283Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... 283 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine dengan Kadar Gula Darah Acak pada Pasien di Ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar Yuda Dwi Prasetya1, Sandi Alfa Wiga Arsa2 1,2Prodi Keperawatan, STIKes Patria Husada Blitar, Indonesia Info Artikel Kata Kunci: Syringe Pump Norepinephrine; Dosis; Kadar Gula Darah Acak Abstrak Ketidakwaspadaan terhadap kontrol gula pasien yang mendapatkan norepi- nephrine berakibat perpanjangan masa rawat inap dan perburukan kon- disi.Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan pemberian syringe pump norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Rancangan penelitian menggunakan korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien ICU RSUD Mardi waluyo Kota Blitar yang diberikan syringe pump norepinephrine pada 29 Oktober – 22 November 2018. Jumlah sampel penelitian sebanyak 30 orang dengan menggunakan tehnik pengam- bilan sampel accidental sampling. Analisa data menggunakan Spearman’s rho. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang lemah antara pemberian syringe pump norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar dengan p value = 0,034 dan rs = 0,389. Norepinephrine dapat meningkatkan tekanan darah pada pasien kritis yang mengalami hipotensi, akan tetapi berakibat meningkatkan kadar gula darah acak, sehingga diharapkan adanya pemantauan kadar gula darah acak pada pasien kritis serta adanya monitoring penggunaan cairan diluent nor- mal saline 0,9% dan dextrose 5% yang harus disesuaikan dengan kondisi dari pasien yang mendapatkan norepinephrine. Relationship of Norepinephrine Syringe Pump with Random Blood Sugar Levels in Patients in ICU Room Mardi Waluyo Hospital, Blitar City Article Information Abstract Unawareness of blood sugar control in patients receiving norepinephrine resulted in an extended period of hospitalization and worsening condi- tions. The aim of the study was to analyze the correlation of giving norepi- nephrine syringe pump and random blood sugar levels of patients in ICU Mardi Waluyo Hospital, Blitar City. The study used correlation design with cross sectional approach. The population in this study was all ICU patients of Mardi Waluyo Hospital Blitar City who were given the norepi- Sejarah Artikel: Diterima, 16/08/2019 Disetujui, 12/09/2019 Dipublikasi, 02/12/2019 History Article: Received, 16/08/2019 Accepted, 12/09/2019 Published, 02/12/2019 http://crossmark.crossref.org/dialog/?doi=10.26699/jnk.v6i3.ART.p283-291&domain=pdf&date_stamp=2019-12-05 284 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 283–291 Correspondence Address: STIKes Patria Husada Blitar - East Java, Indonesia P-ISSN : 2355-052X nephrine syringe pump on 29 October - 22 November 2018. The sample was 30 people taken by using accidental sampling technique. The data analysis used Spearman’s. The results showed there was a weak correla- tion between the administration of norepinephrine syringe pump and ran- dom blood sugar levels of patients in the ICU room at Mardi Waluyo Hos- pital, Blitar City with p value = 0.034 and rs = 0.389. Norepinephrine could increase blood pressure in critical patients who had hypotension, but it resulted in the increase of random blood sugar levels. It is expected to monitor random blood sugar level of critical patients as well as moni- toring the use of diluent normal saline 0.9% and dextrose 5% which should be adapted to the conditions of patients who get norepinephrine. © 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan PENDAHULUAN Pasien dengan kegagalan sirkulasi merupakan suatu keadaan yang mengancam nyawa (Arifah, 2009). Kegagalan sirkulasi menyebabkan hipotensi pada pasien yang harus segera ditangani baik meng- gunakan cairan resusitasi maupun obat-obatan untuk meningkatkan tekanan darah. Salah satu obat yang digunakan untuk meningkatkan tekanan darah adalah norepinephrine (Beetz & Hein, 2009a). Selama ini pasien kritis yang mendapatkan norepinephrine dengan tanpa riwayat gangguan metabolisme glukosa maupun yang total parenteral nutrition belum pernah dilakukan kontrol glukosa. Ketidakwaspadaan terhadap kontrol glukosa pada pasien yang mendapatkan norepinephrine berakibat adanya