142 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 142–147

142

JNK
JURNAL NERS DAN KEBIDANAN

http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk

Penurunan Hemoglobin pada Penyakit Ginjal Kronik Setelah
Hemodialisis di RSU “KH” Batu

Wiwik Agustina1, Erlina Kusuma Wardani2
1Prodi Keperawatan, STIKes Maharani Malang, Indonesia
2Perawat, Rumah Sakit Baptis Batu, Indonesia

Info Artikel

Sejarah Artikel:
Diterima, 10/07/2019
Disetujui, 23/07/2019
Dipublikasi, 01/08/2019

Kata Kunci:
Hemodialisis, Hemoglobin , Penyakit
Ginjal Kronik

Abstrak

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kondisi irreversible dimana fungsi ginjal
menurun dari waktu ke waktu. Kondisi fungsi ginjal memburuk, kemampuan
untuk memproduksi erythropoietin yang memadai terganggu, sehingga terjadi
anemia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar Hb pre
dengan post Hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik di RSU “KH”
Batu. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif yang meng-
gunakan desain cross sectional dengan menggunakan teknik Quota Sam-
pling. Sampel yang dipilih adalah 20 responden yang memenuhi kriteria
inklusi. Data diambil dengan cara melakukan pengecekkan kadar Hb secara
langsung pada responden. Uji statistik menggunakan uji t-test berpasangan
didapatkan nilai rerata kadar Hb pre Hemodialisis adalah 7,38 dan rerata
kadar Hb post Hemodialisis adalah 7,10. Hasil uji t-test berpasangan
didapatkan nilai p=0,039 (p<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar Hb pre dengan post Hemo-
dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik, dimana kadar Hb post Hemodialisis
lebih rendah daripada kadar Hb pre Hemodialisis. Hal tersebut dikarenakan
sejumlah kecil darah biasanya tertinggal di dalam dialiser. Hal ini dapat men-
jadi sumber kekurangan zat besi dari waktu ke waktu, sehingga menimbulkan
anemia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang penanganan ane-
mia pada pasien Penyakit Ginjal Kronik yang menjalani terapi Hemodialisis.

© 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan

Correspondence Address:
Poltekkes Kemenkes Malang - Jawa Timur, Indonesia P-ISSN : 2355-052X
Email: nerswika@gmail.com E-ISSN : 2548-3811
DOI: 10.26699/jnk.v6i2.ART.p142-147
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/


    143Agustina, Wardani, Penurunan Hemoglobin pada...

Abstract

Chronic Kidney Disease (CKD) is an irreversible condition in which kid-
ney function decreases over the times. The condition of kidney function
worsens and the ability to produce adequate erythropoietin is disrupted, it
causes anemia. The purpose of this study is to know the differences between
pre-Hb levels with post Hemodialysis in patients with chronic renal failure
at “KH” Batu Hospital. The type of research used is descriptive quantita-
tive which uses a cross sectional design by applying the Quota Sampling
technique. The sample chosen was 20 respondents who met the inclusion
criteria. Data was taken by checking the Hb level directly on the respon-
dents. The statistical test using the paired t-test obtained the mean value of
pre hemodialysis hemoglobin level; 7.38 and the mean post hemodialysis
Hb level is 7.10. The results of the paired t-test obtained p = 0.039 (p
<0.05). The results of this study indicate that there is a significant differ-
ence between pre Hb and post Hemodialysis levels in patients with chronic
renal failure, where post Hemodialysis Hb levels are lower than pre hemo-
dialysis Hb levels. This is because a small amount of blood is usually left in
the dialyzer. This can cause iron deficiency over time and it is causing
anemia. Therefore, it is necessary to do research on the treatment of ane-
mia in patients with Chronic Renal Failure undergoing Hemodialysis
therapy.

Decreasing Haemoglobin  in Chronic Kidney Diseases  Post Hemodialisis in “KH” Batu Hospital

Article Information

History Article:
Received, 10/07/2019
Accepted, 23/07/2019
Published, 01/08/2019

Keywords:
Hemodialysis, Hemoglobin,
Chronic Kidney Failure



144 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 142–147

PENDAHULUAN
Cronic Kidney Disease (CKD) adalah kondisi

irreversible dimana fungsi ginjal menurun dari waktu
ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perla-
han dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun,
dengan pasien sering tidak menyadari bahwa kondisi
mereka telah parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk,
kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang
memadai terganggu, sehingga terjadi penurunan
produksi baru sel-sel darah merah dan akhirnya
terjadi anemia (Denise, 2011).

