251Putri, Analisis Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir 251 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima, 27/05/2019 Disetujui, 09/09/2019 Dipublikasi, 15/04/2019 Kata Kunci: Asfiksia, Bayi Baru Lahir, Faktor Penyebab Abstrak Asfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus, dan mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Angka kejadian bayi dengan asfiksia di Indo- nesia masih berkisar 37 % pada tahun 2013. Terjadinya peningkatan trend kejadian asfiksia pada bayi baru lahir sebesar 0,5-1,3% pada tahun 2012-2014 di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk membuktikan faktor penyebab ibu, faktor talipusat, faktor bayi, dan faktor lain yang berhubungan terhadap kejadian asfiksia. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Besar sampel penelitian 200 bayi baru lahir yang asfiksia, diambil secara random sampling, Pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi rekam medis. Data dianalisis menggunakan analisis univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariate dengan uji regresi logistic berganda. Pada penelitian ini didapatkan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia adalah variabel solusio plasenta, lilitan talipusat, simpul talipusat, paritas, dan BBLR. Variabel kelainan letak merupakan faktor dominan terhadap kejadian asfiksia dengan nilai OR 1,772. Artinya ibu dengan kelainan letak memiliki resiko 1,7 kali lebih besar untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami kelainan letak setelah dikontrol dengan variabel BBLR, solusio plasenta,dan simpul talipusat. © 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan Correspondence Address: Akademi Kebidanan Medika Wiyata- Jawa Timur, Indonesia P-ISSN : 2355-052X Email: nuritanilasari01@gmail.com E-ISSN : 2548-3811 DOI:10.26699/jnk.v6i1.ART.p251–262 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) Nurita Nilasari Bunga Kharisma Arifiana Putri Prodi Kebidanan, Akademi Kebidanan Medika Wiyata Kediri, Indonesia Analisis Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 252 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 251–262 Abstract Neonatal asphyxia is a state in which the baby can not breathe spontane- ously and regularly after birth. This is caused by hypoxia fetus in the uterus, and result in high morbidity and mortality in newborns. The incidence of neonatal asphyxia in Indonesia is still around 37% in 2013. The trend improvement happen asphyxia in newborns of 0.5 to 1.3% in 2012 to 2014 in the Aura Syifa Hospital Kediri. The purpose of this study to prove the causes of maternal, umbilical cord factors, infant factors, and other factors related to asphyxia. The study design was cross-sectional. Sample study of 200 newborns asphyxia, taken by random sampling, data was collected from medical record documenta- tion study. Data were analyzed using univariate, bivariate with chi square test and multivariate logistic regression test. Variables influencing the asphyxia in this study are variable placental abruption, winding umbilikal cord, knot umbilikal cord, parity, and low birth weight, abnormalities location variable layout is a dominant factor against asphyxia with OR 1.772. This means that mothers with the disorder lies the risk 1.7 times more likely to give birth asphyxia compared with women who did not experience abnormal location after controlling for variables low birth weight, placental abruption, and knot umbilikal cord. Analysis of Factors causing of Asphyxia in Newborns Article Information History Article: Received, 27/05/2019 Accepted, 09/09/2019 Published, 15/09/2019 Keywords: Asphyxia, Newborn baby, Causes 253Putri, Analisis Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir PENDAHULUAN Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Penyebab dari hal ini adalah terjadinya hipoksia pada janin di dalam uterus. Hipoksia ini berhubungan dengan faktor yang timbul saat persalinan, atau segera setelah bayi lahir, (Prawirohardjo, 2006). Asfiksia bayi baru lahir merupakan satu diantara penyebab kematian bayi baru lahir di negara sedang berkembang. Diperkira- kan 130 juta bayi baru lahir tiap tahunnya di seluruh dunia, 4 juta pada usia 28 hari pertama kehidupan, ¾ bayi meninggal pada minggu pertama dan ¼ bayi meninggal pada usia 24 jam pertama kehidupan (Hassan dan Alatas, 2005) Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) ta- hun 2002, angka kematian bayi menjadi indicator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak dan setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia hampir 1 juta bayi meninggal. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2013kuranglebih 146.000 bayi usia 0–1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir (0-28 hari) meninggal setiap tahun di Indonesia. AKB di Indonesia adalah sekitar 32 per 1000 Kelahiran Hidup (Kementerian Kesehatan, 2013). Penyebab kematian perinatal (0-7 hari) yang terbanyak adalah respiratory disorders (35,9%) dan premature (32,3%). Sedangkan untuk usia 7– 28 hari penyebab kematian yang terbanyak adalah sepsis neonator ium (20, 5%) da n congenital malformation (18,1%). (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Djaja’ (2002), angka kematian bayi baru lahir di Indonesia menurut SDKI 2002/2003 adalah 20/ 1000 kelahiran hidup, salah satu penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah asfiksia. Di Indonesia prevalensi asfiksia sekitar 3% kelahiran atau setiap tahunnya sekitar 144/900 kelahiran dengan asfiksia sedang dan berat. Faktor yang berkaitan dengan kejadian asfiksia yaitu faktor ibu, faktor bayi, dan faktor tali pusat (Hartatik et al. Pengaruh Umur Kehamilan pada Bayi Baru Lahir dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.H.71). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari 2016 di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri terhadap 1.039 persalinan. Berda- sarkan data tentang persalinan di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri selama periode Januari– Desember 2015 sebanyak 439 persalinan, diperoleh data bahwa sebanyak 391 atau 89% bayi baru lahir mengalami asfiksia,sebanyak 35 atau 7,97% bayi tidak mengalami asfiksia, dan sebanyak 13 atau 2,9% bayi mengalami Intra Uterin Fetal Death (IUFD). Hal ini menunjukkan masih tingginya kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri Tahun 2016. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan catatan rekam medis, terdiri dari faktor ibu (pre eklamsia/ eklamsia, perdarahan abnormal plasenta previa dan solusio plasenta, postdate), faktor tali pusat (lilitan talipusat dan simpul talipusat), faktor bayi (premature, letak sunsang), dan faktor lain (usia ibu, paritas, dan BBLR). Penelitian dilakukan secara cross sectional dengan mengambil subjek untuk meneliti dalam satu waktu yang bersamaan. Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagian bayi baru lahir yang mengalami asfiksia periode bulan Januari- Desember 2015 di Rumah Sakit Aura Syifa Kab. Kediri yaitu sebanyak 200bayi baru lahir. Teknik Samping yang digunakan dalam penelitian ini adalah Probability Sampling Jenis Random Sampling, yaitu pengambilan sample secara acak. Instrumen penelitian mengguanakan lembar daftar tilik, pengo- lahan data editing, coding, entri data dan cleasing, analisis data yaitu univariat, bivariat dengan menggu- nakan uji Chi Square dan multivariate dengan menggunakan uji Regresi Logistic Berganda. HASIL PENELITIAN ANALISIS UNIVARIAT Distribusi Kejadian asfiksia Terjadi Asfiksia 89% Tidak Terjadi Asfiksia 11% Di stribusi Kejadi an Asfi ksi a Gambar 1 Karakteristik Responden Berdasakan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir 254 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 251–262 ibu dengan pre eklamsia/ eklamsia adalah 37,9%. P=0,204 berarti tidak ada beda proporsi yang signifikan dan tidak ada hubungan antara pre eklamsia/ eklamsi dengan kejadian asfiksia Berdasarkan analisis bivariat antara faktor ibu (perdarahan abnormal/ plasenta previa) dengan kejadian asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor penyakit ibu yaitu perdarahan abnormal Berdasarkan Gambar 1 tersebut dapat dijelas- kan bahwa dari 439 bayi baru lahir di RS Aura Syifa Ka b.Kedir i periode Januari-Desember 2015, sebagian besar sebanyak 391 bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, ANALISIS BIVARIAT DENGAN MENGGU- NAKAN UJI CHI SQUARE Berdasarkan analisis bivariat antara faktor ibu (pre eklampsia/ eklampsia) dengan kejadian asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor penyakit ibu yaitu pre eklamsia/ eklamsia sebagian besar sebanyak 18 atau 62,0% bayi yang dilahirkan tidak mengalami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada ibu tidak dengan pre eklamsia/ eklamsia adalah 97,6%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Pre eklamsia/ eklamsia Tidak Terjadi 4 2,3 167 97,6 171 100 0,764 0,204 Terjadi 18 62,0 11 37,9 29 100 (0,340–1,715) Tabel 1 Distribusi Berdasarkan Kejadian Pre eklamsia/Eklamsia pada Ibu Bersalin di RS Aura Syifa Kab. Kediri Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Plasenta previa Tidak Terjadi 3 1,5 187 98,4 190 100 2,019 Terjadi 4 40 6 60 10 100 (0,552-7,387) 0,566 Tabel 2 Distribusi Berdasarkan Kejadian Plasenta Previa pada Ibu Bersalin di RS Aura Syifa Kab. Kediri intrapartum plasenta previa sebagian besar seba- nyak 6 atau 60% bayi yang dilahirkan mengalami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan tidak plasenta previa adalah 98,4%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan plasenta previa adalah 60%. P=0,566 berarti tidak ada beda proporsi yang signifikan dan tidak ada hubungan antara plasenta previa dengan kejadian asfiksia. Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Solusio plasenta Tidak Terjadi 1 0,5 197 99,4 198 100 1,302 0,000 Terjadi 1 50 1 50 2 100 (0,080-21,119) Tabel 3 Distribusi Berdasarkan Kejadian Solusio Plasenta pada Ibu Bersalin di RS Aura Syifa Kab. Kediri 255Putri, Analisis Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Berdasarkan analisis bivariat antara faktor ibu (perdarahan abnormal/ solusio plasenta) dengan kejadian asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor penyakit ibu yaitu perdarahan abnormal intrapartum solusio plasenta sebagian besar seba- nyak 13 atau 65% bayi yang dilahirkan tidak menga- lami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada ibu tidak dengan solusio plasenta adalah 99,4%. Sedang- kan proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan solusio plasenta adalah 50%. P=0,000 berarti ada beda proporsi yang signifikan dan ada hubungan antara solusio plasenta dengan kejadian asfiksia. OR= 1,3 berarti ibu dengan solusio plasenta berpeluang mengalami kejadian asfiksia 1,3 kali lebih besar. Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Postmatur Tidak Terjadi 3 1,6 177 98,3 180 100 0,673 0,326 Terjadi 13 65 7 35 20 100 (0,256-1,766) Tabel 4 Distribusi Berdasarkan Kejadian Postmatur pada Ibu Bersalin di RS Aura Syifa Kab. Kediri Berdasarkan analisis bivariat antara faktor ibu (postmatur) dengan kejadian asfiksia, dapat diinter- pretasikan bahwa dari faktor penyakit ibu yaitu postmatur sebagian besar sebanyak 13 atau 65% bayi yang dilahirkan juga termasuk dalam kategori tidak mengalami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada ibu tidak dengan postmatur adalah 98,3%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan postmatur adalah 35%. P=0,326 berarti tidak ada beda proporsi yang signifikan dan tidak ada hubunga n antara postmatur dengan kejadian asfiksia. Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Lilitan Talipusat Tidak Terjadi 3 1,6 179 98,3 182 100 0,811 0,027 Terjadi 11 61,1 7 38,8 18 100 (0,301–2,188) Tabel 5 Distribusi Berdasarkan Kejadian Lilitan Talipusat pada Bayi Baru Lahir di RS Aura Syifa Kab.Kediri Berdasarkan analisis bivariat faktor talipusat (lilitan talipusat) dengan kejadian asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor penyakit talipusat yaitu lilitan talipusat sebagian besar sebanyak 11 atau 61,1% bayi yang dilahirkan tidak mengalami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada ibu tidak dengan lilitan talipusat adalah 98,3%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan lilitan talipusat adalah 35%. P=0,027 berarti ada beda proporsi yang signifikan dan ada hubungan antara lilitan talipusat dengan kejadian asfiksia. OR=0,811 yang berarti bahwa ibu yang tidak terjadi lilitan talipusat mempunyai 1,2 kali peluang dibandingkan yang terjadi dengan lilitan talipusat. Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Simpul Talipusat Tidak Terjadi 1 0,5 193 99,5 194 100 1,310 0,000 Terjadi 3 50 3 50 6 100 (0,258–6,652) Tabel 6 Distribusi Berdasarkan Kejadian Simpul Talipusat pada Bayi Baru Lahir di RS Aura Syifa Kab. Kediri 256 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 251–262 Berdasarkan analisis bivariat antara faktor talipusat (simpul talipusat) dengan kejadian asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor penyakit talipusat yaitu simpul talipusat, setengahnya sebanyak 3 atau 50% bayi yang dilahirkan termasuk dalam katergori tidak terjadi asfiksia, dan setengah- nya lagi yaitu sebayak 3 atau 50% bayi yang dilahir- kan mengalami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada ibu tidak dengan simpul talipusat adalah 99,5%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan lilitan talipusat adalah 50%. P=0,000 berarti ada beda proporsi yang signifikan dan ada hubungan antara simpul talipusat dengan kejadian asfiksia. OR=1,310 yang berarti bahwa ibu yang terjadi simpul talipusat mempunyai 1,3 kali peluang diban- dingkan yang tidak terjadi simpul talipusat. Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Prematur Tidak Terjadi 3 1,6 181 98,3 184 100 0,406 1,673 Terjadi 12 75 4 25 16 100 (0,126–1,305) Tabel 7 Distribusi Berdasarkan Kejadian Premature pada Bayi Baru Lahir di RS Aura Syifa Kab. Kediri Berdasarkan ananalisis bivariat faktor penyakit bayi (prematur) dengan kejadian asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor penyakit bayi yaitu prematur sebagian besar sebanyak 12 atau 75% bayi yang dilahirkan tidak mengalami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada bayi tidak dengan prematur adalah 98,3%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada bayi dengan prematur adalah 25%. P=1,673 berarti tidak ada beda proporsi yang signifikan dan tidak ada hubungan antara prematur dengan kejadian asfiksia. Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Kelainan Letak Tidak Terjadi 8 4,9 153 95,0 161 100 1,679 1,619 Terjadi 19 48,7 20 51,1 39 100 (0,831-3,394) Tabel 8 Distribusi Berdasarkan Kejadian Kelainan Letak pada Bayi Baru Lahir di RS Aura Syifa Kab. Kediri Berdasarkan analisis bivariat antara faktor penyakit bayi (kelainan letak) dengan kejadian asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor penyakit bayi yaitu kelainan letak sebagian besar sebanyak 20 atau 51,1% bayi yang dilahirkan termasuk dalam kategori beresiko terjadi asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada bayi tidak dengan kelainan letak adalah 95,0%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada bayi dengan kelainan letak adalah 51,1%. P=1,619 berarti tidak ada beda proporsi yang signifikan dan tidak ada hubungan antara kelainan letak dengan kejadian asfiksia. Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Usia Ibu Bersalin Tidak Beresiko 2 1,1 173 98,8 175 100 1,231 0,073 Beresiko 13 52 12 48 25 100 (0,531–2,850) Tabel 9 Distribusi Berdasarkan Usia Ibu Bersalin di RS Aura Syifa Kab.Kediri 257Putri, Analisis Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir MULTIVARIAT Dari Tabel 12, ke empat variabel tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian asfiksia. Dapat diketahui bahwa variabel kelainan letak merupakan faktor dominan terhadap kejadian asfiksia. Hal ini berdasarkan nilai dari variabel kelainan letak yang memiliki tingkat resiko lebih besar untuk melahirkan bayi dengan asfiksia dibandingkan dengan variabel lainnya, yaitu nilai OR sebesar 1,772 (95% CI 0,862-3,642), setelah dikontrol oleh variabel BBLR, solusio plasenta, dan simpul talipusat. Berdasarkan analisis bivariat faktor lain yang berhubungan (usia ibu) dengan kejadian asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor lain yang berhubungan dengan kejadian asfiksia yaitu usia ibu bersalin sebagian besar sebanyak 13 atau 52% bayi yang dilahirkan tidak mengalami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan usia tidak beresiko adalah 98,8%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan usia beresiko adalah 48%. P=0,073 berarti tidak ada beda proporsi yang signifikan dan tidak ada hubungan antara usia ibu bersalin dengan kejadian asfiksia. Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % Paritas Tidak Beresiko 3 1,6 185 98,9 187 100 1,122 0,000 Beresiko 7 53,8 6 46,1 13 100 (0,363-3,466) Tabel 10 Distribusi Berdasarkan Paritas Ibu di RS Aura Syifa Kab. Kediri Berdasarkan analisis bivariat antara faktor lain yang berhubungan (jumlah paritas) dengan kejadian asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor lain yang berhubungan yaitu jumlah paritas ibu bersalin dengan kejadian asfiksia sebagian besar sebanyak 7 atau 53,8% bayi yang dilahirkan tidak beresiko mengalami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan paritas tidak beresiko adalah 98,9%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada ibu dengan paritas beresiko adalah 46,1%. P=0,000 berarti ada beda proporsi yang signifikan dan ada hubungan antara simpul talipusat dengan kejadian asfiksia. OR=1,122 yang berarti bahwa ibu yang dengan paritas beresiko mempunyai 1,1 kali peluang dibandingkan yang tidak dengan paritas beresiko. Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia Total OR (95% CI) P valueTidak Terjadi Terjadi N % N % N % BBLR Tidak Terjadi 5 2,8 172 96,6 178 100 1,093 0,000 Terjadi 12 54,5 10 45,4 22 100 (0,449-2,662) Tabel 11 Distribusi Berdasarkan Kejadian BBLR pada Bayi Baru Lahir di RS Aura Syifa Kab. Kediri Berdasarkan analisis bivariat antara faktor lain yang berhubungan (BBLR) dengan kejadia asfiksia, dapat diinterpretasikan bahwa dari faktor lain yang berhubungan yaitu BBLR dengan kejadian asfiksia sebagian besar sebanyak 12 atau 54,5% bayi yang dilahirkan tidak beresiko mengalami asfiksia. Proporsi kejadian asfiksia pada bayi yang tidak BBLR adalah 96,6%. Sedangkan proporsi kejadian asfiksia pada bayi dengan BBLR adalah 45,4%. P=0,000 berarti ada beda proporsi yang signifikan dan ada hubungan antara BBLR dengan kejadian asfiksia. OR=1,093 yang berarti bahwa bayi dengan BBLR mempunyai 1,0 kali peluang dibandingkan yang tidak BBLR. 258 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 251–262 PEMBAHASAN Variabel Faktor Ibu Penyebab Kejadian Asfiksia Dari data hasil penelitian dapat diintepretasikan bahwa berdasarkan empat faktor ibu yang dapat mengakibatkan bayi lahir dengan asfiksia, yaitu pre eklamsia/ eklamsia, plasenta previa, solusio plasenta dan postmatur. Dalam penelitian ini, faktor pre eklamsia/ eklampia, plasenta previa, dan postmatur memperoleh nilai p value >0,05 yang berarti ketiga faktor tersebut tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian asfiksia. Namun demikian ketiga faktor tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tingkat resiko yang terjadi pada kejadian asfiksia, yaitu faktor pre eklamsia/ eklamsi memiliki nilai OR 0,764 (95% CI 0,340-1,715) yang berarti ibu dengan pre eklamsia/ eklamsia beresiko untuk melahirkan bayi dengan asfiksia sebesar 0,7 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu tidak dengan pre eklamsia/ eklamsia. Begitu pula dengan faktor plasenta previa yang memperoleh hasil nilai OR 2,019 (95% CI 0,552- 7,387) yang berarti bahwa ibu dengan kejadian plasenta previa akan lebih beresiko untuk melahirkan bayi dengan asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak ada komplikasi plasenta previa sebesar 2,0 kali lebih besar. Sedangkan pada ibu postmatur memiliki tingkat resiko OR 0,673 (95% CI 0,256-1,766) yang berarti bahwa ibu dengan postmatur memiliki resiko sebesar 0,6 kali lebih besar untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu dengan usia kehamilan aterm. Batasan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan trimester tiga. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguanpenyulit terhadap ibu maupun janin. Menurut Cunningham (2006), arteri spiralis desisua mengalami ruptur sehingga menye- babkan hematom retroplasenta, yang menyebabkan semakin banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Bagian plasenta yang memisah dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat berkontraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek. Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai perdarahan ekternal. Penyulit yang ditimbulkan dari solusio plasenta ini dapat berpe- ngaruh terhadap keadaan janin dalam rahim, tergan- tung luas plasenta yang lepas dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai kematian janin dalam rahim, (Manuaba, 2007). Dalam hal ini terdapat kesesuian dengan penelitian yang dilakukan oleh Evi, D. (2008) yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara solusio plasenta dengan kejadian asfiksia neonatorum, yang terdapat dalam Jurnal tentang Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Asfik- sia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSUD Kabupaten Rokan Hulu (2013), bahwa analisis yang diperoleh nilai p value 0,0005. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai p value<0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara solusio plasenta dengan kejadian asfiksia neonatorum. Dari hasil analisis diperoleh nilai r=0,129 menunjukkan bahwa kekuatan hubungan solusio plasenta dengan kejadian asfiksia neonatorum tersebut adalah lemah. Variabel Faktor Talipusat Penyebab Kejadian Asfiksia Dari data hasil penelitian dapat diintepretasikan bahwa berdasarkan dua faktor talipusat yang dapat mengakibatkan bayi lahir dengan asfiksia, yaitu lilitan talipusat dan simpul talipusat, dalam penelitian ini kedua faktor tersebut memperoleh nilai p value < 0,05 yang berarti kedua faktor tersebut memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian asfikisia. No. Variabel Wald Sig OR 95% CI 1 BBLR 0,259 0,611 1,266 0,510-3,143 2 Solusio plasenta 0,086 0,769 1,519 0,093-24,829 3 Simpul talipusat 0,250 0,617 1,519 0,295-7,817 4 Kelainan Letak 2,425 0,119 1,772 0,862-3,642 Tabel 12 Model akhir analisis multivariat menggunakan Regresi Logistic Berganda terhadap kejadian asfiksia pada bayi baru lahir 259Putri, Analisis Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Lilitan tali pusat biasanya terdapat pada leher anak. Lilitan tali pusat menyebabkan tali pusat menjadi relatif pendek dan mungkin juga menye- babkan letak defleksi.Setelah kepala anak lahir lilitan perlu segera dibebaskan melalui kepala atau digun- ting antara 2 klem.Terjadinya lilitan tali pusat dapat mengurangi suplai oksigen pada janin karena terje- ratnya pembuluh darah yang berada pada tali pusat, sehingga peredaran darah pada janin tidak lancar, (Prawirohardjo, 2000). Tali pusat mempunyai dua arteri umbilikalis dan sebuah vena umbilikalis dan dilindungi oleh selei Wharton, sehingga terhindar dari tekanan yang da- pat mengganggu sirkulasi dari dan ke janin. Gerakan janin yang begitu aktif dapat menimbulkan simpul sejati sering juga dijumpai. Sebagian simpul sejati ini tidak menimbulkan asfiksia intrauterin dan kematian janin, karena masih dilindungi oleh selei Wharton. Bila simpul tersebut demikian eratnya sehingga menutup sama sekali pembuluh darah umbilikalis dapat dipastikan terjadi kematian janin dalam rahim, (Manuaba, 2007). Berdasarkan penelitian Katiandagho N. et al (2015), dalam Jurnal Ilmiah Bidan Vol. 3 No.2 tentang Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum, menjelaskan bahwa faktor talipusat merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia neonatorum (nilai p value 0,011 untuk lilitan talipusat (<0,005)) meskipun pada tahun 2011 dan 2012 terdapat hubungan antara faktor talipusat tidak terlalu membahayakan, lilitan talipusat menjadi berbahaya ketika memasuki proses persalinan dan terjadi kontraksi rahim atau mulas dan kepala janin mulai turun memasuki saluran persalinan, lilitan talipusat menjadi semakin erat pada pembuluh darah talipusat, akibatnya suplai darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi berkurang dan mengakibatkan bayi menjadi sesak napas dan hipoksia dan bila jumlah lilitan lebih dari sekali akan meningkatkan mortalitas perinatal. Lilitan talipusat yang