268 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 268–275 268 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Theory of Goal Attainment (Imogene M. King) Sebagai Basis Analisis Faktor Patuh Minum Obat TB Paru Di Kabupaten Kediri Yanuar Eka Pujiastutik1, Ningsih Dewi Sumaningrum2 1,2Fakultas Ilmu Kesehatan, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri, Indonesia Info Artikel Kata Kunci: TB Paru, Kepatuhan, Teori King Abstrak Ketidakpatuhan pasien menjadi faktor penyebab kegagalan minum obat TB paru. Peran perawat sangat adalah sangat diperlukan dalam hal meningkatkan patuh minum obat melalui proses interaksi, dengan demikian perlu dilakukan model penerapan keperawatan berdasarkan sistem interaksi dalam meningkatkan kepatuhan teori interaksi King, dengan kelebihan mengutama- kan partisipasi aktif penderita untuk memberikan keputusan mengenai tujuan, mengambil keputusan, dan interaksi untuk mencapai tujuan. Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis faktor yang kepatuhan minum obat pada teori sistem interaksi King di Puskesmas Kabupaten Kediri. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sec- tional. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel dengan teknik total sampling sebanyak 27 orang. Hasil uji regresi logistik diperoleh hasil pada sistem personal p = 0,039 pada sistem interpersonal p = 0,628 dan pada sistem sosial p = 0,192 sehingga berdasarkan nilai  = 0,05 menjelaskan bahwa nilai p < 0,05 yang berarti menunjukkan bahwa pada sistem personal memiliki hubungan terhadap kepatuhan minum obat TB paru sedangkan pada sistem interpersonal dan sosial dari interaksi King menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan minum obat TB paru. Disarankan sistem interaksi King dapat menjadi model dalam peningkatan kepatuhan minum obat dengan demikian mampu diintegrasikan dalam clinical pathway pada pasien TB Paru di Poli Paru. Theory of Goal Attention (Imogene M. King) as the Basis of Analysis Factors Compliant to Taking Pulmonary TB Medication in Kediri District Article Information Abstract Patient noncompliance is to be the causes failure factor take the pulmo- nary TB medicine. The role of the nurse is very required in term of increas- ing compliance with take medicine, through the interacting process, thus need to be implemented model of maintenance based on interaction system in improving the compliance theory of king interaction system to improve compliance with King’s interaction system theory, with the advantage of Sejarah Artikel: Diterima, 14/08/2019 Disetujui, 24/10/2019 Dipublikasi, 01/12/2019 History Article: Accepted, 14/08/2019 Approved, 24/10/2019 Publication, 05/12/2019 http://crossmark.crossref.org/dialog/?doi=10.26699/jnk.v6i3.ART.p268-275&domain=pdf&date_stamp=2019-12-05 269Pujiastutik, Sumaningrum, Theory of Goal Attainment (Imogene M. King) ... prioritizing active participation of patients in deciding goals, making de- cisions, and interactions to achieve goals. The purpose of the research is to analyse the factors that compliance medicine in the King’s interaction system theory in Kediri district Puskesmas. The research design used was descriptive analytic with cross sectional approach. Data collection was conducted using questionnaires. Sampling as many as 27 people with a total sampling techniques. Logistics regression test results on the personal system p = 0.039 on the interpersonal system p = 0.628 and on the social system p = 0.192 so that based on the value of  = 0.05. Which means indicating that the personal system has a associate with the medication compliance lung TB. It is recommended that the interaction system King is able to become obedient improvement model so that it can be integrated in clinical pathway at pulmonary TB patients in pulmonary room. It is recom- mended that King’s interaction system cam be a model in improving com- pliance taking medicine, thus