203Ta’adi, Setiyorini, Amalya, Faktor yang Berhubungan dengan... 203 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Cuci Tangan 6 Langkah Momen Pertama pada Keluarga Pasien di Ruang Anak Ta’adi1, Erni Setiyorini2, M. Rifqi Amalya F3 1,2,3Prodi Keperawatan, STIKes Patria Husada Blitar, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima, 12/07/2019 Disetujui, 29/07/2019 Dipublikasi, 01/08/2019 Kata Kunci: Kepatuhan cuci tangan 6 langkah, pendidikan, usia, jenis kelamin, pe- kerjaan Abstrak Tatanan rumah sakit merupakan tempat yang memiliki resiko tinggi terjadinya Healthcare Associated Infection (HAIs).Perilaku keluarga dan pasien yang menjalani perawatan di RS sangat berpengaruh terhadap timbulnya HAIs, salah satunya dalam menerapkan cuci tangan.Beberapa faktor mempengaruhi kepatuhan cuci tangan 6 langkah momen pertama pada keluarga pasien di Ruang Anak.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan 6 langkah moment pertama pada keluarga pasien di ruang anak.Desain penelitian menggunakan korelasional.Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien anak yang dirawat di Ruang Anak sebanyak 60 orang, dengan consecutive sampling didapatkan sampel sebanyak 38 orang.Penelitian dilaksanakan 03 – 21 Desember 2018. Analisis data menggunakan Spearman Rho dan Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan 6 langkah adalah faktor usia (p value= - 0,005), yang berarti dengan peningkatan usia maka kepatuhan cuci tangan menurun. Sedangkan faktor jenis kelamin, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan tidak berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan 6 langkah pada momen pertama. Diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan edukasi tentang cuci tangan 6 langkah dengan mempertimbangkan berbagai faktor untuk menentukan metode dan media yang sesuai. © 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan Correspondence Address: Poltekkes Kemenkes Malang - Jawa Timur, Indonesia P-ISSN : 2355-052X Email: taadijnkphb@gmail.com E-ISSN : 2548-3811 DOI: 10.26699/jnk.v6i2.ART.p203–210 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 204 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 203–210 Abstract Hospital arrangement is a place that has a high risk of Healthcare Associ- ated Infection (HAIs). Family behavior and patients undergoing treatment at the hospital greatly influence the emergence of HAIs, one of which is applying handwashing. Several factors influence the compliance of hand washing 6 steps the first moment in the patient’s family in the Children’s Room. The purpose of this study was to determine the factors associated with adherence to 6-step first-hand washing of the patient’s family in the child’s room. Research design uses correlational. The population in this study was 60 families of pediatric patients treated in the Children’s Room, with consecutive sampling obtained as many as 38 people. The study was conducted December 3 to 21 2018. Analysis of data using Spearman Rho and Kruskal Wallis. The results showed that the factor associated with adherence to 6-step hand washing was the age factor (p value = -0.005), which means that with increasing age, hand-washing compliance de- creased. While the factors of gender, education, gender, occupation are not related to compliance with 6-step hand washing at the first moment. It is expected that health workers can provide education on hand washing 6 steps by considering various factors to determine the appropriate method and media. Factors Related to the Compliance of the First 6 Step Moment Wash in Patient Family in the Children’s Room Article Information History Article: Received, 12/07/2019 Accepted, 29/07/2019 Published, 01/08/2019 Keywords: Compliance WithHand Washing 6 Steps, Education, Age, Gender, Oc- cupation 205Ta’adi, Setiyorini, Amalya, Faktor yang Berhubungan dengan... PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan publik dibidang kesehatan yang mem- berikan pelayanan secara komprehensif baik secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu masalah kesehatan yaitu penyakit infeksi yang terjadi di pelayanan kesehatan disebut dengan Health-care Associated Infections (HAIs) . Kejadian HAIs merupakan salah satu