164 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 164–172 164 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Peran Perawat dalam Assessment Pengenalan Dini untuk Meningkatkan Outcome Pasien Stroke di Instalasi Gawat Darurat Dewi Rachmawati Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima, 18/03/2019 Disetujui, 08/07/2019 Dipublikasi, 01/08/2019 Kata Kunci: Instalasi Gawat Darurat, Outcome, Assessment, Perawat Abstrak Stroke penyakit kegawat daruratan medis yang sangat tergantung waktu dalam penanganannya. Assessment menentukan diagnosis stroke adalah kunci pokok manajemen stroke. Tujuan literature ini mengatahui bagaimana peran perawat dalam assessment untuk meningkatkan outcome pasien stroke. Metode literature review adalah mengumpulkan dan analisa artikel tentang assessment, diagnosis dan manajemen stroke di IGD. Sumber literatur dari text book, artikel elektronik seperti ScienceDirect, PubMed, Cochrane Li- brary dengan kriteria dipublikasi periode 2000-2016, pencarian menggunakan kata kunci ”recognition, assessment, stroke, emergency”. Hasil penelusuran didapatkan 21 artikel tentang pengkajian/pengenalan gejala, diagnosis dan menajemen stroke, hanya 7 artikel yang memenuhi kriteria inklusi. Literatur review menunjukkan bahwa aktivasi protokol manajemen stroke segera dilakukan dengan pertama kali menentukan tipe atau diagnosis stroke pasien. Penentuan diagnosis penting untuk dilakukan sebagai dasar memberikan terapi. Penentuannya biasanya menggunakan CT-Scan untuk membedakan stroke akut atau gejala mirip stroke. Tidak semua rumah sakit tersedia CT- Scan sehingga sebagai alternatif dapat menggunakan ROSIER scale dengan sensitifitas 93% dan nilai prediksi positif 90% membedakan stroke akut dan bukan stroke. Terdapat 7 aitem penilaian yaitu kehilangan kesadaran atau sinkop, aktivitas kejang, kelemahan otot wajah/asimetris, kelemahan anggota gerak atas/asimetris, kelemahan anggota gerak bawah/asimetris, kesulitan bicara, gangguan lapang pandang. Total skor antara -2 sampai +5. Apabila pasien mendapat skor 1 atau lebih terdiagnosis stroke dan skor  0 maka bukan stroke kecuali skor total 0. ROSIER merupakan skala diagnosis simple, sensitif, spesifik dan cocok digunakan saat triage di IGD. Penggunaannya juga sangat cepat dan mudah sehingga semakin cepat identifikasi pasien stroke untuk mendapatkan tindakan yang dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan. ©2019Jurnal Ners dan Kebidanan Correspondence Address: Poltekkes Kemenkes Malang - Jawa Timur, Indonesia P-ISSN : 2355-052X Email: rachmawati_dewi13@yahoo.com E-ISSN : 2548-3811 DOI:10.26699/jnk.v6i2.ART.p164-172 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 165Rachmawati, Peran Perawat dalam Assessment... Abstract Stroke is a medical emergency disease that is very time dependent in han- dling it. Assessment of determining stroke diagnosis is the key to stroke management. The purpose of this literature is to know the role of nurses in assessments to improve the outcome of stroke patients. The literature re- view method is to collect and analyze articles about assessment, diagnosis, and management of stroke in ED. Literary sources from text books, elec- tronic articles such as ScienceDirect, PubMed, Cochrane Library with criteria published in the period 2000-2016, search using keywords “rec- ognition, assessment, stroke, emergency”. The search results found 21 ar- ticles on symptom assessment/recognition, diagnosis and stroke manage- ment, only 7 articles that met the inclusion criteria. Literature review shows that the activation of the stroke management protocol is immediately car- ried out by first determining the type or diagnosis of stroke of the patient. Determination of an important diagnosis is done as a basis for providing therapy. Determination usually uses CT-Scan to distinguish acute stroke or stroke-like symptoms. Not all hospitals have CT scans so that alterna- tively you can use ROSIER scale with 93% sensitivity and a positive pre- dictive value of 90% differentiating acute stroke and not stroke. There are 7 assessment items, namely loss of consciousness or syncope, seizure activ- ity, asymmetrical facial weakness, asymmetrical arm weakness, asymmetri- cal leg weakness, speech disturbance, visual field defect. The total score is between -2 to +5. If the patient gets a score of 1 or more diagnosed with a stroke and a score of  0 then it is not a stroke except for a total score of 0. ROSIER is a simple, sensitive, specific diagnosis scale and suitable to be used when triage in ED Its use is also