173Anwar, Syahrul, Pengaruh Stigma Masyarakat terhadap... 173 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Pengaruh Stigma Masyarakat terhadap Perilaku Pasien Kusta dalam Mencari Pengobatan: Sebuah Tinjauan Sistematis Nursanti Anwar1, Syahrul2 1,2Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima, 01/09/2018 Disetujui, 14/03/2019 Dipublikasi, 01/04/2019 Kata Kunci: Stigma Masyarakat, Kusta, Perilaku Pengobatan Abstrak Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan Brazil dengan jumlah penderita kusta sebanyak 20.023 kasus. Prevalensi ini akan terus meningkat karena adanya stigma yang berkembang dimasyarakat yang membuat penderita kusta malu untuk mencari pengobatan. Sistematik review ini menggunakan sintesis artikel terkait dari empat database, yaitu : Pubmed, Google Scholar, Proquest, dan Garuda, serta secondary search. Sebanyak 8 studi terkait stigma masyarakat terhadap pasien kusta yang telah diuji kualitasnya dengan berpedoman pada PRISMA dan dilakukan skrining oleh 2 orang dengan menggunakan standar CASP (Critical Appraisal Skill Pro- gram). Lima studi yang diulas menjelaskan bahwa masyarakat memiliki stigma terhadap pasien kusta dimana pasien kusta tidak boleh bergaul atau kontak langsung dengan lingkungan sekitar sehingga mereka harus dikucilkan, dua studi menjelaskan bahwa pasien kusta memiliki perasaan malu, sedih, bingung, takut dan tidak berdaya menghadapi masyarakat. Studi yang disertakan memberikan hasil yang sangat signifikan terhadap pola pengobatan pasien kusta terkait stigma masyarakat dimana terjadi penurunan minat pasien kusta untuk berobat dan mencari kesembuhan. Perlu diberikan intervensi pendidikan kesehatan dan informasi tentang penyakit kusta baik kepada pasien maupun masyarakat, namun keterlibatan semua pihak/lintas sektor perlu dipertim- bangkan. © 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan Correspondence Address: Universitas Hasanuddin Makassar – South Sulawesi, Indonesia P-ISSN : 2355-052X Email: nursantianwar@gmail.com E-ISSN : 2548-3811 DOI:10.26699/jnk.v6i1.ART.p173-181 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 174 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 173–181 Abstract Indonesia is the third after India and Brazil with 20,023 cases of leprosy. This prevalence is potentially increase due to the negative stigma in the community that makes patients shy to seek treatment. This systematic re- view used the synthesis of related articles from four databases: Pubmed, Google Scholar, Proquest, and Garuda, and secondary search. A total of 8 studies related to community stigma towards leprosy patients whose qual- ity has been tested by referring to PRISMA and were screened by 2 authors using the CASP (Critical Appraisal Skill Program) standard. The five stud- ies described that people have a stigma towards leprosy patients where leprosy patients are not allowed to hang out or have direct contact with the surrounding environment so that they must be excluded, two studies explain that leprosy patients have feelings of shame, sadness, confusion, fear and helplessness against society . The included study provides very significant results on the treatment pattern of leprosy patients related to the stigma of the community in which there is a decrease in interest in leprosy patients to seek treatment and seek healing. Health education interventions and information about leprosy need to be given to both pa- tients and the community, but the involvement of all parties needs to be considered. Effect of Community Stigma on Leprosy Patient’s Behavior in Seeking Treatment: A Systematic Review Article Information History Article: Received, 01/09/2018 Accepted, 14/03/2019 Published, 01/04/2019 Keywords: Community Stigma, Leprosy, Treat- ment Behavior 175Anwar, Syahrul, Pengaruh Stigma Masyarakat terhadap... PENDAHULUAN Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, ditandai dengan sangat panjangnya masa inkubasi, kesulitan dalam mendeteksi tanda dan gejala. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan Brazil dengan jumlah penderita kusta sebanyak 20.023 kasus. Pada Tahun 2012 dilaporkan ada 18.994 kasus kusta baru di Indonesia dan 2.131 penderita (11,2 %) diantaranya ditemukan sudah pada cacat tingkat 2, yaitu cacat yang kelihatan. Sedangkan 2.191 penderita (11,5%) adalah anak-anak (Riyanto, 2015). Pada tahun 2015 prevalensi penderita kusta di Indonesia sebanyak 0,78 per 1000 penduduk sehingga jumlah penderita yang dilaporkan sekitar 20.160 kasus. Prevalensi ini akan terus meningkat karena adanya stigma yang berkembang dimasya- rakat yang membuat penderita kusta malu untuk mencari pengobatan. Dalam mendeteksi penyakit kusta perlu diper- timbangkan stigma yang terkait dengan diagnosis dan kesulitan dalam mendeteksi kusta asimptomatik, insiden dan prevalensi penyakit kusta itu sendiri (Grimaud, 2012). Menurut Tsutsumi et al., (2007) kusta memiliki risiko komplikasi kecatatan fisik yang sangat tinggi baik permanen maupun komprehensif. Cacat yang disebabkan oleh kusta ini membuat stigma negatif dari masyarakat dan diskriminasi bagi pasien kusta baik yang baru tertular maupun pende- rita kusta yang sudah sembuh. Walaupun tidak ditemukan persentase adanya stigma, namun adanya stigma sebagai salah satu masalah psikososial yang dapat menimbulkan dam- pak negatif ditemukan pada studi-studi sebelumnya, yang dapat menghalangi pasien untuk mencari pertolongan konseling, mendapatkan pelayanan medis serta psikososial, serta mengambil langkah preventif untuk mencegah penularan pada orang lain (Nurdin, 2013). Menurut Mankar, et al. (2011) kusta juga merupakan penyakit menular kronis yang apabila tidak diobati secara tepat dapat menyebab- kan cacat fisik, psikologis dan sosial. Cacat fisik yang ditimbulkan oleh kusta menyebabkan stigma yang berkembang dimasyarakat membuat pasien malu untuk mencari pengobatan yang tepat sehingga kualitas hidup orang dengan kusta menjadi menurun dan resiko penularan kusta semakin tinggi. Namun, bukti terkini yang mengulas pengaruh stigma masya- rakat terhadap pasien kusta masih sangat terbatas. Oleh karena itu, studi ini mereview studi-studi sebe- lumnya yang melaporkan stigma masyarakat dan pengaruhnya terhadap pasien kusta. BAHAN DAN METODE Studi sistematik review ini berpedoman pada PRISMA, yang terdiri dari 27 item. Tahap awal yang dilakukan adalah melakukan pencarian literatur dengan menggunakan beberapa database yaitu: Pubmed, Google Scholar, Proquest, Garuda dan secondary search. Pada tahap kedua setelah dila- kukan pencarian literatur, dua orang penulis melaku- kan screening mengenai kelayakan dari beberapa artikel yang ditemukan dengan menggunakan pedoma n CASP (Critical Appraisal Skill Program). Screening dilakukan untuk memilih artikel yang baik dan layak untuk dijadikan referensi review. Screening terdiri dari judul, abstrak, tahun penelitian, dan metode yang digunakan. Setelah melalui proses screening penulis menemukan 28 artikel yang layak untuk disintesis namun 20 artikel di antaranya dieksklusi karena tahun terbit lebih dari 10 tahun. Alur pencarian dan pemilihan artikel ditunjukkan di Diagram 1. Kriteria inklusi studi yang diulas yaitu: populasi pasien kusta dewasa, studi yang dilakukan dalam 10 tahun terakhir (2007-2017), studi kualitatif mau- pun kuantitatif, dan dipublikasikan menggunakan Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia. Adapun kriteria eksklusi yaitu: pa- sien anak, artikel terbitan sebelum tahun 2007 dengan pertimbangan pada tahun 2006 telah dilaku- kan sistematik review tentang stigma masyarakat terhadap pasien kusta (Van Brakel, 2006). Pencarian artikel dilakukan menggunakan empat database dan kemudian dilanjutkan dengan hand searching. Keempat database itu adalah Pubmed, Google Scholar, Proquest, Garuda. Kata- kata kunci ya ng digunakan adala h: “ Public Perception OR Community