Sebagian besar pasien Penyakit Ginjal Kronis
(PGK) mengalami kematian akibat komplikasi
kardiovaskular, hanya sebagian kecil yang mencapai
tahap terminal (stadium V) yang memerlukan
pengobatan pengganti ginjal. Hemodialisis (HD)
masih merupakan terapi pengganti ginjal utama
disamping peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal
di sebagian besar negara di dunia. HD dapat didefi-
nisikan sebagai suatu proses pemisahan  atau penya-
ringan atau pembersihan darah melalui suatu mem-
bran semipermeabel yang dilakukan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal baik yang kronik
maupun akut (Setiati, 2014).

Pada proses Hemodialisis terjadi difusi larutan
antara darah dan dialisat yang mengalir kearah ber-
lawanan, dan dipisahkan oleh membran semiper-
meabel. Masalah yang paling sering muncul adalah
instabilitas kardiovaskuler selama dialisis, dan sulit-
nya mendapatkan akses vaskular. Selain itu, pada
pr oses hemodia lisis da pat ter ja di defisiensi
erythropoietin, dan terjadi kehilangan darah yaitu
terjadinya retensi darah pada dialiser atau tubing
pada mesin Hemodialisis sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb dalam darah (Muttaqin, 2012).
Hemoglobin (Hb) adalah metalprotein pengangkut
oksigen yang mengandung besi dalam sel merah
dalam darah. Molekul Hb terdiri dari globin,
apoprotein dan empat gugus heme, suatu molekul
organik dengan satu atom besi. Hb adalah protein
yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya
gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu
membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah
(Evelyn, 2009).

Prevalensi populasi umur   15 tahun yang
terdiagnosis GGK sebesar 0,2%. Angka ini lebih
rendah dibandingkan prevalensi GGK di negara-
negara lain (Riskesdas, 2013). Hasil penelitian
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun
2006, yang mendapatkan prevalensi GGK sebesar
12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya

menangkap data orang yang terdiagnosis GGK se-
dangkan sebagian besar GGK di Indonesia baru
terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Prevalensi
meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-
44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun.
Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari
perempuan (0,2%) (Riskesdas, 2013).

Indonesian Renal Registry (IRR) adalah kegiat-
an pengumpulan data yang berkaitan dengan data
pasien yang menjalani dialisis, transplantasi ginjal
serta data epidemiologi penyakit ginjal dan hipertensi
di Indonesia. IRR merupakan program Perhim-
punan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) yang
dimulai sejak tahun 2007. Data dikumpulkan dari
seluruh fasilitas pelayanan dialisis di Indonesia baik
di dalam maupun di luar rumah sakit, baik pemerintah
maupun swasta. Hingga pada bulan Oktober 2016
terdapat 169 dari total 382 fasilitas

pelayanan dialisis di Indonesia yang mengirim-
kan data (44,2%). Data IRR dari 249 renal unit yang
melapor, tercatat 30.554 pasien aktif menjalani diali-
sis pada tahun 2015, sebagian besar adalah pasien
dengan GGK (Indonesian Renal Registry, 2016).

Studi pendahuluan yang dilakukan di ruang
Hemodialisis RSU “KH” Batu di dapatkan 242
kunjungan di bulan September 2017, 246 kunjungan
di bulan Oktober 2017, dan 248 kunjungan di bulan
November 2017. Dengan total kunjungan sebanyak
736 kunjungan pasien penyakit Ginjal Kronik selama
tiga bulan. Dan dari semua total kunjungan di dapat
data kadar Hb masuk dibawah nilai normal. Untuk
mengetahui perbedaan kadar Hb pre dan post hemo-
dialisis pada penderita penyakit Ginjal Kronik, data
diperoleh dari bagian rekam medik RSU “KH” Batu
dan dilakukan pengecekkan dengan alat Hb meter.

Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbe-
daan antara kadar Hb pre dengan post hemodialisis
pada pasien penyakit Ginjal Kronik di RSU “KH”
Batu.

BAHAN DAN METODE
Desain penelitian yang digunakan adalah studi

komparatif. Populasi adalah seluruh pasien PGK
yang menjalani hemodialisis di RS “KH” sejumlah
736 pasien. Sampel penelitian sebanyak 20 respon-
den yang diteta pka n seca ra kuota sampling.
Variable Independen adalah hemodialisis dan
variable dependent adalah kadar Hb. Penelitian
dilaksanakan mulai Desember 2017 sampai dengan



    145Agustina, Wardani, Penurunan Hemoglobin pada...