indikator mutu darisebuah rumah sakit. Menurut Darmadi (2008) berbagai kuman, bakteri dan virus menyebabkan pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit beresiko terkena infeksi. Tanda dan gejala pasien yang terkena infeksi timbul setekah 3x24 jam sete- lah pasien menjalani perawatan di rumah sakit, hal ini dapat terlihat dengan adanya reaksi peradangan dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendu- kung. Selain itu Kozier (2010) menambahkan kriteria infeksi nosokomial yaitu apaila saat pasien mulai dirawat di Rumah sakit tidak terdapat tanda-anda klinik infeksi dan pada saat pasien mulai dirawat di rumah sakit didapatkan tanda-tanda infeksi. Berba- gai faktor berhubungan dengan terjadinya infeksi nosokomial di pelayanan kesehatan, baik faktor yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Pada pasien anak, keluarga merupakan orang ter- dekat yang melakukan perawatan selama pasien di rawat di rumah sakit. Perilaku kesehatan dalam melakukan cuci tangan 6 langkah memberikan dam- pak pada pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. Secara teoritis terdapat 5 momen cuci tangan yaitu momen 1sebelum menyentuh pasien, momen 2 sebelum tindakan aseptis, momen 3 setelah terpapar cairan tubuh, momen 4 setelah menyentuh pasien, momen 5 setelah menyentuh sekitar pasien. Prevalensi HAIs di rumah sakit dunia men- capai9 % ( 1,40 juta pasien rawa inap). WHO dalam penelitiannya memperoleh data bahwa sekitar 8,70% dari 55 RS di 14 negara di Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya HAIs. Prevalensi tertinggi di Mediterania Timur dan Asia Tenggara yaitu sebesar 11,80% dan 10% (Kurniawati dkk, 2015). Jumlah infeksi nosokomial di Indonesia pada tahun 2006 lebih tinggi di rumah sakit umum 23.223 dari 2.434.26 pasien. Sedangkan jumlah infeksi di rumah sakit khusus 297 pasien dari 38.408 pasien (Depkes, 2007). Pada ruang rawat inap dengan pasien anak cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi terkena infeksi nosokomial, karena pada saat sakit daya tahan tubuh anak mengalami penurunan ditambah dengan prosedur invasif pada proses pera- watan anak. Menurut WHO (2004) faktor yang ber- hubungan dengan infeksi nosokomial yaitu: tindakan invasif yang merusak barier normal seperti pema- sangan infus, ruangan yang terlalu penuh dan kurang staf, penyalahgunaan antibiotik, tidak patuh terhadap peraturan pengendalian infeksi khusus cuci tangan, prosedur sterilisasi yang tidak tepat. Sedangkan Dar- madi (2008) menyebutkan salah satu faktor yang berperan memberi pelua ng terjadinya infeksi nosokomial adalah sebagai berikut: faktor intrinsik yang ada pada pasien (usia, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, adanya penyakit lain yang menyertai dan komplikasinya). Dampak dari infeksi nosokomial menyebabkan kerugian karena terjadi stres emosional yang dapat menurunkan kemampuan dan kualitas hidup pasien, lamanya perawatan di Rumah Sakit sehingga ber- tambahnya biaya perawatan, peningkatan penggu- naan obat-obatan, kebutuhan terhadap isolasi pasien dan meningkatnya keperluan untuk pemeriksaan penunjang dan dapat menyebabka n kematian (Mariana, dkk, 2015). Salah satu metode yang dilakukan untuk men- cegah HAIs (infeksi nosokomial) yaitu dengan melaksanakan universal precaution. Salah satu universal precaution adalah cuci tangan di rumah sakit. Fajriyah (2015) menyatakan sebuah penelitian menunjukkan bahwa mencuci tangan dapat menu- runkan 20%-40% kejadian infeksi nosokomial, akan tetapi pelaksanaan cuci tangan masih belum direspon secara maksimal. Beberapa upaya telah dilakukan oleh rumah sakit untuk meningkatkan perilaku cuci tangan, baik pada petuas, fasilitas dan pasien/ ke- luarga. Namun, masih ada kendala yaitu kurangnya kepatuhan untuk menataati prosedur (Saragih & Natalina, 2012). Rikayanti (2014) menyebutkan bah- wa mencuci tangan merupakan kegiatan yang pen- ting bagi lingkungan tempat klien dirawat. Rutinitas mencuci tangan adalah kegiatan yang murah dan penting dalam mengendalikan infeksi, terutama dalam mencegah transmisi mikroorganisme. Pelak- sanaan cuci tangan harus sesuai dengan prosedur stadar untuk mencegah perkembangbiakan mikroor- ganisme kuman. Iskandar & Yanto (2018) menya- takan bahwa cuci tangan