erat menyebabkan gangguan atau kompresi pada pembuluh darah umbilical, dan bila berlangsung lama akan menyebabkan hipoksia janin. Variabel Faktor Bayi Penyebab Kejadian Asfiksia Dari data hasil penelitian dapat diintepretasikan bahwa berdasarkan dua faktor bayi yang dapat mengakibatkan bayi lahir dengan asfiksia, yaitu prematur dan kelainan letak dalam penelitian ini, faktor prematur dan kelainan letak memperoleh nilai p value>0,05 yang berarti kedua faktor tersebut tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian asfiksia Menurut Manuaba (2007), pada bayi yang lahir preterm (kurang bulan) organ tubuhnya belum matur hal ini menyebabkan sistem pernafasan khususnya paru-paru bayi belum bekerja optimal, surfaktan masih kurang sehingga ada kemungkinan paru me- ngalami gangguan perkembangan, otot pernafasan masih lemah sehingga tangis ba yi prema tur terdengar lemah dan merintih akibatnya bayi bisa mengalami asfiksia. Morales (1987, dalam Wikjosas- tro 2010), mengumumkan bahwa bayi yang lahir preterm memiliki resiko distress pernafasan 3 kali lebih besar. Berdasarkan hasil analisis bivariat Fisher’s Exact dalam Jurnal Faktor-Faktor yang Berhu- bungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (studi di RSUP Tugurejo Semarang), bahwa koreksi yang diperoleh p value sebesar 0,458 (>0,05), yang berarti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara prematuritas dengan kejadian asfiksia neona- torum. Bayi prematur adalah bayi lahir dari kehamil- an antara 28 minggu-36 minggu. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin muda masa kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna. Prognosis juga sema- kin buruk. Karena masih belum berfungsinya organ tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia. Salah satu komplikasi persalinan letak sungsang adalah asfiksia, dapat disebabkan oleh kemacetan persalinan kepala: aspirasi air ketuban-lendir, perda- rahan atau edema jaringan otak, kerusakan medula oblongata, kerusakan persendian tulang leher, kematian bayi akibat asfiksia berat. Berdasarkan Jurnal tentang Karakteristik Persalinan Letak Sung- sang di RSUP Prof. Dr. R. Kandou Manado Periode 1 Januari-31 Desember 2014, menyebutkan bahwa distribusi persalinan letak sungsang berdasar- kan apgar score sebagian besar bayi yang lahir tidak mengalami asfiksia, 128 kasus (59,8%). Pada asfiksia ringan terdapat 62 kasus (29%), asfiksia berat 10 kasus (4,67%), sedangkan pada lahir mati terdapat 14 kasus (6,54%). Pada persalinan normal, asfiksia jarang terjadi, sebagian besar bayi baru lahir dengan apgar score 8-10. Biasanya asfiksia terjadi karena terganggunya aliran darah umbilikalis mendadak yang terjadi trauma akibat kompresi 260 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 251–262 sehingga mendadak berhenti, solusio plasenta, hipoksia, dan hipotensi maternal mendadak. Apgar skor pada bayi baru lahir pada bayi sungsang aterm ditemui 79 bayi (64%) mempunyai apgar skor 7. Variabel Faktor Lain Penyebab Kejadian Asfiksia Dari data hasil penelitian dapat diintepretasikan bahwa berdasarkan tiga faktor lain yang dapat mengakibatkan bayi lahir dengan asfiksia, yaitu usia ibu, paritas, dan BBLR, dalam penelitian ini, faktor usia memperoleh nilai p value >0,05 yang berarti faktor tersebut tidak memiliki hubungan yang ber- makna dengan kejadian asfikisia sedangkan untuk variabel paritas dan BBLR memperoleh hasil p value <0,05, yang berarti ada hubungan yang bermakna dengan kejadian asfiksia. Pada umur kurang dari 20 tahun, organ repro- duksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan mudah mengalami komplikasi. Selain itu kekuatan otot perineum dan otot perut belum bekerja secara optimal. Kehamilan yang terlalu muda dan terlalu tua termasuk kriteria dalam kehamilan resiko tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian pada ibu maupun janin (Wiknjosastro, 2010). Dari hasil penelitian dalam Jurnal Maternity and Neonatal Vol 1 no 2 (2013), tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir, menyebutkan bahwa dari hasil analisis diperoleh nilai p value= 0,34. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai p value>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan asfiksia neona- torum. Paritas adalah jumlah kehamilan yang mengha- silkan janin yang mampu hidup diluar rahim (28 minggu). Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehami- lan maupun selama proses persalinan. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal dan neonatal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Pada primigra- vida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila diban- dingkan multigravida, terutama primigravida muda (Wiknjosastro, 2010). Menurut penelitian Muliawati, D. (2015) tentang hubungan riwayat hipertensi, paritas, umur kehamilan, dan anemia dengan asfiksia neonatorum, menyebutkan bahwa terdapat hubung- an yang positif dan secara statistik signifikan antara paritas dengan resiko untuk melahirkan bayi dengan asfiksia (OR 3,43 CI 95% 1,08-10,88 p value 0,036). Oxon (1996), mengemukakan bahwa depresi pernafasan bayi baru lahir dikarenakan kehamilan dan faktor persalinan. Faktor kehamilan dari sebab maternal salah satunya adalah grandemultipara. Pada kehamilan dengan 3 atau lebih dapat mening- katkan resiko terjadinya komplikasi. Asfiksia banyak dialami oleh bayi BBLR dikarenakan bayi BBLR memiliki beberapa masalah yang timbul dalam jangka pendek diantaranya gang- guan metabolik, gangguan imunitas seperti ikterus, gangguan pernafasan seperti asfiksia, paru belum berkembang sehingga belum kuat melakukan adap- tasi dari intrauterin ke ekstrauterin. BBLR cende- rung mengalami kesulitan dalam melakukan transisi akibat berbagai penurunan pada sistem pernafasan diantaranya: penurunan jumlah alveoli fungsional, defisiensi kadar surfaktan, lumen pada sistem pernafasan lebih kecil, jalan napas lebih sering kolaps dan mengalami obstruksi, kapiler paru mudah rusak dan tidak matur, otot pernafasan yang mash lemah sehingga sering terjadi apnoea, asfiksia, dan sin- droma gangguan pernapasan. Analisis Variabel Dominan terhadap Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri Tahun 2016 Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan uji Regresi Logistik Berganda dengan variabel BBLR, solusio plasenta, simpul talipusat, dan kelainan letak, bahwa ke empat variabel tersebut tidak memiliki hubungan yang ber- makna dengan kejadian asfiksia yaitu dengan perolehan nilai p value>0,05. Dalam penelitian ini, faktor kelainan letak meliputi beberapa kasus yang dapat menyebabkan kejadaan asfiksia, diantaranya adalah letak sungsang (14 atau 35,8%), persalinan gemelli (30,7%), dan ketuban bercampur mekonium (13 atau 33,3%). Kelainan letak terhadap kejadian asfiksia merupakan faktor yang dominan untuk terjadinya kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri Tahun 2016, meskipun dengan nilai p value >0,05, faktor kelainan letak 261Putri, Analisis Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir tetap dianggap paling dominan untuk mempengaruhi kejadian asfiksia, hal ini berdasarkan nilai tingkat resiko faktor kelainan letak merupakan tertinggi dibandingan dengan faktor yang lain yaitu sebesar OR 1,772 (95% CI 0,862-3,642). Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Januari-Desember 2013, berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa nilai Apgar nor mal (58,6%) memiliki distribusi yang lebih besar dari asfiksia sedang dan asfiksia berat pada pemeriksaan nilai Apgar menit ke-1 bayi BBLR. Nilai apgar normal juga memiliki distribusi yang lebih besar pada pemeriksaan nilai Apgar menit ke 5 (75,7%). Bayi BBLR preterm cenderung memiliki nilai Apgar yang lebih rendah daripada bayi cukup bulan karena imaturitas neurologis mempengaruhi tonus otot, memperlambat reflek dan warna merah kebiruan pada kulit. Selain itu berat lahir rendah pada bayi akan mengganggu kematangan organ dan tubuh bayi yang belum sempurna (prematuritas) sehingga dapat mengaki- batkan nilai Apgar rendah. Kematangan dan fungsi organ juga dapat dipengaruhi oleh gangguan pertum- buhan intar uterin a tau Intra Uterin Growth Restriction (IUGR). Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji chi square yang dilakukan pada faktor resiko yang diteliti, tidak didapatkan hubungan yang signifikan pada nilai apgar menit ke-5 (p=0,285). Penelitian yang dilakukan Onama pada tahun 2003 terhadap 1479 bayi di Uganda, tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antar berat badan dengan nilai apgar (p=0,08). Hal ini disebabkan karena adanya faktor lain yang mempengaruhi nilai apgar selain berat badan lahir. Berdasarkan Jurnal e-Clinic Vol. 3 No. 1 tentang Karakteristik Persalinan Kembar di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, menyebutkan bahwa faktor resiko dengan persalinan kembar da- lam penelitiannya adalah usia kehamilan (rerata usia kehamialn ibu adalah 37-40 minggu), berat badan lahir (banyak bayi kembar dengan berat badan lahir dibawah 2500 gram, dan terdapat perbedaan berat badan antar kedua bayi kembar), apgar skor (seba- gian besar menunjukkan baik jika bayi yang dilahir- kan merupakan bayi sehat). Dalam penelitiannya yang terbanyak adalah apgar skor 7-9, yaitu 32,2 %. Interpretasi untuk apgar skor lebih dari 7 adalah bayi dilahirkan sehat dan tidak memerlukan tindakan medis untuk memperbaiki keadaan. Dalam penelitian ini, faktor kelainan letak meru- pakan faktor yang paling dominan untuk terjadinya kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RS Aura Syifa Kabupaten Kediri Tahun 2016. Faktor kelainan letak memperoleh nilai p value sebesar 0,119 OR 1,772 (95% CI 0,862-3,642). Hal ini menunjukkan bahwa faktor kelainan letak tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian asfiksia. Kategori kejadian asfiksia dalam penelitian ini terdiri dari 2 kategori, yaitu tidak terjadi asfiksia (dengan apgar