasi dapat dicegah dengan berbagai terapi, salah satunya terapi komplementer, salah satunya adalah meditasi. Design penelitian yang digunakan adalah pre eksperimen dengan pendekatan pre-post design, sampel penelitian berjumlah 20 reponden, Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini termasuk analisis univariat menggunakan frekuensi distribusi dan analisis bivariat menggunakan pasangan uji-t sampel. Hasil penelitian menunjukan terdapat kenaikan mean antara sebelum dan sesudah sebesar 5 poin, dan value = 0.0001 <  0.05 maka terdapat pengaruh terapi komplementer “meditasi” terhadap penurunan intensitas nyeri pre menstrual sindrom. Pemberianterapi meditasi ini dapat memberikan kondisi yang rileks dimana pada kondisi rileks semua sistem tubuh akan bekerja dengan baik dan pada kondisi ini hipo- talamus akan meyesuaikan dan terjadinya penurunan aktifitas sistem saraf simpatis dan menigkatkan aktifitas sistem parasimpatis. Terapi meditasi dilakukan bisa setiap hari di jam senggang dan tidak mempunyai efek samping sehingga dapat menurunkan sindrom pre menstrual. JURNAL NERS DAN KEBIDANAN (JOURNAL OF NERS AND MIDWIFERY) http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk JNK https://crossmark.crossref.org/dialog/?doi=10.26699/jnk.v7i2.ART.p270-275&domain=pdf&date_stamp=05-08-2020 271Sari, Suminar, Pengaruh Terapi Komplementer “Meditasi” terhadap ... Correspondence Address: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Patria Husada Blitar – East Java, Indonesia P-ISSN : 2355-052X Email: tinasari.levi@gmail.com E-ISSN : 2548-3811 DOI: 10.26699/jnk.v7i2.ART.p270–275 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ PENDAHULUAN Remaja yang telah masuk kedalam masa pubertas akan mengalami menstruasi (Hurlock, 2004). Pada masa pubertas terdapat perubahan fisik, hormonal, dan seksual, serta mampu melakukan proses reproduksi. Menurut Proverawati et al (2009), pada masa pubertas pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat sehingga kematangan alat-alat seksual dan kemampuan re- produksi dapat tercapai pada masa ini. Bagi remaja yang memasuki masa pubertas, biasanya ditandai dengan payudara yang mulai membesar, tumbuhnya rambut di bawah ketiak dan di sekitar daerah kema- luan, bertambahnya tinggi badan dalam waktu yang singkat, da n mula i munculnya jerawat ser ta menstruasi. (Fajri et al, 2011) Saat akan mengalami menstruasi adakalanya disertai dengan ketidaknyamanan yang disebut dengan sindrom pre menstruasi seperti gejala fisik, psikologi dan emosional yang terkait dengan perubahan hormonal (Proverawati, 2009). Faktor yang memegang peranan penting di sini ialah ketidakseimbangan antara hormone estrogen dan progesterone serta abnormalitas dari sekresi opiate endogen dan melantonin (Maulana, 2008). Surutnya estrogen dan progesterone di dalam otak dalam minggu keempat menyebabkan kegelisahan dan peningkatan ta nggapan emosi bebera pa ha ri sebelum darah keluar. Sakit perut yang dirasakan juga sebenarnya disebabkan oleh kontraksi rahim untuk mengeluarkan endometr ium yang juga dipengaruhi oleh hormone prostaglandin (Deasyla- wati P, 2010) Hampir 75% wanita usia subur di seluruh dunia mengalami Premenstrual Syndrome (PMS) dan frekuensi gejala Premenstrual Syndrome (PMS) pada wanita Indonesia yaitu 80–90% (Pudiastuti, 2012). Penelitian Retissu et al. (2010) juga menyata- ka n ba hwa 90% per empuan mengalami Pr e- menstrual Syndrome (PMS). Sebanyak 30–50% wanita mengalami gejala Premenstrual Syndrome (PMS), 5% merasakan gejala cukup parah dan 10% mengalami gejala sangat parah yang berakibat ketidakhadiran di sekolah ataupun di tempat kerja selama 1–3 hari setiap bulannya (Ramadani, 2012) Penelitian yang dilakukan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 2012 di Srilanka dalam Ardiana (2018), dida- patkan hasil bahwa remaja putri yang mengalami PMS sekitar 65,7%. Gejala yang sering muncul yaitu perasaan sedih dan tidak memiliki harapan sebesar 29,6%. Pengobatan sindrom pre menstruasi dapat dengan terapi farmakologi seperti obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) dan kontrasepsi oral kom- binasi. Menurut penelitian Sari et al (2018), bahwa Keywords: Meditation, Premenstrual Sindrom Pain, Adolecents which is meditation. The research design used pre-experimental with a pre-post design approach. The sample was 20 respondents. The data analy- sis consisted of univariate analysis using frequency distribution and bi- variate analysis using paired t-test samples. The results showed there was an increase of the mean between before and after by 5 points, and ñvalue = 0.0001 <á 0.05 then there was the effect of complementary therapy “medi- tation” on the decrease in the intensity of pre menstrual pain syndrome. Basically, giving this meditation therapy can provide a relaxed condition where in a relaxed condition all body systems will work well and in this condition the hypothalamus will adjust and decrease the activity of the sympathetic nervous system and increase the activity of the parasympa- thetic system. Meditation therapy can be done every day at leisure and has no side effects. © 2020 Jurnal Ners dan Kebidanan https://doi.org/10.26699/jnk.v7i2.ART.p270-275 272 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2020, hlm. 270–275 Penggunaan OAINS bisa menimbulkan efek sam- ping, terutama efek pada saluran cerna. Efek sam- ping tersebut dikaitkan dengan kerja obat tersebut menghambat biosintesis prostaglandin yang merupa- kan substansi penting pada beberapa organ. Sedang- kan terapi non farmakologi yaitu terapi komple- menter. Hal ini dikarenakan terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang diin- tegrasikan dengan terapi modern yang mempenga- ruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual (Smith et al, 2004). National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) dalam Widyastuti (2008), terdapat beberapa macam terapi komple- menter yaitu mind-body therapy dimana akan memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh. Salah satu terapi kom- plementer adalah meditasi, menurut penelitian dari Nur’aini (2016), bahwa terapi meditasi yang dapat mengurangi premenstrual syndrome, hal ini dikarena- kan proses pernapasan pada meditasi dapat mening- katkan asupan oksigen ke dalam otak. Meditasi merupakan pengalihan perhatian ketingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang paling dalam dan men- capai sumber pemikiran (Matteson, 2006). Herbert Benson (dalam Iskandar, 2008) mengadakan riset klinis, dengan menemukan bahwa meditasi mampu menghambat efek negative dari system simpatis- yang menimbulkan sikap agresif pada manusia jika terancam. Penelitian yang lain yang dilakukan menunjukan bahwa kadar melantonin yang lebih tinggi diketemukan pada orang-orang yang rutin melakukan meditasi (Iskandar, 2008). Kadar melantonin ini bermanfaat untuk membuat orang menjadi lebih senang dan nyaman dapat menurun- kan nyeri (Bock,1995). Menurut hasil studi pendahuluan di kelompok remaja kelurahan Jatinom seebanyak 20 remaja putri mengalami sindrom pre menstrual, 75% me- ngalami nyeri perut, 15% mengalami perubahan emosi dan 10% mengalami mudah letih dan pegal di seluruh tubuh. Berdasarkan ulasan diatas maka peneliti mene- liti tentang pengaruh terapi komplementer “meditasi” terhadap penurunan nyeri premenstrual syndrom. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis terapi komplementer “meditasi” terhadap penurunan nyeri premenstrual syndrom. BAHAN DAN METODE Design penelitian yang digunakan adalah pre eksperimen dengan pendekatan pre-post design. populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 remaja putri. Tehnik sampling menggunakan purposive sampling sehingga yang menjadi sampel penelitian berjumlah 20 reponden dengan kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi responden, berusia 16-18 tahun, hadir dalam setiap kegiatan meditasi, mempunyai sindrom pre menstruasi dengan nyeri pada abdomen dengan gejala berulang dalam siklus menstruasi selama minggu terakhir fase luteal (fase 4 hari setelah masa puncak kesuburan, serta gejala yang muncul bukan termasuk dalam gangguan kejiwaan. Tempat meditasi di balai desa jatinom mulai senin- sabtu. 20 responden diberikan perlakuan terapi meditasi selama 6 kali, seminggu 3x dan dibagi menjadi 2 kelompok perkelompok berjumlah 10 responden. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara. Skala data yang digunakan adalah interval skala dengan nilai 0 tanpa rasa sakit, 1-4 nyeri ringan, 5-7 nyeri sedang, nyeri parah 8- 10. Pertemuan pertama responden di berikan informed consent serta mengisi skala nyeri (pre- test), kemudian dilakukan meditasi ± 60 menit yang dibimbing langsung oleh peneliti (peneliti telah bersertifikat sebagai trainer acuyoga dan mediatasi). Pertemuan ke enam, responden diberikan lembar skala nyeri dan mengisi jika mengalami menstruasi, serta responden diarahkan untuk mempraktekkan sendiri di rumah setiap hari pada pagi hari. Suasana tempat penelitian harus nyaman tidak ramai dan terlalu banyak suara, serta diberikan alunan musik mozart. Analisis data yang digunakan dalam pene- litian ini termasuk analisis univariat menggunakan frekuensi distribusi dan analisis bivariat mengguna- kan uji paiired sampel t-test HASIL PENELITIAN Data Umum Dari data (disajikan pada Tabel 1) didapatkan bahwa, responden yang mengikuti terapi meditasi 50% berusia 18 tahun, 40% tidak pernah melakukan aktivitas fisik seperti olah raga, dan 65% responden pertama kali mengalami menstruasi kurang dari 12 tahun, serta 85% mempunyai menstruasi secara teratur. Sebanyak 100% responden terhambat aktivitasnya jika terkena nyeri premstrual sindrom. 273Sari, Suminar, Pengaruh Terapi Komplementer “Meditasi” terhadap ... Data Khusus Karakteristik f % Usia (tahun) - 16 tahun 4 20 - 17 tahun 6 30 - 18 tahun 10 50 Aktivitas fisik - Setiap hari 5 25 - Seminggu sekali 7 35 - Tidak pernah 8 40 Pertama kali menstruasi: - < 12 tahun 13 65 - 12 tahun 7 35 - > 12 tahun 0 0 Menstrual history: - Regular 17 85 - Iregular 3 15 Saat PMS aktitas terhambat - Ya 20 100 - tidak 0 0 Tabel 1 Karakteristik Reponden (n=20) Kategori f % Tidak nyeri 0 0 Nyeri ringan 3 15 Nyeri sedang 13 65 Nyeri parah 4 20 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Nyeri Pre Menstrual Sindrom sebelum Dilakukan Terapi Komple- menter “Meditasi” (n=20) Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa sekitar 65% remaja putri mengalami nyeri sedang saat menjelang menstruasi. Hasil diatas membuktikan bahwa terdapat kenaikan mean antara sebelum dan sesudah sebesar 5 poin, dan value=0.0001 < 0.05 maka terdapat pengaruh terapi komplementer “meditasi” terhadap penurunan intensitas nyeri pre menstrual sindrom. PEMBAHASAN Intensitas Nyeri Pre Menstrual Sindrom sebe- lum Perlakuan Terapi Komplementer “Medi- tasi” Seorang wanita dengan sindrom pre menstruasi (PMS) menunjukkan beberapa gejala salah satunya nyeri area perut, gejala akan semakin besar pada fase luteal. (Brukman et al, 