able to be integrated in clinical pathway in lung TB patients in pulmonary poly. © 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan Correspondence Address: Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata, Kediri - East Java, Indonesiay ata, Kediri P-ISSN : 2355-052X PENDAHULUAN Salah satu penyakit yang menjadi prioritas untuk pengendalian penyakit karena mempunyai dampak terhadap kualitas hidup, ekonomi dan menjadi penyebab kematian yaitu penyakit TB. Di Indonesia perkiraan terdapat 1juta pertahun kejadian TB baru dengan 100.000 kematian pertahun, dan 63.000 kasus TB dengan HIV+. Jumlah Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) menye- butkan dari semua kasus didapatkan penduduk yang terkena TB yaitu 129/100.000. Total keseluruhan ada 324.539 kasus, dan sejumlah 314.965 merupa- kan kasus baru (WHO, 2015). Total kasus TB-RO menurut perkiraan yaitu sebanyak 6700 kasus dari 1,9% kasus TB-RO yang didapat dari kejadian TB baru dan 12% kasus TB- RO merupakan dari kejadian TB dengan peng- obatan yang harus diulang. Pasien TB yang tidak melakukan pengobatan secara tuntas mengakibat- kan diantaranya bisa menjadi MDR (Multi Drug Resistant) yaitu resisten terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) primer, dan parahnya dapat menjadikan kuman TB resisten terhadap OAT lini kedua atau yang disebut XDR (Extensive drug resistant) (PERMENKES, 2016). Menurut Kemenkes 2018, pasien tuberkulosis resistan obat (TB RO) yang Keywords: pulmonary TB, treatment adher- ence, King interaction system theory sedang dalam pengobatan menghadapi berbagai kendala terutama efek samping, seperti mual, gangguan pendengaran dan kelelahan yang ber- dampak pada derajat kualitas hidup pasien, kemam- puan bekerja dan menjalankan kegiatan sehari-hari. Penelitian terbaru menunjukkan efek samping obat adalah faktor utama penyebab pasien putus berobat. Laporan WHO (WHO Global TB Report) tahun 2016 menekankan masalah yang masih terjadi terkait angka keberhasilan pengobatan TB RO yang hanya 52%. Propinsi Jawa Timur merupakan penyumbang kedua kasus tuberkulosis positif dibawah Jawa Barat. Data yang didapat dari Dinas Jawa Timur menyebutkan bahwa penderita TB di Jawa Timur mencapai 20.000/tahun, dari total 41.472 penderita TB di provinsi-provinsi yang ada di Indonesia, sebanyak 25.618 yang terdiri dari penderita baru BTA + yang didapatkan pada tahun 2012. Hasil studi awal peneliti pada akhir tahun 2017 di Puskesmas wilayah Kabupaten Kediri berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri tahun 2017 diperoleh data total penderita TB paru BTA + adalah 630 orang yang tersebar di 37 Puskesmas dan berada di 10 rumah sakit di wilayah Kabupaten Kediri. Penderita TB pada kategori 2 di wilayah Kabupaten Email: yanuar.eka@iik.ac.id E-ISSN : 2548-3811 DOI: 10.26699/jnk.v6i3.ART.p268-275 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ https://doi.org/10.26699/jnk.v6i3.ART.p268-275 270 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 268–275 kediri juga cukup banyak yaitu 27 orang. Data ini diambil pada bulan April 2019. Bila pada penderita TB kategori 2 tersebut tidak adanya konsistensi pada pengobatan akan besar kemungkinan bakteri TB akan menjadi resisten obat pada pengobatan yang sudah berulang atau lini kedua. Kepatuhan minum obat di pengaruhi oleh 6 variabel menurut penelitian Avianty (2005), pertama variabel umur, menurut Depkes (2008) menyebutkan bahwa di Indonesia kebanyakan pasien TB paru terjadi pada usia produktif (15 hingga 55 tahun). Variabel Kedua yaitu variabel pendidikan, dimana kepatuhan minum obat dapat dilihat dari pendidikan pasien, misalnya penggunaan buku-buku dan kaset sebagai literatur yang dilakukan oleh pasien secara mandiri, jadi pendidikan tersebut mendukung proses penyembuhan. Pada variabel ketiga yaitu peng- hasilan. Keempat variabel pengetahuan, menurut Leventhal et al 1984 dalam Rankin & Stallings, (2001) kurang