perpanjangan masa rawat inap dan perbu- rukan kondisi pada beberapa pasien. Yang pada akhirnya akan meningkatkan angka mortalitas pasien yang seharusnya bisa di hindari sejak awal. Dikare- nakan norepinephrine dapat meningkatkan kadar gula darah secara cepat akibat proses glikolisis dan glukogenolisis (Beetz & Hein, 2009a). Pada penelitian yang dilakukan oleh Meivy, dkk tahun 2016 di RS Pancaran Kasih GMIM Manado, didapatkan dari 38 responden (50,7 %) memiliki kadar gula darah yang buruk disaat kadar norepine- phrine dalam darah sangat tinggi. Pada survei pendahuluan yang dilakukan di Ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar pada tanggal 1 Mei 2018 sampai dengan 15 Mei 2018, didapatkan dari 10 sampel yang mendapatkan terapi norepinephrine, kesemuanya mengalami peningkatan kadar gula darah acak sebesar 5-48 mg/dl. Pengukuran kadar gula acak dilakukan sebelum dilakukan pemberian terapi norepinephrine dan kemudian setelah 15 menit terinduksi oleh norepinephrine. Pada survei penda- huluan ini terlihat adanya peningkatan kadar gula darah acak pasien kritis yang mendapatkan nore- pinephrine. Beetz et al., (2009) menjelaskan, norepinephrine adalah suatu amin simpatomimetik, yang terutama bekerja melalui efek langsung pada reseptor  dan reseptor  di jantung. Reseptor adrenergik terdiri dari reseptor  dan reseptor . Reseptor  terdiri dari dua bagian besar yaitu reseptor 1 dan 2, dimana 2 memiliki aksi yang menginhibisi pele- pasan norepinephrine. Reseptor 1 dapat menstimu- lasi terjadinya lipolisis di jaringan adiposa sehingga terjadi glukoneogenesis. Sedangkan reseptor 2 akan menyebabkan meningkatnya glikogenolisis. Hal ini akan meningkatkan kadar glukosa darah dalam waktu yang singkat dikarenakan sebagai res- pon aktivasi norepinephrine. Hiperglikemia saat perawatan merupakan faktor risiko yang dapat ditatalaksana dengan optimal untuk menurunkan mortalitas (Yasmine, 2016). Hipergli- kemi dapat meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas serta biaya perawatan pada pasien kritis di ruang ICU (Hermans & Van den Berghe, 2015). Hal ini dapat ditekan dengan kontrol glukosa darah. Kadar gula darah pasien kritis dipertahankan pada kisaran 80-110 mg/dl (Cooksley, McAvoy, & Haji- Keywords: Syringe Pump Norepinephrine, Dosage, Random Blood Sugar Lev- els Email: sandialfa.wiga@gmail.com E-ISSN : 2548-3811 DOI: 10.26699/jnk.V6i3.ART.p283-291 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ https://doi.org/10.26699/jnk.v6i3.ART.p283-291 285Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... Michael, 2012). Selama ini kontrol glukosa darah difokuskan pada pasien kritis dengan riwayat hiperglikemia maupun hipoglikemia, pasien trauma berat, pasien kritis dengan total parenteral nutrition, pasien kritis dengan menggunakan obat golongan steroid. Namun tidak dilakukan kontrol glukosa pada pasien yang mendapatkan norepinephrine. Risiko mortalitas pasien kritis dengan hipergli- kemia 2,13 kali lebih tinggi daripada pasien normo- glikemia (Falciglia, Freyberg, Almenoff, D’Alessio, & Render, 2009). Sistem homeostasis pasien kritis tidak sama dengan pasien lain pada umumnya. Pada pasien kondisi kritis, sulit untuk melakukan meka- nisme pertahanan, sehingga dapat dengan mudah mengalami ketidakseimbangan yang dapat mengan- cam homeostasis tubuh (Modell et al., 2015). Pasien kritis dengan penggunaan norepinephrine selama ini tidak pernah dilakukan kontrol glukosa. Padahal secara teori terjadi glukoneogenesis dan glikogeno- lisis pada pasien yang menggunakan norepinephrine yang berakibat peningkatan kadar gula darah yang tidak dapat dikontrol oleh tubuh pasien. Oleh karena itu, harus dilakukan kontrol glukosa pada pasien kritis yang mendapatkan norepinephrine meskipun tanpa ada riwayat gangguan metabolisme glukosa maupun dalam kondisi total parenteral nutrition. Sesuai dengan prinsip FAST HUG yang diterapkan di ruang perawatan kritis. Menurut Nair et al., (2017), FAST HUG merupakan sebuah mnemonic atau singkatan yang memudahkan se- orang atau tim praktiksi medis dalam memberikan terapi pada pasien di ruang ICU, singkatan tersebut adalah FASTHUG. FASTHUG terdiri dari F untuk feeding, A untuk analgesia, S untuk sedation, T untuk thromboembolic prophylaxis, H untuk head of bed elevasi, U untuk stress ulcer prevention, dan G untuk glucose control. Dengan FAST HUG, pasien yang mendapatkan terapi norepinephrine dilakukan kontrol glukosa darah secara ketat. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan riset tentang hubungan pemberian syringe pump norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. BAHAN DAN METODE Rancangan penelitian menggunakan korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien ICU RSUD Mardi waluyo Kota Blitar yang diberikan syringe pump norepinephrine pada 29 Oktober – 22 November 2018. Jumlah sampel penelitian sebanyak 30 orang dengan menggunakan tehnik pengambilan sampel accidental sampling. Variabel bebas dalam peneli- tian ini adalah pemberian syringe pump norepine- phrine sedangkan Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar gula darah acak. Lokasi penelitian adalah di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Waktu penelitian pada 29 Oktober sampai dengan 22 November 2018. Uji yang digunakan untuk mengetahui hubungan pemberian syringe pump norepinephrine (NE) dengan kadar gula darah digunakan uji Spearmen’s rho. Derajat kemaknaan di tentukan  0,05. HASIL PENELITIAN Data Umum Variabel (f) % Usia 26 – 35 tahun 1 3,33 36 – 45 tahun 2 6,67 46 – 55 tahun 13 43,33 56 – 65 tahun 15 50 >65 tahun 4 13,33 Jenis Kelamin Laki -laki 17 56,67 Perempuan 13 43,33 Diagnosa medis Septic Shock 10 33,33 Cardiogenic Shock 13 43,33 Hipovolemic Shock 1 3,33 Internal Bleeding 1 3,33 ICH 2 6,67 EVD 2 6,67 CVA Bleeding 1 3,33 Berat badan (Kg) 40 – 49 9 30 50 – 59 12 40 60 – 69 9 30 Riwayat Penyakit Keluarga HT 1 3,33 CVA 1 3,33 TBC 1 3,33 Tidak ada 27 90 Pekerjaan Swasta 16 53,33 PNS 3 10 Petani 6 20 Tidak bekerja 5 16,67 Tabel 1 Distribusi prosentase data umum pasien yang diberikan syringe pump norepinephrine di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar 286 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 283–291 Tabel 1 menunjukkan prosentase data umum dari pasien yang mendapatkan syringe pump norepinephrine. Berdasarkan tabel 1 prosentase usia terbesar ada pada kisaran 56–65 tahun sebesar 50% atau sebanyak 15 orang. Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 17 orang dengan prosen- tase 56,67%. Cardiogenic shock merupa kan diagnosa medis dengan prosentase terbesar yaitu 43,33% atau sejumlah 13 orang. Prosentase berat badan terbesar ada pada kisaran 50–59 kg yaitu sebesar 40% atau sejumlah 12 orang. Sedangkan pada data riwayat penyakit keluarga, prosentase terbesar sebesar 90% atau sejumlah 27 orang tidak memiliki riwayat penyakit keluarga. Serta 53,33% pekerjaan pasien di bidang swasta, yaitu sejumlah 16 orang. Data Khusus Tabel 3 menunjukkan prosentase data khusus kadar gula darah acak pada pasien yang menda- patkan syringe pump norepinephrine di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa sebanyak 21 pasien mengalami peningkatan kadar gula darah acak atau sebesar 70%. Tabel 2 menunjukkan prosentase data khusus pada pasien yang mendapatkan syringe pump norepinephrine di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Berdasarkan Tabel 2 prosentase terting- gi untuk dosis norepinephrine ada pada kisaran dosis rendah (0,05 – 0,5 mcg/kgBB/menit) sebesar 46,67% atau sejumlah 14 pasien. Variabel (f) % Kadar gula darah acak Meningkat 21 70 Tetap 0 0 Menurun 9 30 Tabel 3 Distribusi prosentase data khusus kadar gula darah acak untuk mencapai tekanan darah sesuai target pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar Variabel (f) % Dosis norepinephrine Tinggi 6 20 Medium 10 33,33 Rendah 14 46,67 Tabel 2 Distribusi prosentase data khusus pemberian syringe pump norepinephrine untuk mencapai tekanan darah sesuai target pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar Tabel 4 Hasil analisa data dan uji statistik Spearman’s rho pemberian syringe pump norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar Kadar Gula Darah Acak meningkat tetap menurun (f) % (f) % (f) % Dosis Tinggi 6 20 0 0 0 0 Norepinephrine Medium 7 23,33 0 0 3 10 Rendah 8 26,67 0 0 6 20 Spearman’s rho Sig. (2-tailed) = 0,034Correlation coefficient = 0,389 Dari hasil analisa data yang dilakukan dengan SPSS dan uji statistik menggunakan uji Spearman’s rho didapatkan nilai Sig.