77Wijayanti, Pengaruh Modul Skin Personal Hygiene... 77 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Pengaruh Modul Skin Personal Hygiene Terhadap Sikap dalam Pencegahan Skabies Lono Wijayanti Fakultas Keperawatan dan Kebidanan, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima, 14/02/2019 Disetujui, 05/03/2019 Dipublikasi, 01/04/2019 Kata Kunci: Modul, Skin Personal Hygiene, Sikap Abstrak Pondok pesantren adalah tempat pendidikan Islam, dimana santri tinggal bersama dengan santri lainnya, sehingga beresiko mudah tertular berbagai penyakit, seperti skabies. Skabies sering diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas penanganannya rendah. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh modul skin personal hygiene sebagai media pendi- dikan kesehatan pada sikap santri dalam mencegah terjadinya skabies di pondok pesantren Roudhotul Muta’alimin Muta’alimat Jabon Sidoarjo. Pra experiment (one group pre-post test) merupakan desain yang digunakan dalam penelitian ini. Seluruh santri yang tinggal di pondok pesantren Roudhotul Muta’alimin Muta’alimat Jabon Sidoarjo sebagai populasi, sebe- sar 72 orang, sampel berjumlah 60 orang dengan menggunakan simple ran- dom sampling. Instrumen penelitian berupa modul skin personal hygiene dan kuisioner. Wilcoxon Signed Ranks Test digunakan dalam menganalisa data. Berdasarkan hasil penelitian bahwa sikap responden setelah intervensi berupa pendidikan kesehatan dengan menggunakan modul diperoleh adanya perubahan sikap menjadi lebih baik, dengan hasil analisa signifikan yaitu nilai p =0,000. Pendidikan kesehatan dengan menggunakan modul skin per- sonal hygiene berdampak positif dalam perubahan sikap santri di Roudhotul Muta’alimin Muta’alimat Jabon Sidoarjo. Perlu diterapkan sikap menjaga kesehatan dan kebersihan kulit dalam mencegah penyakit skabies. © 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan Correspondence Address: Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya - Jawa Timur, Indonesia P-ISSN : 2355-052X Email: lono@unusa.ac.id E-ISSN : 2548-3811 DOI:10.26699/jnk.v6i1.ART.p077–083 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 78 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 1, April 2019, hlm. 077–083 Abstract Islamic boarding schools are places of Islamic education, where santri live together with other santri, so they are at risk of easily contracting various diseases, such as scabies. Scabies is often overlooked because it is not life threatening so the priority for handling it is low. The purpose of this study was to identify the effect of the skin personal hygiene module as a health education media on the attitude of students in preventing the occurrence of scabies in the Islamic boarding school Roudhotul Muta’alimin Muta’alimat Jabon Sidoarjo. Pre-experiment (one group pre-post test) is the design used in this study. All students who live in the Islamic boarding school Roudhotul Muta’alimin Muta’alimat Jabon Sidoarjo as a popula- tion, amounting to 72 people, a sample of 60 people using simple random sampling. The research instrument was a skin personal hygiene module and questionnaire. The Wilcoxon Signed Ranks Test is used in analyzing data. Based on the results of the study that the attitude of the respondents after the intervention in the form of health education using modules ob- tained a change in attitudes to be better, with the results of a significant analysis of the value p = 0,000. Health education by using the skin per- sonal hygiene module had a positive impact on the change in attitudes of santri at Roudhotul Muta’alimin Muta’alimat Jabon Sidoarjo. Attitudes need to be taken to maintain skin health