pengetahuan menjadi penyebab ketidakpatuhan pasien akan resep medis. Kelima variabel sikap, dan terakhir peran PMO. Menurut Darmadi (2000), sikap buruk dan motivasi rendah untuk sembuh terdapat pada pasien yang kurang aktif berobat. Demikian pula pada PMO pada pasien yang tidak aktif berobat memiliki pengawasan yang buruk. Masalah lainnya adalah yaitu pengobatan penyakit TB paru yang perlu jangka waktu 6-8 bulan dan harus dilakukan secara rutin. Jika tidak ada suatu upaya penanganan yang komprehensif ma ka menyebabkan keadaan tersebut akan bertambah parah, maka harapannya dapat menggandeng bebe- rapa pihak dan menerapkan model asuhan yang efektif untuk mengatasi tingginya kejadian TB Paru. Akibat buruk jika pasien tidak melakukan peng- obatan sampai selesai adalah resisten terhadap OAT primer atau MDR, bahkan lebih parahnya lagi bisa menyebabkan mycrobacterium tuberculosa kebal terhadap OAT lini kedua disebut XDR (Extensive Drug Resisten) (Dewi, 2011). Komunikasi yang baik akan memberikan gambaran diri pada seorang penderita tentang kondisi dirinya apa yang dia sedang alami. Dalam dunia keperawatan banyak sekali teori-teori yang terkenal salah satunya adalah teori sistem interaksi King atau yang lebih kenal dengan istilah Imogene King merupakan ”Interacting Systems Framework And Theory of Goal Attainment”, yaitu adanya hubung- an timbal balik antara perawat dan penderita pada asuhan keperawatan sehingga mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain dengan harapan dapat mencapai tujuan. King menyatakan komponen inte- gral dalam teori ini merupakan pencapaian tujuan sebuah konsep transaksi. King menggunakan meto- de observasi non partisipan yang maksudnya adalah proses pengamatan observer dimana hal ini perawat tanpa ikut dalam kehidupan penderita dan secara terpisah sebagai pengamat dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi hubungan perawat – pen- derita dalam seting perawatan dengan sistem inter- aksi. Macam-macam interaksi diamati baik komuni- kasi secara verbal maupun komunikasi non verbal yang hal tersebut digunakan sebagai data dasar termasuk bagaimana alat untuk mencapai tujuan dila- kukan pengkajian yang telah disepakati sebelumnya. Hasil dari eksplorasi memberikan sebuah sistem klasifikasi yang berguna dalam interaksi perawat- penderita. Berdasarkan hal diatas maka teori sistem interaksi dan Middle Range Teori pencapaian tuju- an digunakan sebagai kerangka teori dalam pene- litian ini yang berfokus pada sistem personal, sistem interpersonal dan sistem sosial dalam mencapai tujuan yaitu meningkatkan kepatuhan minum obat pasien TB Paru (Titin, 2015). Penelitian Rahmi tahun 2017 tentang hubungan kepatuhan TB Paru dengan efek samping OAT, peran PMO, perilaku kesehatan didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan pada efek samping OAT karena penderita tidak tau bahwa dapat me- nimbulkan keluhan. Hal ini menjadi dasar peneliti untuk mengembangkan variabel pada penelitian Rahmi yang berbeda dengan penelitian Samsurian tahun 2011 yang menyatakan ada hubungan efek samping OAT dengan menggunakan Teori King yang salah satunya sistem personal yang membahas tentang pengobatan TB Paru, sehingga lebih spesifik tidak hanya menjelaskan tentang efek samping obat, tetapi juga penyebab TB paru, lama pengobatan, cara minum obat, dan nutrisi selama sakit. Asuhan keperawatan pada pasien TB di Indo- nesia sudah melakukan intervensi untuk peningkatan kepatuhan antara lain dengan memberikan edukasi kepada pasien tentang penjelasan bagaimana cara penularan penyakit dari tubuh pasien, pentingnya menjalankan pengobatan dan kontrol pada waktu yang telah ditentukan. Pemberian edukasi di polik- linik biasanya dilakukan dengan mengumpulkan pasien menjadi satu dan belum menitikberatkan pada interaksi antara pasien dan perawat yang intensif untuk patuh dalam melaksanakan pengobatan atas dari diri sendiri sehingga perlu merubah persepsi