yang benar harus sesuai dengan 6 lngkah cuci tangan dan sesuai dengan lima moment cuci tangan. Ketepatan durasi dalam mela- kukan cuci tangan denan menggunakan sabun dan air mengalir 40 – 60 detik, bila menggunakan handrub 20-30 detik. Akan tetapi pada kenyataan- nya, meskipun sudah mendapatkan pendidikan kese- 206 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 203–210 hatan tentang cuci tangan oleh petugas kesehatan, kepatuhan keluarga pasien dalam melakukan cuci tangan 6 langkah masih belum optimal. Studi pendahuluan di RSUD Kraton pada 20 penunggu pasien pada Januari 2015 diperoleh data, tentang pelaksanaan cuci tangan, terdapat 5 orang melaksanakan cuci tangan dan 15 orang tidak mela- kukan cuci tangan dengan alasan tidak mengetahui cuci tangan dan tergesa-gesa. Sedangkan hasil studi awal penelitian di Ruang Nusa Indah RSUD Mardi Waluyo Blitar, kepada 20 keluarga pasien yaitu pada saat moment pertama yaitu sebelum dan sesudah memasukan makanan ke dalam mulut terlihat hanya 7 orang (35%) yang melakukan tindakan cuci tangan dengan 6 langkah yang benar. Meskipun sarana dan prasarana untuk cuci tangan seperti wastafel dan handrub yang disediakan di depan pintu masuk ruang rawat inap, di samping tempat tidur pasien, di depan kamar mandi pasien dan poster tentang cara 6 lang- kah cuci tangan sudah disediakan serta anjuran pada setiap pasien baru sudah banyak dilakukan, akan tetapi minimnya sosialisai yang berkelanjutan tentang infeksi nosokomial pada keluarga pasien yang ke- mungkinan dapat menurunkan motivasi keluarga dalam melakukan tindakan cuci tangan. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan Cuci Tangan 6 langkah moment pertama pada Keluarga Pasien di Ruang Nusa Indah RSUD Mardi Waluyo Blitar. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan peneli- tian analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga pasien anak yangdirawat di Ruang Nusa Indah pada tanggal 03 – 21 Desember 2018, sebanyak 60 orang. Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan consecutive sampling, sam- pel sebanyak 38 orang dengan kriteria sampel seba- gai berikut: keluarga yang merawat pasien saat rawat inap. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan cuci tangan 6 langkah pada moment 1 dan variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, pekerjaan. Teknik pengumpulan data dengan meng- gunakan kuesioner data demografi dan observasi cuci tangan 6 langkah. Penilaian kepatuan keluarga pasien dengan menggunakan lembar observasi berupa chek list yang berisi penilaian cara cuci tangan 6 langkah pada moment pertama dengan 5 kali kesempatan observasi yang diadopsi dari WHO Usia terbanyak responden adalah 31-40 tahun, yaitu 25 orang (66%), jenis kelamin mayoritas perempuan 31 orang (82%), pendidikan mayoritas SLTA, 25 orang(66%), pekerjaan sebagian besar adalah ibu rumah tangga 23 orang (61%0, dan sebagian besar yang menunggu pasien merupakan orang tua yaitu 35 orang (92%). (2009) dengan skor minimal adalah 0 dan maximal adalah 5. Skor 0 : Jika keluarga pasien tidak melaku- kan cuci tangan 6 langkah pada tiap kesempatan, Skor 1 : Jika keluarga pasien melakukan cuci tangan 6 langkah pada 1 kesempatan, skor 5 : Jika keluarga pasien melakukan cuci tangan 6 langkah pada 5 ke- sempatan. Analisa data bivariat dengan mengguna- kan Spearman Rho dan pada data nominal dan ordinal menggunakan Kruskal Wallis. Penyajian data dengan menggunakan distribusi frekuensi. HASIL PENELITIAN Data f % Usia 20-30 tahun 10 26 31-40 tahun 25 66 41-50 tahun 2 5 51-60 tahun 1 3 Jenis Kelamin Laki -laki 7 18 Perempuan 31 82 Pendidikan SLTP 8 21 SLTA 25 66 PT 5 13 Pekerjaan Pedagang 3 8 Petani 5 13 Swasta 7 18 IRT 23 61 Hubungan dengan pasien Orang tua 35 92 Saudara 3 8 Tabel 1 Data umum penelitian Kepatuhan cuci tangan 6 langkah f % Kurang 32 84,2 Cukup 4 10,5 Baik 2 5,3 Data Khusus Tabel 2 Kepatuhan cuci tangan 6 langkah moment pertama pada keluarga pasien di ruang anak 207Ta’adi, Setiyorini, Amalya, Faktor yang Berhubungan dengan... Kepatuhan cuci tangan 6 langkah Usia 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun Kurang 9 18 2 3 Cukup 1 3 0 0 Baik 0 2 0 0 Spearman’s Rho P value= -0,005 Tabel 3 Tabulasi silang kepatuhan cuci tangan 6 langkah dengan usia responden Sebagian besar responden memiliki kepatuhan cuci tangan yang kurang, yaitu 32 orang (84,2%). Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar kepatuhan cuci tangan 6 langkah dalam kategori kurang pada kelompok uisa 31-40 tahun yaitu 18 orang. Uji statistik Spearman Rho menunjukkkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kepatuhan cuci tangan 6 langkah dengan usia. Semakin meningkat usia, kepatuhan cuci tangan 6 langkah semakin kurang. Kepatuhan cuci tangan 6 langkah Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kurang 6 26 Cukup 0 4 Baik 0 2 Kruskal Wallis p value=0,256 Tabel 4 Tabulasi silang kepatuhan cuci tangan 6 langkah dengan jenis kelamin Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan memiliki kepatuhan cuci tangan 6 langkah yang kurang, sebanyak 26 orang. Hasil uji statistik Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak a da hubunga n a nta r a jenis kela min denga n kepatuhan cuci tangan 6 langkah. Kepatuhan cuci tangan 6 langkah Pendidikan SLTP SLTA PT Kurang 6 22 4 Cukup 1 3 0 Baik 0 1 1 Spearman Rho p-value=0,060 Tabel 5 Tabulasi silang kepatuhan cuci tangan 6 langkah dengan pendidikan Kepatuhan cuci tangan 6 langkah Pekerjaan Pedagang Petani Swasta IRT Kurang 3 4 6 19 Cukup 0 1 1 2 Baik 0 0 0 2 Spearman Rho p value=0,081 Tabel 6 Tabulasi silang kepatuhan cuci tangan 6 langkah dengan pekerjaan 208 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 203–210 Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang berpendidikan SLTA memiliki kepatuhan cuci tangan 6 langkah dalam kategori kurang, yaitu 22 orang. Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan responden yaitu ibu rumah tangga memi- liki kepatuhan cuci tangan 6 langkah yang kurang, yaitu 19 orang. Hasil uji statistik Spearman Rho me- nunjukkan tidak ada hubungan faktor pekerjaan dengan kepatuhan cuci tangan 6 langkah momen pertama. PEMBAHASAN Hubungan Usia Responden Dengan Kepatuhan Cuci Tangan 6 Langkah Momen Pertama Dari 38 responden yang melakukan cuci tangan 6 langkah sebelum dilakukan pendidikan kesehatan secara benar sebanyak 2 kali kesempatan adalah 2 orang, sebanyak 1 kali kesempatan adalah 4 orang. Sisanya terdapat 32 responden belum melakukan cuci tangan 6 langkah secara benar. Dari tabel 2 ditemukan bahwa mayoritas kepatuhan cuci tangan responden dalam kategori kurang. Respon- den rata-rata sudah melakukan cuci tangan tetapi belum lengkap melakukan 6 langkah cuci tangan dengan benar. Padahal prosedur cuci tangan 6 la ngkah merupakan salah sa tu ca raUnivesal Precautionuntuk memutus mata rantai penyebaran Healthcare Associated Infection (HAIs) . Healthcare Associated Infection (HAIs) adalah infeksi yang didapatkan pasien selama menjalankan perawatan di rumah sakit. Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial apabila pada saat pasien mulai dirawat di Rumah Sakit tidak dida- patkan tanda-tanda klinik dari sebagai penyedia layanan kesehatan dengan memberikan himbauan berupa leaflet, poster, penyuluhan kesehatan pada setiap pengguna layanan kesehatan untuk mening- katkan mutu pelayanan Rumah Sakit.. Kepatuhan dalam perilaku cuci tangan 6 lang- kah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dianta- ranya yaitu pengetahuan, motivasi dan lingkungan (Notoatmodjo, 2012). Dilingkungan RS, sebenarnya fasilitas untuk pelaksanaan cuci tangan sudah disediakan, seperti wastafel yang dilengkapi dengan sabun dan hand rub yang tersedia di sisi tempat tidur pasien. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar kepatuhan cuci tangan 6 langkah dalam kate- gori kurang pada kelompok uisa 31-40 tahun yaitu 18 orang. Uji statistik Spearman Rho menunjukkkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kepa- tuhan cuci tangan 6 langkah dengan usia. Semakin meningkat usia, kepatuhan cuci tangan 6 langkah semakin kurang. Idealnya semakin bertambahnya usia seseorang, maka pengalaman lebih banyak dan berdampak pada tingkat pengetahuannya. Hartono (2015) menyatakan bahwa umur dapat berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dan pola pikir tersebut berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Semakin cukup usia seseorang, maka akan semakin matang dalam berpikir atau bertindak. Akan tetapi hal ini tidak mutlak terjadi, karena setiap orang terpapar dengan pegalaman yang berbeda. Apabila seseorang dipaparkan dengan kejadian yang sama, misalnya keluarga sering rawat inap di rumah sakit maka dia akan lebih banyak terpapar informasi tentang cuci tangan 6 la ngkah, sehingga kepa tuhan cuci tangannya dalam kategori baik. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kepatuhan Cuci Tangan 6 Langkah Momen Pertama Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan memiliki kepatuhan cuci tangan 6 langkah yang kurang, sebanyak 26 orang. Hasil uji statistik Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepa- tuhan cuci tangan 6 langkah (p value=0,256). Jenis kelamin responden tidak berhubungan dengan kepa- tuhan cuci tangan 6 langkah pada momen pertama. Besarnya kepatuhan yang kurang pada jenis kelamin perempuan ini, dimungkinkan karena secara umum responden masih 1 kali dipaparkan terhadap infor- masi terkait dengan cuci tangan 6 langkah pada 5 moment oleh petugas kesehatan, sehingga aplikasi cuci tangan 6 langkah pada momen pertama juga masih minimal. Nasrun (2007) menyatakan bahwa ingatan seseorang dipengaruhi oleh tingkat perha- tian, minat, daya konsentrasi, emosi dan kelelahan. Sebagian besar penunggu pasien adalah ibu pasien, sehingga sebagian besar waktunya tersita untuk merawat anak, sehingga konsentrasi saat terpapar informasi tentang cuci tangan momen pertama me- nurun. Anak sakit cenderung rewel dan mempe- ngaruhi emosional ibu. Dampak dari perawatan anak di RS yang lama menyebabkan kelelahan bagi ibu. Hubungan Pendidikan Dengan Kepatuhan Cuci Tangan 6 Langkah Momen Pertama Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang berpendidikan SLTA memiliki 209Ta’adi, Setiyorini, Amalya, Faktor yang Berhubungan dengan... kepatuhan cuci tangan 6 langkah dalam kategori kurang, yaitu 22 orang. Hasil uji statistik tingkat pendidika n denga n kepa tuha n cuci ta nga n menunjukkan p=0,060, yang berarti bahwa tidak ada hubungan faktor pendidikan dengan kepauhan cuci tangan 6 langkah momen 1. Menurut Hartono (2015) pendidika n forma l ma upun non forma l ya ng diinginkan adalah adanya perubahan kemampuan, penampilan dan perilakunya. Menurut Notoatmodjo (2007) semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan mudah menerima hal baru dan dan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut. Pada penelitian ini walaupun pendidikan terbanyak SLTA, akan tetapi kepatuhan cuci tangan dalam kategori kurang. Hal ini dapat terjadi karena terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi cuci tangan 6 langkah pada momen 1, diantaranya yaitu: keparahan penya- kit dari pasien yang ditunggu oleh keluarga, intensitas petugas kesehatan dalam memaparkan informasi terkait dengan cuci tangan 6 langkah belum optimal, tingkat ketergantungan pasien, pengatahuan, sikap dan motivasi keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arfianti (2010) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan denan tingkat kepatuhan mencuci tangan. Dalam penelitian tersebut faktor tersebut meliputi faktor karakteristik individu (jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, masa kerja, tingkat pendidikan), faktor psikologis (sikap terhadap penyakit, ketegangan kerja, rasa takut dan persepsi tehadap resiko, faktor organisasi manajemen, faktor pengetahuan, faktor fasilitas, motivasi, kesadaran, faktor tempat tugas dan bahan cuci tangan terhadap kulit. Peningkatan pengetahuan pada seseorang dapat disebabkan karena menerima informasi tentang cuci tangan dari sumber lain, seperti media cetak, elektronik maupun dari petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Pe- ningkatan pengetahuan yang terjadi dapat dipe- ngaruhi karena setiap anggota keluarga selalu berin- teraksi dengan orang lain, sehingga dimungkinkan melalui interaksi tersebut keluarga mendapatkan pemahaman-pemahaman baru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak mutlak berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan pada momen pertama pada keluarga pasien. Hubungan Pekerjaan Dengan Kepatuhan Cuci Tangan 6 Langkah Momen Pertama Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan responden yaitu ibu rumah tangga memi- liki kepatuhan cuci