very fast and easy so that the faster the identification of stroke patients to get actions that can reduce mortal- ity and disability. The Role of Nurses in Early Recognition Assessment to Improve the Outcome of Stroke Patients in the Emer- gency Department Article Information History Article: Received, 18/03/2019 Accepted, 08/07/2019 Published, 01/08/2019 Keywords: Emergency Deparment, Outcome, Assessment, Nurse 166 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 164–172 PENDAHULUAN Stroke atau yang lebih dikenal Cerebrovas- cular Accident (CVA) merupakan gangguan neurologis fokal yang terjadi secara mendadak (berlangsung dalam beberapa detik) dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (Ginsberg, 2008; Silvestri, 2011). Stroke adalah proses penyakit yang terjadi karena gangguan atau pecahnya pembuluh darah di otak sehingga termasuk salah satu medical emergency yang dapat menyebabkan kecacatan atau bahkan kematian (Cline et al, 2012; CDC, 2015). Stroke menjadi penyebab kematian terbanyak di dunia. Menurut data WHO (2010) setiap tahun- nya 15 juta orang menderita stroke dengan angka kematian kira-kira 5 juta pertahun. Di AS stroke adalah penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap 4 menit didapati 1 orang meninggal karena stroke, dengan angka kematian kira-kira 130.000 orang setiap tahunnya. Selain itu sekitar 610.000 orang mendapatkan serangan stroke pertama kalinya dan 185.000 orang mengalami serangan berulang (CDC, 2015). Di negara berkembang stroke menyumbang 85,5% dari total kematian di seluruh dunia dengan angka kematian 4,4 juta pertahun (WHO, 2010). Sedangkan di Indonesia stroke merupakan penye- bab utama kematian dengan prevalensi kejadian stroke yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan Litbang Kemenkes RI (2013) preva- lensi stroke meningkat dari 8,3% per 1000 penduduk tahun 2007 menjadi 12,1% pada tahun 2013. Dari jumlah tersebut 14,5% meninggal di Instalasi Gawat Darurat. Waktu merupakan kunci pokok dalam mana- jemen stroke. Stroke merupakan time-sensitive disease, yang memerlukan kecepatan dalam identi- fikasi dan tindakan untuk meningkatkan outcome pa sien (Taylor et al, 2014). Diper kua t oleh Bergman et al (2013) yang menyatakan bahwa kun- ci dalam manajemen stroke adalah “time is brain” segala sesuatu yang berhubungan dengan manaje- men stroke sangat sensitif terhadap waktu. Karena setiap menit penundaan dalam tindakan terhadap stroke akan mengakibatkan kehilangan kurang lebih 1,9 juta neuron dan 13,8 milyar sinaps, jika terjadi penundaan setiap jam akan sama dengan terjadi penuaan pada otak lebih cepat 3,6 tahun (Taylor et al, 2014). Berdasarkan protokol yang direkomendasikan pemberian trombolitik pada fase akut dapat mening- katkan outcome dan memberikan keuntungan yang maksimal pada pasien stroke. Diperkuat oleh ASA da la m Hoeger l et al (2010) ba hwa Tissue Plasminogen activator (tPA) efektif untukterapi pasien stroke, karena dengan pemberian tPA dapat terjadi rekanalisasi pembuluh darah otak. Akan tetapi dalam pemberian tindakan ini didasarkan pada onset gejala awal stroke (Mosley et al, 2013). Ber- dasarkan Food and Drug Administration tindakan pemberian trombolitik pada pasien dengan stroke iskemik dapat diberikan dalam waktu 0-3 jam dari awal tanda gejala stroke. Apabila lebih dari 3 jam pemberian tidak dapat dilakukan (Bregman et al, 2013). Pada kenyataannya pasien datang di Instalasi Gawat Darurat setelah 3 jam terjadinya serangan stroke atau jika datang dalam waktu kurang dari 3 jam banyak faktor penundaandalam pemberian tindakan di IGD (Taylor et al, 2014). Salah satunya adalah penundaan dalam melakukan diagnosis stroke. Diperkuat oleh Nolte et al (2013) yang menyatakan bahwa cerebral imaging (CT-Scan) adalah pemeriksaan diagnostik yang penting dan membutuhkan waktu lama sebelum tindakan stroke dilaksanakan. Diagnosis ini untuk membedakan pasien mengalami stroke iskemik atau stroke per- darahan (haemorragic). Akan tetapi tidak semua rumah sakit tersedia CT-Scan sehinggadiperlukan alternatif untuk mendiagnosis pasien stroke secara tepat dan akurat agar pasien mendapatkan terapi trombolitik yang pada akhirnya menurunkan morbi- ditas dan mortalitas pasien (Hoegerlet al, 2010). Perawat sebagai first responder di Instalasi Gawat Darurat mempunyai peran vital terutama dalam melakukan assessment pada pasien stroke. Kecepatan dan keakur atan dalam melakukan assessment untuk mengidentifikasi stroke iskemik dan stroke hemorrhagic serta mengetahui golden periode atau time is brain pada pasien dengan stroke akan dapat meningkatkan