2012). Nyeri pada saat premenstrual sindrom akan sangat mengganggu aktivitas remaja wanita yang notebene nya mem- punyai jadwal rutin setiap senin-sabtu terdapat kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 65% remaja putri mengalami nyeri sedang dan 20% mengalami nyeri hebat, sehingga 100% remaja putri yang mengalami nyeri premenstrual sindrom ter- hambat aktivitasnya, bahkan menurut hasil observasi peneliti mereka sampai izin masuk kelas. Hal ini diperkuat oleh penelitian dari kurniawati (2008), bahwa siswa peempuan di SMK 1 Batik Surakarta pernah mengalami nyeri dismenorhea dan meminta izin untuk pulang karena tidak tahan terhadap nyeri yang dirasakan dan sebanyak 52% tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan baik. Dari data demografi penelitian menunjukkan bahwa 40% responden tidak pernah melakukan aktivitas fisik dan hanya 35% melakukan aktivitas fisik seminggu sekali. Hal ini sesuai dengan penelitan dari Sari (2018), bahwa sebanyak 75% responden melakukan aktivitas fisik yang tidak teratur sehingga 55% mengalami dismenorhea pada kategori nyeri Tabel 3 Distribusi Frekuensi Nyeri Pre Menstrual Sindrom sesudah Dilakukan Terapi Komple- menter “Meditasi” (n=20) Kategori f % Tidak nyeri 15 75 Nyeri ringan 5 25 Nyeri sedang 0 0 Nyeri parah 0 0 Total 20 100 Hasil dari Tabel 3 membuktikan bahwa sesudah dila kuka n ter a pi komplementer “ medita si” responden menjadi tidak nyeri premenstrual sindrom sebanyak 65%. N Mean t Asymp.sig (2tailed) Sebelum 2 5.850 Sesudah 0 0.500 16.797 0.0001 Tabel 3 Nilai distribusi numeric dan paired sample t- test (n=20) 274 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2020, hlm. 270–275 sedang. Salah satu penyebab terkena nyeri perut saat premenstrual sindrome disebabkan oleh ku- rangnya aktivitas fisik. Hal ini disebabkan karena aktifitas fisik seperti olah raga akan melepaskan hor- mon endorphine, endorhphine sejenis opioid peptida endogen yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan memiliki struktur yang sama dengan morphine sehingga dapat menghilangkan rasa sakit. (Rokade, 2011). Menurut penelitian dari Woodyard (2011) bahwa responden yang melakukan aktivitas fisik yaitu yoga (la tiha n fsik da n meditasi) a ka n meningkatkan kualitas hidup mereka dikarenakan terjadi penurunan dari gejala PMS. Ditambahkan dari penelitian Viandini et al (2018), bahwa terjadi pengaruh yang signifikan sesudah diberikan meditasi terhadap nyeri premenstrual syndrom. Intensitas Nyeri Pre Menstrual Sindrom sesu- dah Perlakuan Terapi Komplementer “Medi- tasi” Faktor usia sangat berpengaruh terhadap sen- sitifitas pada nyeri, hal ini disebabkan karena faktor biokimia dan fisiologi serta terjadi perubahan biokimia dalam jalur somatosensorik yang terlibat dalam pengolahan dan persepsi nyeri (Nasriati e al, 2016). Dalam penelitian kriteria responden berusia remaja yaitu 16-18 tahun, mempunyai nyeri pre- menstrual sindrome dengan intensitas nyeri sedang sebanyak 65%. Kemudian remaja tersebut diberikan perlakuan dengan terapi komplementer “meditasi” dimana terapi meditasi diberikan selama 6x dalam waktu 2 minggu. Maka hasil yang diperoleh bahwa 75% responden pada katagori tidak nyeri. Pernyataan tersebut ditunjang oleh penelitian dari Haruyama (2013), bahwa dalam proses meditasi terdapat tahap relaksasi dimana tehnik relaksasi dapat membuat menjadi dominan di sistem saraf pusat. Jika sistem safar pusat berosilasi dengan ge- lombang alfa, maka menstimulasi dan mengeluarkan hormon beta endorphin. Hormon beta endhorphin ini sebagai morphin alami yaitu hormon kebahagiaan. Faktor lain yang membuat terapi meditasi ini berhasil dikarenakan suasana yang