Desember 2018. Data kadar Hb diambil dengan
menggunakan Hb meter, selanjutnya data diolah
dengan analisis komparatif t-test berpasangan.

HASIL PENELITIAN

Kelompok Umur (tahun) f %

Dewasa awal-akhir : 26-45 4 20
Lansia awal-akhir   : 46-65 13 65
Manula                    : >65 3 15
Total 20 100

Sumber: data primer, 2018

Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan
usia

Jenis kelamin f %

Laki-laki 12 60
Perempuan 8 40
Total 20 100

Sumber: data primer, 2018

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin

Tabel 3 Distribusi kadar hemoglobin Pre dan Post Hemodialisis pada pasien penyakit Ginjal Kronik

Kelompok

Kadar Hb pre HD
Kadar Hb post HD

N

20
20

Min (gr/dl)

6,0
6,0

Max (gr/dl)

9,0
8,0

X (gr/dl)

7,38
7,10

SD

0,784
0,641

Tabel 4 Hasil T-Test berpasangan

Kelompok

Kadar Hb pre dan post HD

N

20

p

0,039



0,05
X Hb Pre HD

7,38

X Hb Post HD

7,10

PEMBAHASAN
Usia responden dalam penelitian termuda

adalah 26 tahun, dimana sebagian besar responden
berada pada rentang usia 46-65 tahun yakni 65%
dengan jenis kelamin lebih dari separuhnya adalah
laki-laki yakni 60%.

Berdasarkan hasil penelitian, dari 20 responden
didapatkan data bahwa seluruh pasien memiliki
kadar Hb kurang dari normal (L 13,8-17,2 gr/dl dan
P 12,1-15,1 gr/dl). Minimal kadar Hb adalah 6,0 gr/
dl, dan kadar Hb maksimal adalah 9,0 gr/dl, dengan
rerata 7,38 gr/dl dan SD 0,784. Penurunan kadar
Hb pre Hemodialisis disebabkan karena proses
perjalanan penyakitpenyakit Ginjal Kronik itu sendiri.

 Perjalanan penyakit penyakit ginjal kronik
biasanya diawali dengan pengurangan cadangan
ginjal yaitu fungsi ginjal sekitar 3 – 50 %. Berkurang-
nya fungsi ginjal tanpa akumulasi sampah metabolik
dalam darah sebab nefron yang tidak rusak akan
mengkompensasi nefro yang rusak. Walaupun tidak
ada manifestasi penyakit ginjal pada tahap ini, jika
terjadi infeksi atau kelebihan (overload) cairan atau

dehidrasi, fungsi renal pada tahap ini dapat terus
menurun (Smeltzer and Bare, 2013).

Apabila penanganan tidak adekuat, proses
penyakit ginjal berlanjut hingga klien berada pada
tahap akhir. Klien penyakit ginjal tahap akhir sekitar
90% nefronnya hancur, dan GFR hanya 10%  yang
normal sehingga fungsi ginjal normal tidak dapat
dipertahankan. Ginjal tidak dapat mempertahankan
homeostasis sehingga terjadi peningkatan kadar
ureum dan kreatinin dalam darah, terjadi penim-
bunan cairan tubuh dan ketidak seimbangan elek-
trolit serta asam basa. Akibatnya timbul berbagai
manifestasi klinik dan komplikasi pada seluruh sistem
tubuh. Semakin banyak tertimbun sisa akhir metabo-
lisme, maka gejala akan semakin berat. Klien akan
mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas
sehari hari akibat timbulnya berbagai manifestasi
klinik tersebut (Ignativicius et all, 2018).

Dampak dari pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisis salah satunya adalah
anemia. Anemia pada gagal ginjal kronik muncul
ketika kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt. Anemia



146 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 142–147

akan berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih
buruk lagi tetapi apabila ginjal sudah mencapai
stadium akhir, anemia akan relatif menetap. Anemia
pada gagal ginjal kronik terutama diakibatkan oleh
berkurangnya erithropoetin. Anemia merupakan
kendala yang cukup besar bagi upaya memperta-
hankan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik
(Lewis, 2017).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan di ruang Hemodialisis RSU “KH” Batu,
yaitu seluruh pasien Penyakit ginjal kronik yang
mendapatkan terapi Hemodialisis memiliki kadar Hb
di bawah nilai normal (anemia). Anemia cenderung
memburuk seiring gagal ginjal berlangsung, dan
kebanyakan orang yang mengalami kerusakan
fungsi ginjal atau gagal ginjal menderita anemia.