Stigma”, “Patient Kusta OR Leprosy Patients OR Morbus Hansen”, and “Treatment OR Recovery” Untuk memastikan artikel yang direview meru- pakan artikel yang berkualitas, dua penulis melaku- kan penilaian terhadap kualitas dari 8 artikel. Penulis menggunakan pedoman PRISMA untuk protokol peninjauan serta pemilihan studi. Pedoman PRISMA merupakan instrumen yang berdasarkan bukti item untuk pelaporan dalam tinjauan sistematis. Tujuan- nya adalah membantu penulis meningkatkan kualitas pelaporan tinjauan sistematis yang mana terdiri dari 176 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 173–181 30 item daftar periksa dan melalui empat fase (Moher et al., 2009). Proses pemilihan artikel yang diulas terdiri dari 4 langkah yang ditampilkan pada diagram 1. Dari semua basis data pencarian yang didapat digabung- kan kemudian diidentifikasi duplikat dari studi yang sama akan dihapus (langkah 1 / Identification). Untuk langkah 2 penulis melakukan screening tahun publikasi dan artikel dengan full teks. Langkah ke 3 (Eligibility) penulis melakukan uji kelayakan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah diten- tukan sebelumnya. Selanjutnya pada langkah ini penulis melakukan penilaian kualitas terhadap artikel yang telah diuji kelayakannya dengan menggunakan instrumen yang telah dijelaskan. Langkah terakhir (Included) adalah studi yang telah melewati proses tersebut di atas selanjutnya dilakukan ulasan siste- matik. Artikel yang teridentifikasi melalui pencarian database (n =241 ) Sk ri ni ng Se su ai In kl us i El ig ib il it as Id en ti fi ka si Tambahan artikel dari sumber yang lain (n =79 ) Artikel yang duplikat dikeluarkan (n =63 ) Artikel hasil skrining (n = 257 ) Artikel yang dieksklusi (n = 229 ) Artikel full-text yang telah dikaji untuk eligibilitas (n = 28 ) Artikel full-text yang dieksklusi (n = 20) Studi kualitatif dan kuantitatif yang masuk inklusi (n = 8) Diagram 1 menyajikan diagram alur pencarian sistematis 177Anwar, Syahrul, Pengaruh Stigma Masyarakat terhadap... HASIL PENELITIAN Hasil Pencarian Pada diagram 1 menyajikan diagram alur pen- carian sistematis. Dari 257 judul artikel yang diiden- tifikasi ditemukan 28 artikel dengan teks penuh selanjutnya dinilai kualitas artikel dan akhirnya 8 artikel dilakukan ulasan sistematik. Karakteristik Studi yang Disintesis Penulis menganalisa 8 artikel yang telah di screening yaitu 5 penelitian kualitatif dan 3 penelitian kuantitatif yang dilakukan dibeberapa Negara yaitu Indonesia, India, Brazil, Nepal, dan Bangladesh. Dari 8 penelitian yang direview desain penelitian yang paling banyak digunakan adalah desain pene- litian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi (n=5), sedangkan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional (n=3). Sehubungan dengan tahun publikasi, artikel penelitian yang direview diterbitkan pada rentang tahun 2007 – 2017. Semua sampel dalam penelitian ini adalah pasien kusta dan keluarga penderita kusta. Gambar- an dari 8 artikel yang diulas dirangkum dan hasilnya disampaikan pada Tabel 1. Brouwers et al., (2011) Lusli et al., (2015) Rao et al., (2008) Quality Of life, Perceived Stigma, Activity and Participation of people with Leprosy- Related Disabilities In South-East Nepal Dealing with Stigma: Experiences of Persons Affected by Disabilities and Leprosy Extend and correlates of leprosy Stigma in India No Penulis (tahun) Judul Tujuan Penelitian Metode Sampel Hasil Penelitian Untuk mengetahui perbedaan antara quality of life, persepsi/ stigma, aktivitas dan partisipasi pasien kusta dengan pasien umum (tanpa kusta) Untuk mengetahui pengalam pasien kusta terkait dengan stigma Untuk mengetahui tingkat dan korelasi stigma kusta di India Komparatif dengan desain cross- sectional Kualitatif dengan pendekatan Focus Group Discussion (FGD) Kualitatif 100 pasien kusta 14 responden (7 menderita kusta dan 7 cacat) 20 partisipan - Pasien cacat karena kusta memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan sangat rendah - Pasien dengan kusta terutama perempuan dikucilkan dari masyarakat, keluarga, budaya maupun agama - Stigma masyarakat membuat pasien kusta malu untuk ke pelayanan kesehatan sehingga risiko kecatatan dan kurangnya kepatuhan untuk berobat - Responden mengungkapkan perasaan malu, sedih, bingung, takut dan tidak berdaya menghadapi stigma dan diskriminasi yang mereka hadapi dari dunia luar. - Responden mengungkapkan Rasa bersalah sehingga bersembunyi atau hanya tinggal dirumah. - Mereka merasa menjadi beban bagi keluarga - Pasien mengungkapkan kalau mereka mendapatkan penolakan, terisolasi - Pasien kusta tidak boleh terlibat dalam ritualkeagamaan (12%) - Masyarakat memiliki stigma agar tidak kontak langsung dengan pasien kusta - 40% masyarakat tidak melakukan kontak sosial dengan pasien kusta seperti bersahabat, anak-anak dilarang bermain/bergaul dengan pasien kusta 1 2 3 Tabel 1 Ekstraksi data dan sintesis hasil studi yang diulas 178 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 173–181 No Penulis (tahun) Judul Tujuan Penelitian Metode Sampel Hasil Penelitian 4 5 6 7 Stevelink et al., (2011) Tsutsumi et al., (2007) Nations et al., (2009) Soedar- jatmi, Istiarti& Widagdo, (2009) Stigma and social participation in Southern India: Differences andcommo- nalities among persons affected by leprosy and persons living with HIV/ AIDS The quality of life, mental health, and perceived stigma ofleprosy patients in Bangladesh Stigma, deforming metaphors and patients’moral experience of multibacillary leprosyin Sobral, Ceará State, Brazil Faktor-faktor Yang Melatar belakangi Persepsi Penderita Terhadap Stigma Penyakit Kusta Untuk mengiden- tifikasi perbedaan dan persamaan tentang stigma pada pasien HIV/ AIDS dan kusta Untuk menilai kualitas hidup (QOL), dan kesehatan mental pada pasien kusta dibandingkan pasien umum terkait sosial ekonomi dan stigma yang dirasakan. Untuk mengetahui pengalaman pasien dengan diagnosa kusta Untuk men- deskripsikan faktor-faktor yang melatar belakangi persepsi pen- derita kusta terhadap stigma penyakit kusta Cross- sectional Cross- sectional Kualitatif deskriptif kualitatif 190 responden (95 ODHA dan 95 Kusta) - Kelompok intervensi : 189 pasien kusta (160 pasien rawat jalan, 29 pasien rawat inap) - Kelompok kontrol : 200 pasien tanpa kusta 6 responden 8 responden - Pasien ODHA menghadapi beban lebih besar dibandingkan pasien kusta yaitu merasa didiskriminasi dan tidak bisa berpartisipasi - Mayoritas responden mengatakan bahwa mereka kecewa dengan diri mereka karena tertular penyakit tersebut. - 40-60% pasien ODHA dibandingkan pasien kusta 20-50% merasa didiskriminasi, tidak ada yang mendekati, dan direndahkan oleh orang lain - Kualitas hidup dan Kondisi kesehatan mental pada pasien kusta lebih rendah dibandingkan pasien umum sehubungan dengan karakteristik sosial - ekonomi, cacat dan stigma yang dirasakan. - Penderita kusta memiliki skor QOL total yang rendah dibandingkan pasien umum - Partisipan menceritakan tentang ketakutan mereka karena penolakan dan kebencian dari masyarakat Semua responden menyatakan masya- rakat disekitar tidak mengetahui bahwa responden menderita penyakit kusta dan sebagian keluarga responden, me- rasa sangat takut dan waswas saat mengetahui responden menderita kus- ta. Untuk mengatasi stigma ini, sebagi- an besar responden melakukannya de- ngan tetap bekerja, ada juga dengan cara membatasi diri, menutup diri, tidak mempedulikan lingkungannya, walau- pun adajuga yang tetap mengikuti kegiatan dikampungnya seolah-olah tidak sedang sakit. 179Anwar, Syahrul, Pengaruh Stigma Masyarakat terhadap... No Penulis (tahun) Judul Tujuan Penelitian Metode Sampel Hasil Penelitian 8 Lesmana, (2014) Hubungan Derajat Pengetahuan Masyarakat TentangPenyakit Kusta Terha- dap Penerima- an SosialPada Mantan Pen- derita Penyakit Kusta(Studi Eksplanatif tentang Stig- matisasi dan Penerimaan Sosial Pada Mantan Penderita Penyakit Kusta di Desa Sidomukti, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan) untuk menge- tahui bagaimana hubungan derajat penge- tahuan masya- rakat tentang penyakit kusta terhadap penerimaan sosial pada mantan penderita penyakit kusta. kuantitatif dengan tipe penelitian eksplanatif. 