142 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 142–147 142 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Penurunan Hemoglobin pada Penyakit Ginjal Kronik Setelah Hemodialisis di RSU “KH” Batu Wiwik Agustina1, Erlina Kusuma Wardani2 1Prodi Keperawatan, STIKes Maharani Malang, Indonesia 2Perawat, Rumah Sakit Baptis Batu, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima, 10/07/2019 Disetujui, 23/07/2019 Dipublikasi, 01/08/2019 Kata Kunci: Hemodialisis, Hemoglobin , Penyakit Ginjal Kronik Abstrak Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kondisi irreversible dimana fungsi ginjal menurun dari waktu ke waktu. Kondisi fungsi ginjal memburuk, kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang memadai terganggu, sehingga terjadi anemia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar Hb pre dengan post Hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik di RSU “KH” Batu. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif yang meng- gunakan desain cross sectional dengan menggunakan teknik Quota Sam- pling. Sampel yang dipilih adalah 20 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Data diambil dengan cara melakukan pengecekkan kadar Hb secara langsung pada responden. Uji statistik menggunakan uji t-test berpasangan didapatkan nilai rerata kadar Hb pre Hemodialisis adalah 7,38 dan rerata kadar Hb post Hemodialisis adalah 7,10. Hasil uji t-test berpasangan didapatkan nilai p=0,039 (p<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar Hb pre dengan post Hemo- dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik, dimana kadar Hb post Hemodialisis lebih rendah daripada kadar Hb pre Hemodialisis. Hal tersebut dikarenakan sejumlah kecil darah biasanya tertinggal di dalam dialiser. Hal ini dapat men- jadi sumber kekurangan zat besi dari waktu ke waktu, sehingga menimbulkan anemia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang penanganan ane- mia pada pasien Penyakit Ginjal Kronik yang menjalani terapi Hemodialisis. © 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan Correspondence Address: Poltekkes Kemenkes Malang - Jawa Timur, Indonesia P-ISSN : 2355-052X Email: nerswika@gmail.com E-ISSN : 2548-3811 DOI: 10.26699/jnk.v6i2.ART.p142-147 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 143Agustina, Wardani, Penurunan Hemoglobin pada... Abstract Chronic Kidney Disease (CKD) is an irreversible condition in which kid- ney function decreases over the times. The condition of kidney function worsens and the ability to produce adequate erythropoietin is disrupted, it causes anemia. The purpose of this study is to know the differences between pre-Hb levels with post Hemodialysis in patients with chronic renal failure at “KH” Batu Hospital. The type of research used is descriptive quantita- tive which uses a cross sectional design by applying the Quota Sampling technique. The sample chosen was 20 respondents who met the inclusion criteria. Data was taken by checking the Hb level directly on the respon- dents. The statistical test using the paired t-test obtained the mean value of pre hemodialysis hemoglobin level; 7.38 and the mean post hemodialysis Hb level is 7.10. The results of the paired t-test obtained p = 0.039 (p <0.05). The results of this study indicate that there is a significant differ- ence between pre Hb and post Hemodialysis levels in patients with chronic renal failure, where post Hemodialysis Hb levels are lower than pre hemo- dialysis Hb levels. This is because a small amount of blood is usually left in the dialyzer. This can cause iron deficiency over time and it is causing anemia. Therefore, it is necessary to do research on the treatment of ane- mia in patients with Chronic Renal Failure undergoing Hemodialysis therapy. Decreasing Haemoglobin in Chronic Kidney Diseases Post Hemodialisis in “KH” Batu Hospital Article Information History Article: Received, 10/07/2019 