Berdasarkan hasil penelitian, dari 20 responden
didapatkan data bahwa seluruh pasien memiliki
kadar Hb kurang dari normal (L 13,8-17,2 gr/dl dan
P 12,1-15,1 gr/dl). Minimal kadar Hb adalah 6,0 gr/
dl, dan kadar Hb maksimal adalah 8,0 gr/dl, dengan
rerata 7,10 gr/dl dan SD 0,641. Penurunan kadar
Hb post Hemodialisis selain disebabkan oleh proses
penyakitnya, juga dapat  dipengaruhi oleh proses
Hemodialisis yang dijalani.Suharyanto dan Madjid
(2009) menambahkan bahwa terapi Hemodialisis
bertujuan untuk menggantikan fungsi ginjal dalam
fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa metabolisme
dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal
dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikelua r ka n seba ga i ur in sa a t ginja l seha t,
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi
ginjal sambil menunggu program pengobatan yang
lain.Menurut Muttaqin (2012), prinsip Hemodialisis
pada dasarnya sama seperti pada ginjal, ada tiga
prinsip yang mendasari kerja hemodialisia, yaitu
difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Sehingga terapi
Hemodialisis ini cukup berfungsi dan berguna
dilakukan serta diterapkan kepada pasien yang
mengindap penyakit ginjal kronik.

Pada proses Hemodialisis terjadi difusi larutan
antara darah dan dialisat yang mengalir kearah ber-
lawanan, dan dipisahkan oleh membran semiper-
meabel. Masalah yang paling sering muncul adalah
instabilitas kardiovaskuler selama dialisis, dan sulit-
nya mendapatkan akses vaskular. Selain itu, pada
proses hemodialisis dapat terjadi defisiensi erythro-
poietin, dan terjadi kehilangan darah yaitu terjadinya
retensi darah pada dialiser atau tubing pada mesin

Hemodialisis sehingga menyebabkan penurunan
kadar Hb dalam darah (Muttaqin, 2012).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan di ruang Hemodialisis RSU “KH” Batu,
kadar Hb pasienpenyakit ginjal kronik nilainya lebih
rendah dibanding dengan kadar Hb pasien penyakit
ginjal kronik pre Hemodialisis. Pasien penyakit ginjal
kronik yang menjalani terapi Hemodialisis secara
rutin rentan mengalami penurunan kadar Hb, hal ini
bisa disebabkan karena dari proses Hemodialisis itu
sendiri.Dari 20 responden, didapatkan hasil kadar
Hb post Hemodialisis lebih rendah daripada kadar
Hb pre Hemodiaisa, dan dari data hasil uji validitas
t-test berpasangan (t-test pairs) dengan analisis
program spss versi 16 antara 2 variabel didapatkan
nilai p=0,039. Nilai p tersebut menunjukkan bahwa
kadar Hb pre dan post Hemodialisis memiliki
perbedaan yang signifikan, dengan parameter
p<0,05, sehingga dapat disimpulkan hasil tersebut
mendukung pernyataan hipotesis dari penelitian ini.
Diterimanya hipotesis penelitian tersebut mengindi-
kasikan bahwa adanya perbedaan kadar Hb Pre
dengan Post Hemodialisis pada pasienpenyakit
Ginjal Kronik, dimanakadar Hb Post Hemodialis
megalami penurunan.

Hemodialisis berasal dari kata hemo (darah)
dan dialisa (pemisahan atau filtrasi). Hemodialisis
merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan
dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung
ginjal buatan (dialyser) yang bertujuan untuk meng-
eliminasi sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi
gangguan keseimbangan elektrolit antara kompar-
temen darah dengan kompartemen dialisat melalui
membran semipermeabel (Silviani, 2011). Sistem
hemodialisis terdiri dari sistem vaskuler eksternal
yang akan dilewati saat darah pasien di transfer ke
dalam sistem pipa polietilena steril menuju ke filter
dialisis/dialiser menggunakan pompa mekanik.
Darah pasien akan ditransfer menuju sistem vas-
kuler eksternal tersebut melalui akses vaskuler, yang
merupakan akses permanen ke aliran darah untuk
hemodialisis (Dipiro et al, 2016).