live-saving dan penyembuhan pasien dengan segera (Bergman et al, 2013). Untuk memuda hka n per a wa t da la m assessment dan diagnosis stroke di Instalasi Gawat Darurat perawat dapat menggunakan ROSIER (The Recognition of Stroke in the Emergency Room) assessment tool. Instrumen ini mudah digu- nakan dan membutuhkan waktu yang singkat dalam 167Rachmawati, Peran Perawat dalam Assessment... menggunakannya serta mempunyai keakuratan dan sensitiftas mendiagnosis stroke 98% dengan ke- mampuan prediksi benar 83%. Instrumen ini juga mampu mengenali dengan cepat tanda gejala stroke, membedakan stroke dari penyakit lain dengan gejala yang sama dan digunakan sebagai dasar pemberian trombolitik terutama pada pasien stroke yang tanda dan gejalanya terlihat dalam 3 jam (Mohd Nor et al, 2005). Sehingga dengan simpel identifikasi di atas dapat meningkatkan recognition dan kecepatan diagnosis stroke yang bermanfaat dengan cepat memberikan trombolitik pada pasien. Oleh karena itu berdasarkan ulasan diatas akan dibahas lebih detail terkait peran perawat dalam assessment pengenalan dini untuk meningkatkan outcome pasien stroke di instalasi gawat darurat. BAHAN DAN METODE Penelitian ini berjenis literature review yang berisi ulasan, rangkuman dan pemikiran penulis tentang beberapa pustaka yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis peran perawat dalam assessment pe- ngenalan dini untuk meningkatkan outcome pasien stroke di instalasi gawat darurat. Variabel independen adalah peran perawat da- lam assessment pengenalan dini stroke. Untuk variabel dependen adalah outcome pasien stroke di instalasi gawat darurat. Populasi adalah semua jurnal penelitian tentang assessment atau pengenal- an tanda dan gejala stroke di instalasi gawat darurat. Sampel adalah jurnal hasil penelitian tentang assessment atau pengenalan tanda dan gejala stroke di instalasi gawat darurat yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini meliputi: 1). merupakan penelitian dengan desain prospective observational cohort study, 2). responden dalam jurnal penelitian adalah pasien yang dicurigai terdapat tanda gejala stroke yang datang ke instalasi gawat darurat, 3). hal yang diteliti tentang assessment pengenalan tanda gejala dan diagnosis stroke, 4). hasil penelitian yang dipublikasi dalam rentang tahun 2000-2016. Sumber literatur review dari text book dan artikel elektronik seperti ScienceDirect, PubMed dan Cochrane Library dengan kriteria artikel yang dipublikasi periode 2000-2016dengan menggunakan ka ta kunci”recognition, assessment, stroke, emergency”. Hasil penelusuran didapatkan 21 artikel tentang pengkajian/pengenalan tanda gejala, diagnosis dan manajemen stroke, hanya 7 artikel yang memenuhi kriteria inklusi. Metode perumusan dalam analisis literature review ini mengunakan PICO framework, yaitu P adalah pasien dengan serangan/tanda gejala stroke, I adalah assessment tanda gejala stroke di instalasi gawat darurat, C adalah pengenalan gejala stroke dengan segera, O adalah meningkatkan outcome pasien stroke di instalasi gawat darurat. Sumber literatur review dari text book dan artikel elektronik seperti ScienceDirect, PubMed dan Cochrane Library dengan kriteria artikel yang dipublikasi periode 2000-2016 dengan menggunakan ka ta kunci”recognition, assessment, stroke, emergency”. Hasil penelusuran didapatkan 21 artikel yang berhubungan dengan peningkatan outcome pasien stroke akut terutama dengan spesi- fikasi yang dimulai dari pengkajian/pengenalan dini tanda gejala stroke, stroke scale dan diagnosis stroke di instalasi gawat darurat serta manajemen yang tepat bagi pasien dengan stroke akut terutama waktu yang tepat dalam pemberian trombolitik. Dari 21 artikel tersebut didapatkan 7 artikel yang meme- nuhi kriteria inklusi. HASIL PENELITIAN Stroke merupakan suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya infak atau kematian jaringan otak (Betticaca, 2008; Keogh, 2013). Pe- nyebab stroke adalah pecahnya (rupture) pembuluh darah diotak atau terjadinya emboli dan thrombosis. Menurut Betticaca (2008), Ginsberg, (2008) dan Keogh (2013) stroke diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu stroke iskemik (88% dari semua kasus stroke) yang terjadi karena terdapat obstruksi (sum- batan) akibat adanya emboli atau thrombus pada pembuluh darah, stroke hemorrhagic (perdarahan) yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah diotak yang menyebabkan darah keluar dari pembuluh sehingga mengenai jaringan otak dan Transient Ischemic Attack (TIA)yaitu hilangnya fungsi sistem saraf pusat local secara cepat yang berlangsung <24 jam diakibatkan oleh mekanisme vaskuler emboli, thrombosis atau hemodinamik. Stroke merupakan time-sensitive disease, dimana kunci dalam manajemen stroke sangat bergantung pada waktu atau time is brain yang tujuannya meningkatkan outcomepasien stroke dengan meminimalisasi kerusakan otak, mencegah perdarahan dan komplikasi lebih lanjut yang terjadi 168 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 164–172 dan mempercepat proses recovery atau penyem- buhan (Michel, 2009). Apabila ada pasien stroke datang ke instalasi gawat darurat. Perawat sebagai first responder yang pertama kali berhadapan dengan pasien harus segera menentukan prioritas atau tingkat kegawat- an pasien. Selanjutnya aktivasi protokol manajemen stroke segera dilakukan dengan pertama kali menen- tukan tipe atau diagnosis stroke yang terjadi pada pasien. Penentuan diagnosis stroke ini penting untuk dilakukan sebagai dasar dalam memberikan terapi pada pasien. Diagnosis ini biasanya dilakukan dengan menggunakan CT-Scan untuk membedakan stroke iskemik atau stroke hemorrhagic. Akan tetapi tidak semua rumah sakit tersedia CT-Scan sehingga sebagai alternatif dapat menggunakan ROSIER scale (The Recognition of Stroke in the Emergency Room) assessment tool). Pertama kali diperkenalkan oleh Mohd Nor et al (2005) yang melakukan penelitian dalam 2 tahapan yaitu development phase pengumpulan data dilakukan selama 1 tahun dengan sampel pasien yang dicurigai stroke atau TIA yang datang ke insta- la si gawa t da rur at untuk membuat ROSIER assessment tool. ROSIER merupakan sistem skoring yang terdiri dari 7 item yang dinilai antara lain kehilangan kesadaran atau sinkop (apabila ya maka dinilai -1, tidak nilai 0), terdapat aktivitas kejang (apabila ya maka dinilai -1, tidak nilai 0), kelemahan otot wajah/asimetris (apabila ya maka dinilai +1, tidak nilai 0), kelemahan anggota gerak atas/ asimetris (apabila ya maka dinilai +1, tidak dinilai 0), kelemahan anggota gerak bawah/asimetris (apa- bila ya maka dinilai +1, tidak dinilai 0), kesulitan bicara (apabila ya maka dinilai +1, tidak dinilai 0), gangguan lapang pandang (apabila ya maka dinilai 1, tidak dinilai 0). Total skor yang didapat adalah antara -2 sampai +5. Dari hasil assessment tersebut, apabila pasien mendapat skor 1 atau lebih maka terdiagnosis stroke dan skor  0 maka bukan stroke (mungkin kondisi lain) kecuali jika skor total 0. Validitas internalnya adalah sensitifitas mendiagnosis stroke 92%, spesifitasnya 86%, nilai prediksi positif 88% dan prefiksi negatif 91%. Selanjutnya fase validitas instrumen assessment yang dihasilkan, dengan mengaplikasian selama 9 bulan di Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang dianalisis pada fase ini adalah 173 pasien (88 stroke, 59 bukan stroke, 26 TIA dan 13 diantaranya bergejala) didapatkan hasil alat mempunyai sensitifitas 93%, spesifitas 83%, prediksi positif 90% dan prediksi negatif 88%. Sehinga dari penelitian ini dapat disimpulan ROSIER scale efektif untuk membedakan antara pasien stroke akut dari bukan stroke di Instalasi Gawat Darurat. Hasil penelitian Mohd Nor et al (2005) kemu- dian divalidasi lagi untuk di terapkan di instalasi gawat darurat Irish oleh Jackson et al (2008). Pene- litian ini dilakukan pada 50 pasien dicurigai stroke yang datang ke instalasi gawat darurat setelah diperiksa menggunakan ROSIER tool oleh dokter didapatkan 47 pasien (94%) mempunyai skor ROSIER  1 yang mengindikasikan stroke (setelah dikonfirmasi dengan CT-scan 44 pasien stroke, 2 pasien stroke mempunyai skor 0 dan 1 mengalami penurunan kesadaran dengan ICH), 3 pasien salah dalam mengidentifikasi stroke. Hasil validasi dalam penelitian ini juga menunjukkan nilai prediksi positif 94%, sehingga dapat disimpulkan bahwa ROSIER tool cocok dan sangat membantu dalam mengiden- tifikasi pasien stroke di IGD Irish Irlandia. Hasil penelitian Byrne et al (2011) memperkuat penelitian sebelumnya yang melihat akurasi penggu- naan ROSIER tool oleh perawat dibandingkan dengan pengkajian neurologis yang dilakukan dokter dalam mendiagnosis pasien yang dicurigai stroke/ TIA di IGD. Penelitian yang dilakukan pada 106 pasien yang dicurigai stroke atau TIA mulai periode Juli 2008 sampai Februari 2009 setelah dikonsulta- sikan dan dilakukan CT-scan didapatkan 78 (73,5%) terdiagnosis stroke atau TIA (63 pasien stroke iske- mik, 9 pasien TIA, 6 pasien ICH) dan 28 (26,4%) pasien terdiagnosis bukan stroke. Dari 106 yang dilakukan pengkajian dengan ROSIER diketahui 9 pasien yang terdiagnosis TIA, 6 diantaranya tidak ditemukan gejala neurologis sehingga skor yang didapat 