dan keyakinan di pasien. Perawat mempunyai peran 271Pujiastutik, Sumaningrum, Theory of Goal Attainment (Imogene M. King) ... penting pada tata kelola pasien TB dalam memfa- silitasi terapi dan mengarahkan perilaku pasien yang bermanfaat agar dapat menjadikan motivasi pasien untuk patuh. Agar tidak terjadi gagal pengobatan, maka peran serta perawat untuk ikut program pemerintah sangat diperlukan. Agar pasien patuh dalam menjalankan pengobatan maka perawat perlu melakukan suatu pendekatan dengan mendukung program pemerintah yang salah satunya adalah dengan program PMO. Maka untuk mencapai kesembuhan, dapat digunakan model interaksi King untuk meningkatkan kepatuhan pasien melaksa- nakan pengobatan. Menurut Harnilawati tahun 2013, Model Kon- septual Imogene M. King yaitu suatu sistem yang terdiri dari sub sistem keluarga dan sistem sosial yang lebih luas. Keluarga sebagai sub sistem komu- nitas dimana dalam keluarga terjadi sistem terbuka yaitu adanya hubungan timbal balik antara keluarga dengan komunitas yang menjadi feedback. Kerang- ka konseptualnya terdiri dari Sistem Personal antara lain konsep mengenai persepsi dirinya, pertumbuhan dan pérkembangan, body image, jarak dan waktu. Sistem lnterpersonal yaitu mengenai interaksi manu- sia, transaksi, masyarakat, stress. Dan peran. Sistem Sosial meliputi organisasi di lingkungan, otoritas, pembuatan keputusan, kekuatan, dan status sosial. Teori ini telah diterapkan pada praktek keperawatan baik pada lingkup klinik maupun pada lingkup komunitas. Berbagai riset dan studi berpusat pada aspek teknis perawatan klien dan sistem pelayanan keperawatan. Dalam praktek baik di lahan klinik maupun lahan komunitas, hubungan timbal balik sangat penting bagi klien dan perawat. Jadi untuk penerapan di klinik maupun di komunitas teori King ini mendukung karena kesembuhan klien sangat dipengaruhi oleh hubungan dua arah dari perawat dan klien. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dikem- bangkan acuan baru yang dapat memaksimalkan asuhan keperawatan pada TB paru pada sistem interaksi pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien TB paru. Dari beberapa fenomena dan pen- jelasan latar belakang diatas maka peneliti meng- ambil judul penelitian “Theory of Goal Attainment (Imogene M. King) Sebagai Basis Analisis Faktor Patuh Minum Obat TB Paru Di Kabupaten Kediri” untuk mengetahui sistem kerangka konsep mana yang berhubungan dengan kepatuhan dalam minum obat pada penderita TB paru dengan menggunakan teori sistem interaksi King. BAHAN DAN METODE Penelitian ini sudah melewati uji etik di Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata dan layak etik dengan nomor 417/PP2M-KE/V/2019. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Lokasi penelitian di seluruh Puskesmas Kabu- paten Kediri yang terdapat TB paru kategori 2. Sampelnya adalah semua penderita TB paru dengan kategori 2 di puskesmas wilayah Kabupaten Kediri berjumlah 27 orang dengan teknik sampling yang adalah total sampling. Penelitian ini dilakukan dengan cara door to door ke rumah penderita TB paru kategori 2. Variabel independennya yaitu Teori intera ksi King yaitu sistem personal, sistem interpersonal, dan sistem sosial. Sedangkan variabel dependennya adalah kepatuhan minum obat pada penderita TB dengan kategori 2. Jenis kuesioner yang digunakan oleh peneliti adalah close ended questions. Kuisioner ini meru- pakan pengembangan dari disertasi Titin tahun 2015 yang kemudian dilakukan Uji validitas yang dilaku- kan peniliti ada sebanyak 55 soal yang diujikan kepada beberapa sampel. Kuisioner tentang sistem personal teori King yang terdiri dari 27 pertanyaan dengan pilihan ganda “A”, “B”, “C” sedangkan kuisioner tentang sistem interpersonal dan sosial terdiri dari 27 pertayaan dengan 16 pertanyaan sis- tem interpersonal dan 11 pertanyaan sistem sosial menggunakan pilihan “Ya”, “Kadang-kadang” dan “Tidak”. Variabel dependen faktor yang berhu- bungan dengan kepatuhan dengan menggunakan lebar observasi yang dimiliki oleh penderita yang didapatkan saat berobat di puskesmas. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji Regresi Logistik Biner untuk untuk mengetahui sistem kerangka konsep mana yang berhubungan dengan kepatuhan dalam minum obat pada penderita TB paru dengan menggunakan teori sistem interaksi King. HASIL PENELITIAN Hasil meliputi data umum meliputi umur, pen- didikan, pekerjaan, penghasilan dan PMO (Peng- awas Minum Obat ) sedangkan data khusus adalah Personal, Interpersonal dan sosial dari teori sistem interaksi King dan Kepatuhan. Berikut adalah Tabel 1 karakteristik responden jenis kelamin, umur, pendidikan, penghasilan, riwayat penyakit, dan PMO. 272 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 268–275 Tabel 4 menjelaskan distribusi frekuensi tingkat sosial penderita TB kategori 2 di puskesmas wilayah Kabupaten Kediri, didapatkan hasil bahwa dari 27 responden terdapat 20 responden (86,2%) dengan kategori sosial tinggi. Data khusus yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji logistik binier untuk menguji hipotesa penelitian, yaitu untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB kategori 2 berbasis teori sistem interaksi King dengan nilai p < 0,05 dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji logistik binier dari ketiga variabel menunjukkan nilai sig <  (0,05) dengan nilai sig 0,039 sehingga ada hubungan antara sistem personal teori interaksi King dengan kepatuhan minum obat No Karakteristik f % 1 Jenis Kelamin Laki-Laki 10 37,1 Perempuan 17 62,9 2 Umur Laki-Laki 2 7,4 Perempuan 2 7,4 Laki-Laki 5 18,5 Perempuan 11 40,8 Laki-Laki 7 25,9 3 Pendidikan Tidak Sekolah 2 7,4 Tidak Tamat SD 5 18,6 Tamat SD 9 33,3 SMP 6 22,2 SMA 3 11,1 PT 2 7,4 4 Penghasilan > 1.100.000 5 18,5 < 1.100.000 22 81,5 5 Penyakit lain DM 18 66,7 Hipertensi 2 7,4 Tidak ada 7 25,9 6 PMO Ada 25 95,6 Tidak Ada 2 7,4 7 Kepatuhan Patuh 8 29,6 Tidak Patuh 19 70,4 Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik responden penderita TB dengan kategori 2 di wilayah puskesmas Kabupaten Kediri Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa dari 27 responden terdiri 10 responden (37,1%) berjenis kelamin laki-laki dan 17 responden (62,9%) berjenis kelamin perempuan, rentang umur 46-65 tahun sebanyak 11 responden (40,8%), pendidikan responden adalah SD yaitu sebanyak 9 responden (33,3%), sebanyak 22 reponden (81,5%) memiliki penghasilan kurang dari 1.100.000, sebagian besar memiliki riwayat penyakit penyerta Diabetes Melitus yaitu 18 reponden (66,7%), 25 responden (95,6%) memiliki PMO atau pengawas minum obat, terdapat 19 responden (70,4%) yang tidak patuh. Tabel 2 menjelaskan distribusi frekuensi tingkat personal penderita TB kategori 2 di puskesmas wilayah Kabupaten Kediri, didapatkan hasil bahwa dari 27 responden terdapat 12 responden (44,4%) dengan kategori personal cukup. Personal Frekuensi Persentase (%) Kurang 7 25,9 Cukup 12 44,4 Baik 8 29,7 Total 27 100,0 Tabel 2 Di stribusi Fre kuensi ti ngk at pe rsonal penderita TB paru Interpersonal Frekuensi Persentase (%) Rendah 2 33,3 Sedang 16 59,3 Tinggi 9 7,4 Total 27 100,0 Tabel 3 Distribusi Frekuensi tingkat interpersonal penderita TB paru Tabel 3 menjelaskan distribusi frekuensi tingkat interpersonal penderita TB kategori 2 di puskesmas wilayah Kabupaten Kediri, didapatkan hasil bahwa dari 27 responden terdapat 16 responden (59,3%) dengan kategori interpersonal sedang. Sosial Frekuensi Persentase (%) Rendah 1 3,7 Sedang 6 22,2 Tinggi 20 74,1 Total 27 100,0 Tabel 4 Distribusi Frekuensi tingkat sosial penderita TB paru 273Pujiastutik, Sumaningrum, Theory of Goal Attainment (Imogene M. King) ... TB paru kategori 2 di puskesmas wilayah Kabupa- ten Kediri dan nilai sig >  (0,05) sehingga tidak ada hubungan dari sistem interpersonal dan sosial teori interaksi King dengan kepatuhan minum obat TB