100 responden - Masyarakat masih menolak kehadiran mantan penderita kusta di lingkungan mereka yang dibuktikan dengan masih rendahnya penerimaan sosial pada mantan penderita dengan persentase sebesar 65%. Penolakan dari masyarakat tersebut terlihat karena sebagian besar masyarakat merasakan dirinya tidak nyaman dengan kehadiran mantan penderita kusta di lingkungan mereka. - Masyarakat menganggap bahwa mantan penderita kusta masih mengidap penyakit kusta, anggapan ini didasarkan atas pemahaman sebagian besar masyarakat yang mengatakan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan Stigma Masyarakat Dari 8 artikel yang diulas 5 di antaranya menje- laskan bahwa masyarakat masih memiliki stigma bahwa pasien kusta tidak boleh bergaul atau kontak langsung dengan lingkungan sekitar. Seperti pene- litian yang dilakukan oleh Rao, Raju, Barkataki, Nanda, & Kumar (2008) di India menjelaskan bah- wa stigma masyarakat yaitu tidak boleh kontak lang- sung dengan pasien kusta, dimana 40% masyarakat di India tidak mau melakukan kontak sosial dengan pasien kusta seperti bersahabat dan bergaul, anak- anak juga dilarang bermain dengan pasien atau anak dari pasien penderita kusta. Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa pasien kusta tidak boleh terlibat dalam ritual keagamaan (20%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lesmana di Indonesia pada tahun 2014 dengan 100 responden, dimana 65% masya- rakat menolak kehadiran penderita maupun mantan penderita kusta di lingkungan mereka. Penolakan dari masyarakat tersebut terlihat dari sebagian besar masyarakat merasa tidak nyaman dengan kehadiran mantan penderita kusta dilingkungan mereka. Ma- syarakat menganggap bahwa mantan penderita kusta masih mengidap penyakit kusta, anggapan atau stigma ini berdasarkan pemahaman sebagian besar masyarakat bahwa penyakit kusta merupakan penyakit kutukan yang tidak bisa disembuhkan (Lesmana, 2014). Selain penelitian yang dilakukan di Indonesia dan India yang menjelaskan tentang stigma masya- rakat, terdapat sebuah penelitian yang dilakukan secara kualitatif yaitu dengan wawancara menda- lam terhadap 6 responden di Brazil yang mendukung penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu dari ke enam partisipan yang diwawancarai, semuanya menceri- takan tentang ketakutan mereka karena kebencian dan penolakan dari masyarakat. Partisipan menceri- takan pengalaman mereka tentang diskriminasi yang diterima dari masyarakat karena mereka menderita penyakit kusta (Nations, Lira, & Catrib, 2009). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Stevelink, Van Brakel, & Augustine (2011) di Bangladesh yang menjelaskan bahwa 180 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 173–181 20%-50% pasien kusta merasa didiskriminasi, tidak ada yang mendekati dan direndahkan oleh orang lain. Mayoritas responden juga mengatakan bahwa mereka kecewa dengan diri mereka karena tertular penyakit kusta Perilaku Pasien Kusta Dalam Mencari Pengobatan Untuk menilai perilaku pada pasien kusta sehubungan dengan stigma masyarakat dijelaskan dalam 2 artikel yang diulas yaitu dalam penelitian Lusli et al., (2015) yang dilakukan di Indonesia, dima- na dalam penelitian tersebut sebagian besar partisi- pan mengungkapkan perasaan malu, sedih, bingung, takut dan tidak berdaya menghadapi stigma yang mereka hadapi dari dunia luar. Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa sebagian besar responden mengungkapkan rasa bersalah sehingga mereka hanya bersembunyi atau hanya tinggal dirumah saja tanpa bergaul atau berhubungan dengan tetangga sekitar atau dunia luar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Brouwers, Brakel, & Cornielje (2011) di Nepal yang menjelaskan bahwa stigma masya- rakat membuat pasien malu untuk kepelayanan kese- hatan terutama pada pasien perempuan dimana me- reka dikucilkan dari masyarakat, keluarga maupun agama. Namun ada penelitian lain yang tidak mendu- kung penelitian diatas yaitu penelitian yang dilakukan Soedarjatmi, Istiarti &Widagdo (2009) karena dalam penelitian ini dijelaskan bahwa responden dan keluarga merasa sangat takut dan khawatir dengan penyakit kusta. Namun untuk mengatasi stigma ini sebagian besar responden menanggapinya dengan tetap bekerja, ada juga dengan cara tidak mempe- dulikan lingkungannya dan tetap mengikuti kegiatan dikampungnya seolah-olah mereka tidak sakit. Se- lain itu untuk menutupi penyakitnya mereka selalu menggunakan pakaian tertutup, seperti berkerudung, memakai baju lengan panjang, rok panjang dan untuk penderita laki-laki menggunakan jaket, mema- kai kaos kaki, dan bertopi (Soedarjatmi & Istiarti & Widagdo, 2009). PEMBAHASAN Hasil dari beberapa artikel yang di analisis menjelaskan bahwa stigma masyarakat tentang pasien kusta yang mengatakan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit kutukan dan tidak dapat disembuhkan. Stigma yang berkembang dimasya- rakat disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penyakit kusta. Kurangnya pemahaman masyarakat ini berhu- bungan erat dengan peran serta tenaga kesehatan, untuk mensosialisasi kemasyarakat tentang penyakit kusta itu sendiri sehingga bisa merubah pola pikir masyarakat. Stigma inilah yang menyebabkan penderita kusta menjadi malu untuk bergaul dengan masya- rakat dan hanya bersembunyi dirumah. Selain kare- na stigma dari masyarakat komplikasi yang timbul dari penyakit kusta sendiri yaitu kecacatan fisik membuat pasien menjadi tidak percaya diri dengan kondisi tubuhnya. Beberapa artikel juga menje- laskan bagaimana perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pasien kusta karena cacat yang ditimbulkan. Seperti halnya yang dijelaskan Tsutsumi et al., (2007) Kusta memiliki risiko komplikasi kecatatan fisik yang sangat tinggi baik permanen maupun komprehensif. Cacat yang disebabkan oleh kusta ini membuat stigma negatif dari masyarakat dan diskriminasi bagi pasien kusta baik yang baru tertular maupun penderita kusta yang sudah sembuh. Diskriminasi pada penderita kusta yang sudah sembuh didasari pengetahuan masyara- kat bahwa penderita kusta yang sudah sembuh masih mengidap penyakit kusta atau kusta tidak bisa hilang dari penderitanya. Berapa artikel juga membahas bagaimana prila- ku pasien kusta dalam mencari pengobatan untuk proses penyembuhan penyakitnya. Ada yang mengungkapkan rasa bersalah dan malu terhadap dirinya, tetapi ada juga responden yang mengung- kapkan tidak peduli dengan lingkungan sekitar karena penyakitnya membutuhkan pengobatan se- hingga mereka harus bekerja agar bisa berobat. Un- tuk menutupi kekurangan pada dirinya, mereka lebih banyak menggunakan pakaian tertutup agar tidak diketahui orang lain bahwa mereka mengidap penya- kit kusta (Soedarjatmi & Istiarti & Widagdo, 2009). KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Stigma masyarakat sangat mempengaruhi kehidupan pasien kusta baik psikologis maupun mental karena mereka merasa tidak diterima dan dikucilkan oleh masyarakat. Banyak pasien kusta malu untuk bersosialisasi maupun bergaul dengan lingkungan sekitar karena kecacatan yang ditim- bulkan dari komplikasi penyakit kusta itu sendiri. Penderita kusta lebih banyak berdiam diri dan ber- 181Anwar, Syahrul, Pengaruh Stigma Masyarakat terhadap... sembunyi dirumah karena perlakuan diskriminasi yang mereka terima dari masyarakat. Dengan hanya berdiam diri dirumah membuat mereka tidak mem- peroleh pengobatan yang maksimal sehingga kondisi menjadi semakin parah sampai pada terjadinya cacat yang permanen. Kondisi inilah yang membuat proses penularan penyakit