0, untuk itu 6 pasien tersebut tidak dimasuk- kan lagi dalam validasi sehingga 100 pasien yang digunakan untuk validasi. Hasil validasi didapatkan ROSIERtool yang digunakan oleh perawat untuk mendiagnosis stroke mempunyai sensitivitas men- diagnosis 98%, nilai prediksi positif 83%, untuk pemeriksaan neurologis yang dilakukan oleh dokter mempunyai sensitivitas mendiagnosis 94% dan nilai prediksi positif 80%. Rata-rata waktu mulai dilaku- kan pemeriksaan ROSIER oleh perawat sampai dilakukan pemeriksaan oleh dokter adalah 75 menit. Sehingga dapat disimpulkan perawat yang bekerja di unit stroke mampu mendiagnosis stroke dengan tingkat akurasi yang sama dengan dokter mendiag- nosis menggunakanpengkajian neurologis. Peng- kajian cepat yang dilakukan perawat menggunakan 169Rachmawati, Peran Perawat dalam Assessment... ROSIER untuk mendiagnosis stroke dapat mengu- rangi keterlambatan pasien yang memenuhi syarat diberi trombolitik. Selain diaplikasikan di IGD, ROSIER tooljuga diaplikasikan pada pasien sebelum dibawa ke rumah sakit dalam penelitian Fothergill et al (2013). Dalam penelitian ya ng membandingkan penggunaan ROSIER dan FAST oleh petugas ambulan untuk mendiagnosis pasien yang dicurigai stroke sebelum dibawa ke rumah sakit didapatkan: dari kasus yang dicurigai stroke menggunakan ROSIER 64% terkon- firmasi stroke oleh konsultan stroke, tidak menunjuk- kan perbedaan saat menggunakan FAST terkonfir- masi stroke 62 %. Demikian yang dinyatakan bukan stroke saat menggunakan ROSIER didapatkan 78% terkonfirmasi bukan stroke oleh konsultan stroke, menunjukkan sedikit perbedaan lebih baik daripada FAST yang terkonfirmasi 71% bukan stroke oleh konsultan stroke. Tidak ada perbedaan proporsi stroke yang terdeteksi dengan benar oleh ROSIER atau FAST, keduanya mempunyai level sensitifitas yang sama sehingga dapat disimpulkan ROSIER tidak lebih baik dari FAST untuk mengenali stroke di prehospital. Berbeda dengan hasil penelitian Jiang et al (2014) yang mengevalusi penggunaan ROSIER untuk mengidentifikasi pasien yang dicurigai stroke menunjukkan bahwa dari 715 pasien yang dicurigai stroke 371 (52%) terkonfirmasi stroke (302 stroke iskemik, 24 TIA, 45 perdarahan intraserebral) dan 344 (48%) pasien terkonfirmasi penyakit lain seperti penyakit mirip stroke (yaitu neuropati spinal, demen- sia, labirinitis dan sepsis). Dalam penelitian ini ROSIER scale mempunyai sensitivitas dalam diag- nosis 87%, spesifitas 41%, nilai prediksi positif 62% dan prediksi negatif 75%. Hal ini menunjukkan bahwa ROSIER dalam penelitian ini tidak efektif untuk membedakan pasien stroke akut dengan pasien yang mempunyai gejala mirip stroke di Hong Kong dengan nilai spesifitas yang rendah. Penelitian Mao et al (2016) menunjukkan bah- wa dikembangkan assessment baru untuk meng- identifikasi pasien yang di curigai stroke di IGD yang mempunyai 9 parameter antara lain vertigo (-1), GCS  8 (+2), kelemahan otot wajah (+1), kele- mahan tangan (+1), kelemahan kaki (+1), kesulitan berbicara (+0.5), gangguan penglihatan (+1), SDP 145 mmHg (+1) dan DBP 95 mmHg (+1). Instrumen pengkajianini mempunyai nilai diskri- minasi yang kuat (0,87) dibandingkan ROSIER (0,772), LAPSS (0,722) dan FAST (0,699) dan juga mempunyai nilai sensitifitas dan spesifitas yang baik yaitu 83,2 dan 74,1% dibandingkan instrument yang lain. Batmanian et al (2007) menyebutkan apabila ada pasien yang dicurigai stroke datang ke instalasi gawat darurat maka akan dilakukan triage secara cepat dengan kategori ATS prioritas 2 dalam waktu kurang dari 10 menit. Selanjutnya dilakukan initial assessment, pemeriksaan penunjang dan di konsul- tasikan dengan dokter neurologi untuk menentukan apakah pasien memenuhi syarat mendapatkan terapi trombolitik atau tidak. Dalam penelitian ini median waktu dari serangan stroke sampai di lakukan triage di IGD adalah 48 menit, sampai dilakukan CT-scan median waktu 25 menit dan diberikan trombolitik 87 menit. Menunjukkan bahwa dengan pengkajian cepat pada pasien stroke di IGD akan meningkatkan jumlah pasien yang memenuhi syarat mendapatkan terapi trombolitik. PEMBAHASAN Str oke mer upa ka n sa la h sa tu medical emergency yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian (CDC, 2015). Stroke dapat juga dikatakan sebagai kondisi yang merusak dengan digambarkan sebagai gempa bumi di otak. Keru- sakan yang terjadi amat besar mempengaruhi selu- ruh fungsi tubuh mulai gerakan, penglihatan, bicara dan sensasi atau perasaan. Sehingga akibat dari stroke ini tidak hanya dirasakan oleh individu yang menderita tetapi semua yang ada disekitar penderita juga ikut