paru kategori 2 di puskesmas wilayah Kabu- paten Kediri. PEMBAHASAN Analisis Kepatuhan dengan Sistem Personal Teori Interaksi King Penelitian Deasy (2010), menurut Culter dan Lieras-Muney dalam tingkat pendidikan berpe- ngaruh positif dengan perilaku kesehatan, maka semakin tinggi pula kesadaran seseorang akan pentingnya tindakan kesehatan, dalam hal ini tingkat pendidikan penderita TB tamatan SD yaitu sebanyak (33,3%) dengan demikian tingkat pengetahuan pen- derita juga dikategorikan dalam tingkatan yang cukup jika dihubungkan dengan umur responden yang berkisar antara 46-65 tahun. Notoatmodjo (2012) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan mempengaruhi tindakan seseorang terhadap masa- lah kesehatan yang dialaminya. Hasil penelitian ini menyebutkan semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh penderita TB paru maka semakin tinggi pula kepatuhan penderita tersebut untuk mela- kukan pengobatan. Hal itu dapat dikatakan bahwa dari hasil pene- litian sistem personal responden kategori cukup. Sistem personal dengan hasil tersebut didukung pada tingkat pengetahuan yang sebagian besar menun- jukkan hasil yang baik sehingga kemampuan pende- rita dalam mengisi lembar kuisioner pada sistem personal menghasilkan nilai yang cukup, tingkat pengetahuan tersebut didasarkan dari data demo- grafi pada tingkat pendidikan penderita yang memiliki hasil yaitu sebagian besar adalah berpendidikan tamat SD. Pada responden dengan kategori tidak patuh sejumlah 5 orang memiliki pendidikan yang tidak tamat SD dan memiliki nilai sistem personal yang kurang, jadi menurut peneliti semakin tingginya tingkat pendidikan ataupun pengetahuan maka semakin meningkat juga tingkat kepatuhan yang dimilikinya. Berdasarkan hal tersebut menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara sistem personal dengan kapatuhan penderita TB Paru kategori 2. King mengungkapkan bahwa masing-masing individu adalah personal dan konsep gambaran diri, pertumbuhan dan perkembangan perlu pemahaman. Hal ini didukung dari hasil data demografi riwayat penyakit penderita TB kebanyakan adalah Diabetes Melitus yang menurut mereka ketika diminum bersamaan akan menyebabkan reaksi tubuh menjadi menurun. Penderita TB yang mengalami penyakit DM disebabkan efek obat-obatan TB di pankreas yang menjadikan penurunan kadar insulin sehingga kadar gula darah menjadi naik. Tingginya gula darah pada penderita DM adalah lingkungan untuk berkembang bakteri termasuk kuman TB laten yang bisa aktif dan akhirnya membuat penyakit itu menye- rang tubuh seseorang dengan bersamaan. Peng- obatan penderita TB yang disertai DM membutuh- kan waktu lebih lama sekitar 9 bulan karena kuman TB lebih susah dihancurkan bahkan akan menjadi MDR atau resisten dengan macam-macam obat sehingga waktu pengobatan yang dibutuhkan akan lebih panjang lagi. Dari gejalanya nafsu makan menurun, badan meriang, tanpa disertai batuk, lemas secara terus menerus. Hal ini menjadi penyebab penderita tidak patuh minum obat. Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan penderita TB paru diperlukan peran petugas keseha- tan pada umumnya masih kurang baik dalam hal memberi informasi TB paru kepada responden. Ber da sa r kan wawa nca r a denga n r esponden, diketahui bahwa beberapa petugas kesehatan hanya sebagian yang memberikan penjelasan mengenai jadwal menelan obat dan mengambil obat, pence- gahan, penularan dan pentingnya PMO kepada responden ketika datang untuk mengambil obat pertama kali. Analisis Kepatuhan dengan Sistem Interper- sonal Teori Interaksi King Berdasarkan penelitian ini, penilaian sistem interpersonal berda sarka n perana n pender ita terhadap komunikasi yang terbuka, pengelolaan stres selama sakit dan bagaimana penderita dalam menja- lankan perannya selama sakit. Menurut Niven (2012), ketika individu berin- teraksi satu dengan yang lain seperti interaksi antara perawat, pasien dan keluarga merupakan