skor 4-9) dan terjadi asfiksia (0-3). Sedangkan untuk tingkat resiko kelainan letak sebesar 1,7 kali lebih besar untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu tidak dengan kelainan letak. KESIMPULAN Hampir setengahnya (44%) bayi baru lahir di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri me- ngalami asfiksia, lebih besar daripada angka nasional menurut Riskesdas (2007), yaitu sebesar 37%. Pada univariat, selain faktor kelainan letak, pre eklamsia/ eklamsia memperoleh frekuensi yang tinggi terhadap kejadian asfiksia, yaitu sebesar 29 kasus. Pada faktor ibu, hanya solusio plasenta yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian asfiksia. Pada faktor talipusat, faktor lilitan dan simpul talipusat berhubungan bermakna dengan kejadian asfiksia. Faktor bayi, tidak ada yang berhubungan dengan kejadian asfiksia. Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian asfiksia adalah faktor paritas dan BBLR memiliki hubungan bermakna dengan kejadian asfiksia. Dalam penelitian ini, faktor kelainan letak merupakan variabel dominan terhadap kejadian asfiksia (OR: 1,772; CI 95%). Kelainan letak terhadap kejadian asfiksia pada frekuensi univariat sebesar 19,5%, sedangkan peluang pada analisis bivariat sebesar 51,5%, maka kontribusi kelainan letak terhadap kejadian asfiksia sebesar 10%. SARAN Bagi setiap pemberi pelayanan kesehatan perlu meningkatkan pengetahuan dan skill dengan harapan dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan benar sesuai Standart Operasional Procedures (SOP) tinda ka n. Sehingga da pa t mela kuka n penanganan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dengan sesegera mungkin dan dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh kejadian asfiksia tanpa 262 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 251–262 membedakan status sosial pasien, serta mening- katkan mutu pelayanan kebidanan. Bagi Pasien, disarankan kepada seluruh ibu hamil untuk lebih rutin memeriksakan kehamilannya, rutin minimal 4 kali selama kehamilan. Serta mem- baca dan memahami buku KIA yang diberikan oleh petugas kesehatan saat pertama kali terdeteksi hamil. Serta menanyakan segala sesuatu yang kurang dipahami kepada tenaga kesehatan menge- nai isi dari buku KIA, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi kelainan letak saat hamil dan bersalin. Bagi Instansi Pemerintahan, bagi instansi pemerintahan untuk lebih mengadakan program pelatihan terbaru tentang penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bagi tenaga kesehatan sesuai dengan perkembangan ilmu, dan program kelas khusus wanita usia reproduksi tentang pencegahan yang dapat dilakukan oleh wanita usia subur tersebut bersama keluarga, sehingga dapa t mencegah terjadinya komplikasi bayi baru lahir saat terjadi proses perslainan, serta memberikan KIE tentang pentingnya kesehatan ibu dan anak terutama pada Safe Motherhood dan Antenatal Care (ANC). Peneliti Selanjutnya, dapat melanjutkan pene- litian tentang faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia dengan melibatkan variabel yang lebih banyak lagi dan dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. DAFTAR PUSTAKA Cunningham, F. (2006). Obstetri William vol. 1. Jakarta: EGC Djaja, S., & Soemantri, S. (2002). Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal) Dan Sistem Pelayanan Kesehatan Yang Berkaitan Di Indonesia Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Puslitbang Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes. 155-158 Gilang, Notoadmodjo, H., & Rachmawati, Maya D. (2005). Jurnal Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi di RSUP Tugurejo Semarang). 193-198 Hartatik, D. & Yuliaswati, E. (2013). Pengaruh Umur Kehamilan pada Bayi Baru Lahir Dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Gaster Volume 10 Nomor 1. 71-76 Hassan, R., & Alatas H. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Herawati, R. (2013). Jurnal tentang Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSUD Rokan Hulu. Jurnal Maternity dan Neonatal Vol 1 No 2. 75-85 Lumempow, I., Kaeng, J. J., & Rarung, R. Max. (2015). Karakteristik Persalinan Kembar di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCI) Vol. 3 No. 1. 193-198 Katiandagho, N. & Kusmiyati. (2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neona- torum. Jurnal Ilmiah Bidan Vol. 3 No. 2. 28-38 Manuaba, I. (2007). Ilmu Kebidanan Penyakit Kan- dungan dan Keluarga Berencana untuk Pendi- dikan Bidan. Jakarta: EGC. Muliawati, D. (2015). Hubungan antara Riwayat Hipertensi, Paritas, Umur Kehamilan, dan Anemia Terhadap Kejadian Asfiksia pada Ibu Bersalin Preeklampsia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Oxorn. (2003). Patologi dan Fisiologi Persalinan. Essentia Medika. Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Wikjosastro, H. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Wikjosastro, H. (2010). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.