semakin cepat sehingga prevalensi penyakit kusta semakin meningkat setiap tahunnya. SARAN Penelitian untuk menilai stigma masyarakat dengan menggunakan metode yang lain sangat perlu dilakukan, karena dengan adanya penelitian-peneli- tian untuk menilai stigma masyarakat dapat mela- hirkan sebuah metode yang tepat untuk mengubah stigma yang berkembang dimasyar akat, atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kusta sehingga perlakuan diskriminasi terhadap pasien kusta dapat dikurangi atau dihilangkan. DAFTAR PUSTAKA Brouwers, C., Brakel, W. Van, & Cornielje, H. (2011). Quality of Life, Perceived Stigma, Activity and Participation of People With Leprosy-Related Disabilities in South-East Nepal. Disability, CBR & Inclusive Development, 22(1), 16–34. https:// doi.org/10.5463/dcid.v22i1.15 Grimaud, J. (2012). Neuropathies au cours de la lèpre. Revue Neurologique, 168(12), 967–974. https:// doi.org/10.1016/j.neurol.2012.05.017 Lesmana, A. C. (2014). Hubungan derajat pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta terhadap penerimaan sosial pada mantan penderita penyakit kusta, 1–19. Skripsi, tidak dipublikasikan. UNAIR Lusli, M., Zweekhorst, M. B. M., Miranda-Galarza, B., Peters, R. M. H., Cummings, S., Seda, F. S. S. E., … Irwanto. (2015). Dealing with stigma: Experiences of persons affected by disabilities and leprosy. BioMed Research International, 2015. https:// doi.org/10.1155/2015/261329 Mankar, M., Joshi, S., Velankar, D., Mhatre, R., & Nalgundwar, A. (2011). A comparative study of the quality of life, knowledge, attitude and belief about leprosy disease among leprosy patients and commun ity member s i n Shant iva n Leprosy Rehabilitation centre, Nere, Maharashtra, India. Journal of Global Infectious Diseases, 3(4), 378. https://doi.org/10.4103/0974-777X.91063 Moher, D., Liberati, A., Tetzlaff, J., Altman, D. G., Altman, D., Antes, G., … Tugwell, P. (2009). Preferred reporting items for systematic reviews and meta- analyses: The PRISMA statement. PLoS Medicine, 6(7). https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1000097 Nations, M. K., Lira, G. V., & Catrib, A. M. F. (2009). Stigma, deforming metaphors and patients’ moral experience of multibacillary leprosy in sobral, Ceará State, Brazil. Estigma, Metáforas Deformadoras E Experiência Moral de Pacientes Com Hanseníase Multibacilar Em Sobral, Ceará, Brasil, 25(6), 1215–1224. https:/ /doi.org/10.1590/S0102-311X2009000600004 Rao, P. S. S., Raju, M. S., Barkataki, A., Nanda, N. K., & Kumar, S. (2008). Extent and correlates of leprosy stigma in Rural India. Indian Journal of Leprosy, 80(2), 167–174. Riyanto, Y. (2015). Efikasi Diri Penderita Kusta Di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah. Soedarjatmi, Tinuk Istiarti, Laksmono Widagdo. (2009). Faktor-faktor Yang Melatarbelakangi Persepsi Penderita Terhadap Stigma Penyakit Kusta. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 4(1), 18–24. https:/ /doi.org/10.14710/JPKI.4.1.18-24 Stevelink, S. A. M., Van Brakel, W. H., & Augustine, V. (2011). Stigma and social participation in Southern India: Differences and commonalities among persons affected by leprosy and persons living with HIV/AIDS. Psychology, Health and Medicine, 16(6), 695–707. h t tps: // doi .or g/ 10. 1080/ 13548506.2011.555945 Tsutsumi, A., Izutsu, T., Md Islam, A., Maksuda, A. N., Kato, H., & Wakai, S. (2007). The quality of life, mental health, and perceived stigma of leprosy patients in Bangladesh. Social Science and Medicine, 64(12), 2443–2453. https://doi.org/ 10.1016/j.socscimed.2007.02.014 Nurdin, H. C. (2013). Uji Validitas dan Reliabilitas Berger HIV Stigma Scale versi Bahasa Indonesia dalam menilai Perceived Stigma pada Orang dengan HIV/ AIDS (ODHA). Tesis, tidak dipublikasikan. FK UI. Van Brakel, W. H. (2006). Measuring health-related stigma—a literature review. Psychology, Health & Medicine, 11(3), 307–334. https://doi.org/10.1080/ 1354850060059516