sistem Tabel 5 Hasil uji regresi logistik binier penderita TB paru kategori 2 Variabel Sig Kepatuhan Personal 0,039 Interpersonal 0,628 Sosial 0,192 274 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 268–275 interpersonal. Konsep yang berhubungan dengan sistem interpersonal adalah peran, stres, stresor, interaksi, transaksi dan komunikasi. Peran tersebut mengacu pada perilaku yang diharapkan seseorang dalam posisi spesifik yang ada pada sistem sosial. Peran dalam sistem interpersonal memerlukan komunikasi dan hubungan yang interaktif. Stres terjadi ketika perubahan energi positif dan negatif antara individu dan lingkungan, obyek, kejadian atau orang lain berupa stres fisiologik, psikologis, dan sosial. Bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan yang dipengaruhi oleh situasi adalah hal penting dalam Interaksi antara profesional kesehatan dan pasien. Transaksi adalah hubungan timbal balik yang berorientasi pada pencapaian tujuan dimana individu berkomunikasi satu dengan lainnya atau dengan lingkungan. Komunikasi adalah proses penyaluran informasi verbal dan non verbal antara 2 atau lebih individu dalam lingkungan. Menurut King (dalam Alligood & Tomey, 2006) jika perawat memiliki pengetahuan khusus dan mempunyai teknik komunikasi yang memadai maka perawat dapat memberikan informasi ke pasien secara tepat maka tujuan yang diharapkan dapat dicapai. Pada penelitian ini tidak ada hubungan pada sistem interpersonal karena komunikasi perawat dengan pasien tidak mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. Hal ini disebabkan karena petugas kesehatan dalam hal ini program TB telah memberikan perhatian serta memberikan informasi yang jelas pada penderita sehingga dapat menyebabkan penderita TB paru menjadi percaya terhadap Petugas Puskesmas. Sikap dan perilaku yang diberikan petugas kesehatan sudah cukup baik dalam memberikan pelayanan pengobatan pada penderita, karena sebagian besar program TB telah mengikuti pelatihan penanggulangan penyakit TB paru. Penilitian ini sesuai dengan Erwatiningsih yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan tidak berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru, jadi penderita yang mendapat dukungan dan motivasi yang positif dari keluarga maupun petugas memiliki semangat yang kuat untuk mencapai kesembuhan dan patuh pada masa pengobatan. Analisis Kepatuhan dengan Sistem Sosial Teori Interaksi King Berdasarkan penelitian ini penilaian sistem sosial berdasarkan peranan penderita terhadap pengembilan keputusan yang dilakukan oleh pen- derita serta mengetahui birokrasi pelayanan kese- hatan dimana tempat penderita tersebut berobat. Dalam penelitian ini juga para penderita TB paru mengungkapkan hampir seluruhnya memiliki PMO dalam memberika n dukungan terhadap penderita TB paru dalam meminum obat, meskipun seluruhnya terbukti tidak patuh juga memiliki PMO yaitu berupa keluarga dalam mengawasi penderita dalam meminum obat karena penyakit penderita TB kebanyakan adalah Diabetes Melitus yang menurut mereka ketika diminum bersamaan akan menye- babkan reaksi tubuh menjadi menurun sehingga membuat ketidakpatuhan minum obat. Berdasarkan penelitian dilapangan sebagian besar penderita mengeluhkan mulai lelah menjalani pengobatan dikarenakan lamanya pengobatan serta pada fase intensif pada kategori 2 penderita harus disuntik selama 60 kali ditambah lagi pada penderita yang memiliki akses rumah yang cukup jauh dari puskesmas juga mengungkapkan kesulitan dalam mencari fasilitas kesehatan lain untuk membantu memasukkan obat injeksi apabila puskesmas tutup. Berdasarkan hal tersebut menurut peneliti yang bisa menjadi salah satu faktor bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dari teori King sistem sosial terhadap kepatuhan pada penderita TB paru kategori 2 di puskesmas wilayah Kabupaten Kediri. Djuniati dalam Nurhanah (2010) menyebutkan, pekerjaan berhubungan dengan tingkat pendapatan