(2-tailed) sebesar 0,034. Hasil uji statistik menunjukkan   0,05 maka ada hubungan yang signifikan pemberian syringe pump norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. PEMBAHASAN Pemberian syringe pump norepinephrine pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa prosentase tertinggi dosis norepinephrine yang diberikan untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan ada pada 287Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... dosis rendah (0,05 – 0,5 mcg/kgBB/menit). Nilai prosentase yang tinggi pada norepinephrine dosis rendah juga terdapat pada kelompok responden usia 46 – 55 tahun, yaitu sebesar 23,33%. Kelompok responden dengan diagnosa cardiogenic shock juga mempunyai pr osentase ter tinggi da la m penggunaan norepinephrine dosis rendah, yaitu sebesar 23,33%. Pada penelitian ini juga didapatkan sebanyak 26,67% pasien laki-laki diberikan dosis norepinephrine sebesar 0,05 – 0,5 mcg/KgBB/menit untuk menca pa i nila i teka na n da r a h ya ng diharapkan. Tekanan darah dipengaruhi oleh faktor dari organ jantung, vaskuler dan volume dari darah. Pasien kritis dalam kondisi hipotensi memerlukan penanganan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal. Penggunaan norepinephrine adalah salah satu solusi dari permasalahan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan Beetz et al., (2009) norepinephrine merupakan salah satu obat yang digunakan untuk meningkatkan tekanan darah. Dan juga sejalan dengan (Silversides et al., 2014), norepinephrine meningkatkan kontraktilitas jantung yang pada akhirnya meningkatkan tekanan darah pada pasien. Kenaikan dari dosis norepinephrine tergantung dari tekanan darah responden. Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan resistensi dari pembuluh darah terhadap darah (Han, Park, Shin, & Kim, 2016). Perubahan jumlah dosis yang digunakan dikarenakan sebagai langkah untuk meningkatkan tekanan darah sampai dengan nilai yang diinginkan. Penelitian ini sejalan dengan Sumardi et al., (2015), pemberian norepinephrine intravena pada menit ke empat pada pasien terinduksi spinal anastesi memiliki nilai rata – rata peningkatan sebesar 89,79% serta 85,23% pada menit ke sembilan. Berdasarkan usia, penelitian ini sejalan dengan (Harahap et al., (2008), terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan tekanan darah sistol dan diastol. Setiap peningkatan umur 1 tahun akan meningkatkan tekanan darah sistol sebanyak 0,493 mmHg dan diastol sebanyak 0,189 mmHg. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya tekanan darah target. Pada rentang usia 46 – 55 tahun individu masih memiliki fungsi myocardium yang bagus serta lumen vaskuler yang relatif baik. Dengan adanya induksi norepinephrine dalam darah maka akan terjadi respon peningkatan kontraktilitas jantung. Hal ini sejalan dengan (Massicotte et al., 2017), fungsi organ kardi ovaskuler yang relatif bagus pada rentang usia 46 - 55 tahun. Pada kasus cardiogenic shock, nore- pinephrine menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung yang semula melemah. Sehingga tekanan darah dapat segera meningkat ketika norepinephrine mencapai target organ. Namun perlu diperhatikan bahwa norepinephrine bukanlah pilihan utama dalam penangana n kasus cardiogenic shock. Nor e- pinephrine merupakan pilihan utama dalam pena- nganan kasus septic shock. Pada kasus CVA bleeding ada kecenderungan disertai dengan riwayat hipertensi. Sejalan dengan Hafid, (2014), bahwa hipertensi merupakan faktor utama penyebab stroke. Namun pada CVA bleeding yang diberikan norepinephrine dimungkinkan telah terjadi perburukan kondisi akibat infeksi sekunder maupun sudah terjadi herniasi cerebral. Dengan dosis rendah norepinephrine, kondisi hipotensi akan segera mencapai nilai tekanan darah yang diharap- kan. Pemberian norepinephrine dengan dosis rendah pada pasien laki-laki akan segera meningkatkan tekanan darah sampai dengan nilai yang diharapkan. Jenis kelamin berpengaruh terhadap elastisitas pembuluh darah. Kadar hormon estrogen mem- punyai nilai yang tidak terlalu besar di dalam individu laki-laki. Padahal hormon estrogen berperan dalam menjaga elastisitas dinding vaskuler. Tekanan darah akan meningkat saat elastisitas pembuluh darah mulai berkurang. Sejalan dengan Harahap et