and cleanliness in preventing scabies. The Effectiveness of Skin Personal Hygiene Module to The Attitude of Preventing Scabies Article Information History Article: Received, 14/02/2019 Accepted, 05/03/2019 Published, 01/04/2019 Keywords: Skin Personal Hygiene Module, At- titude 79Wijayanti, Pengaruh Modul Skin Personal Hygiene... PENDAHULUAN Kejadian penyakit kulit banyak diderita anak- anak usia sekolah terutama yang tinggal di pondok pesantren. Jenis penyakit kulit yang banyak diderita adalah skabies. Angka kejadian skabies ini sangat tinggi disebabkan perhatian serta penanganan yang kurang optimal dalam tindakan preventif dan kuratif oleh berbagai pihak terkait (Wijayanti, 2008). Penyebab penyakit kulit skabies adalah tungau (mite) Sarcoptes scabei, dimana dikelompokkan dalam kelas Arachnida. Penyakit skabies umumnya dikenal sebagai kutu badan. Penyebaran penyakit kulit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, melalui sentuhan kulit dengan penderita. Secara tidak langsung melalui bantal, air, baju, seprai, handuk, atau sisir yang diper- gunakan penderita dan belum dibersihkan sehingga masih ada kutu sarcoptes (Harahap, 2008). Penanganan skabies masih kurang optimal sebab dianggap tidak membahayakan jiwa. Tetapi skabies dapat menjadi kronis dan berat jika dibiarkan tanpa tindakan pencegahan dan pengobatan, hingga terjadi komplikasi yang membahayakan bagi pende- rita. Timbulnya lesi pada kulit dan rasa gatal yang disebabkan oleh skabies dapat mengganggu rasa nyaman dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Hal tersebut terjadi karena penderita sering meng- garuk dan mengakibatkan infeksi sekunder teruta- ma oleh bakteri Group A Streptococci (GAS) serta Stapylococcos aureus (Golant& Levitt, 2012). Menurut WHO bahwa angka kejadian skabies di dunia terdapat kurang lebih 300 juta kasus pertahun (Chosidow, 2011). Penyebaran skabies di negara industri seperti Jerman, terjadi secara spora- dik atau mewabah dalam waktu yang cukup panjang (Ariza et al, 2012). Berdasarkan riset bahwa preval- ensi skabies di India 20,4% (Baur, 2013). Menurut Zayyid (2010) bahwa kejadian skabies pada anak usia 10-12 tahun sebesar 31%. Berdasarkan lapor- an Departemen kesehatan RI bahwa angka kejadian skabies di puskesmas seluruh Indonesia sebesar 4,6% - 12,95% (2009). Skabies menduduki urutan ketiga dari 12 jenis penyakit kulit, yang ditunjukkan adanya 704 kasus skabies atau 5 ,77% dari seluruh kasus baru. Menurut Penelitian Azizah (2011) bahwa di tahun 2011 dan 2013 insiden skabies sebesar 6% dan 3,9%. Ini menunjukkan bahwa ska- bies merupakan penyakit kulit yang sering terjadi di Indonesia dan menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Tingginya insiden dan prevalensi skabies di Indonesia terutama pada lingkungan masyarakat pesantren, perlu ada penanganan pihak kesehatan. Keadaan tersebut di dukung oleh pene- litian Kuspiantoro (2009), bahwa prevalensi skabies di pondok pesantren Pasuruan sebesar 70%. Upaya peningkatan kesehatan sangat diperlu- kan yaitu dengan Skin Personal Hygiene, dimana kulit merupakan pertahanan tubuh pertama mela- wan infeksi. Oleh karena itu, masyarakat terutama di pondok pesantren perlu memiliki pengetahuan dan sikap yang baik untuk mendapatkan kebersihan diri secara baik dan benar. Kulit adalah organ terluar dari bagian tubuh manusia yang elastis, sensitif, berfungsi melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan dan penyakit (Harahap, 2008). Penyakit kulit skabies dipengaruhi oleh bebe- rapa faktor meliputi rendahnya tingkat sosial ekono- mi, personal hygene kurang baik, kebersihan ling- kungan, populasi penduduk yang padat (Loetfia, 2008). Menurut Shelly dan Currie (2007) Tingginya prevalensi skabies sering ditemukan di lingkungan padat penduduk dan penghuninya sehingga sering terjadi kontak antar personal seperti penjara, panti asuhan, dan pondok pesantren. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati (2010) bahwa prosentase responden di PP. Al- Muayyad Surakarta yang menderita penyakit kulit skabies sebesar 74,74%, disebabkan karena penge- tahuan rendah terhadap perilaku hidup bersih dan sehat, serta mereka mempunyai resiko lebih besar terjangkit skabies dari pada responden yang memiliki pengetahuan lebih baik. Penelitian yang sama dilaku- kan oleh Hilma dan Ghozali (2014), menunjukkan bahwa terdapat korelasi tingkat pengetahuan dengan kejadian skabies di salah satu pondok pesantren Yogyakarta. Seseorang yang telah mempunyai ilmu pengetahuan, akan memiliki sikap dan kesediaan untuk melakukan tindakan baik. Sikap atau perilaku yang dilandasi oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada sikap yang tidak berlandaskan pengetahuan. Dunia pendidikan telah mengembangkan ber- bagai cara atau metode penyampaian pesan dengan maksud meningkatkan pengetahuan dan sikap. Metode ceramah dan tanya jawab merupakan salah satu sarana efektif untuk menyampaikan pesan. Pendapat tersebut didukung dengan pernyataan bahwa penerapan metode ceramah akan cukup efektif jika dilanjutkan dengan tanya jawab, sehing- ga terjalin komunikasi dua arah dan adanya alat bantu pengajaran akan menunjang keberhasilan metode ceramah (WHO, 2003). Dalam penyampaian pesan melalui ceramah perlu dibantu dengan modul, agar peserta dapat 80 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 1, April 2019, hlm. 077–083 meninjau kembali materi yang telah dibahas dalam ceramah (Utomo dkk, 2014). Pertimbangan penggu- naan modul karena media ini mempunyai keung- gulan dalam hal kemudahan untuk disimpan dan dibaca berulang kali, melibatkan benyak orang, serta memudahkan bagi santri untuk mengingat kembali isi pesan, sehingga dapat meningkatkan perilaku skin personal hygiene. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan Pra- experiment (one group pre-post test). Rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi ada observasi diawal (pretest) yang dilakukan peneliti agar dapat bereksperimen untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang tinggal di pondok pesantren Roudhotul Muta’alimin Muta’alimat Jabon Sidoarjo sejumlah 72 orang. Besar sampel 60 orang menggunakan probability sampling, denga n teknik simple random sampling. Variabel independen dalam penelitian ini adalah modul skin personal hygiene, sedangkan variabel dependen adalah sikap dalam pencegahan skabies. Instrumen pada penelitian ini menggunakan alat bantu berupa modul skin personal hygiene sedang- kan sikap tentang pencegahan skabies menggunakan kuesioner. analisis yang digunakan adalah uji statistik wilcoxon signed rank, dengan tingkat signifikasi  = 0.05. HASIL PENELITIAN Data Umum Jenis Kelamin Jenis Kelamin f % Laki - laki 40 66.7 Perempuan 20 33.3 Jumlah 60 100 Sumber: Data Primer 2018 Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Usia Usia (tahun) f % 12 – 13 29 48,3 14 – 15 22 36,7 16 - 17 4 6,7 18 - 19 5 8,3 Jumlah 60 100 Sumber: Data Primer 2018 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia Riwayat Penyakit Kulit Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Riwayat Penyakit Kulit Riwayat Penyakit Kulit f % Tidak pernah 18 30 pernah 42 70 Jumlah 60 100 Sumber: Data Primer 2018 Data Khusus Sikap Tabel 4 Distribusi Frekuensi berdasarkan Pretest dan posttest Sikap Responden Sikap Pretest Posttest f % f % Baik 28 46,7 36 60,0 Kurang 32 53,3 24 40,0 Jumlah 60 100 60 100 P value = 