merasakan akibatnya (Mason-Whitehead et al, 2013). Untuk itu AHA dan ASA mengembangkan “Stroke Chain of Survival” yang termasuk dida- lamnya adalah detection (pengenalan tanda dan gejala stroke), dispatch (segera aktivasi EMS), delivery (kecepatan EMS dalam identifikasi, manajemen dan mentransport pasien segera), door (triage yang tepat di stroke center), data (kecepat- an triage, evaluasi dan manajemen di instalasi gawat darurat), decision (stroke expertise dan pemilihan terapi yang tepat), drug (pemberian fibrinolitik atau intra-arterial strategi) dan disposition (memin- dahkan ke stroke unit atau critical care unit). Sehingga “Stroke Chain of Survival” tersebut tidak hanya diketahui oleh tenaga kesehatan baik intra maupun out-of hospital tetapi juga harus diketahui oleh pasien dan anggota keluarga atau masyarakat. Dimana apabila semua langkah tersebut dilakukan dengan baik maka manajemen stroke akan berhasil, 170 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 164–172 akan memperbaiki survival pasien dan pada akhir- nya outcome yang lebih baik akan tercapai (Jauch et al, 2010). Berdasarkan AHA (2010) Guideline “Stroke Chain of Survival” tersebut berfokus pada out-of hospital maupun intra-hospital. Di rumah sakit atau unit gawat darurat “Stroke Chain of Survival” dimulai pada langkah “door” atau triage sebagai pintu masuk pasien di unit gawat darurat. Triage merupakan peran perawat instalasi gawat darurat yang membedakan dengan perawat spesialis yang lain. Triage dimulai ketika pasien baru datang ke instalasi gawat darurat untuk menentukan tingkat keakutan atau prioritas pasien sebagai dasar dalam pemberian tindakan. Proses triage didasarkan pada masalah yang mengancam nyawa atau membutuh- kan tindakan segera. Sehingga pengambilan kepu- tusan triage yang tepat akan berpengaruh pada peningkatan outcome pasien diunit gawat darurat (Considine et al, 2000). Selanjutnya aktivasi protokol manajemen stroke segera dilakukan dengan pertama kali menentukan tipe atau diagnosis stroke yang terjadi pada pasien. Penentuan diagnosis stroke ini penting untuk dilaku- kan sebagai dasar dalam memberikan terapi pada pasien. Diagnosis ini biasanya dilakukan dengan menggunakan CT-Scan untuk membedakan stroke iskemik atau stroke hemoragik. Akan tetapi tidak semua rumah sakit tersedia CT-Scan sehingga sebagai alternatif dapat menggunakan ROSIER, NIHSS atau ETSS (Whelley-Wilson & Newman, 2004). ROSIER scale merupakan skala diagnosis klinis stroke yang simpel, sensitif, spesifik dan cocok digunakan di instalasi gawat darurat. ROSIER scale ini merupakan alternatif untuk mendiangnosis pasien apabila CT-scan tidak tersedia sebagai dasar mem- berikan terapi seperti aspirin dan neuroprotektif. Dengan menggunakan ROSIER maka dapat menge- tahui secara akurat pasien yang dicurigai stroke merupakan pasien stroke atau bukan pasien stroke selain itu juga menggunakan ROSIER mengurangi pasien bukan stroke yang di rujuk sehingga dengan memperkenalkan ROSIER pada petugas di instalasi gawat darurat maka dapat meningkatkan pengeta- huan petugas atau perawat IGD tentang stroke dan meningkatkan kecepatan dan kemampuan petugas atau perawat IGD untuk mendiagnosis pasien yang dicurigai stroke agar dapat segera mendapatkan penanganan yang tepat. Selain itu juga meningkatkan triage untuk menentukan pasien stroke yang harus segera di bawa ke stroke unit sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien (Mohd Nor et al, 2005). Jackson et al (2008) juga menyatakan bahwa ROSIER score merupakan instrumen yang sensitif untuk mengidentifikasi pasien stroke oleh dokter emergency di IGD yang dibuktikan dengan >90% pasien yang dicurigai terkena stroke terkonfirmasi menderita stroke. Diperkuat oleh penelitian Byrne et al yang juga menyatakan bahwa dengan meng- gunakan ROSIER maka perawat mempunyai ke- mampuan mendiagnosis pasien yang dicurigai stroke dengan akurasi yang sama dokter dalam men- diagnosis stroke dengan pemeriksaan neurologis, sehingga mencegah terjadinya keterlambatan da- lam memberikan terapi trombolitik bagi pasien stroke yang memenuhi persyaratan diberikan trombolitik. Selain itu juga ROSIER scale ini sangat cepat dan mudah digunakan saat triage di IGD untuk mengidentifikasi pasien stroke. Dengan semakin cepat mengenali dan mengidentifikasi pasien stroke maka tindakan dapat segera diberikan untuk mening- katkan outcome pasien dengan menurunkan angka kematian dan kecacatan pasien stroke sehingga sangat cocok dan memberikan manfaat apabila diaplikasikan di IGD (Jackson et al, 2008). Di dukung Fothergill et al (2013) yang