al., (2008), bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah diastol, tekanan darah diastol perempuan lebih rendah 3,4 mmHg dibandingkan dengan laki-laki. Berat badan berpengaruh pada tahanan perifer vaskuler. Pada pasien dengan berat badan yang berlebih mempunyai tahanan perifer yang besar dikarenakan adanya penumpukan lemak yang berubah menjadi plaque pada sistem vaskuler. Semakin menyempitnya diameter vaskuler maka akan semakin besar tekanan yang dibutuhkan oleh darah untuk mencapai target organ. Dengan dosis rendah norepinephrine akan membuat diameter vaskuler lebih kecil dari sebelumnya sehingga tekan- an darah segera mencapai nilai yang diinginkan. Hal ini sejalan dengan Fitriani (2017), ada hubungan signifikan antara IMT dengan peningkatan tekanan darah. Dalam penelitiaanya Komeliani, (2012), menunjukan bahwa obesitas beresiko terkena hiper- tensi 4,02 kali dibandingkan orang yang tidak obesitas. 288 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 283–291 Riwayat penyakit kardiovaskuler pada anggota keluarga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kesehatan dari sistem kardiovaskuler individu. Hal ini sejalan dengan Fitriani et al., (2017), bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit keluarga dengan tekanan darah. Serta sejalan dengan Harahap (2008), bahwa terdapat hubungan bermakna antara riwayat keturunan hipertensi dengan tekanan darah sistol dan diastol. Namun pada penelitian ini didapatkan hanya 1 responden memiliki riwayat penyakit keluarga yaitu CVA yang mendapatkan dosis rendah norepinephrine untuk mencapai nilai tekanan darah yang diinginkan. Kon- disi ini dikarenakan ketersediaan sampel penelitian. Kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ada pening- katan kadar gula darah acak terendah saat tekanan darah yang diinginkan tercapai, yaitu sebesar 70% atau sejumlah 21 pasien. Peningkatan kadar gula dalam darah diakibatkan pelepasan dan pembentuk- an glukosa baru ke dalam vaskuler. Sewaktu pasien kritis mendapatkan syringe pump norepinephrine, maka akan timbul suatu kondisi terjadinya peningkatan kadar norepineprine dalam vaskuler. Norepinephrine merupakan salah satu hormon stress, dalam hal ini sejalan dengan Winta et al., (2018), ahwa ada hubungan antara peningkatan stress dengan kadar gula darah. Hal ini juga sejalan dengan Nurmawati, (2018), bahwa kadar gula darah sewaktu dipengaruhi oleh hormon stress. Norepinephrine dapat meningkatkan kadar gula darah secara cepat akibat proses glikolisis dan glukogenolisis (Beetz & Hein, 2009). Sedangkan menurut Coggan et al., (2018), pelepasan nore- pinephrine ke vaskuler menstimulasi peningkatan glikogenolisis pada tingkatan sel pada pasien dengan neurosurgery. Sejalan dengan Siskawati et al., (2010) yang menyatakan bahwa rerata kadar gula darah puasa pada kelompok perokok sebesar 118,6 sedangkan pada kelompok yang bukan perokok 102,2. Nikotin pada rokok mengakibatkan pelepasan katekolamin yang merupakan rantai dari pelepasan norepine- phrine sehingga meningkatkan kadar norepinephrine di dalam vaskuler. Peningkatan kadar gula darah acak setelah pemberian norepinephrine dikarenakan terjadi me- kanisme peningkatan pelepasan glukosa ke dalam darah akibat peningkatan kadar norepinephrine dalam darah. Hal ini akan menimbulkan peningkatan kadar gula dalam darah. Namun respon ini juga dipengaruhi oleh hormon lain. Dilihat dari segi usia, pada kelompok usia 46 – 55 tahun memiliki prosentase terbesar dalam peningkatan gula darah acak, yaitu sebesar 33,33%. Pada rentang usia 46 – 55 tahun proses pelepasan glukosa dalam darah dapat terjadi secara cepat dikarenakan masih normal dan relatif baik fungsi dari organ yang dimiliki oleh responden pada rentang usia tersebut. Selain itu kondisi dari pasien kritis memberikan dampak signifikan pada pelepasan norepinephrine ke dalam vaskuler akibat dari respon tubuh. Namun pada pasien kritis berat akan tidak terlalu berdampak signifikan, dikarenakan sudah rusaknya dari sistem organ tubuh dari pasien. Yang pada akhirnya norepinephrine tidak menimbulkan efek peningkatan kadar gula darah acak. Peningkatan kadar gula darah berhubungan dengan dengan jenis kelamin. Hal ini sejalan dengan Rudi et al., 2017), bahwa variabel yang berhubungan dengan kadar gula darah adalah jenis kelamin. Hal