0,000 Sumber: Data Primer 2018 PEMBAHASAN Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan serta diberikan modul skin personal hygiene res- ponden bertambah wawasan kesehatan. Dengan modul tersebut, responden dapat dengan mudah 81Wijayanti, Pengaruh Modul Skin Personal Hygiene... menerima informasi, sehingga dapat mempengaruhi sikap hidup sehat, dikarenakan modul dapat mereka bawa pulang untuk dibaca kembali. Perubahan sikap tersebut dapat dilihat pada saat pelaksanaan post test, dimana kuesioner yang telah diberikan ke responden dapat dijawab secara langsung, dan didapatkan adanya peningkatan nilai rata-rata post test. Hal tersebut di atas terjadi karena pengembang- an variasi penggunaan metode yang disesuaikan dengan karakteristik responden dalam penelitian, serta materi yang berkaitan dengan penyakit skabies dan pencegahannya di desain sedemikian rupa hing- ga menarik baik gambar maupun kalimatnya dalam bentuk modul, yang pada akhirnya responden lebih mudah mengerti dan memahami. Hal ini sesuai dengan pendapat Supratman (2007) bahwa pendi- dikan kesehatan berguna agar pemahaman individu, kelompok dan masyarakat tentang kesehatan men- jadi meningkat dan menjadi suatu yang bernilai seca- ra mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat serta memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada secara optimal. Berdasarkan hasil penelitian di pondok pesan- tren Roudlotul Muta’allimin-Muta’allimat menun- jukkan bahwa hampir setengahnya 48,3% berusia 12 – 13 tahun. Rata – rata rentang usia responden dalam penelitian ini 12 – 19 tahun. Dimana diusia tersebut masuk pada usia remaja, yang selalu ingin tahu dan ikut berperan dalam kesehatan terutama dalam perawatan pada diri sendiri, maka dari itu perlunya pendidikan kesehatan pada usia remaja dimana mereka akan menjalankan perannya seperti, mulai penemuan identitas diri mereka, nilai serta sikap yang didapatkan berdasarkan gaya hidup orang dewasa (Potter&Perry, 2012). Berdasarkan hasil penelitian menurut Rathore & Saxena (2014) bahwa prevalensi penyakit skabies dengan perawatan secara tersier di rumah sakit pa- ling banyak diderita di usia 11 – 20 tahun. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Lassa dkk (2011) bahwa angka kejadian penyakit skabies banyak terjadi di usia 10 – 19 tahun. Sa ntr i di pondok pesa ntr en Roudhotul Muta’alimin Muta’alimat Jabon Sidoarjo sebagian besar didapatkan 70% pernah menderita penyakit kulit selama tinggal di pondok pesantren, hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar santri pernah memiliki pengalaman menderita penyakit kulit khususnya skabies. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan pembentuk sikap (Walgito, 2010). Pengalaman juga akan membentuk sikap, dimana pengalaman baik yang bersumber dari diri sendiri maupun orang lain (apalagi berupa pengalaman traumatik) akan menimbulkan sikap tertentu terha- dap semua hal atau kondisi yang dihadapi saat ini yang sesuai dengan pengalamannya terdahulu. Ter- bentuknya sikap berdasarkan sesuatu yang dipelajari melalui pengalaman hidup yang dilalui sepanjang perkembangan individu. Responden dalam penelitian ini 100% tinggal di pondok pesantren. Mereka mengatakan memiliki kamar yang tidak terlalu luas, tidur bersama dengan teman-temannya, yang memungkinkan kebersihan lingkungan luput dari perhatian. Kebiasaan ini tentu bisa beresiko tertularnya penyakit terutama penyakit kulit skabies. Didukung dengan penelitian Zeba dkk (2014) yang menunjukan bahwa ada hubungan signifikan antara kepadatan penghuni dengan keja- dian skabies. Bersentuhan langsung misalnya saat tidur bersama-sama, terjadi kontak antar kulit, pe- makaian secara bersama-sama (sprai tempat tidur, pakaian, handuk). Kejadian tersebut bisa memicu terjadinya penyakit kulit skabies melalui media transmisi tungau skabies (Baker dkk, 2014). Kebiasaan para santri di pesantren saat beris- tirahat adalah menggunakan tikar atau karpet secara bersama-sama dengan santri lainnya. Kon- disi tersebut menjadi penyebab tidak langsung terja- dinya penularan skabies. Untuk mencegah kejadian penularan skabies dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan di antaranya menjemur (kasur, bantal, handuk, karpet), menggunakan kasur milik sendiri, menggunakan perlengkapan mandi sendiri. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan sikap pada responden, yaitu nilai sikap sebelum di beri intervensi 46,7% baik, setelah diberi intervensi ada peningkatan perubahan sikap yaitu 60% baik. Selisih nilai rerata antara pretest dan posttest intervensi meningkat sebanyak 13,3%. Hasil peningkatan rata-rata nilai sikap responden menunjukkan adanya perubahan sikap setelah diberi intervensi. Berdasarkan hasil uji wilcoxon disim- pulkan bahwa didapatkan signifikansi perbedaan rata-rata nilai sikap pre test dan post test (p = 0,000; = 0,05). Hasil tersebut diatas membuktikan bahwa metode pendidikan kesehatan dalam bentuk modul lebih mudah dimengerti dibandingkan hanya dengan ceramah biasa dalam memahami cara mencegah penyakit skabies dan mempengaruhi perubahan sikap 82 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 1, April 2019, hlm. 077–083 pada santri. Modul sebagai media pendidikan kese- hatan yang efektif untuk mempengaruhi sikap sese- orang. Media ini bermanfaat pula meningkatkan minat sasaran untuk meneruskan pesan pada orang lain (Suiroka&Supariasa, 2012). Pendidikan kesehatan adalah suatu media untuk mendapatkan suatu perubahan pada diri seorang individu, sebab dengan mendapatkan informasi pe- ngetahuan menjadi meningkat, hal ini tentu akan berpengaruh pada sikap seseorang dalam pening- katan kesehatan, terutama dalam pencegahan penu- laran penyakit kulit skabies. Pendidikan merupakan suatu proses dalam penyampaian informasi dengan tehnik yang bervariasi akan dapat meningkatkan wawasan dan berprilaku dalam pencapaian hidup seseorang (Marisa, 2014). Perubahan sikap pada responden menunjukkan bahwa informasi yang disampaikan dengan meng- gunakan modul telah berhasil diterima dengan baik. Keberhasilan tersebut didukung oleh berbagai faktor diantaranya, strategi, tehnik, media yang digunakan sebagai alat bantu. Sesuai dengan pendapat (Arifah, 2010) bahwa keberhasilan pendidikan bagi peserta didik meliputi kurikulum, kondisi siswa, proses, sarana dan tehnik yang digunakan. perubahan sikap pada responden karena adanya penambahan media dalam memberikan pendidikan kesehatan yaitu berupa modul, sehingga memungkinkan responden untuk membacanya dirumah. Perubahan perilaku individu atau masyarakat menjadi lebih baik dan sehat bisa dipengaruhi oleh informasi yang didapatkan melalui pendidikan kesehatan. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Santri di di pondok pesantren Roudhotul Muta’alimin Muta’alimat Jabon Sidoarjo mayoritas berjenis kelamin laki-laki, pernah menderita penyakit kulit selama tinggal di pondok pesantren, dan hampir setengahnya berusia 12-13 tahun. Modul skin personal hygiene sebagai media pendidika n keseha tan ma mpu menunjukka n perubahan sikap dalam pencegahan skabies. Ada nya penga r uh modul skin personal hygiene sebagai media pendidikan kesehatan terha- dap sikap dalam pencegahan skabies. SARAN Bagi santri perlu meningkatkan kebersihan dan kesehatan kulit agar terhindar dari penularan penyakit kulit skabies. Ba gi tempat penelitia n per lu melakukan kegiatan rutin