seseorang sehingga berpengaruh terhadap status sosial ekonomi. Hal ini sama dengan penelitian ini yaitu menunjukkan terdapat hubungan yang ber- makna antara jenis pekerjaan dengan kejadian TB Paru, pada kelompok pekerja yang berisiko tinggi (sopir,buruh/tukang) lebih tinggi terkena TB Paru dibandingkan dengan kelompok pekerja risiko rendah seperti karyawan dan PNS/TNI/Polri. KESIMPULAN Hasil analisis sistem personal terhadap kepa- tuhan penderita TB kategori 2 menunjukan bahwa terdapat hubungan sistem personal dengan kepatuh- an yang ditunjukan dengan nilai p = 0,039 Hasil analisis sistem interpersonal terhadap kepatuhan minum obat penderita TB kategori 2 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan sistem interpersonal dengan kepatuhan yang ditunjukan dengan nilai p = 0,628 Hasil analisis sistem sosial terhadap kepatuhan minum obat penderita TB kategori 2 menunjukan 275Pujiastutik, Sumaningrum, Theory of Goal Attainment (Imogene M. King) ... bahwa tidak terdapat hubungan sistem sosial dengan kepatuhan dengan nilai p = 0,192. SARAN Penelitian berikutnya diharapkan dapat meng- kaji lebih mendalam faktor apa saja yang menyebab- kan ketidakpatuhan minum obat penderita TB paru yang disertai penyakit DM sehingga tidak menjadi MDR dan menyebabkan kematian. DAFTAR RUJUKAN Alligod, M.R & Tomey, A.M, (2010). Nursing thoery : utilization & application. Missouri : Mosbly Inc Avianty, (2005), Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru Pada Fase Intensif Di RS Umum Cibabat Cimahi. Dalam Budiman, Novie, Dewi, Skripsi, STIKes A. Yani Cimahi. Darmadi (2000). Analisis Kualitatif Perilaku Kepatuhan Menelan Obat Pasien Tuberkulosisi Paru Di 4 Puskesmas Wilayah Kabupaten Ketapang Tahun 2000. Dalam Titin sukartini, Program Studi Doktor Keperawatan Universitas Indonesia Depok : Disertasi. Deasy, Dwi. (2010). Analisis Perilaku Kepala Keluarga Tentang Pencegahan Chikungunya Dengan Pende- katan Teori Health Belief Model Di Desa Ka- rangandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Treng- galek. Universitas Airlangga: Skripsi Depkes RI & WHO (2008). Lembar Fakta Tuberkulosis. Hari TB sedunia. 24 maret 2008 Dhewi, Gendhis Indra., Armiyati, Yunie & Mamat Suprayitno (2011). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru di BPKM Pati. Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang: Jurnal Erawatyningsih E, Purwanta dan Heru S. (2009). Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Berobat pada Penderita Tuberkulosis Paru. NTB. Berita Kedokteran, vol 25, no 3. Hayati, Armelia. (2011). Evaluasi Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru tahun 2010-2011 Di Puskesmas kecamatan Pancoran Mas Depok. Depok Niven, N. (2012). Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat & Profesional Kesehatan Lain. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kese- hatan. Jakarta : Rineka Cipta Nurhanah, N., Amirrudin, R., & Abdullah, T., (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada masyarakat di provinsi Sul awesi Se l at an 2007 . Medi a keseh at a n masyarakat Indonesia. Vol.6(4) PERMENKES RI. No. 67 (2016). Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia Rahmi, N, dkk. (2017). Hubungan tingkat kepatuhan penderita tuberkulosis paru dengan perilaku kesehatan, efek samping OAT dan peran PMO pada pengobatan fase intensif di puskesmas seberang Padang september 2012 - januari 2013. Jurnal Kesehatan Andalas 2017;6(2) Samsurian. (2010). Pengaruh efek samping obat anti tubekulosis terhadap kejadian default di rumah sakit islam Pondok Kopi Jakarta Timur Januari 2008-Mei 2010 (tesis).Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Indonesia Sukartini, Tintin. (2015). Pengembangan Model Pening- katan Kepatuhan Berbasis Teori Sistem Interaksi King dan Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Pa- sien Tuberkulosis Paru. Program Studi Doktor Kepe- rawatan Universitas Indonesia Depok : Disertasi