meng- aplikasikan ROSIER untuk mendeteksi pasien yang dicurigai stroke sebelum dibawa ke rumah sakit menunjukkan bahwa ROSIER tidak lebih baik dari FAST untuk mengidentifikasi pasien stroke sebelum dibawa ke rumah sakit, juga menggunakan ROSIER akan memperlama waktu pasien untuk dibawa kerumah sakit dan memperlambat pemberian terapi penderita stroke yang berakibat fatal sehingga tidak cocok diaplikasikan sebelum pasien dibawa ke rumah sakit. Berbeda dengan penelitian Jiang et al (2014) yang menyatakan bahwa ROSIER tidak efektif untuk membedakan pasien stroke dengan pasien yang mempunyai gejala mirip stroke pada pasien Tionghoa di Hongkong disebabkan karena terdapat perbedaan karakteristik klinis yang mencolok antara dua tempat penelitian seperti perbedaan waktu keda- tangan setelah serangan stroke, manifestasi klinis, lebih sedikit yang disebabkan karena atrial fibrilasi, sedikit pasien yang stroke iskemik/TIA dan tingginya proporsi pasien Tionghoa yang mengalami stroke perdarahan (intracerebral haemorrhage). Selain itu juga disebabkan oleh adanya perbedaan genetik, klinis, lingkungan dan faktor gaya hidup. 171Rachmawati, Peran Perawat dalam Assessment... Di dukung penelitian Mao et al (2016) yang membuat instrumen baru untuk assessment pasien Tionghoa yang dicurigai stroke di instalasi gawat darurat menunjukkan bahwa GZSS(Guangzhou Stroke Scale) mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk mendiagnosis pasien Tionghoa yang dicurigai stroke sehingga efektif membedakan stroke akut atau bukan stroke. Untuk mendiagnosis pasien yang dicurigai stroke juga dapat menggunakan NIHSS (The National Institutes of Health Stroke Scale) atau ETSS (Emergency Triage Stroke Scale). NIHSS dan ETSS dikategorikan dalam 4 level yaitu 0, 1-3, 4-23 dan lebih dari 23. Pada skore 4-23 sebagai guidelines dalam pemberian rtPA, skor dibawah atau lebih dari 4-23 tidak dapat diberikan fibrinolitik atau rtPA. Dari kedua stroke scale diatas ETSS lebih simpel dan mudah untuk digunakan serta dapat memperkirakan kandidat pasien untuk mendapatkan terapi fibrinolitik berdasarkan skor NIHSS antara 4-23. Sehingga menggunakan ETSS akan membu- tuhkan waktu yang singkat dalam diagnosis stroke dan mempercepat pemberian terapi pada pasien stroke (Whelley-Wilson & Newman, 2004). Selain itu dengan menggunakan ETSS akan mencegah keterlambatan pada door-to-imaging time dimana menurut Nolte et al (2013) langkah diagnostik yang krusial sebelum dimulai tindakan adalah cerebral imaging (CT-Scan). Sehingga dengan mengurangi waktu untuk CT-scan, jumlah pasien yang menda- patkan terapi trombolitik akan meningkat. Dengan meningkatnya pemberian terapi trombolitik pada pasien stroke akan menurunkan morbiditas dan mor- talitas pasien (Hoegerl, 2010). Setelah diketahui diagnosis pasien, apabila pasien terdiagnosis stroke iskemik maka segera dilihat waktu awal gejala stroke. Jika diketahui dalam waktu<3 jam, usia 18 tahun maka pertimbangkan segera diberikan terapi trombolitik (baik intravena atau intra-arteri), jika diketahui onset gejala dalam waktu 3-4, 5 jam per timbangka n beri ter api trombolitik tetapi tidak boleh diberikan apabila pasien berusia >80 tahun, stroke berat (skore NIHSS>25), menggunakan obat anti koagulan, riwayat diabetes melitus dan stroke iskemik sebelumnya. Sedangkan jika pasien terdiagnosis stroke hemorrhagic tidak hanya dilakukan pemeriksaan GCS berkala tetapi dapat segera dikonsultasikan ke dokter bedah neurologi, dikontrol tekanan darahnya, monitor peningka ta n TIK da n mengontr ol ganggua n pembekuan darah jika ada (Bergman et al, 2013, Jauch et al, 2010). Dengan demikian adanya ROSIER scale me- mudahkan perawat triage dalam assessment dan diagnosis stroke sehingga akan mempercepat pem- berian tindakan pada pasien serta mengurangi pe- nundaan tindakan yang sering terjadi untuk memak- simalkan outcome pada pasien. KESIMPULAN Tindakan yang diberikan pada pasien stroke didasarkan pada waktu awal penderita mengalami serangan stroke maka perawat dan tenaga kesehat- an yang lain harus secara akurat melakukan assessment untuk pengenalan dini dan diagnosis stroke terutama di rumah sakit yang belum terdapat CT-scan. Salah satu assessment tool yang simple dan sensitif dalam mendiagnosis stroke adalah ROSIER scale yang dapat mengidentifikasi pasien stroke akut dan bukan pasien stroke sebagai dasar dalam melakukan aktivasi manajemen stroke di instalasi gawat darurat. Sehingga semakin cepat pengenalan dini dan diagnosis stroke dilakukan maka tindakan dapat segera diberikan yang akan memak- simalkan outcome pasien stroke. SARAN