nyaman, terdapat alunan musik mozart sebagai pengiring dari terapi meditasi. Sehingga responden merasa nyaman dan menjadi rileks. Selain itu, tehnik meditasi pun mudah dipelajari hanya pengaturan nafas secara teratur dan selama 60 menit sehingga menjaga keseimbangan antara otot pernapasan diagframa dan otot perut. Menurut Sari (2018), bahwa menjaga keseimbang- an otot perut akan meningkatkan pasokan oksigen sehingga meningkatkan energi dalam tubuh. Analisis Terapi Komplementer “Meditasi” terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Premen- strual Sindrom Nyeri premenstrual sindrom terjadi akibat penurunan hormon progesteron dan labilisasi mem- bran lisosom sehingga melepaskan enzim fosfolipase A2. Enzim fosfolipase A2 akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di emmbran sel endo- metrium dan menghasilkan asam arakhidonat, maka akan menghasilkan prostaglandin PGE2 dan PGE2á yang dapat mengakibatkan munculna rasa nyeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pengaruh antara meditasi dengan penurunan inten- sitas nyeri premenstrual sindrom, hal ini disebabkan ka r ena r esponden ta mpa k menikma ti ter a pi komplementer “meditasi” yang dilakukannya itu, dan tidak mengeluh sesudah dilakukan terapi komple- menter “meditasi” dan responden mengatakan rileks serta segar setelah melakukan terapi komple- menter “meditasi” tersebut. Respon tubuh terhadap pengolahan nafas dan manajemen pikiran yang berlandaskan spiritual sehingga dapat mengurangi respon stres tubuh, kerja kelenjar adrenal menurun maka terjadi pengurangan kortisol yang mengakibatkan konstruksi pembuluh darah berkurang. Konstruksi dan dilatasi pembuluh darah juga diatur saaf simpatis dan parasimpatis. Selain itu menurut Sormin (2014), bahwa dalam ke- adaan yang nyaman, akan merangsag hormon endorphin dimana hormon tersebut bertindak seba- gai analgesik alami, kemudian hormon endorphin akan mengontrol pembuluh dalah dalam kondisi normal dan menjaga aliran darah mengalir tanpa hamabatan. Penelitian dari Nasriati (2016), tentang terapi meditasi dzikir meningkatkan adaptasi nyeri pasien pasca fraktur, membuktikan terjadi perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (<0,05). Begitu juga dari penelitian Perlman et al (2010), membuktikan bahwa responden yang melakukan latihan meditasi memiliki ketidaknyaman- an nyeri yang lebih rendah, meditasi dilakukan dua kali per minggu sehingga dapat meningkatkan toleransi nyeri pada tes sensasi dingin. Pada dasarnya pemberian terapi meditasi ini dapat memberikan kondisi yang rileks dan nyaman dimana pada kondisi tersebut semua system tubuh akan bekerja dengan baik. Hal ini dikarenakan, 275Sari, Suminar, Pengaruh Terapi Komplementer “Meditasi” terhadap ... hipotalamus akan terstimulasi dan terjadinya penurun anaktifitas sistem saraf simpatis yang dapat mening- katkan aktifitas sistem parasimpatis. Efek fisiologis dan gejala maupun tandanya akan terputus dan stres psikologis akan berkurang. Terapi meditasi dapat digunakan bagi wanita yang terkena nyeri pre- menstrual sindrom. Cara melakukan meditasi ini pun sangat mudah dipelajari yaitu dengan duduk bersila badan tegap, mengatur pola pernafasan sesuai irama dan pada keadaan yang tenang, meditasi juga dapat digunakan setiap hari pada suasana yang nyaman dan tenang. KESIMPULAN Terdapat perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah perlakuan, maka terjadi pengaruh terapi komplementer “meditasi” terhadap penurunan intensitas nyeri pre menstrual sindrom. Terapi kom- plementer “meditasi” dapat dilakukan oleh wanita yang terkena nyeri premenstrual sindrom SARAN Terapi komplementer “meditasi” tidak hanya dapat