Accepted, 23/07/2019 Published, 01/08/2019 Keywords: Hemodialysis, Hemoglobin, Chronic Kidney Failure 144 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 142–147 PENDAHULUAN Cronic Kidney Disease (CKD) adalah kondisi irreversible dimana fungsi ginjal menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perla- han dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak menyadari bahwa kondisi mereka telah parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk, kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang memadai terganggu, sehingga terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan akhirnya terjadi anemia (Denise, 2011). Sebagian besar pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK) mengalami kematian akibat komplikasi kardiovaskular, hanya sebagian kecil yang mencapai tahap terminal (stadium V) yang memerlukan pengobatan pengganti ginjal. Hemodialisis (HD) masih merupakan terapi pengganti ginjal utama disamping peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal di sebagian besar negara di dunia. HD dapat didefi- nisikan sebagai suatu proses pemisahan atau penya- ringan atau pembersihan darah melalui suatu mem- bran semipermeabel yang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal baik yang kronik maupun akut (Setiati, 2014). Pada proses Hemodialisis terjadi difusi larutan antara darah dan dialisat yang mengalir kearah ber- lawanan, dan dipisahkan oleh membran semiper- meabel. Masalah yang paling sering muncul adalah instabilitas kardiovaskuler selama dialisis, dan sulit- nya mendapatkan akses vaskular. Selain itu, pada pr oses hemodia lisis da pat ter ja di defisiensi erythropoietin, dan terjadi kehilangan darah yaitu terjadinya retensi darah pada dialiser atau tubing pada mesin Hemodialisis sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb dalam darah (Muttaqin, 2012). Hemoglobin (Hb) adalah metalprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah dalam darah. Molekul Hb terdiri dari globin, apoprotein dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Hb adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah (Evelyn, 2009). Prevalensi populasi umur 15 tahun yang terdiagnosis GGK sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi GGK di negara- negara lain (Riskesdas, 2013). Hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi GGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang terdiagnosis GGK se- dangkan sebagian besar GGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35- 44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%) (Riskesdas, 2013). Indonesian Renal Registry (IRR) adalah kegiat- an pengumpulan data yang berkaitan dengan data pasien yang menjalani dialisis, transplantasi ginjal serta data epidemiologi penyakit ginjal dan hipertensi di Indonesia. IRR merupakan program Perhim- punan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) yang dimulai sejak tahun 2007. Data dikumpulkan dari seluruh fasilitas pelayanan dialisis di Indonesia baik di dalam maupun di luar rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta. Hingga pada bulan Oktober 2016 terdapat 169 dari total 382 fasilitas pelayanan dialisis di Indonesia yang mengirim- kan data (44,2%). Data IRR dari 249 renal unit yang melapor, tercatat 30.554 pasien aktif menjalani diali- sis pada tahun 2015, sebagian besar adalah pasien dengan GGK (Indonesian Renal Registry, 2016). Studi pendahuluan yang dilakukan di ruang Hemodialisis RSU “KH” Batu di dapatkan 242 kunjungan di bulan September 2017, 246 kunjungan di bulan Oktober 2017, dan 248 kunjungan di bulan November 2017. Dengan total kunjungan sebanyak 736 kunjungan pasien penyakit Ginjal Kronik selama tiga bulan. Dan dari semua total kunjungan di dapat data kadar Hb masuk dibawah nilai normal. Untuk mengetahui perbedaan kadar Hb pre dan post hemo- dialisis pada penderita penyakit Ginjal Kronik, data diperoleh dari bagian rekam medik RSU “KH” Batu dan dilakukan pengecekkan dengan alat Hb meter. Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbe- daan antara kadar Hb pre dengan post hemodialisis pada pasien penyakit Ginjal Kronik di RSU “KH” Batu. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan adalah studi komparatif. Populasi adalah seluruh pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RS “KH” sejumlah 736 pasien. Sampel penelitian sebanyak 20 respon- den yang diteta pka n seca ra kuota sampling. Variable Independen adalah hemodialisis dan variable dependent adalah kadar Hb. Penelitian dilaksanakan mulai Desember 2017 sampai dengan 145Agustina, Wardani, Penurunan Hemoglobin pada... Desember 2018. Data kadar Hb diambil dengan menggunakan Hb meter, selanjutnya data diolah dengan analisis komparatif t-test berpasangan. HASIL PENELITIAN Kelompok Umur (tahun) f % Dewasa awal-akhir : 26-45 4 20 Lansia awal-akhir : 46-65 13 65 Manula : >65 3 15 Total 20 100 Sumber: data primer, 2018 Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia Jenis kelamin f % Laki-laki 12 60 Perempuan 8 40 Total 20 100 Sumber: data primer, 2018 Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3 Distribusi kadar hemoglobin Pre dan Post Hemodialisis pada pasien penyakit Ginjal Kronik Kelompok Kadar Hb pre HD Kadar Hb post HD N 20 20 Min (gr/dl) 6,0 6,0 Max (gr/dl) 9,0 8,0 X (gr/dl) 7,38 7,10 SD 0,784 0,641 Tabel 4 Hasil T-Test berpasangan Kelompok Kadar Hb pre dan post HD N 20 p 0,039 0,05 X Hb Pre HD 7,38 X Hb Post HD 7,10 PEMBAHASAN Usia responden dalam penelitian termuda adalah 26 tahun, dimana sebagian besar responden berada pada rentang usia 46-65 tahun yakni 65% dengan jenis kelamin lebih dari separuhnya adalah laki-laki yakni 60%. Berdasarkan hasil penelitian, dari 20 responden didapatkan data bahwa seluruh pasien memiliki kadar Hb kurang dari normal (L 13,8-17,2 gr/dl dan P 12,1-15,1 gr/dl). Minimal kadar Hb adalah 6,0 gr/ dl, dan kadar Hb maksimal adalah 9,0 gr/dl, dengan rerata 7,38 gr/dl dan SD 0,784. Penurunan kadar Hb pre Hemodialisis disebabkan karena proses perjalanan penyakitpenyakit Ginjal Kronik itu sendiri. Perjalanan penyakit penyakit ginjal kronik biasanya diawali dengan pengurangan cadangan ginjal yaitu fungsi ginjal sekitar 3 – 50 %. Berkurang- nya fungsi ginjal tanpa akumulasi sampah metabolik dalam darah sebab nefron yang tidak rusak akan mengkompensasi nefro yang rusak. Walaupun tidak ada manifestasi penyakit ginjal pada tahap ini, jika terjadi infeksi atau kelebihan (overload) cairan atau dehidrasi, fungsi renal pada tahap ini dapat terus menurun (Smeltzer and Bare, 2013). Apabila penanganan tidak adekuat, proses penyakit ginjal berlanjut hingga klien berada pada tahap akhir. Klien penyakit ginjal tahap akhir sekitar 90% nefronnya hancur, dan GFR hanya 10% yang normal sehingga fungsi ginjal normal tidak dapat dipertahankan. Ginjal tidak dapat mempertahankan homeostasis sehingga terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah, terjadi penim- bunan cairan tubuh dan ketidak seimbangan elek- trolit serta asam basa. Akibatnya timbul berbagai manifestasi klinik dan komplikasi pada seluruh sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun sisa akhir metabo- lisme, maka gejala akan semakin berat. Klien akan mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari hari akibat timbulnya berbagai manifestasi klinik tersebut (Ignativicius et all, 2018). Dampak dari pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis salah satunya adalah anemia. Anemia pada gagal ginjal kronik muncul ketika kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt. Anemia 146 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 142–147 akan berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi tetapi apabila ginjal sudah mencapai stadium akhir, anemia akan relatif menetap. Anemia pada gagal ginjal kronik terutama diakibatkan oleh berkurangnya erithropoetin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya memperta- hankan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik (Lewis, 2017). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di ruang Hemodialisis RSU “KH” Batu, yaitu seluruh pasien Penyakit ginjal kronik yang mendapatkan terapi Hemodialisis memiliki kadar Hb di bawah nilai normal (anemia). Anemia cenderung memburuk seiring gagal ginjal berlangsung, dan kebanyakan orang yang mengalami kerusakan fungsi ginjal atau gagal ginjal menderita anemia. Berdasarkan hasil penelitian, dari 20 responden didapatkan data bahwa seluruh pasien memiliki kadar Hb kurang dari normal (L 13,8-17,2 gr/dl dan P 12,1-15,1 gr/dl). Minimal kadar Hb adalah 6,0 gr/ dl, dan kadar Hb maksimal adalah 8,0 gr/dl, dengan rerata 7,10 gr/dl dan SD 0,641. Penurunan kadar Hb post Hemodialisis selain disebabkan oleh proses penyakitnya, juga dapat dipengaruhi oleh proses Hemodialisis yang dijalani.Suharyanto dan Madjid (2009) menambahkan bahwa terapi Hemodialisis bertujuan untuk menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikelua r ka n seba ga i ur in sa a t ginja l seha t, meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.Menurut Muttaqin (2012), prinsip Hemodialisis pada dasarnya sama seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisia, yaitu difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Sehingga terapi Hemodialisis ini cukup berfungsi dan berguna dilakukan serta diterapkan kepada pasien yang mengindap penyakit ginjal kronik. Pada proses Hemodialisis terjadi difusi larutan antara darah dan dialisat yang mengalir kearah ber- lawanan, dan dipisahkan oleh membran semiper- meabel. Masalah yang paling sering muncul adalah instabilitas kardiovaskuler selama dialisis, dan sulit- nya mendapatkan akses vaskular. Selain itu, pada proses hemodialisis dapat terjadi defisiensi erythro- poietin, dan terjadi kehilangan darah yaitu terjadinya retensi darah pada dialiser atau tubing pada mesin Hemodialisis sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb dalam darah (Muttaqin, 2012). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di ruang Hemodialisis RSU “KH” Batu, kadar Hb pasienpenyakit ginjal kronik nilainya lebih rendah dibanding dengan kadar Hb pasien penyakit ginjal kronik pre Hemodialisis. Pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi Hemodialisis secara rutin rentan mengalami penurunan kadar Hb, hal ini bisa disebabkan karena dari proses Hemodialisis itu sendiri.Dari 20 responden, didapatkan hasil kadar Hb post Hemodialisis lebih rendah daripada kadar Hb pre Hemodiaisa, dan dari data hasil uji validitas t-test berpasangan (t-test pairs) dengan analisis program spss versi 16 antara 2 variabel didapatkan nilai p=0,039. Nilai p tersebut menunjukkan bahwa kadar Hb pre dan post Hemodialisis memiliki perbedaan yang signifikan, dengan parameter p<0,05, sehingga dapat disimpulkan hasil tersebut mendukung pernyataan hipotesis dari penelitian ini. Diterimanya hipotesis penelitian tersebut mengindi- kasikan bahwa adanya perbedaan kadar Hb Pre dengan Post Hemodialisis pada pasienpenyakit Ginjal Kronik, dimanakadar Hb Post Hemodialis megalami penurunan. Hemodialisis berasal dari kata hemo (darah) dan dialisa (pemisahan atau filtrasi). Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialyser) yang bertujuan untuk meng- eliminasi sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan elektrolit antara kompar- temen darah dengan kompartemen dialisat melalui membran semipermeabel (Silviani, 2011). Sistem hemodialisis terdiri dari sistem vaskuler eksternal yang akan dilewati saat darah pasien di transfer ke dalam sistem pipa polietilena steril menuju ke filter dialisis/dialiser menggunakan pompa mekanik. Darah pasien akan ditransfer menuju sistem vas- kuler eksternal tersebut melalui akses vaskuler, yang merupakan akses permanen ke aliran darah untuk hemodialisis (Dipiro et al, 