pendidikan kesehatan melalui penyu- luhan kesehatan dan merencanakan usaha–usaha yang dapat digunakan untuk mempertahankan dan memperbaiki kesehatan para santri. DAFTAR PUSTAKA Arifah, S. (2010). Pengaruh pendidikan kesehatan dengan modul dan media visual terhadap pengetahuan dan sikap wanita dalam menghadapi menopause. Http:/ /pasca.uns.ac.id/?p=653. Diakses tanggal 10 Oktober 2018. Azizah, N.N. (2013). Hubungan antara Kebersihan Diri dan Lama Tinggal Dengan Kejadian Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Al-Hamdulillah Rembang. Skripsi : UMS. Baur B.,; Sarkar J.,; Manna N.,;& Bandyopadhyay L. (2013). The Pattern of Dermatological Disorders among Patients Attending the Skin O.P.D of A Tertiary Care Hospital in Kolkata, India. Journal of Dental and Medical Sciences 3, 1-6. Baker F. (2014). Scabies management. Paediatri Child Health. 6:775-7. Chosidow O. (2011). Nature of the Infection. The New England Journal of Medicine. Golant AK, and Levitt JO. (2012). Scabies: a review of diagnosis and management based on mite biology. Pediatric Rev.2012;33;e1-e12. Harahap Marwali. (2008). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hilma, U dan Ghazali, L. (2014). Faktor-faktor yang mempenga ruh i keja dia n ska bies di pondok pesantren mlangi nogotirto gamping sleman yogyakarta. Jkki,6(3), 148-157. Kuspriyanto. (2009). Pengaruh sanitasi dan higiene perorangan terhadap penyakit kulit. Surabaya: PPs Universitas Airlangga. Lassa S, M. J.,; Campbell.,;& C. E. Bennett. (2011). Epidemiology of scabies prevalence in the U.K. from general practice records., Br. J. Dermatol vol. 164, no. 6, pp. 1329–1334. Loetfia. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta :EGC Marisa N. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Gizi Melalui komik Gizi Seimbang terhadap Pengetahuan dan Sikap pada Siswa SDN Bendungan di Semarang. 3(4): 925-932. 83Wijayanti, Pengaruh Modul Skin Personal Hygiene... Notoatmojo. (2012). Pendidikan dan Perilaku Kese- hatan. Jakarta : Rieneka Cipta. Potter Patricia A, dan Perry Anne G, (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :Konsep, Proses, dan Praktik edisi 7 vol. 1. EGC. Rathore p dan Sungkar S. (2014). Prevalence & Risk Factors for Scabies among OPD Population of Tertiary Care Hospital Praveen Rathore Praveer Saxena Global Reseach Analysis, 2(11), 189-190. Shelley FW,; Currie BJ. (2007). Problems in diagnosing scabies, a global disease in human and animal populations CMR.268-79 Suiraoka IP dan Supariasa IDN. (2012). Media Pendi- dikan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Susilo, S. (2011). Pendidikan Kesehatan dalam Kepera- watan. Nuha Medika. Supratman. (2007). Dasar Dasar Kesehatan Masyarakat. Surakarta: Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. Utomo, T.,; Wahyuni, D.,; dan Hariyadi, S., (2014), Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Sumbermalang Kabupaten Situbondo. Jurnal Edukasi UNEJ 1(1): 5-9. Walgito Bimo. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta; Penerbit Andi Wijayanti Yuni. (2008). Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Hygie ne Pe rorangan dengan Peny ak it Skabies di Desa Genting Kec. Jambu Kab. Sema- rang tahun 2006 . Di un duh da r i h t t p: / / eprints.undip.ac.id/32881/1/Btari_Sekar.pdf. Pada tanggal 18 Oktober 2018. Zayyid M.,; Saadah M.S.,; Adil R., Rohela A.R.,; & Jamaiah. (2010). Prevalence of Skabies and Head Lice Among Children in a Welfare Home in Pulau Pinang, Malaysia. Tropical Biomedicine 27, 442- 446. Zeba N.,; Shaikh D M.,; Memon K.N.,; & Khoharo H.K. (2014). Scabies in Relation to Hygine ang Factors ini Patient Visiting Liaquat University Hospital. Sindh, 3(8), 2012 – 2015.