ini dikaitkan dengan aktifitas fisik, dimana perem- puan lebih sedikit aktivitas fisiknya dibandingkan dengan laki-laki, terlebih ibu rumah tangga (Azimi- Nezhad et al., 2008). Pelepasan glukosa ke dalam vaskuler akibat norepinephrine ditambah dengan faktor resiko jenis kelamin, mengakibatkan pening- katan kadar gula darah yang cukup signifikan pada responden perempuan. Perubahan kadar gula darah dalam tubuh pasien ditentukan oleh intake glukosa serta status sistem endokrin pasien tersebut. Berbeda dengan kondisi pasien diabetes militus, pada pasien cardiogenic shock perubahan kadar gula darah diakibatkan oleh penggunaan norepinephrine. Namun bila terdapat kondisi peningkatan aktivitas otot bantu nafas maupun perubahan asam basa, maka hal tersebut dapat mempengaruhi perubahan kadar gula darah pada pasien cardiogenic shock. Pada umumnya pasien cardiogenic shock tidak mengalami kondisi hipoglikemi kecuali ada faktor sekunder penyerta. Sehingga dengan penggunaan norepinephrine dapat meningkatkan kadar gula darah tanpa adanya intervensi dari gangguan metabolik pasien. Keadaan hipoglikemi pada cardiogenic shock yang menda- patkan norepinephrine perlu dikaji terlebih lanjut. Kondisi multiple organ failure maupun distress nafas serta pembatasan intake peroral dimungkin- kan menjadi penyebab dari kondisi tersebut. Namun, perlu dicatat bahwa indikasi norepinephrine pada 289Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... cardiogenic shock adalah untuk mengembalikan tekanan darah pada batas normal, bukan untuk menjaga kestabilan glukosa pada darah. Pada kondisi yang diindikasikan harus menggu- nakan norepinephrine, faktor cairan yang digunakan untuk pengenceran norepinephrine harus diperha- tikan. Penggunaan normal saline 0,9% dapat ber- peran dalam penurunan kadar glukosa darah. Na- mun sebaliknya, dengan menggunakan dextrose 5% dapat meningkatkan kadar gula darah. Dengan tidak mengesampingkan resiko kejadian phlebitis, pemi- lihan jenis cairan pengencer yang tepat dapat men- jaga kestabilan gula darah pasien. Pekerjaan menentukan tingkat hormon stress yang dimiliki oleh pasien. Pada penelitian ini, pasien yang bekerja di bidang swasta memiliki kecen- derungan peningkatan kadar gula darah dengan dosis rendah norepinephrine. Namun dalam kondisi sakit kritis, perubahan tingkat hormon stress pada pasien patut dipertanyakan dan perlu pengkajian lebih lanjut. Oleh karena itu faktor pekerjaan perlu diteliti lebih lanjut. Hubungan pemberian syringe pump norepi- nephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar Pada Tabel 4 menunjukan hasil analisa data yang dilakukan dengan SPSS dan uji statistik menggunakan uji Spearman’s rho. Hasil uji statistik menunjukkan menunjukan bahwa tingkat hubungan antar variabel rendah serta arah hubungan adalah positif. Hal tersebut bermakna ada hubungan yang signifikan pemberian syringe pump norepinephrine dengan kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Serta bila terjadi peningkatan pada variabel pemberian syringe pump norepinephrine maka akan diikuti peningkatan pada variabel kadar gula darah acak. Telah dijelaskan bahwa Winta et al., (2018) menyatakan ada hubungan antara peningkatan stress dengan kadar gula darah, hasil penelitian ini sejalan dengan Marangou et al., (1988), ada hu- bungan antara penurunan toleransi glukosa dan sensitifitas insulin dengan infus norepinephrine. Namun tingkat hubungan antar variabel sedang. Pada variabel peningkatan lipolisis menunjukan tingkat hubungan yang tinggi. Norepinephrine mempunyai respon cepat, dan langsung berefek meningkatkan kontraktilitas jan- tung dan jaringan otot. Glukosa yang terbentuk dan terlepas dalam pembuluh darah langsung terserap pada target organ dan segera di metabolisme. Seba- gai konsekuensi kadar gula darah tidak terlalu melonjak tinggi. Peningkatan dosis juga memaksa pelepasan glukosa dalam darah lebih banyak dari- pada sebelumnya. Namun dimungkinkan pengoplos- an norepineprine dengan menggunakan cairan nomal saline 0,9% maka akan terjadi respon peng- eceran dari konsentrasi glukosa di dalam vaskuler. Serta perlu diperhatikan bahwa pasien kritis berat mempunyai respon yang berbeda, ketika terpapar norephineprine dalam jumlah dosis apapun maka tubuh sudah tidak berespon sesuai