2016). Pasien yang menjalani Hemodialisis juga dapat mengalami anemia, karena kehilangan darah yang menyertai pengobatannya. Kehilangan darah dalam dialiser mungkin dikarenakan beberapa penyebab seperti episode clotting selama dialisis dan darah yang tertinggal di mesin dialiser. Clotting merupakan salah satu komplikasi utama pada akses dialiser dan dapat menyebabkan penutupan akses tersebut (White, 2011). Pada akhir setiap perlakuan Hemo- 147Agustina, Wardani, Penurunan Hemoglobin pada... dialisis, sejumlah kecil darah biasanya tertinggal di dalam dialiser. Hal ini dapat menjadi sumber kekurangan zat besi dari waktu ke waktu, sehingga dapat menimbulkan anemia (NLFKDOQI, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana kadar Hb pada pasien post menjalani Hemodialisis nilainya rata-rata lebih rendah daripada sebelum menjalani proses Hemodialisis. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina dan Pur- nomo (2018) dimana semakin lama menjalani hemodialisis maka kadar Hb semakin turun (Agus- tina dan Purnomo, 2018). Dengan demikian kejadian anemia pada pasien penyakit gagal ginjal kronis tidak hanya disebabkan penurunan kadar erytropoetin, melainkan adanya injuri mekanik pada sel darah merah selama proses hemidialisis. KESIMPULAN Ada perbedaan yang signifikan antara kadar Hb Pre dengan Post Hemodialisis pada Pasien penyakit Ginjal Kronik di RSU “KH” Batu, dimana kadar Hb post Hemodialisis lebih rendah dari pada kadar hb pre Hemodialisis. SARAN Untuk dilakukan penanganan agar kadar hemo- globin pada pederita dapat dioptimalkan baik melalui pendekatan faktor intrinsik maupun factor ekstrin- sik. DAFTAR PUSTAKA Agustina, W dan Purnomo, AE. (2018). Menurunnya Kadar Hemoglobin Pada Penderita Endstage Renal Disease (Esrd) Yang Menjalani Hemo- dialisisdi Kota Malang. Prosiding Seminar Na- sional 2018. Peran dan Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan dalam Mendukung Program Kese- hatan Nasional, Jember: 28 November 2018. Hal 76-83. Denise Laouari, Martin Burtin, Aure’lie Phelep, Frank Bienaime, Laure-He’le’ne Noel, David C.Lee, et al. A Transc ri pt i onal Net work Unde rli e s Susceptiblility to Kidney Disease Progression. EMBO Mol Med [internet]. (2011) [cited 2012 Dec 30]. 4: 825-839. Ava i l abl e fr om: h t tp: / / www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22711280. Dewi, S., Adityawarman., Dwiansari, L.(2011). Hubungan Lama Periode Hemodialisis dengan status albumin penderita gagal ginjal kronis di unit Hemodialisis RSUD.Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto. Mandala of Health vol.5, No.2,September 2011. Dipiro JT, Talbert RL, YeeGC, Matske GR, Wells BG and Posey LM. (2016). Pharmac ot he rapy A Patofisiologi Approach, Mc Grow Hill Profesional. Pearce, E.C. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ignatavicius, W and Rebar. (2018), Medical – Surgical Nursing. St. Louis: Elsevier. Indonesian Renal Registry (IRR).(2013). 5th Report of Indonesian Renal Registry 2011. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). Lewis. (2017). Medical Surgical Nursing: assessment and management of clinical problem. New York: Mosby. Muttaqin, A., Kumala,S. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. NKFKDOQI. (2015). Iron Needs In Dialysis-The National Kidney Foundation.National Kidney Foundation. Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembang- an Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Setiati, S.(2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid ke dua edisi ke enam, Jakarta: Internal Publishing. Smeltzer Suzanne C and Bare Brenda G, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Suharyanto dan Madjid.(2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gagal Ginjal Kronik. Trans Info Media. Jakarta. White T. (2011). Low Blood Pressure During Dialysis Increases Risk of Clots, According To Stanford- Led Study%News Center %Stanford Medicine. JASN.