Diharapkan kepada perawat atau petugas di instalasi gawat darurat menguasai dan menggunakan ROSIER scale untuk mempercepat mengidentifi- kasi pasien yang dicurigai stroke di instalasi gawat darurat. DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.Ja ka rt a: Ba da n Pen el iti an dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Bergman et.al (2012). Assessment Of Stroke: A Review For Ed Nurses.Journal of Emergency Nursing, 38(1), 36. doi: 10.1016/j.jen.2011.08.006 Byrne et al. (2011). Accuracy of stroke diagnosis by registered nurses using the ROSIER tool compared to doctors using neurological assessment on a stroke unit: A prospective audit. International Journal of Nursing Studies 48 (2011) 979–985 Center for Desease Control and Prevention. (2015). Stroke.National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Division for Heart Disease and Stroke Prevention Cline et. al (2012). Tintinalli’s Emergency Medicine Manual. New York: McGraw-Hill Companies. 172 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 164–172 Considine, Ung, & Thomas. (2000). Triage nurses’ decisions using the National Triage Scale for Australian emergency departments.Accident & Emergency Nursing 8, 201–209. Fothergill et al (2013). Does Use of the Recognition Of Stroke In the Emergency Room Stroke Assessment Tool Enhance Stroke Recognition by Ambulance Clinicians?.Stroke. 2013;44:3007-3012, DOI: 10.1161/STROKEAHA.13.000851 Ginsberg. (2008). Lectue Noted Neurologi (d. I. Retno, Trans.). Jakarta: Erlangga. Hoegerl et al. (2010). Implementation of a Stroke Alert Protocol in Emergency Departemet: A pilot study. T he Jour n al of t h e Ameri can Ost eopa th i c Association, Vol 111, No 1 Jackson et al (2008). Validation of the use of the ROSIER strok e re cognit i on i nst rume nt i n an Iri sh emergency department. International Journal of Medical Sciences. 177:189–192, DOI 10.1007/s11845- 008-0159-6 Jauch et. al (2013). Guidelines for the Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. AHA/ASA Guideline, 44, 870-947. doi: 10.1161/ STR.0b013e318284056a Jauch et al (2010). Part 11: Adult Stroke 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmo- nary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.Ci rcul ation(122). doi: DOI: 10.1161/ Circulation aha.110.971044 Jiang et al (2014). Evaluation of the Recognition of Stroke in the Emergency Room (ROSIER) Scale in Chinese Patients in Hong Kong. PLOS ONE, Volume 9, Issue 10, e109762 Keogh, James. (2013). Emergency Nursing. United State Of America: The McGraw-Hill Companies. Mao et al (2016). Development of a new stroke scale in an emergency setting. BMC Neurology (2016) 16:168 Mohd Nor, et al (2005). The Recognition of Stroke in the Emergency Room (ROSIER) scale: development and validation of a stroke recognitioninstrument. Lancet Neurol 2005; 4: 727–34, DOI:10.1016/S1474- 4422(05)70201-5 Mason-Whitehead et. al (2013). Passed without a stroke: A UK mixed method study exploring student nurses’ knowledge of stroke.Nurse Education Today 33, 998–1002. doi : h t tp: / /dx. doi . or g/ 10. 1016/ j.nedt.2012.07.021 Michel. (2009). General principles of acute stroke management. In M. Fisher (Ed.), Handbook of Clinical Neurology, Stroke, Part III (Vol. Vol. 94, pp. 1129). Mosley et. al (2013). Triage assessments and the activation of rapid care protocols for acute stroke patients.Australasian Emergency Nursing Journal, 16, 4-9. doi : h t tp: / / dx. doi. or g/10. 1016/ j.aenj.2012.12.002 Murdoch University. (2019). Systematic Reviews- R ese arc h Guide . ht t ps:/ / libguides.murdoch.edu.au/systematic/PICOdi unduh tanggal 29 Mei 2019 Nolte, Malzahn, Kuhnle, Ploner, Muller-Nordhorn, & Mockel. (2013). Improvement of Door-to-Imaging Time in Acute Stroke Patient by Implementation of an A ll -poi nts Al arm. Jour n al St roke Cerebrovascular Disease, 22(2), 149-153. doi: 10.1016/j.jstrokecerebrovasdis.2011.07.004.Epub 2011 Silvestri, L. A. (2011). Saunders Comprehensive Review for the NCLEX-RN Examination. S.Louise Missouri Sounders Elsevier Taylor et. al (2014). Factors associated with delayed evaluation of patients with potential stroke in US EDs. American Journal of Emergency Medicine 32 1373–1377. doi: h ttp:/ /dx.doi. org/10.1016/ j.ajem.2014.08.047 World Health Organization. (2010). Data and Statistik about Stroke. Diakses https://www.who.int/news- room/fact-sheets/detail/the-top-10-causes-of-death Whelley-Wilson CM, Newman GC. (2004). A Stroke Scale for Emergency Triage. Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases, November-Desember; 13(6): 247-53