tangan 6 langkah yang kurang, yaitu 19 orang. Hasil uji statistik Spearman Rho menunjukkan tidak ada hubungan faktor pekerjaan dengan kepatuhan cuci tangan 6 langkah momen pertama (p value =0,081). Pada sampel penelitian keluarga pasien yang dirawat inap, pekerjaan tidak berkorelasi dengan kepatuhan. Hasil tersebut diatas dapat dipengaruhi berbagai faktor diantaranya adalah: kurang terpaparnya informasi tentang Healthcare Associated Infection (HAIs), yang menyebabkan kurangnya motivasi keluarga terha- dap anjuran cuci tangan yang sudah di lakukan oleh pihak Rumah Sakit, selain itu dari data Rekam Medis yang ada, rata-rata responden belum pernah masuk Rumah Sakit dan sebagian besar dari responden adalah IRT sehingga kurang terpapar informasi mengenai cuci tangan 6 langkah dan belum terbiasa melakukan cuci tangan 6 langkah secara benar setiap harinya, karena salah satu faktor kepatuhan cuci tangan 6 langkah dalah pengalaman menda- patkan informasi mengenai cuci tangan 6 langkah dan kebiasaan melakukan cuci tangan 6 langkah setiap harinya. Justru lamanya menjalani rawat inap pada pasien ini yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan cuci tangan. Dengan paparan informasi yang dberikan secara intens dapat menstimulasi keluarga dalam melakukan cuci tangan 6 langkah setidaknya pada momen pertama. KESIMPULAN Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan 6 langkah adalah faktor usia (p value= -0,005) sedangkankan faktor jenis kelamin, pendi- dikan, jenis kelamin, pekerjaan tidak berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan 6 langkah pada momen pertama. SARAN Diharapkan pada peugas kesehatan untuk dapat memberikan intervensi pada kepatuhan cuci tangan keluarga pasien berdasarkan hasil inden- tifikasi faktor yang berhubungan, sehingga metode dan media yang digunakan tepat sasaran. DAFTAR PUSTAKA Arfianti, D. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang. Darmadi.(2008). Infeksi Nosokomial: Problematika dan pengendaliannya. Jakara: Salemba Medika. Depkes RI (2007). Pedoman Managerial Pencegahan 210 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 203–210 dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainya, Jakarta. Fajriyah. (2015). Pengetahuan Mencuci Tanan Penunggu Pasien Menggunakan Lotion Antiseptik. The 2nd University Research Coloqium 2015, hlm.557-562. Hartono, A.(2015). Gambaran Perilaku Perawat Dalam Melaksanakan Cuci Tangan di Ruang Anggrek dan Wijaya Kusuma RSUD Wates. STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Iskandar, M.B., Yanto, A.(2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Pelaksanaan Cuci Tangan 6 langkah 5 momen keluarga pasien di ruang rawat inap RS Roemani Semarang. Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa Unimus, Vol 1.hlm. 120-128. Kozier.(2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.Jakarta: EGC. Kurniawati, A.F., Satyabakti,P.,&Arbianti, N. (2015). Perbedaan risikomultidrug resistance organism (MDROS) menurut fakor risiko dan kepatuhan hand hygiene. Jurnal Berkala Epidemiologi, 3(3), 277- 287. https://doi.org/10.20473/jbe.V3I32015.277-289. Mariana, E.R., Zainab., Kholik, S.(2015). Hubungan Pengetahuan Tentang Infeksi Nosokomial Dengan Sikap Mencegah Infeksi Nosokomial Pada Keluarga Pasien Di Ruang Penyakit Dalam Rsud Ratu Zalecha Martapura. Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No.2. Nasrun.(2007). Ingatan pada manusia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Notoatmojo, S (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Notoatmojo, S (2010). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Rikayanti, K.H.(2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Den ga n Peri la ku Men cuci Tan ga n Petuga s Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Bandung Tahun 2013. Communiy Health, Vol 2, No 1. http:// ojs.unud.ac.id/index.php/jch/article/view/7693 Saragih, R. & Natalina, R. (2012). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat melakukan cuci tangan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan. Jurnal Kesehatan. Universitas Darma Agung Medan. WHO.(2004). Prevention of hospital acquired infections: A practical guide.2nd edition.http://www.who.int/ research/en/emc dibuka 2 Juli 2019.