Pasien yang menjalani Hemodialisis juga dapat
mengalami anemia, karena kehilangan darah yang
menyertai pengobatannya. Kehilangan darah dalam
dialiser mungkin dikarenakan beberapa penyebab
seperti episode clotting selama dialisis dan darah
yang tertinggal di mesin dialiser. Clotting merupakan
salah satu komplikasi utama pada akses dialiser dan
dapat menyebabkan penutupan akses tersebut
(White, 2011). Pada akhir setiap perlakuan Hemo-



    147Agustina, Wardani, Penurunan Hemoglobin pada...

dialisis, sejumlah kecil darah biasanya tertinggal di
dalam dialiser. Hal ini dapat menjadi sumber
kekurangan zat besi dari waktu ke waktu, sehingga
dapat menimbulkan anemia (NLFKDOQI, 2015).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana kadar
Hb pada pasien post menjalani Hemodialisis nilainya
rata-rata lebih rendah daripada sebelum menjalani
proses Hemodialisis. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Agustina dan Pur-
nomo (2018) dimana semakin lama menjalani
hemodialisis maka kadar Hb semakin turun (Agus-
tina dan Purnomo, 2018). Dengan demikian kejadian
anemia pada pasien penyakit gagal ginjal kronis tidak
hanya disebabkan penurunan kadar erytropoetin,
melainkan adanya injuri mekanik pada sel darah
merah selama proses hemidialisis.

KESIMPULAN
Ada perbedaan yang signifikan antara kadar

Hb Pre dengan Post Hemodialisis pada Pasien
penyakit Ginjal Kronik di RSU “KH” Batu, dimana
kadar Hb post Hemodialisis lebih rendah dari pada
kadar hb pre Hemodialisis.

SARAN
Untuk dilakukan penanganan agar kadar hemo-

globin pada pederita dapat dioptimalkan baik melalui
pendekatan faktor intrinsik maupun factor ekstrin-
sik.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, W dan Purnomo, AE. (2018). Menurunnya

Kadar Hemoglobin Pada Penderita Endstage
Renal Disease (Esrd) Yang Menjalani Hemo-
dialisisdi Kota Malang. Prosiding Seminar Na-
sional 2018. Peran dan Tanggung Jawab Tenaga
Kesehatan dalam Mendukung Program Kese-
hatan Nasional, Jember: 28 November 2018. Hal
76-83.

Denise Laouari, Martin Burtin, Aure’lie Phelep, Frank
Bienaime, Laure-He’le’ne Noel, David C.Lee, et al.
A Transc ri pt i onal  Net work  Unde rli e s
Susceptiblility to Kidney Disease Progression.
EMBO Mol Med [internet]. (2011) [cited 2012 Dec
30].  4: 825-839.  Ava i l abl e fr om:  h t tp: / /
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22711280.

Dewi, S., Adityawarman., Dwiansari, L.(2011). Hubungan
Lama Periode Hemodialisis dengan status albumin
penderita gagal ginjal kronis di unit Hemodialisis
RSUD.Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto.
Mandala of Health vol.5, No.2,September 2011.

Dipiro JT, Talbert RL, YeeGC, Matske GR, Wells BG and
Posey LM. (2016). Pharmac ot he rapy  A
Patofisiologi Approach, Mc Grow Hill Profesional.

Pearce, E.C. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ignatavicius,  W and Rebar. (2018), Medical – Surgical
Nursing. St. Louis: Elsevier.

Indonesian Renal Registry (IRR).(2013). 5th Report of
Indonesian Renal Registry 2011. Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).

Lewis. (2017). Medical Surgical Nursing: assessment and
management of clinical problem. New York:
Mosby.

Muttaqin, A., Kumala,S. (2012). Asuhan Keperawatan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.

NKFKDOQI. (2015). Iron Needs In Dialysis-The National
Kidney Foundation.National Kidney Foundation.

Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembang-
an Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Setiati, S.(2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid
ke dua edisi ke enam, Jakarta: Internal Publishing.

Smeltzer Suzanne C and Bare Brenda G, 2013. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Suharyanto dan Madjid.(2009). Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Gagal Ginjal Kronik. Trans
Info Media. Jakarta.

White T. (2011). Low Blood Pressure During Dialysis
Increases Risk of Clots, According To Stanford-
Led Study%News Center %Stanford Medicine.
JASN.