dilakukan oleh wanita yang terkena pre menstrual sindrom baik gangguan psikologi maupun dismenorhea. Hal ini dikarenakan terapi komple- menter “meditasi” menimbulkan perasaan yang nyaman yang dapat merangsang hormon endorphin yaitu hormon kebahagiaan. Terapi meditasi dilaku- kan bisa setiap hari di jam senggang dengan situasi yang tenang, bahkan dapat ditambahkan instru- mental music dan tidak mempunyai efek samping. DAFTAR PUSTAKA Ardiana, F (2018). Korelasi Tingkat Stres dengan Kejadian Sindrom Premenstruasi pada Mahasiswi. Journal of Health Science and Prevention, Vol.2 hal.1 Bock SJ, Boyette M. (1995). Awet Muda Bersama Melatonin: Dabara Publishers, Solo Burkma n RT. Berek & Novak’s. (2012). JA MA Gynecology; Vol.308. No.5. hh:516-7. Deasylawati P (2010). Tetap Happy Saat Menstruasi. Surakarta: Afra Fajri, A., & Khairani, M. (2011). Hubungan Antara Komunikasi Ibu-Anak Dengan Kesiapan Mengha- dapi Menstruasi Pertama (Menarche) Pada Siswi SMP Muhammadiyah Banda Aceh. Jurnal Psiko- logi Undip, II. Haedani dan Bimo Adi, S.Psi : Penerbit Erlangga. Haruyama, S. (2013). The Miracle Of Endorphin. Bandung: Mizan Pustaka Hurlock, E. B. (2004). Psikologi Perkembangan. Erlangga. Kurniawati, D., (2008). Pengaruh Dismenore terhadap Aktifitas pada Siswi SMK Batik 1 Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhamma- diyah Surakarta. Surakarta. Matteson M.T. Ivancevich, John M, Konopaske. R. (2006). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jilid 1. Alih Bahasa: Gina Gania. Penerjemah Wibi Pro- verawati dan Misaroh (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna.Yogyakarta: Nuha Medika. Maulana, Razi. (2008). Hubungan Karakteristik Wanita Usia Produktif Dengan Premenstrual Syndrome (PMS). Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.3. no.1, hh:1- 5. Nasriati. R, Suryani.L, Afandi.M.(2016). Kombinasi Edukasi Nyeri dan Meditasi Dzikir Meningkatkan Adaptasi Nyeri Pasien Pasca Operasi Fraktur. Muhammadiyah Journa of Nursing. Vol.3, No.1. hh:59-68 Proverawati dan Misaroh. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna.Yogyakarta:Nuha Medika. Ramadani, M. (2012.) Premenstrual syndrome (PMS). Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.7, No. 1. Diakses dari http://download.portalgaruda. org/article. p h p ? a r t i c l e = 2 8 4 2 7 4 & v a l = 7 0 5 6 & t i t le=PREMENSTRUAL%20SYNDROME%20 (PMS) Retissu, R., Sanusi, S., Muhaimin, A., & Rujito, L. (2010). Hubungan indeks massa tubuh dengan sindroma premenstruasi. Majalah Kedokteran FK UKI. 27(1): 1–6. Diakses dari http:// www.majalahfk.uki.ac.id/ assets/majalahfile/ artikel/2010-01-artikel-01.pdf. Rokade PB. (2011). Release of endomorphin hormone and its effects on our body admoods: a review. International Conference on Chemical, Biological dan Enviroment Sciences; 2011 Dec; Bangkok: ICCEBS Sari, L.T. (2018). Effectiveness Of Yoga Movement Suryanamaskar Of Dismenorhea Pain Reduction Of Adolecent. Jurnal Ners dan Kebidanan. Vol.5. No.1.hh.69-73 Sari, WP., Harahap, DH., Saleh, MI (2018). Prevalensi Penggunaan Obat Anti-Inflamasion-Streroids (OAINS) Pereda Dismenore di Fakultas Kedokteran Un iver si ta s Sri wi ja ya Pal emban g. Majal ah Kedokteran Sriwijaya, N0.3 (Juli), hh: 154-165 Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004).Clinical nursing skills: Basic to advancedskills. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Widyastuti. (2008). Terapi Komplementer dalam Keperawaan. Jurnal Keperawatan Indonesia. Vol.12 no.1 (Maret) hh:53-57 Woodyard C. Exploring the therapeutic effects of yoga and its ability to increase quality of life. Int J Yoga. 2011;4(2):49- 54. doi:10.4103/0973-6131.85485.