dengan teori. Kegagalan multi organ diduga yang menyebabkan hal tersebut. Pada pasien yang diberikan norepinephrine dengan resistensi insulin serta pasien dengan gang- guan metabolisme glukosa, membutuhkan kewaspa- daan yang lebih daripada pasien kritis lainnya. Ketika glukosa dalam darah sulit untuk masuk ke dalam sel, norepinephrine menstimulasi proses lipolisis dan pembentukan glukosa baru yang pada akhirnya menumpuk di dalam darah. Akumulasi yang berlebih ini akan semakin meningkatkan kadar gula darah pasien. Tingkat hubungan antar variabel yang rendah dapat diakibatkan oleh kondisi pembatasan intake glukosa peroral akibat gangguan pada sistem gastrointestinal. Ketika intake peroral tidak adekuat, maka proses pembentukan dan pemecahan glukosa dalam jaringan akan dilakukan. Namun dalam kondisi sakit kritis, kemampuan organ dalam menja- lankan fungsinya akan menurun. Penggunaan IVFD sebagai total parenteral nutrition dapat membantu sebagian. Kemungkinan terjadinya penurunan kadar glukosa secara signifikan tetap terjadi. Meskipun menggunakan noerepinephrine namun belum tentu kadar gula darah meningkat secara signifikan bila menilik kondisi tersebut. KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan sesuai prosedur penelitian yang ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan penelitian. Estimasi jumlah responden berbeda dengan jumlah responden pada bulan sebelumnya. Sehingga penelitian memerlukan waktu yang lebih panjang daripada perkiraan awal. Serta responden merupakan pasien dengan kondisi sakit kritis, kegagalan multi organ dapat mempe- ngaruhi hasil pengukuran kadar gula darah. 290 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 283–291 KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dan hasil uji statistik pada penelitian ini, maka peneliti dapat menyim- pulkan bahwa untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan, dosis rendah dari syringe pump norepi- nephrine adalah yang paling banyak digunakan, terdapat peningkatan kadar gula darah acak pada pasien di ruang ICU RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar, dan ada hubungan pemberian syringe pump norepinephrine dengan dosis 0,05 – 2 mcg/kgBB/ menit SARAN Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam penelitian selanjutnya untuk mengukur kadar hormon norepinephrine pada pasien. Dan hasil penelitian ini diharapkan bisa sebagai dasar usulan kepada komite di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar untuk menetapkan kebijakan dan standar operasional prosedur terkait penggunaan norepinephrine serta cairan diluent norepinephrine yang disesuaikan dengan kondisi pasien akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan pasien serta menurunkan lama masa perawatan pasien di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar khususnya di unit perawatan kritis. DAFTAR PUSTAKA Azimi-Nezhad, M., Ghayour-Mobarhan, M., Parizadeh, M. R., Safarian, M., Esmaeili, H., Parizadeh, S. M. J., … Ferns, G. (2008). Prevalence of type 2 diabetes mellitus in Iran and its relationship with gender, urbanisa tion, educa tion, mari tal st atus and occupation. Singapore Medical Journal, 49(7), 571–576. Beetz, N., & Hein, L. (2009a). Adrena line and Noradrenaline. In Cardiovascular Hormone Systems (pp. 233–250). Weinheim, Germany: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. https://doi.org/10.1002/ 9783527626236.ch10 Beetz, N., & Hein, L. (2009b). Adr enaline and Noradrenaline. Cardiovascular Hormone Systems, 233–250. https://doi.org/10.1002/9783527626236. ch10 Coggan, J. S., Keller, D., Calì, C., Lehväslaiho, H., Markram, H., Schürmann, F., & Magistretti, P. J. (2018). Norepinephrine stimulates glycogenolysis in astrocytes to fuel neurons with lactate. PLoS Computational Biology, 14(8). https://doi.org/ 10.1371/journal.pcbi.1006392 Cooksley, T., McAvoy, T., & Haji-Michael, P. (2012). Glucose control in critical care oncology. Journal of the Intensive Care Society, 13(4), 289–292. https:/ /doi.org/10.1177/175114371201300405 Falciglia, M., Freyberg, R. W., Almenoff, P. L., D’Alessio, D. A., & Render, M. L. (2009). Hyperglycemia-related mortality in critically ill patients varies with admission diagnosis. Critical Care Medicine, 37(12), 3001–3009. https://doi.org/10.1097/ CCM.0b013e3181b083f7 Fitriani, N., & Nilamsari, N. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Pada Pekerja Shift Dan Pekerja Non-Shift Di Pt. X Gresik. Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health, 2(1), 57. https://doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.1273 Hafid, M. (2014). HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN STROKE DI RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR 2012. Jurnal Kesehatan UIN Alauddin, 7(1). Han, M. J., Park, K. H., Shin, J. ho, & Kim, S. H. (2016). Influence of daily fluid balance prior to continuous renal replacement therapy on outcomes in critically ill patients. Journal of Korean Medical Science, 31(8), 1337–1344. htt ps:// doi.org/10.3346/ jkms.2016.31.8.1337 Harahap, H., Hardinsyah, H., Setiawan, B., & Effendi, I. (2008). Hubungan Indeks Massa Tubuh, Jenis Kelamin, Usia, Golongan Darah Dan Riwayat Keturunan Dengan Tekanan Darah Pada Pegawai Negeri Di Pekan Baru. Penelitian Gizi Dan Makanan, 31, 69–73. Retrieved from http:// ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/pgm/ article/view/1515 Hermans, G., & Van den Berghe, G. (2015). Clinical review: Intensive care unit acquired weakness. Critical Care, 19(1). https://doi.org/10.1186/s13054-015- 0993-7 Komeliani. (2012). Obesitas Dan Stress Dengan Kejadian Hiper ten si. KESMA S - Jurnal Kese hat an Masyarakat, 7(2), 117–121. https://doi.org/10.15294/ kemas.v7i2.2806 Marangou, A. G., Alford, F. P., Ward, G., Liskaser, F., Aitken, P. M., Weber, K. M., … Best, J. D. (1988). Hormonal effects of norepinephrine on acute glucose disposal in humans: A minimal model analysis. Metabolism, 37(9), 885–891. https://doi.org/10.1016/0026- 0495(88)90124-2 Massicotte-Azarniouch, D., Amin, S. O., Hesketh, C., & Clark, E. G. (2017). Renal replacement therapy: Timing of initiation and intradialytic hypotension. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 196(1), 102–104. ht t ps: / / doi . or g/ 10. 1164/ rccm.201611-2375RR Modell, H., Cliff, W., Michael, J., McFarland, J., Wenderoth, M. P., & Wright, A. (2015). A physiologist’s view of homeostasis. Advances in Physiology Education, 39(4), 259–266. https:// doi.org/10.1152/advan.00107.2015 291Prasetya, Arsa, Hubungan Pemberian Syringe Pump Norepinephrine... Nair, A., Naik, V., & Rayani, B. (2017). FAST HUGS BID: Modified mnemonic for surgical patient. Indian Journal of Critical Care Medicine, 21(10), 713– 714. https://doi.org/10.4103/ijccm.IJCCM_289_17 Nurmawati, T. (2018). Efektifitas pendidikan kesehatan dengan metode ekspositori tentang meal planning terhadap pola makan pasien dm tipe 2. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(3), 257–262. https://doi.org/10.26699/jnk.v5i3. art.p257-262 Rudi, A., & Kwureh, H. N. (2017). Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah Puasa pada Pengguna Layanan Laboratorium. Wawasan Kesehatan, 3(2), 33–39. Silversides, J. A., Pinto, R., Kuint, R., Wald, R., Hladunewich, M. A., Lapinsky, S. E., & Adhikari, N. K. (2014). Fluid balance, intradialytic hypotension, and outcomes in critically ill patients undergoing renal replacement therapy: a cohort study. Critical Care, 18(6), 624. https://doi.org/10.1186/s13054-014- 0624-8 Siskawati Suparmin. (2010). Beda kadar glukosa darah pada pria perokok dan bukan perokok tembakau usia 20-60 tahun di Salemba tahun 2009-2010. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. Sumardi, F. S., Nawawi, A. M., & Maskoen, T. T. (2015). Perbandingan Efek Pemberian Norepinefrin Bolus Intravena dengan Norepinefrin Infus Kontinu dalam Tatalaksana Hipotensi, Laju Nadi, dan Nilai APGAR pada Seksio Sesarea dengan Anestesi Spinal. Jurnal Anestesi Perioperatif, 3(1), 14–23. https://doi.org/10.15851/jap.v3n1.375 Winta, A. E., Setiyorini, E., & Wulandari, N. A. (2018). Hubungan Kadar Gula Darah dengan Tekanan Darah pada Lansia Penderita Diabetes Tipe 2 ( The Correlation Of Blood Glucose Level and Blood Pressure of Elderly With Type 2 Diabetes ). Jurnal Ners Dan Kebidanan, 5(2), 163–171. https://doi.org/ 10.26699/jnk.v5i2.ART.p163 Yasmine, G. (2016). Association of Glucose Variability in the First 72 Hours of ICU Care with ICU Mortality in Critically-III Patients. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 3.